BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. untuk membantu proses penyususnan penelitian ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. potensi keindahan dan kekayaan alam Indonesia. Pemanfaatan disini bukan berarti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB 2 LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

PERAN SEKTOR PARIWISATA DALAM PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN TABANAN TAHUN Ni Komang Sri Wulandari Sigit Triandaru

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2010 dan tahun Bahkan pada tahun 2009 sektor pariwisata. batu bara, dan minyak kelapa sawit (Akhirudin, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. (Bratahkusuma dan Solihin, 2001:1). Menurut Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dana yang sangat potensial yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan, maka kajian pustaka yang telah dijadikan pertimbangan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Kabupaten Bandung Potensi Daya Tarik Wisata Kabupaten Bandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memecahkan permasalahan yang diangkat. Namun tidak semudah dibayangkan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber - sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintahan

V. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh. restoran.restoran adalah fasilitas penyedia makanan atau minuman dengan

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

RETRIBUSI TERMINAL SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN/KOTA. Oleh. Zainab Ompu Zainah ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Pembangunan Daerah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut (Arsyad, 1999). Secara umum tujuan pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: pertama, mengembangkan lapangan kerja bagi penduduk yang ada sekarang. Kedua, mencapai peningkatan ekonomi daerah. Ketiga, mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam. Dalam pelaksanaannya pembangunan ekonomi daerah, perlu adanya strategi pengembangan ekonomi daerah yang baik dan terarah agar mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi sendiri erat kaitannya dengan strategi pembangunan ekonomi. Strategi pembangunan daerah dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok (Arsyad, 1999) : 1. Strategi Pengembangan Fisik atau Lokalitas Dilakukan dengan program perbaikan kondisi fisik atau lokalitas daerah untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan. Tujuannya 14

untuk menciptakan identitas daerah atau kota, memperbaiki basis pesona atau kualitas hidup masyarakat dan memperbaiki dunia usaha daerah. 2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam perencanaan pemabangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi atau daya perekonomian daerah yang sehat. 3. Strategi Pengembangan SDM Sumber daya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. 4. Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat Kegiatan pembangunan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan suatu kelompok masyarakat di suatu daerah atau dikenal dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat sosial. Misalnya, melalui penciptaan proyek-proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau memperoleh keuntungan dari usahanya. 2.1.1. Industri Pariwisata Industri pariwisata bukanlah suatu industri yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan suatu industriyang berangkai atau merupakan rangkaian mata rantai dari perusahaan-perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda satu dengan yang lain (G,A Schmoll dalam Udhi, 2011). Secara umum pariwisata merupakan kumpulan dari berbagai macam perusahaan yang secara bersama- 15

sama memproduksi atau menghasilkan barang-barang, atau jasa-jasa (goods and service) yang dibutuhkan oleh para wisatawan pada khususnya dan para traveler (orang yang berpergian) pada umumnya, selama mereka di dalam suatu perjalanan (Yoeti, 1996). 2.1.2. Keterkaitan Industri Pariwisata dan Pertumbuhan Ekonomi Praktis sektor industri pariwisata dianggap penting oleh pemerintah, karena sumber pertumbuhan nasional yang dimiliki mungkin bisa dianggap dominan adalah kepariwisataan (keindahan, kekayaan alam, peninggalan sejarah, budaya dan adat istiadat tradisional). Garis- garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, telah menetapkan tujuan-tujuan dalam sektor pariwisata sebagai berikut : a. Menjadikan kepariwisataan sebagai sektor andalan guna menggerakkan kegiatan ekonomi. b. Memperbesar penerimaan devisa. c. Memperluas dan memeratakan kesempatan usaha dan memperluas lowongan pekerjaan terutama bagi masyarakat setempat. d. Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dari sudut pembangunan negara, pariwisata merupakan bagian yang integral dari pembangunan nasional. Pariwisata mempunyai manfaat dan peran sebagai berikut : 16

a. Peranan pariwisata dalam bidang idiologi sebagai bahan efektif untuk mananamkan jiwa semangat dan nilai-nilai luhur kebudayaan nasional. b. Manfaat wisata dalam bidang politik, dengan dibangunnya obyek wisata yang tersebar diseluruh nusantara dan penyebaran kegiatan berwisata keberbagai daerah akan menambah kecintaan dan rasa bangga terhadap semua kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. c. Manfaat pariwisata dalam bidang ekonomi, akan meningkatkan penerimaan devisa negara dan penerimaan negara yang berupa : 1. Pajak langsung (pajak penghasilan maupun pajak atas penggunaan fasilitas yang terkait dengan pariwisata), pajak tak langsung (beamasuk dan cukai yang diterima negara yang diterima dari sektor pariwisata maupun yang terkait). 2. Meningkatkan dan memeratakan pendapatan masyarakat, melalui multiplier effect dari industri pariwisata. 3. Meningkatkan pembangunan daerah. d. Manfaat pariwisata dalam bidang sosial dan budaya. Turut berupaya dalam peningkatan obyek-obyek wisata, pertumbuhan perkumpulan seni dan budaya, pertumbuhan hasil kerajinan dan pelestarian peninggalan sejarah. 2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) UU No.33 Tahun 2004, menyatakan bahwa PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipunguti berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, 17

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dimana, sumber-sumber PAD harus dicari terus untuk dapat digunakan sebagai pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan daerah dalam era otonomi daerah. 2.2.1. Pajak Daerah Menurut UU No.34 Tahun 2000 bahwa pajak daerah dan retribusi daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Adapun pembagian pajak daerah sesuai Pasal 2 UU No.34 tahun 2000 adalah : 1. Jenis pajak propinsi terdiri dari : a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air. b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air. c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 2. Jenis pajak kabupaten/kota : a) Pajak Hotel. b) Pajak Restoran. c) Pajak Hiburan. d) Pajak Reklame. 18

e) Pajak Penerangan Jalan. f) Pajak Parkir. Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Republika Indonesia No. 34 Tahun 2000 pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) tarif jenis pajak ditetapkan paling tinggi sebesar : a) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air 5% (lima persen). b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air 10% ( sepuluh persen). c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen). d) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Di Bawah Tanah dan Air Di Permukaan 20 % (dua puluh persen). e) Pajak Hotel 10 % (sepuluh persen). f) Pajak Restoran 10% (sepuluh persen). g) Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen). h) Pajak Rekalme 25% (dua puluh lima persen). i) Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen).. j) Pajak Parkir 20% (dua puluh persen). 2.2.2. Retribusi Daerah Pungutan daerah adalah pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan sesuai dengan Undang-undang No 34 tahun 19

2000 tentang perubahan Undang-Undang Republika Indonesia No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tidak semua yang diberikan oleh pemerintah dapat menjadi obyek retribusi daerah yang harus dipungti biaya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak dijadikan obyek retribusi jasa. Obyek retribusi jasa dikelompokkan dalam 3 golongan, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu. a. Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. b. Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. c. Retribusi perizinan tertentu adalah kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian ijin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarin lingkungan. 2.2.3. Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari bagian laba dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang terdiri dari laba Bank Pembangunan Daerah dan bagian laba BUMD lainnya. Pembentukan perusahaan daerah 20

bertujuan untuk mengembangkan perekonomian daerah dan menambah penghasilan daerah. Bidang usaha BUMD mencakup berbagai aspek pelayanan dengan mengutamakan pemberian jasa kepada masyarakat, menyelenggarakan kemanfaatan umum dan memberikan sumbangan bagi ekonomi daerah yang keseluruhannya harus dilaksanakan berdasarkan asas-asas ekonomi perusahaan yang sehat. Dalam pasal 22 UU no 25 tahun 1962 tercantum penggunaan laba bersih hasil perusahaan daerah yang perinciannya sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan daerah yang modalnya untuk seluruhnya dari kekayaan daerah yang dipisahkan : a. Untuk pembangunan daerah sebesar 30%. b. Untuk anggaran pendapatan daerah sebesar 25%. c. Untuk cadangan umum, sosial dan pendidikan, jasa produksi, sumbangan dana pensiun dan sokongan yang besarnya masing-masing daerah berjumlah 45%. 2. Bagi perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah dipisahkan setelah dikeluarkan zakat yang dipandang perlu : a. Untuk dana pembangunan sebesar 8% dan untuk anggaran sebesar 7%. b. Untuk pemegang saham 40% dibagi menurut perbandingan nilai nominal dari saham-saham. c. Untuk cadangan umum, sosial dan pendidikan, jasa produksi, sumbangan dana pensiun yang besarnya masing-masing ditentukan dalam peraturan daerah berjumlah 45%. 21

Pemerintah daerah di Indonesia mendirikan BUMD atas dasar pertimbangan (Devas, 1989) : 1. Menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah. 2. Dianggap cara yang paling efisien untuk menyediakan layanan masyarakat. 3. Untuk menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah. Tidak hanya terbatas pada penyediaan kebutuhan dasar masyarakat daerah tapi BUMD juga mencakup berbagai kegiatan perekonomian yang luas. Jenis BUMD yang ada di Indonesia meliputi kegiatan-kegiatan antara lain (Bratakusumah dan Solihin, 2002) : penyediaan air minum pengelolaan persamapahan, rumah pemotongan hewan, pengelolaan pasar, pengelolaan obyek wisata, pengelolaan sarana wisata, perbankan dan perkreditan, penyediaan sarana transportasi, industri lainnya, dan jasa-jasa lainnya. 2.2.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang Sah Lain-lain pendapatan asli daerah (PAD) yang sah adalah pendapatan asli daerah selain pajak daerah, retribusi daerah, dan Pengelolaan Kekayaaan Daerah yang dipisahkan. Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 terdiri dari : 1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. 2. Jasa giro. 3. Pendapatan bunga. 4. Keuntungan selisih nilai tukar terhadap mata uang asing. 22

5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. 2.3. Obyek Wisata Obyek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata (Mursid, 2003). Obyek wisata harus dirancang dan dibangun atau dikelola secara profesional sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang. Obyek wisata umumnya berdasarkan pada : a. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan bersih. b. Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya. c. Adanya ciri khusus yang bersifat langka. d. Obyek wisata alam memiliki daya tarik tinggi karena keindahan alam pegunungan, sungai, pantai, hutan, dan sebagainya. e. Obyek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung dalam suatu obyek buah karya manusia pada masa lampau. 23

2.3.1 Peranan Hotel dalam Industri Pariwisata Yusuf dan Pleanggra (2012) peran hotel dalam industri pariwisata adalah : 1. Hotel menyediakan jasa penginapan, makan, dan minum serta jasa lainnya yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup para wisatawan. 2. Hotel menggantikan fungsi rumah bagi para wisatawan atau pelaku perjalanan, dengan usaha memberikan : a. Rasa aman (secure). b. Rasa nyaman (comfort) c. Kesendirian (privacy). 3. Hotel sebagaimana rumah adalah tempat awal seseorang merencanakan dan melaksanakan kegiatan kehidupan sehari-hari, seperti bekerja, bersantai, hidup bermasyarkat, berolahraga dan kegiatan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan hotel ini menyediakan fasilitas serta sarana yang diperlukan seperti televisi, telepon, lobby, aula, computer, dan lain-lain. 2.3.2. Pajak Hotel Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, rumah penginapan, rumah singgah, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Sehingga, disini yang dimaksud dengan pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. 24

Obyek dari pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel. Subyek dari pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel. Pengusaha hotel adalah orangorang yang wajib pajak PHR. Dasar dari pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari dasar pengenaan, dan tarif pajak rumah kost ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari dasar pengenaan. 2.4. Wisatawan Menurut Undang-Undang No 10 tahun 2009 yang dimaksud dengan wisatawan adalah orang-orang yang melakukan kegiatan wisata. Apapun tujuannya, perjalanan itu bukan untuk menetap dan tidak untuk mencari nafkah ditempat yang dikunjungi. Wisatawan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Wisatawan Internasional (Mancanegara) adalah orang yang melakukan perjalanan wisata diluar negerinya dan wisatawan didalam negerinya. 2. Wisatawan Nasional (Domestik) adalah penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan di wilayah Indonesia diluar tempatnya berdomisili, dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 24 jam atau menginap kecuali kegiatan yang mendatangkan nafkah ditempat yang dikunjungi. Orang yang disebut sebagai pengunjung adalah orang-orang yang datang berkunjung disuatu tempat atau negara, yang terdiri dari beberapa orang dengan 25

bermacam-macam motivasi kunjungan termasuk didalamnya adalah wistawan, sehingga tidak semua pengunjung termasuk wisatawan. Menurut International Union of Official Organization (IUOTO) pengunjung digolongkan dalam dua kategori, yaitu : 1. Wisatawan (tourist) adalah pengunjung yang tinggal sementara sekurangkurangnya 24 jam di negara yang dikunjunginya dan tujuan perjalanannya dapat digolongkan kedalam klasifikasi sebagai berikut : a. Pesiar (leisure), untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan dan olahraga. b. Hubungan dagang (business), keluarga, konferensi, misi, dan lain sebagainya. 2. Pelancong (excursionist) adalah pengunjung sementara yang tinggal di suatu negara yang dikunjungi dalam waktu kurang dari 24 jam. Karakteristik pengunjung dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu karakteristik sosial ekonomi dan karakteristik perjalanan (Smith, 1989). Dalam hal ini karakteristik pengunjung memberikan pengaruh yang tidak langsung terhadap perkembangan pariwisata. Dengan citra wisata, yaitu gambaran yang diperoleh wisatawan dari beberapa kesan, pengalaman, dan kenangan yang didapat sebelum, ketika, dan sesudah mengunjungi obyek wisata diharapkan dapat mempengaruhi perjalanan seorang wisatawan untuk berkunjung kembali ke tempat obyek wisata tersebut. 26

Secara teoritis (apriori) dalam Austriana (2005) semakin lama wisatawan tinggal di suatu daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah tujuan wisata tersebut, paling sedikit untuk keperluan makan, minum dan penginapan selama tinggal di daerah tersebut. Berbagai macam kebutuhan wisatawan selama perjalanan wisatanya akan menimbulkan gejala konsumtif untuk produk-produk yang ada di daerah tujuan wisata. Dengan adanya kegiatan konsumtif baik dari wisatawan mancanegara maupun nusantara, maka akan memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh karena itu, semakin tinggi arus kunjungan wisatawan ke Kabupaten Tabanan, maka Pendapatan Asli Daerah juga akan semakin meningkat. 2.5. Belanja Modal Menurut PP nomor 71 tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja admisnistrasi umum. Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Diharapkan terjadinya peningkatan pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik dalam era desentralisasi fiskal. Peningkatan layanan publik ini diharapkan dapat meningkatkan daya taarik bagi investor untuk membuka usaha di daerah. 27

Konsekuensinya, pemerintah perlu memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk tujuan ini. Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Tingkat produktivitas masyarakat dapat meningkat dengan adanya infrastruktur yang memadai untuk membuka usaha di daerah tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (Abimanyu, 2005). Perubahan alokasi belanja ditujukan untuk pembangunan berbagai fasilitas modal. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan kata lain, pembangunan berbagai fasilitas ini akan berujung pada peningkatan kemandirian daerah (Wong, 2004 dalam Nugroho, 2012). 2.6. Jumlah sarana angkutan Angkutan adalah sarana untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain. Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi dan komunikasi karena faktor jarak dan waktu. Aksesibilitas terdiri dari berbagai infrastruktur dan sarana transportasi publik yaitu, tempat parkir, terminal bus, bandara, stasiun kereta api, pelabuhan, dermaga, bus wisata, taksi, 28

pesawat terbang, kereta api, kendaraan pribadi, kapal ferry, kapal pesiar, jalan raya, jalan tol dan lain-lain. Dengan dibangunnya sarana transportasi, kegiatan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam pembangunan pada kawasan yang mempunyai potensi ekonomi tinggi akan lebih mudah dikembangkan. Aksesibilitas ini dapat memacu proses interasi antar wilayah sampai ke daerah yang paling terpencil sehingga tercipta pemerataan pembangunan. Dalam pariwisata, untuk dapat mengkonsumsi produk-produk wisata para wisatawan harus datang ke daerah obyek wisata. Jarak dan ketersediaan sarana dan prasarana transportasi ke daerah wisata merupakan penting. Jenis, volume, tarif dan frekuensi moda angkutan ke dan dari daerah wisata akan berpengaruh kepada jumlah kedatangan wisatawan yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan perekonomian wilayah. Kenyamanan selama perjalanan menuju daerah wisata dan kawasan wisata harus diperhatikan. 2.7. Studi Terkait Yusuf dan Pleanggra (2012) pernah melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Jumlah Obyek Wisata, Jumlah Wisatawan dan Pendapatan Perkapita Terhadap Pendapatan Retribusi Obyek Pariwisata 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jumlah obyek wisata, jumlah wisatawan, dan pendapatan perkapita terhadap retribusi obyek pariwisata di 35 kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Menggunakan 29

analisis regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan dan pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil olah data diperoleh bahwa jumlah obyek pariwisata, jumlah wisatawan, dan pendapatan perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingakat pendapatan retribusi obyek pariwisata. Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2013) dengan judul Pengaruh Jumlah Obyek Wisata, Jumlah Hotel, dan PDRB Terhadap Pertumbuhan Pariwisata Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh jumlah obyek pariwisata, jumlah hotel, dan PDRB terhadap retribusi di Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah analisis data panel dimana, metode ini digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series atau cross section saja. Hasil dari penelitian ini adalah koefisien positif dari jumlah obyek wisata adalah 1043949 yang berarti jika jumlah obyek wisata mengalami peningkatan sebesar 1 obyek wisata maka retribusi naik 1.043.949 rupiah. Koefisien positif dari jumlah hotel sebesar 53776,97 yang berarti apabila jumlah hotel mengalami peningkatan sebesar 1 unit maka retribusi naiksebesar 53,776,97 rupiah. Sedangkan koefisien positif dari PDRB sebesar 0,6700079 yang berarti apabila PDRB wilayah mengalami peningkatan sebesar 1 rupiah maka retribusi naik sebesar 0,67 rupiah. Ketiga variabel tersebutsecara bersama-sama berpengaruh terhadap pendapatan retribusi pariwisata. 30

Penelitian yang dilakukan oleh Saputra dan Intan (2012) dengan judul Pengaruh Pendapatan Sektor Transportasi Terhadap PAD Kabupaten Magetan". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan sektor transportasi terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten Magetan. Metode yang digunakan adalah analisis shift-share, analisis statistik deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian pendapatan pada setiap unit penghasilan sektor transportasi memiliki karakteristik yang dinilai dari dinamika penerimaan pendapatan sektor transportasi tahun 2006-2010 memiliki presentase 145,03%, 105,48%, 111,53%, 108,28% dan 104,08%. Peran pendapatan sektor transportasi yang signifikan menghasilkan pengaruh yang positif terhadap PAD Kabupaten Magetan. Penelitian dengan judul Pengaruh Jumlah Kunjungan Wisatawan, Pajak Hotel Restoran dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali yang ditulis oleh Sudiana dan Widiana (2015). Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung jumlah kunjungan wisatawan, pajak hotel restoran, dan pendapatan asli daerah terhadap belanja modal. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan analisis jalur atau path analysis untuk mengetahui pengaruh langsung serta uji sobel untuk mengetahui pengaruh tidak langsung. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan dan pajak hotel restoran berpengaruh langsung terhadap pendapatan asli daerah. Jumlah kunjungan wisatawan, pajak hotel restoran dan pendapatan asli daerah berpengaruh langsung terhadap belanja modal. Pendapatan 31

asli daerah merupakan variabel intervening dari jumlah kunjungan wisatawan dan pajak hotel restoran. Pertiwi (2014) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Kunjungan Wistawan, Retribusi Obyek Wisata, dan PHR Terhadap PAD Kabupaten Gianyar. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh secara simultan dan parsial jumlah kunjungan wisatawan, pendapatan retribusi obyek wisata, pajak hotel dan restoran terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Gianyar. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang kemudian dianalisis dengan metode regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kunjungan wisatawan, pendapatan retribusi obyek wisata, pajak hotel dan restoran berpengaruh signifikan terhadap PAD di Kabupaten Gianyar pada tahun anggaran 1993-2012. Penelitian dengan judul Pengaruh Kunjungan Wisatawan, Jumlah Tingkat Hunian Kamar Hotel, dan Jumlah Kamar Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan, dan Kota Denpasar Tahun 2001-2010, yang ditulis oleh Djayastra dan Wijaya (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kunjungan wisatawan, jumlah tingkat hunian kamar hotel, dan jumlah kamar hotel terhadap PAD di Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan, dan kota Denpasar tahun 2001-2010. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan teknik analisis regresi linear berganda (multiple regression). Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh kunjungan wisatawan dan jumlah kamar hotel berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan 32

jumlah tingkat hunian kamar hotel tidak signifikan terhadap PAD di Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan, dan kota Denpasar tahun 2001-2010. Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Djayastra dan Wijaya (2014). Penelitian sebelumnya menggunakan data jumlah kunjungan wisatawan, jumlah tingkat hunian kamar hotel, dan jumlah kamar hotel di Kabupaten Badung, Gianyar, Tabanan, dan Kota Denpasar Tahun 2001-2010. Namun, pada penelitian yang dibuat oleh penulis data yang digunakan adalah jumlah kunjungan wisatawan, jumlah hotel, jumlah sarana angkutan dan belanja modal di Kabupaten Tabanan pada tahun anggaran 1990-2014. Penelitian yang dibuat sebelumnya juga tidak menganalisis pengaruh jumlah sarana angkutan dan belanja modal terhadap pendapatan asli daerah (PAD). Pada penelitian sebelumnya menggunakan alat analisis regresi linear berganda untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel independen mempengaruhi variabel dependen. 33