PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014

dokumen-dokumen yang mirip
PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2013

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2013

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2013

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA TIMUR SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

BADAN PUSAT STATISTIK

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH MARET 2016

BADAN PUSAT STATISTIK

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2015 SEBESAR 17,88 PERSEN.

KEMISKINAN PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN SULAWESI SELATAN, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI BALI MARET 2016

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

TINGKAT KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2007

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI BALI SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU, MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH MARET 2015

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2012

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH MARET 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI LAMPUNG

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU MARET 2017

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI SEPTEMBER 2016

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DAN TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI ACEH MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA SEPTEMBER 2013

BPSPROVINSI JAWATIMUR

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2015

BERITA RESMI STATISTIK

BPSPROVINSI JAWATIMUR

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BERITA RESMI STATISTIK

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG MARET No. 08/07/18/TH.IX, 17 Juli 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 40/07/76/Th.VIII, 1 Juli 2014 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2014 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2014 SEBANYAK 153,9 RIBU JIWA Persentase penduduk miskin mengalami peningkatan sebesar 0,04 persen poin dari 12,23 persen pada Bulan September 2013 menjadi 12,27 persen pada Bulan Maret 2014. Penduduk miskin Barat di Bulan Maret 2014 sebanyak 153,9 ribu jiwa atau bertambah 2,2 ribu jiwa dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2013 yang berjumlah 151,7 ribu jiwa. Selama satu semester (September 2013 - Maret 2014), jumlah dan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 2,1 ribu jiwa (0,59 persen poin). Di daerah perdesaan jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sekitar 100 jiwa, namun secara persentase mengalami penurunan sebesar 0,12 persen poin. Kontribusi komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan lebih besar dibandingkan kontribusi komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2014, kontribusi Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 80,9 persen. Ada 5 komoditi makanan di bulan Maret 2014 yang memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan yaitu beras, rokok kretek filter, tongkol/tuna/cakalang, gula pasir dan minyak kelapa. Untuk komoditi bukan makanan yang memberikan kontribusi terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun perdesaan yaitu biaya perumahan. Pada bulan Maret 2014, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1) mengalami peningkatan sebesar 0,14 poin, akan tetapi Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2) mengalami penurunan sebesar 0,02 poin. Hal tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan, namun ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin itu sendiri semakin menurun. 1 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan September 2013 - Maret 2014 Jumlah penduduk miskin di Provinsi Barat pada Bulan Maret 2014 sebesar 153,9 ribu jiwa atau bertambah 2,2 ribu jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin Bulan September 2013 yang berjumlah 151,7 ribu jiwa. Persentase penduduk miskin pun mengalami peningkatan sebesar 0,04 persen poin yaitu dari 12,23 persen pada Bulan September 2013 menjadi 12,27 persen pada Bulan Maret 2014. Bila dibandingkan menurut kategori wilayah, selama September 2013 - Maret 2014 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami peningkatan sebesar 2,1 ribu jiwa dan secara relatif pun mengalami peningkatan sebesar 0,59 persen poin. Sedangkan di daerah perdesaan jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan sekitar 100 jiwa, namun secara relatif mengalami penurunan sebesar 0,12 persen poin. Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, September 2013 - Maret 2014 Daerah/Tahun Perkotaan Jumlah Penduduk Miskin (Ribu) Persentase Penduduk Miskin (1) (2) (3) September 2013 24,2 8,57 Maret 2014 26,3 9,16 Perdesaan September 2013 127,5 13,31 Maret 2014 127,6 13,19 Kota+Desa September 2013 151,7 12,23 Maret 2014 153,9 12,27 Sumber: BPS, Diolah dari data Susenas September 2013 dan Maret 2014 Peningkatan jumlah penduduk miskin selama September 2013 - Maret 2014 diduga disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: a. Selama periode September 2013-Maret 2014, harga eceran beberapa komoditas mengalami kenaikan, seperti beras naik 2,95 persen, rokok kretek filter naik sebesar 10,80 persen, minyak goreng naik sebesar 15,42 persen, bandeng naik sebesar 5,69 persen dan bahan bakar rumah tangga naik sebesar 6,81 persen. b. TPT di daerah perkotaan Agustus 2013 sebesar 3,18 persen dan mengalami kenaikan pada Bulan Februari 2014 sebesar 0,67 persen poin atau menjadi 3,85 persen. 2. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2006-2014 Selama tahun 2006 sampai dengan Maret 2014, perkembangan tingkat kemiskinan dapat ditunjukkan Gambar 1. Selama tahun 2006 2010, jumlah dan persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Akan tetapi pada Maret 2011, jumlah dan persentase penduduk miskin mengalami peningkatan. Kemudian hingga Maret 2013, jumlah dan persentase penduduk miskin terus menunjukkan penurunan. Pada September 2013, penurunan persentase penduduk miskin tidak diikuti dengan penurunan jumlah penduduk miskinnya. Fenomena ini diduga 2 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

disebabkan terjadinya pertumbuhan penduduk di daerah perdesaan sebagai dampak kelahiran di Kabupaten Majene, Mamasa dan Mamuju. Berdasarkan angka sementara Susenas menunjukkan dari 10.000 penduduk yang diamati di perdesaan terdapat 88 jiwa diantaranya penduduk yang baru dilahirkan. Pada Maret 2014, jumlah dan persentase penduduk miskin di Provinsi Barat mengalami peningkatan dibandingkan September 2013. Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Barat, 2006-2014 205,2 189,9 171,1 158,2 141,3 164,1 162,8 159,5 158,2 151,1 151,7 153,9 20,74 19,03 16,73 15,29 13,58 13,89 13,64 13,24 13,01 12,30 12,23 12,27 2006 2007 2008 2009 2010 Mar 2011 Sept 2011 Mar 2012 Sept 2012 Mar 2013 Sept 2013 Mar 2014 Jumlah penduduk miskin (ribu jiwa) Persentase penduduk miskin Sumber: BPS, Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2006-2014 3. Perubahan Garis Kemiskinan September 2013 - Maret 2014 Garis Kemiskinan merupakan barometer yang dipergunakan dalam menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah, September 2013 - Maret 2014 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/Tahun Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) Perkotaan September 2013 184.670 46.303 230.973 Maret 2014 188.201 47.732 235.934 Perubahan Sept13-Maret14(%) 1,9 3,09 2,15 Perdesaan September 2013 185.377 42.969 228.346 Maret 2014 189.491 43.724 233.215 Perubahan Sept13-Maret14(%) 2,22 1,76 2,13 Kota+Desa September 2013 185.216 43.728 228.944 Maret 2014 189.196 44.642 233.838 Perubahan Sept13-Maret14(%) 2,15 2,09 2,14 Sumber: BPS, Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2013 dan Maret 2014 3 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

Selama 6 bulan terakhir (September 2013 - Maret 2014), Garis Kemiskinan naik sebesar 2,14 persen dari Rp 228.944,- per kapita per bulan pada September 2013 menjadi Rp 233.838,- per kapita per bulan pada Maret 2014. Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Pada tabel 2, terlihat bahwa kontribusi komoditi makanan masih lebih besar dibandingkan kontribusi komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada September 2013 kontribusi GKM terhadap GK sebesar 80,9 persen, begitu pula pada Maret 2014. Baik daerah perkotaan maupun perdesaan, 5 komoditi makanan yang memberi kontribusi terbesar pada Garis Kemiskinan di Bulan Maret 2014 yaitu beras, tongkol/tuna/cakalang, rokok kretek filter, gula pasir dan minyak kelapa. Adapun komoditi selanjutnya berbeda untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Kontribusi terbesar pertama ada pada komiditi beras dimana untuk perkotaan sebesar 45,84 persen dan perdesaan sebesar 44,06 persen. Rokok kretek filter merupakan komoditi yang memberikan kontribusi terbesar kedua kepada Garis Kemiskinan di daerah perdesaan (15,11 persen), sedangkan di daerah perkotaan merupakan komoditi terbesar ketiga (10,08). Komoditi selanjutnya yang memberikan kontribusi besar bagi Garis Kemiskinan adalah tongkol/tuna/cakalang yaitu 13,12 persen di daerah perkotaan dan 7,09 persen di daerah perdesaan. Sementara itu, kontribusi terhadap Garis Kemiskinan untuk komoditi terbesar keempat dan kelima baik daerah perkotaan maupun perdesaan yaitu gula pasir dan minyak kelapa. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Makanan Tabel 3. Daftar Komoditi yang Memberi Pengaruh Besar pada Kenaikan Garis Kemiskinan, Maret 2014 Komoditi Kota Komoditi Desa (1) (2) (3) (4) Beras 45,84 Beras 44,06 Tongkol/tuna/cakalang 13,12 Rokok kretek filter 15,11 Rokok kretek filter 10,08 Tongkol/tuna/cakalang 7,09 Gula pasir 4,81 Gula pasir 4,27 Minyak kelapa 3,64 Minyak kelapa 3,69 Mie instan 2,60 Bandeng 3,13 Bawang merah 1,77 Mie instan 2,61 Kopi 1,74 Kopi 2,22 Cabe rawit 1,50 Daun ketela pohon 1,83 Kembung 1,40 Bawang merah 1,56 Bukan Makanan Perumahan 38,52 Perumahan 35,65 Pendidikan 13,46 Kayu bakar 11,71 Angkutan 8,37 Pendidikan 10,05 Listrik 6,81 Angkutan 7,65 Perlengkapan mandi 6,38 Bensin 5,71 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2014 Pada Bulan Maret 2014, komoditi bukan makanan yang memberi kontribusi terbesar untuk Garis Kemiskinan adalah biaya perumahan sebesar 38,52 persen untuk daerah perkotaan dan 35,65 persen untuk daerah perdesaan. Adapun komoditi terbesar selanjutnya yang memberikan kontribusi 4 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

terbesar terhadap Garis Kemiskinan terdapat perbedaan antara daerah perkotaan dan perdesaan. Akan tetapi, komoditi pendidikan dan angkutan termasuk dalam lima besar komoditi yang memberikan kontribusi dalam pembentukan Garis Kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun perdesaan. 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Dimensi kemiskinan tidak cukup berhenti pada berapa jumlah dan persentase penduduk miskin saja. Akan tetapi, pembahasan mengenai tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan perlu dilakukan, agar dimensi kemiskinan secara holistik dapat diketahui. Strategi penanggulangan kemiskinan juga tidak lepas dari pengurangan penduduk miskin dan juga bagaimana memperkecil kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terjadi di suatu wilayah. Seiring dengan peningkatan persentase penduduk miskin pada Bulan Maret 2014, tingkat kedalaman kemiskinan pun mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) meningkat dari 1,30 pada September 2013 menjadi 1,44 pada Maret 2014. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan tingkat keparahan kemiskinan yang mengalami penurunan yaitu dari 0,27 menjadi 0,25 pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis Kemiskinan, namun ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin itu sendiri semakin menurun. Tabel 4. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di Provinsi Barat Menurut Daerah, September 2013 Maret 2014 Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) September 2013 0,48 1,54 1,30 Maret 2014 0,98 1,58 1,44 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) September 2013 0,05 0,33 0,27 Maret 2014 0,16 0,28 0,25 Sumber: Diolah dari data Susenas September 2013 dan Maret 2014 Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sejalan dengan peningkatan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) pada Maret 2014 meningkat sebesar 0,5 poin dibandingkan September 2013 dan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) meningkat sebesar 0,11 poin pada periode yang sama. Seperti halnya di daerah perkotaan, di daerah perdesaan juga mengalami peningkatan tingkat kedalaman kemiskinan sebesar 0,04 poin. Akan tetapi, tingkat keparahan kemiskinan di daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,05 poin. Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) pada Maret 2014 di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah perkotaan, demikian halnya dengan September 2013. Hal ini menunjukkan tingkat kemiskinan di daerah perdesaan masih lebih 5 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

buruk daripada daerah perkotaan, walaupun sudah menunjukkan perbaikan khususnya di daerah perdesaan. 5. Perbandingan Kemiskinan di Pulau Persentase penduduk miskin pada periode 2006 Maret 2014 di Pulau menunjukkan kecenderungan menurun, meskipun ada 2 provinsi yang mengalami fluktuasi yaitu Provinsi Gorontalo dan Barat. Provinsi Utara merupakan provinsi terendah persentase penduduk miskinnya di Pulau dalam kurun waktu Tahun 2006 - Maret 2014. Pada Maret 2014, persentase penduduk miskin di semua provinsi di Pulau mengalami penurunan kecuali Provinsi Utara, Tenggara dan Barat. Dalam Pulau, jika ditinjau menurut persentase penduduk miskin terendah maka Provinsi Barat berada pada posisi ke-3 setelah Utara dan Selatan. Tahun Tabel 5. Persentase Penduduk Miskin Antar Provinsi di Pulau Tahun 2006 2014 Utara Sumber: Diolah dari data Susenas 2006-2014 Tengah Selatan Tenggara Gorontalo Barat (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 2006 11,54 23,63 14,57 23,37 29,13 20,74 2007 11,42 22,42 14,11 21,33 27,35 19,03 2008 10,10 20,75 13,34 19,53 24,88 16,73 2009 9,79 18,98 12,31 18,93 25,01 15,29 2010 9,10 18,07 11,60 17,05 23,19 13,58 Maret 2011 8,51 15,83 10,29 14,56 18,75 13,89 September 2011 8,46 16,04 10,27 14,61 18,02 13,64 Maret 2012 8,18 15,40 10,11 13,71 17,33 13,24 September 2012 7,64 14,94 9,82 13,06 17,22 13,01 Maret 2013 7,88 14,67 9,54 12,83 17,51 12,30 September 2013 8,50 14,32 10,32 13,73 18,01 12,23 Maret 2014 8,75 13,93 10,28 14,05 17,44 12,27 6 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

6. Penjelasan Teknis dan Sumber Data a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan. e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2014 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret 2014. Jumlah sampel sebesar ± 75.000 rumah tangga dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan. 7 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014

BPS PROVINSI SULBAR Informasi lebih lanjut hubungi: Soman Wisnu Darma Kepala Bidang Statistik Sosial 8 Berita Resmi Statistik Provinsi Barat No. 40/07/76/Th. VIII, 1 Juli 2014