Akademi Komunitas. Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan. Masukan Kebijakan. Juni Public Disclosure Authorized

dokumen-dokumen yang mirip
KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 7 Oktober 2015

Pendidikan Tinggi di Indonesia: Arah Kebijakan

Program Pengembangan BOSDA Meningkatkan Keadilan dan Kinerja Melalui Bantuan Operasional Sekolah Daerah

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia: Seberapa Responsif Terhadap Pasar Kerja?

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

CATATAN ATAS PRIORITAS PENDIDIKAN DALAM RKP 2013

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 13 Mei 2015

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN, DAN PENCABUTAN IZIN AKADEMI KOMUNITAS

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PANDUAN PROGRAM TRANSFER KREDIT BELMAWA

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

Mendorong Pemerataan Pendidikan Tinggi

Sertifikasi Guru di Indonesia: Peningkatan Pendapatan atau Cara untuk Meningkatkan Pembelajaran?

Mendayagunakan Guru dengan Lebih Baik: Memperkuat Manajemen Guru untuk Meningkatkan Efisiensi dan Manfaat Belanja Publik

Panduan Pengusulan Ijin Penyelenggaraan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) untuk PEMBELAJARAN SEPANJANG HAYAT dalam rangka Penerapan KKNI bidang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar belakang

BAB II DESKRIPSI PROGRAM STUDI VOKASI PARIWISATA UNIVERSITAS INDONESIA

PANDUAN PROGRAM TRANSFER KREDIT LUAR NEGERI BELMAWA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROGRAM HIBAH PENINGKATAN KUALITAS PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

BAB IV KONDISI TENAGA KERJA KONSTRUKSI. Tenaga kerja konstruksi merupakan bagian dari sektor konstruksi yang mempunyai

PANDUAN PENYELENGGARAAN PROGRAM COMMUNITY COLLEGE (PERGURUAN TINGGI KOMUNITAS)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KUASA PENGGUNA ANGGARAN SATUAN KERJA DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN,

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

Kopertis Wilayah III Jakarta RENSTRA. Tahun

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan

Pengembangan Kapasitas SDM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki kerjasama ekonomi negara-negara Asia Tenggara melalui kawasan

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

PENDIDIKAN VOKASI BERKELANJUTAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Landasan Kokoh, Masa Depan Cerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

SHORT TERM TRAINING (STT) LUAR NEGERI TENAGA KEPENDIDIKAN

Beasiswa Afirmasi. 1. Overview

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

KEPUTUSAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 234/U/2000

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

SEMINAR NASIONAL SMK BERBASIS POTENSI UNGGULAN DAERAH DAN KEBUTUHAN MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA MENGELIMINASI CITRA SEKOLAH SECOND CHOICE

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RENCANA STRATEGIS PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

17. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 08 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Tahun 2010

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 234/U/2000 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

MELALUI PROGRAM DIPLOMA SATU (D1)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PETUNJUK TEKNIS PENINGKATAN MUTU MELALUI LOMBA LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL

Pengembangan Pusat Kewirausahaan dan Produktivitas Nasional

Reformasi Guru di Indonesia. Ringkasan Eksekutif. Peran Politik dan Bukti dalam Pembuatan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME DANA TRANSFER DAERAH

Pendirian, Perubahan Bentuk, dan Pembukaan Program Studi Perguruan Tinggi Swasta

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Oleh Prof.Dr.Bernadette Waluyo,SH., MH.,CN

dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dimana pimpinan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PENDIDIKAN KEDINASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 234/U/2000 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN PERGURUAN TINGGI

KATA PENGANTAR. menengah.

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Pres

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

ID No EQUIS Input Proses Output Predecessors. Membuat Visi. 3 N/A Membuat Misi 2

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Production Based Education Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Lulusan Pendidikan Vokasi Di Akademi Teknik Soroako

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Transkripsi:

Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Juni 2014 Akademi Komunitas Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan Masukan Kebijakan

Tingkat pengangguran tertinggi tercatat pada kelompok siswa putus sekolah menengah. Dibutuhkan lembaga pendidikan tinggi jenis baru untuk mempersiapkan generasi muda ini sebelum memasuki pasar kerja. 1 Pendahuluan Dalam lima tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah berhasil memperluas akses pendidikan tinggi melalui berbagai program, yang tercermin dalam peningkatan angka partisipasi kasar (APK) yang signifikan dari 21,26% di tahun 2008 menjadi 27,1% di 2011. Kendati sudah meningkat, APK ini masih dianggap moderat dibandingkan dengan negaranegara ASEAN lainnya seperti Malaysia (40,2% di tahun 2009), Filipina (28,9% di tahun 2008), dan Thailand (47,7% di tahun 2011) (UNESCAP, 2012). Meskipun ada prestasi yang signifikan dalam meningkatkan angka partisipasi, isu kesenjangan masih perlu ditangani dengan benar. Gambar 1 menunjukkan bahwa kurang dari 5% dari total mahasiswa pendidikan tinggi yang terdaftar berasal dari kuintil termiskin. Sebuah studi mengenai partisipasi berdasarkan kelompok pendapatan dengan menggunakan data Susenas mengungkapkan bahwa perbedaan ini menjadi lebih mencolok di pendidikan menengah. Hanya 36,08% dari penduduk di kelompok pendapatan terendah (kuintil 1) yang bersekolah dibandingkan dengan 89,23% untuk kelompok pendapatan tertinggi (kuintil 5) di tahun 2010. Angka ini secara drastis menurun di pendidikan tinggi, dengan hanya 2,54% di kuintil 1 mengikuti program S1 dibandingkan dengan 64,66% di kuintil 5 di tahun 2010 [Moeliodihardjo 2013]. Gambar 1: Jumlah mahasiswa pendidikan tinggi berdasarkan kuintil konsumsi per kapita, 2012 2.500.000 2.000.000 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) 1.500.000 1.000.000 500.000 0 Termiskin Rendah Menengah Atas Terkaya Sumber: Susenas 2012 2 Masukan Kebijakan

Gambar 2: Prestasi Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lain dan dan tetangganya di Asia Timur. Tingkat rata-rata prestasi belajar di negara-negara tertentu, PISA 2012 Cina-Shanghai Singapura Cina-Taipe Korea Finlandia Jepang Australia Vietnam OECD Republik Slovakia Turki Thailand Meksiko Malaysia Argentina Yordania Brazilia Indonesia Tunisia Peru Qatar Matematika 0 100 200 300 400 500 600 700 Nilai rata-rata per negara Cina-Shanghai Korea Singapura Finlandia Jepang Australia Cina-Taipe Vietnam OECD Republik Slovakia Turki Thailand Meksiko Brazilia Yordania Malaysia Indonesia Tunisia Argentina Peru Qatar Membaca 0 100 200 300 400 500 600 700 Nilai rata-rata per negara Cina-Shanghai Singapura Jepang Finlandia Korea Vietnam Cina-Taipe Australia OECD Republik Slovakia Turki Thailand Malaysia Meksiko Yordania Argentina Brazilia Tunisia Qatar Indonesia Peru Sains 0 100 200 300 400 500 600 700 Nilai rata-rata per negara Sumber: OECD Pisa 2012 Results: What Students Know and Can Do: Student performance in reading, mathematics and science. Catatan: Siswa usia 15 tahun di Indonesia diperkirakan menduduki kelas terakhir SMP dan telah menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun. Selain masalah kesenjangan, mutu pendidikan di Indonesia, yang diukur berdasarkan hasil pembelajaran, merupakan masalah yang serius. Berdasarkan penilaian pembelajaran Program for International Student Assessment (PISA) terbaru, Indonesia tertinggal dari negara-negara berpendapatan menengah lain dan dan tetangganya di Asia Timur (lihat Gambar 2). Tingkat pembelajaran siswa Indonesia usia 15 tahun, misalnya, jauh di bawah rekan-rekan mereka di Vietnam yang pendapatan per kapitanya lebih rendah. Peringkat mayoritas anak Indonesia usia 15 tahun berada di bawah kemahiran tingkat 2. Di beberapa negara, tingkat kemahiran yang rendah ini dihubungkan dengan kesulitan bagi siswa yang ingin melanjutkan ke pendidikan tinggi atau bertransisi memasuki pasar tenaga kerja. Terlebih lagi, di tahun 2012, tiga perempat siswa Indonesia berada di tingkat 1 atau lebih rendah. Dalam mata pelajaran matematika, siswa yang berada di tingkat ini hanya mampu melakukan tugas matematika yang sangat sederhana dan mudah, seperti membaca nilai tunggal dari bagan atau tabel yang berlabel jelas. Bahkan, skor rata-rata PISA Indonesia mendekati 1,5 simpangan baku di bawah rata-rata OECD. Hal ini berarti pengetahuan dan keterampilan rata-rata lulusan sekolah menengah di Indonesia adalah dua sampai tiga tingkatan kelas di bawah rata-rata lulusan sekolah menengah OECD. Walaupun tingkat pengangguran telah berkurang dari 7,87% di tahun 2009 menjadi 6,25% di 2013, banyak pemberi kerja yang mengeluhkan relevansi pendidikan. Tingkat pengangguran tertinggi tercatat pada lulusan sekolah menengah, yaitu 9,74% untuk SMA dan 11,1% untuk SMK pada tahun 2013. Mereka tidak memadai secara akademis atau lemah secara finansial untuk melanjutkan studi mereka ke pendidikan tinggi, dan mereka tidak siap untuk memperoleh pekerjaan. Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk lembaga pendidikan tinggi jenis baru dalam mempersiapkan generasi muda ini sebelum memasuki pasar kerja. Akademi Komunitas Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan 3

Walaupun tingkat pengangguran telah berkurang dari 7,87% di tahun 2009 menjadi 6,25% di 2013,banyak pemberi kerja yang mengeluhkan relevansi pendidikan. 2 Perkembangan saat ini 2.1 Kerangka peraturan Tahun 2012, DPR mengesahkan Undang-Undang No. 12/2012 mengenai Pendidikan Tinggi yang memperkenalkan jenis lembaga pendidikan tinggi baru. Pasal 59 (7) dari undang-undang baru tersebut menyatakan bahwa Akademi Komunitas (AK) merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi setingkat diploma satu dan/atau diploma dua dalam satu atau beberapa cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi tertentu yang berbasis keunggulan lokal atau untuk memenuhi kebutuhan khusus. Lebih lanjut, pasal 81 Undang-Undang No. 12/2012 menetapkan bahwa (1) Pemerintah bersama Pemerintah Daerah mengembangkan secara bertahap paling sedikit 1 (satu) akademi komunitas dalam bidang yang sesuai dengan potensi unggulan daerah di kabupaten/kota dan/atau di daerah perbatasan ; dan (2) Akademi komunitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berbasis kebutuhan daerah untuk mempercepat kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Rencana untuk meningkatkan partisipasi dalam pendidikan kejuruan yang sesuai dengan rencana induk Kemdikbud adalah untuk meningkatkan proporsi partisipasi kejuruan dari 17,2% di tahun 2009 menjadi 30% pada tahun 2014. Tingkat pendidikan Diploma I dan Diploma II juga secara eksplisit disebutkan dalam Peraturan Presiden No. 8/2012 mengenai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, sebagai kualifikasi tingkat 3 dan 4, secara berurutan. 2.2 Strategi pemerintah setidaknya tiga tujuan utama pembentukan AK: (i) menyediakan kesempatan pendidikan tinggi bagi lulusan sekolah menengah yang kurang mampu, (ii) menyediakan generasi muda dengan pendidikan kejuruan dan teknis yang akan memampukan mereka untuk menjadi teknisi yang memenuhi syarat, dan (iii) menyediakan kesempatan belajar seumur hidup bagi orang dewasa dan pekerja yang sudah ada. Dengan mencapai tujuan ini, pemerintah dapat menyediakan tenaga kerja berkualitas baik yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi, mengurangi angka pengangguran generasi muda, mencapai tujuan penyertaan sosial dan mempertahankan status pekerjaan dari mereka yang sudah berada di pasar kerja. Dalam sebuah wawancara, Direktorat Jenderal Pendidikitan Tinggi (Dirjen Dikti), menegaskan prioritas tertinggi adalah pada tujuan pertama dan kedua yaitu meningkatkan akses bagi lulusan sekolah menengah yang kurang mampu serta melatih dan akhirnya menghasilkan teknisi berkualitas tinggi sehingga mengurangi angka pengangguran generasi muda. Pemerintah juga berencana untuk mendirikan sekurangnya satu AK di setiap kabupaten. Namun, pemerintah sebaiknya perlu mempertimbangkan kembali keputusannya terkait fokus pada dua tujuan pertama. Hal ini mengingat tidak setiap perekonomian kabupaten berpusat di sekitar keberadaan industri (misalnya, kompleks industri), sehingga seyogyanya pendirian AK adalah juga untuk mencapai tujuan ketiga, menyediakan kesempatan belajar seumur hidup bagi orang dewasa dan pekerja yang sudah ada. Mengantisipasi undang-undang baru tentang pendidikan tinggi, Dewan Pendidikan tinggi (DPT) telah melakukan studi mengenai AK, dan menyerahkan laporannya kepada Dirjen Dikti pada Mei 2011. Laporan ini merekomendasikan bahwa AK perlu memfokuskan perhatiannya pada pembelajaran seumur hidup, menyediakan berbagai macam 4 Masukan Kebijakan

program pelatihan praktis bagi masyarakat setempat. Meskipun laporan ini mengakui AK berpotensi untuk berkontribusi secara signifikan pada angka partisipasi kasar, laporan ini memberikan penekanan yang kuat pada relevansi AK untuk kebutuhan setempat. Berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain rekomendasi DPT, pada Maret 2013 Dirjen Dikti menerbitkan pengembangan cetak biru AK di tahun 2012. Pelaksanaan rencana ini telah dilakukan sejak 2012 melalui pelaksanaan percontohan program hibah yang kompetitif. Program ini mengundang pemerintah daerah dan industri untuk mengajukan proposal pengembangan AK. Dalam program ini, pemerintah pusat menyediakan dana awal bagi proposal yang terpilih, untuk mendirikan AK secara resmi. Sampai saat ini, hibah telah diberikan kepada 35 proposal di tahun 2012, 27 proposal untuk tahun 2013, dan antara 10-15 proposal untuk tahun 2014. Kelanjutan dari pemberian hibah untuk di tahuntahun berikutnya akan sangat tergantung pada evaluasi prestasi AK. Menurut cetak biru, hingga tahun 2015, direncanakan pendirian 269 AK. 2.3 Penilaian awal pelaksanaan percontohan Bank Dunia bersama Dirjen Dikti telah melakukan penilaian cepat terhadap implementasi pengembangan AK saat ini. Untuk melaksanakan tugas ini, selama periode April - Juni 2014, tim telah mengunjungi 4 sampel AK, yaitu AK Lampung Tengah di Lampung, AK Curup di Rejang Lebong, Bengkulu, AK Sidoarjo di Jawa Timur dan AKS Multistrada di Bekasi, Jawa Barat. Tabel 1 menyoroti temuan dari kunjungan singkat yang dilakukan. Pada tanggal 3 Juni 2014, di Surabaya telah diselenggarakan lokakarya yang mengundang perwakilan dari 15 kandidat AK. Dalam lokakarya ini, 2 pembicara internasional 1 diundang untuk berbagi pengalaman. Profil singkat ke-15 kandidat AK disajikan dalam Lampiran. Secara umum, AK berhasil menarik minat siswasiswa tamatan sekolah menengah setempat, yang sebelumnya tidak memiliki akses ke pendidikan tinggi, baik karena kesulitan keuangan, isolasi geografis atau kapasitas akademik yang terbatas. Namun, praktik saat ini yang memberikan biaya kuliah gratis, mungkin bukan satu-satunya solusi untuk AK. Solusi yang lebih kreatif dapat dirancang untuk mencapai tujuan yang sama. Kelemahan umum yang teridentifikasi dari pendekatan saat ini adalah pola pikir supply driven yang berasumsi bahwa pasar akan didorong oleh pasokan. Lembaga pendidikan menyediakan pelatihan berdasarkan ketersediaan tenaga pengajar dan kapasitas kelembagaan (sebagian besarnya terkait TI), dan bukan berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi dari industri, bisnis, dan pemberi kerja. Satu-satunya pengecualian di antara calon AK yang dikunjungi adalah Multistrada yang proses pelatihan dan kurikulumnya merupakan perluasan dari program pelatihan internal industri ban. 1 Dr Martin Riordan, CEO TAFE Sydney Australia, dan Dr Richard R. Hopper, President Kennebec Valley Community College (KVCC) Maine USA Tabel 1: Gambaran singkat AK Akademi Program studi Komunitas Curup Rejang Lebong, Bengkulu Lampung Tengah Sidoarjo Multistrada Bekasi Sumber: Informasi lapangan 1. Hortikultura (D2) 2. Perikanan (D2) 3. Peternakan (D2) 1. Manajemen Informatika (D1) 2. Multimedia (D1) 3. Teknik komputer dan jaringan (D2) 1. Teknologi informasi (D1) 2. Multimedia (D1) 3. Pengolahan makanan (D1) 1. Manufaktur (D1) 2. Teknik ban (D1) Staf pengajar Pendaftaran siswa Keterangan 48 260 Mencoba memenuhi kebutuhan setempat dan memanfaatkan keunggulan komparatif setempat; Telah mengembangkan kerja sama dengan petani setempat; Dukungan kuat dari pemerintah daerah 47 205 Masih perlu memenuhi kebutuhan setempat; Kurangnya jumlah pengajar berkualitas yang mencukupi; Masih perlu mengembangkan kerja sama dengan industri setempat 12 190 Masih perlu memenuhi kebutuhan setempat; Peraturan dan pengadaan tanah yang bermasalah 33 161 Sangat tanggap terhadap kebutuhan industri; Perlu mengembangkan kurikulum yang lebih generik; Perlu peraturan yang lebih tepat Akademi Komunitas Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan 5

Salah satu tujuan utama pembentukan AK adalah untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. 3 Kendala 3.1 Kelangkaan pengajar berkualitas Tantangan paling besar dalam mengembangkan AK adalah kesulitan merekrut pengajar yang berkualitas. Saat ini, semua pengajar di kandidat AK tidak permanen. Mereka direkrut dari SMK atau politeknik setempat. Karena relevansi dengan kebutuhan setempat sangat penting dalam pengembangan AK, pengajar harus memiliki pengalaman kerja yang memadai untuk memenuhi syarat. Namun, sebagian besar calon yang memiliki pengalaman seperti ini tidak tertarik untuk mengubah karier mereka dari sektor industri ke sektor pendidikan yaitu dengan mengajar di AK, kecuali bagi mereka yang telah mencapai usia pensiun. Pengalaman kerja yang relevan tidak dapat diperoleh melalui program pelatihan formal, dan hal ini akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mencapai sasaran ini. Kelangkaan kandidat yang memenuhi syarat untuk menjadi pengajar AK berpotensi mendorong birokrasi untuk merekrut lulusan baru dari LPTK (lembaga pendidikan tenaga kependidikan). Saat ini, jumlah lulusan dari LPTK tersebut ternyata jauh melebihi kebutuhan untuk guru sekolah. Penting untuk memastikan bahwa AK tidak akan digunakan untuk menyerap lulusan akademi keguruan ini yang mungkin tidak memiliki kompetensi yang relevan. 3.2 Kapasitas kelembagaan yang lemah Salah satu tujuan utama pembentukan AK adalah untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan. Di daerahdaerah ini, kapasitas kelembagaan bisa dipastikan lemah, dan akan membutuhkan waktu yang panjang untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan ini. Namun demikian, ketersediaan staf berkualitas dengan kepemimpinan yang kuat bisa mengimbangi kapasitas kelembagaan yang lemah. Oleh karena itu, program kemitraan antara AK yang baru didirikan dan lembaga yang lebih mapan mungkin layak untuk dikembangkan. 3.3 Komitmen jangka panjang Pembentukan dan pengembangan AK membutuhkan komitmen jangka panjang. Amat disayangkan, perilaku sebagian besar industri di Indonesia tidak sesuai dengan kebutuhan ini. Meskipun beberapa industri mungkin bersedia untuk mengalokasikan sebagian dari anggaran tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility CSR) untuk mendukung AK, komitmen biasanya diberikan setiap tahun, bukan multi-tahun. Sebagian pemerintah daerah sangat ingin mendukung pembentukan AK di wilayahnya, kendati sebagian besar karena pertimbangan politik setempat. Namun, masa jabatan Bupati atau Walikota terbatas sampai 5 tahun, dan komitmen mungkin saja berubah seiring perubahan kekuasaan politik. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengaitkan kebutuhan setempat dengan proses pengembangan kurikulum dan pendidikan AK. Sejauh kebutuhan tersebut ada, dan sejauh AK mampu menghasilkan keluaran yang sesuai dengan kebutuhan setempat, komitmen dari masyarakat setempat akan berlanjut. Strategi ini adalah strategi bottom up, bukan strategi top down seperti yang saat ini dilaksanakan. 6 Masukan Kebijakan

3.4 Peraturan yang berlaku Kendala paling besar dalam mengembangkan AK adalah Undang-Undang No. 14/2005 mengenai Guru dan Dosen. Undang-undang ini mewajibkan semua dosen untuk memiliki kualifikasi S2, sementara AK (dan juga politeknik) lebih membutuhkan pengajar dengan pengalaman industri dan bukan kualifikasi akademis yang lebih tinggi. Tanpa kualifikasi S2, pengajar di AK tidak memenuhi syarat untuk menerima insentif pemerintah. Peraturan Presiden No. 8/2012 dan Peraturan Mendikbud No. 73/2013 mengenai Penerapan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia Bidang Pendidikan Tinggi memberikan solusi untuk mengatasi masalah tersebut melalui proses pengakuan pembelajaran lampau (RPL). Namun, pelaksanaan peraturan ini akan sulit dilaksanakan tanpa adanya harmonisasi peraturan lintas kementerian, yaitu antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hambatan lainnya adalah kekakuan dalam mendefinisikan program studi. Dalam kerangka peraturan yang ada, nama program studi diatur secara terpusat oleh Dirjen Dikti. Karena AK dirancang untuk responsif terhadap kebutuhan setempat, AK harus memiliki fleksibilitas dalam membuka programprogram studi baru dan menutup program studi yang tidak dibutuhkan. Kandidat AK saat ini beroperasi dengan pengawasan ketat dari lembaga (kebanyakan politeknik) terdekat. Dalam statusnya saat ini, semua program yang ditawarkan oleh kandidat AK harus sesuai dengan program studi yang ditawarkan oleh lembaga mentor. Kekakuan tersebut dengan sendirinya membatasi kemampuan AK untuk menanggapi kebutuhan setempat. 4 Tantangan 4.1 Perkembangan Tanpa adanya pedoman, kendali, dan peraturan yang baik, kelanjutan pembentukan AK hanya akan memenuhi kebutuhan jangka pendek, misalnya sasaran politik selama pemilu atau keuntungan finasial murni. Jika hal ini dibiarkan terjadi, Indonesia berpeluang mengembangkan AK berkualitas rendah. Selanjutnya, tren tersebut berpotensi membahayakan tujuan awal pembentukan AK, yaitu meningkatkan kesempatan siswa putus sekolah menengah untuk mendapatkan pekerjaan. 4.2 Keberlanjutan Kurangnya komitmen jangka panjang dari para pemangku kepentingan berpotensi menghentikan keberadaan AK. Ketika para pemangku kepentingan tidak merasa bahwa AK dapat memenuhi permintaan mereka, mereka akan kehilangan minat untuk memberikan dukungan. Dengan dukungan yang terbatas, siswa putus sekolah menengah dapat kehilangan kepercayaan mereka bahwa AK berpotensi untuk meningkatkan kesempatan mereka dalam mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menghubungkan kebutuhan setempat dengan proses pengembangan kurikulum dan pendidikan AK. Sejauh kebutuhan yang ada, dan sejauh AK selaras dengan kebutuhan setempat, komitmen dari masyarakat setempat harus terus berlanjut. Akademi Komunitas Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan 7

Sebelum merancang sistem AK, pemerintah sebaiknya membuat gambaran sistem pendidikan tinggi yang menyeluruh, baru kemudian merancang sistem AK dan secara proporsional menempatkan AK dalam struktur sistem pendidikan tinggi. Saat ini, belum ada perbedaan yang jelas dalam peran dan fungsi universitas, politeknik Kebijakan dan sebaiknya AK. Tanpa berupaya menjelaskan menciptakan peran peluang dan tanggung bagi lulusan jawab SMA dari setiap untuk jenis meningkatkan lembaga pendidikan keterampilan tinggi, mereka akan melalui sangat opsi sulit jenis untuk pendidikan merancang tinggi. keseluruhan struktur pendidikan tinggi dalam sistem pendidikan nasional. 5 Rekomendasi untuk pengembangan AK 5.1 Dari supply driven menjadi strategi demand driven Penting untuk dicatat bahwa tidak ada satu model terbaik yang cocok untuk semua. Dengan demikian akan sulit dan tidak realistis untuk menerapkan serangkaian prioritas yang sama untuk setiap daerah di Indonesia. Akan lebih baik bagi daerah untuk memiliki tujuan yang berbeda yang disesuaikan dengan karakteristik setiap daerah. Contohnya, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian setempat berbasis industri, karakteristik demografis daerah, dan latar belakang sosial ekonomi para calon siswa. Sebagai gambaran, di Karawang, yang merupakan kawasan industri, pembentukan AK yang dapat melatih teknisi dengan bekerja sama dengan industri dan perusahaan merupakan hal yang mungkin dan perlu dilakukan. Namun, dalam kasus pulau-pulau lain yang penduduknya sedikit dan tidak ada perusahaan yang dapat berpartisipasi dalam pengembangan dan pendidikan AK di sana, kurang sesuai untuk mendirikan AK yang pendidikannya berfokus pada pelatihan teknisi. Penting untuk melakukan studi dasar mengenai karakteristik dari semua daerah/kabupaten hal ini termasuk basis industri, perubahan struktur demografis, perubahan tingkat pendaftaran/ penyelesaian berdasarkan tingkat sekolah dan latar belakang sosial ekonomi, keberadaan lembaga pendidikan tinggi, hasil ekonomis atas investasi pendidikan tinggi, kapasitas ekonomi pemerintah daerah, dan pola migrasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, seyogyanya pemerintah dapat mengategorikan daerah/kabupaten menjadi (i) zona industri, (ii) zona akses pendidikan tinggi, dan (iii) zona campuran, serta menetapkan perbedaan tujuan dan prioritas yang telah disesuaikan dengan kebutuhan (lihat boks 1). Hibah untuk pengembangan AK disarankan untuk menyasar pemangku kepentingan utama, yaitu pengusaha, industri dan bisnis, serta masyarakat setempat, bukan untuk pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah dapat berpartisipasi sebagai mitra, tetapi peran utama harus diambil oleh para pemangku kepentingan. Dalam hal ini, pendekatan supply driven dapat digeser ke prakarsa yang lebih demand driven. 5.2 Peraturan yang jelas dan konsisten Sebelum merancang sistem AK, pemerintah sebaiknya membuat gambaran sistem pendidikan tinggi yang menyeluruh, baru kemudian merancang sistem AK dan secara proporsional menempatkan AK dalam struktur sistem pendidikan tinggi. Saat ini, belum ada perbedaan yang jelas dalam peran dan fungsi universitas, politeknik dan AK. Tanpa menjelaskan peran dan tanggung jawab dari setiap jenis lembaga pendidikan tinggi, akan sangat sulit untuk merancang keseluruhan struktur pendidikan tinggi dalam sistem pendidikan nasional. Artinya, gambaran keseluruhan pendidikan tinggi sebaiknya memiliki hubungan sistematis dengan pendidikan sekolah menengah, industri/pasar tenaga kerja, pendidikan universitas 4 tahun, sekolah pascasarjana, dan lembaga penelitian. 8 Masukan Kebijakan

Boks 1: Beberapa Kemungkinan Rancangan AK Jika pemerintah bisa mengategorikan tiga jenis zona, maka pemerintah perlu mengembangkan setidaknya tiga jenis model pengembangan AK: (i) berfokus pada pendidikan teknis berbasis industri; (ii) berfokus pada pendidikan umum berbasis kebutuhan sosial setempat; dan (iii) perpaduan antara (i) dan (ii). Harus ada sedikit variasi dalam setiap kategori 3 zona tersebut. Dalam kasus model (i), AK dapat memiliki layanan konsultasi dari politeknik, akademi komunitas serupa lain, universitas, dan pusat pelatihan industri. AK dapat dibentuk oleh pemerintah pusat/daerah, perusahaan domestik atau asing/multinasional. Dalam kasus model (ii), AK dapat mengembangkan kurikulum untuk pendidikan akademis umum (sampai batas tertentu, untuk membantu siswa mempersiapkan diri untuk pindah ke pendidikan tinggi 4 tahun, misalknya universitas atau politeknik). AK dapat mengevaluasi diri dengan community college seperti di Amerika Serikat yang juga menyediakan kuliah umum. Dalam kasus model (iii), AK dapat mengembangkan kurikulum berbeda yang merupakan campuran dari pendidikan teknis dan umum. Khusus untuk kabupaten yang hanya dapat mendirikan 1 AK karena kendala keuangan dan ukuran pendidikan menengahnya relatif kecil, akan lebih baik untuk membentuk AK yang dapat menggabungkan kedua jalur pendidikan sehingga siswa dapat memiliki pilihan yang lebih luas. Jika pemerintah ingin memprioritaskan model (i), maka Dikti seyogyanya mempertimbangkan proyek percontohan (hindari aplikasi skala penuh) sebagai berikut: (i) pertama pilih daerah industri dan daerah yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional; (ii) identifikasi pelaku utama yang dapat/ingin mendirikan dan mengelola AK, (iii) buat rencana untuk mendirikan dan mengelola AK melalui kerja sama dengan pelaku utama, tokoh industri, pemimpin masyarakat, [rencana ini meliputi struktur organisasi, sistem tata kelola (termasuk peran dan fungsi Komite Pengarah, proses pengambilan keputusan), mekanisme pendanaan, sistem dan metode pengelolaan anggaran, prosedur pengawasan dan evaluasi (monev)]; (iv) jalankan, awasi dan evaluasi AK; (v) revisi rencana; (vi) jalankan lagi dan lakukan monev, dan; (vii) tinjau kembali seluruh proses dengan hasil monev - temukan faktor-faktor kunci keberhasilan (kegagalan). Setelah melakukan beberapa proyek percontohan berdasarkan daerah dan wilayah industri, pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan proyeknya dalam skala yang lebih besar. Jika memungkinkan, tentu, pemerintah dapat mencoba ketiga jenis proyek percontohan secara serentak. Sehubungan dengan perkembangan AK, pemerintah juga sebaiknya mempertimbangkan peran dan tanggung jawab AK dan politeknik serta kemungkinan penggabungan politeknik dan AK dalam satu kategori, atau setidaknya memperkuat perkembangan AK dengan memanfaatkan kapasitas politeknik yang ada. Dalam hal ini, Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen perlu diubah untuk mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan baru dan memenuhi permintaan untuk pengajar AK, serta politeknik. Menghubungkan insentif moneter hanya ke prestasi administratif, seperti program sertifikasi guru saat ini, pasti akan menyebabkan inefisiensi dalam penggunaan dana publik. Peraturan yang memungkinkan pelaku industri dengan segudang pengalaman untuk mengonversikan keahlian industrinya menjadi kualifikasi membutuhkan mekanisme yang jelas untuk pengakuan pembelajaran sebelumnya. Untuk memfasilitasi keleluasaan yang diperlukan, disarankan untuk memperlonggar peraturan yang ada mengenai pembukaan dan penutupan program studi, terutama untuk AK. 5.4 Penjaminan Mutu Untuk mencegah AK beroperasi di bawah standar minimum, ukuran penjaminan mutu harus diberlakukan secara ketat. Dalam konteks AK, penjaminan mutu memerlukan parameter untuk menunjukkan standar pelayanan minimum yang harus dicapai, proses akreditasi yang tepat (termasuk format yang diperlukan dan kualifikasi penilai), serta sistem penjaminan mutu internal. Saat ini, sistem akreditasi berpusat pada Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Operasional BAN-PT sangat terbatas oleh sumber daya (utamanya anggaran dan sumber daya manusia). Padahal, BAN- PT diberi tanggung jawab besar untuk mengakreditasi lebih dari 3.500 perguruan tinggi di negara ini. Dalam hal ini, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan untuk menciptakan sistem akreditasi yang terpisah untuk pendidikan tinggi non-universitas. Akademi Komunitas Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan 9

5.5 Insentif bagi sektor industri dan swasta Penting untuk mengundang semua pemangku kepentingan - pemerintah pusat dan daerah, perusahaan swasta, perwakilan industri, lembaga penelitian, universitas, sekolah menengah - (mulai dari tahap pertama perancangan AK yang akan dikembangkan sampai evaluasi kinerja AK). Keterlibatan semua pemangku kepentingan adalah prasyarat utama bagi keberhasilan pengembangan AK. AK hanya dapat berhasil jika kepentingan AK, perusahaan swasta dan industri, serta pemerintah terpenuhi. Sebagai contoh, pola kerja sama antara industri-ak harus didasarkan pada manfaat bersama. Melalui kerja sama ini, AK diharapkan dapat memberikan pendidikan berkualitas tinggi yang relevan dengan kebutuhan industri, yang akan meningkatkan kesempatan kerja yang lebih tinggi bagi lulusannya. Jika diterapkan, praktik ini dapat mengirim sinyal positif kepada siswa sekolah menengah, sehingga lebih banyak siswa sekolah menengah yang ingin mendaftar ke AK, yang pada gilirannya akan berkontribusi kepada peningkatan reputasi AK dan keberlangsungannya. Di sisi lain, industri dan perusahaan swasta dapat merekrut pekerja andal, dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi, dan pada akhirnya, keuntungan yang lebih tinggi. Dari sudut pandang pemerintah, pola kerja sama ini dapat berkontribusi kepada pembentukan dan aliran modal manusia, dan pada akhirnya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal yang paling penting adalah masukan dari industri - informasi seputar kebutuhan keterampilan menurut jenis dan tingkat, partisipasi dalam pengembangan kurikulum dan operasi, evaluasi hasil pendidikan, dan pemberian kerja. Dalam pengertian tersebut, sangatlah penting untuk membentuk mekanisme/ lembaga yang menghubungkan AK dan industri dengan cara yang sistematis secara teratur (setidaknya separuh anggota Komite Pengarah di setiap AK, misalnya, harus berasal dari industri). Kerja sama industri-ak perlu dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam semua aspek pengelolaan AK dan didukung secara kelembagaan (pola kerja sama industri-ak sebaiknya tidak dibiarkan ditangani secara individu oleh pengajar). Untuk menarik industri agar mendukung pengembangan AK, dapat dipertimbangkan pengembangan paket insentif untuk industri 5.6 Dukungan yang diberikan Dukungan - keuangan dan administrasi - yang dapat diberikan pemerintah untuk pengembangan AK mungkin berbeda berdasarkan pilihan model yang akan diterapkan. Berdasarkan kajian praktik dukungan pemerintah saat ini untuk AK dan lembaga pendidikan tinggi lainnya, pemerintah dapat mengembangkan daftar yang memungkinkan dukungan dari pemerintah pusat dan daerah. Dukungan yang diberikan dari pemerintah pusat (Ditjen Dikti) kepada kandidat AK harus lebih dipusatkan pada bantuan teknis, bukan perangkat fisik, yang diharapkan akan disumbangkan oleh pemangku kepentingan setempat. Meskipun perangkat fisik masih bisa dimasukkan dalam hibah Ditjen Dikti, bantuan untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan jauh lebih penting. Berbagai bentuk bantuan ini perlu disiapkan sejak dari awal, dan selama proses pengembangan proposal. Bantuan tersebut dapat mencakup antara lain: Bantuan teknis untuk mengidentifikasi keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh industri, bisnis, dan masyarakat setempat; Kerjasama industri bagi pengajar untuk dapat bekerja di industri dan bagi staf industri untuk bekerja di lembaga pendidikan; Bantuan dalam mengembangkan kurikulum yang relevan; dan Bantuan untuk mengembangkan kapasitas kelembagaan Bantuan untuk mengembangkan pelatihan dan sertifikasi bagi pekerja industri yang berpengalaman untuk menjadi pengajar AK 10 Masukan Kebijakan

Lampiran Tanggapan terhadap Kuesioner - Lokakarya Akademi Komunitas. Surabaya, 3 Juni 2014 No. NAMA PROGRAM STUDI SISWA PENGAJAR MASALAH 2012 2013 2014 2012 2013 2014 1 AKN Pacitan Teknologi Informasi 10 120 16 27 27 21 1. Jadwal kelas disesuaikan dengan jadwal kerja siswa Penyiaran Multimedia 18 60 15 2. Tidak semua lulusan diserap oleh industri karena siswa telah bekerja 3. Kontribusi pemerintah perlu ditingkatkan Animasi Multimedia 60 10 2 AKN Sumenep Informatika 140 200 Tidak Multimedia 3 AKN Situbondo Manajemen Informasi (D2) 78 49 Tidak 25 25 Tidak 1. Tingkat putus sekolah siswa kerja yang tinggi 2. Kurangnya fasilitas belajar-mengajar 4 5 Pengolahan makanan (D2) 5 6 Program Umum 13 15 4 AKN Sidoarjo Manajemen Informasi 75 82 Tidak Tidak 1. Meminjam gedung SMK 2. Tidak ada dosen dan staf administrasi permanen 3. Siswa hanya mampu membayar 5% biaya kuliah 35 35 35 1. Meminjam gedung SMK 2. Kepemilikan tanah yang belum terselesaikan 3. Tidak ada dosen, staf administrasi dan personel laboratorium permanen Multimedia Pengolahan Ikan 5 AKN Nganjuk Manajemen Informasi 60 70 120 25 25 40 1. Kurangnya kepercayaan publik atas prospek lulusan (D2) 2. Kendala waktu pengelola AK (yang memegang posisi serentak di dinas Industri Makanan pendidikan setempat/smk) 6 AKN Mukomuko Manajemen Informasi 130 93 150 Perikanan (budidaya) (target) Pertanian/perkebunan 7 AKN Lampung Tengah 8 AKN Rejang Lebong 32 40 42 1. Promosi AK terbatas 2. Kurangnya kepercayaan publik atas citra AK (kurang dikenal) 3. Masyarakat memilih pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil Manajemen Informasi (D1) 184 205 205 34 49 49 1. Kurangnya fasilitas Manajemen Informasi Multimedia (D1) 2. Meminjam fasilitas SMK Jaringan Komputer, Manajemen Informasi Multimedia (D2) Peternakan 182 250 150 46 48 48 1. Peraturan belum selesai Perikanan (budidaya) 2. Pemenuhan standar pendidikan dosen/pengajar 3. Format kelembagaan yang tidak jelas Hortikultura 9 AKN Blitar Manajemen Informasi 151 228 Tidak Multimedia Administrasi Bisnis 10 AKN Keerom Teknik otomotif 76 81 Tidak Jaringan Komputer 11 AKN Lamongan 12 AKN Kotawaringin Timur 20 26 Tidak 1. Alokasi anggaran terlambat 2. Struktur personel terbatas 3. Pendanaan pengajar terbatas 17 18 19 1. Pendaftar ingin status D3 2. Koneksi internet lambat 3. Masalah tanah 4. Pembayaran terlambat Manajemen Informasi 69 143 150 20 20 20 1. Anggaran belum disalurkan pada bulan Juni Penyiaran Multimedia 2. Tidak ada fasilitas (bangunan sendiri) Teknik otomotif (D2) 90 187 187 12 14 14 1. Anggaran belum disalurkan Jaringan Komputer (D2) 2. Tidak ada pengajar dan staf administrasi permanen 13 AKN Palinela Hortikultura 183 164 Tidak Perikanan Teknologi Pangan 14 AKS Multistrada Manufaktur ban (D1) 37 121 Tidak Penjualan dan pemasaran (D1) Layanan ban (D1) 15 AKN Manokwari Jaringan Komputer Tidak Teknik otomotif 24 dari 2 subkampus 68 dari 7 subkampus 72 Tidak Tidak 1. Meminjam fasilitas SMK 2. Pengajar terbatas (sebagian besar guru SMK) Tidak 1. Pendidikan pengajar: SMK dengan berpengalaman kerja panjang 2. Prosedur yang rumit untuk membangun CC sendiri, terutama industri yang merupakan perusahaan umum - umumnya bukan bisnis inti industri 65 53 Tidak 12 10 1. Tidak ada pengajar permanen 2. Tidak ada modul 3. Pembayaran biaya terlambat Akademi Komunitas Kondisi saat ini dan Tantangan di masa Depan 11

Referensi Al-Samarrai, Samer. 2013. What do the latest PISA results tell us about the quality of education in Indonesia? A Brief. World Bank, Jakarta. DIKTI - Kemdikbud. 2012. Cetak Biru Akademi Komunitas. Kemdikbud. 2011. Community College: Kajian Profile dan Strategi Pengembangannya di Indonesia. Moeliodihardjo, B. Y. 2013. Equity and Access in Higher Education. World Bank: Jakarta. World Bank. 2013. Indonesia s Higher Education System: How Responsive Is It to the Labor Market, Jakarta. World Bank. 2014. Tertiary Education in Indonesia: Directions for Policy, Jakarta Sebagai bagian dari dukungan terhadap pendidikan tinggi di Indonesia, DFAT (Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, dahulu disebut AusAID) melalui Bank Dunia telah mendanai penelitian untuk mendukung perencanaan strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan masukan kebijakan yang dibutuhkan. Temuan, interpretasi dan kesimpulan yang disajikan dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan pemerintah Republik Indonesia maupun pemerintah Australia. Sektor Pembangunan Manusia Kantor Bank Dunia Gedung Bursa Efek Indonesia Menara 2, Lantai 12 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53 Tel: (021) 5299 3000 Faks: (021) 5299 3111 www.worldbank.org/id/education