BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

BAB VI STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PERIKANAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Analisa Mikroorganisme

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan adalah faktor keamanan pangan. Dalam dunia industri. khususnya industri pangan, kontaminasi pada makanan dapat terjadi

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lu luatul Fuadah, Sutarni, S.P., M.E.P, Analianasari, S.T.P., M.T.A.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Proyeksi konsumsi kedelai nasional

I. PENDAHULUAN. yang cukup besar yaitu sektor perikanan. Indonesia merupakan negara maritim yang

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pelaksanaan Sistem Pengawasan Standart Mutu Pangan Kemasan Kripik Pisang Agung Oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Di Kabupaten Lumajang JURNAL

I. PENDAHULUAN. maupun ekspor. Hal ini karena propinsi Lampung memiliki potensi lahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

HANS PUTRA KELANA F

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang terjangkau oleh daya beli masyarakat tercantum dalam UU no. 18, th Pangan yang aman merupakan faktor yang penting untuk

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

STANDAR MUTU PRODUK OLAHAN BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN PROVINSI DIY

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani. Daging

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

Oleh: Retno Muninggar 1. Diterima: 12 Februari 2008; Disetujui: 21 Juli 2008 ABSTRACT

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu. Banyaknya tangkapan ikan layur tersebut, membuat roda perekonomian nelayan di Palabuhanratu dan sekitarnya hidup kembali. Ikan layur yang menjadi komoditas ekspor utama nelayan Palabuhanratu membawa keuntungan besar bagi nelayan, pengumpul dan perusahaan pengekspor ikan layur. Ikan layur mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi. Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan (2012), kandungan gizi dan vitamin pada 100 g ikan layur yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur No. Kandungan Nilai kandungan 1. Energi 82 kkl 2. Protein 18 g 3. Karbohidrat 0,4 g 4. Lemak 1 g 5. Kalsium 48 mg 6. Fosfor 229 mg 7. Zat Besi 2,2 mg 8. Vitamin A 15 IU 9 Vitamin B1 0,04 mg Sumber: BRKP (2012) Ikan layur merupakan salah satu komoditas perikanan ekspor dengan negara tujuan utama adalah Korea dan Cina. Hal ini merupakan pendorong dalam peningkatan devisa negara. Berdasarkan hal tersebut para nelayan di Palabuhanratu dituntut untuk dapat memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara optimal dan berkelanjutan. Ikan layur yang diekspor harus memiliki standar mutu yang tinggi. Standar mutu yang tinggi menjadi sebuah keharusan suatu produk untuk dapat diterima dan menjadi jaminan keamanan pangan bagi konsumen. Penerapan Analisis 1

2 Bahaya dan Titik Pengendalian Kritis atau lebih dikenal dalam istilah asingnya Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dalam pengolahan ikan layur menjadi suatu keharusan bagi para produsen untuk memenuhi tuntutan pasar dalam menyediakan ikan layur beku yang memiliki kualitas dan mutu yang baik. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang diterapkan oleh produsen merupakan salah satu cara untuk menjaga dan menjamin keamanan pangan kepada konsumen. Menurut SNI 01-4852-1998 HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan bahaya yang nyata bagi keamanan pangan. Unsur bahaya meliputi bahaya biologi, kimia, fisik atau kondisi dari pangan yang berpotensi menyebabkan dampak buruk pada kesehatan. Hazard analysis (analisis bahaya) dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi mengenai bahaya dan keadaan sampai dapat terjadinya bahaya untuk menentukan bahaya yang berdampak nyata terhadap keamanan pangan. Critical Control Point (CCP) adalah suatu tindakan pengendalian untuk mengurangi bahaya keamanan pangan sampai pada tingkat yang bisa diterima. Penerapan HACCP selain meningkatkan keamanan pangan juga dapat membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional, melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan. Menurut Winarno dan Surono (2004), sistem HACCP telah diakui oleh dunia internasional sebagai salah satu tindakan sistematis yang mampu memastikan keamanan produk pangan yang dihasilkan oleh industri pangan secara global. Penerapan HACCP dalam industri pangan diperlukan untuk memberikan jaminan proses produksi yang aman dan menghasilkan mutu produk yang diharapkan. Sistem HACCP harus dibangun atas persyaratan dasar berupa cara berproduksi yang baik dan benar atau lebih dikenal dalam istilah asingnya Good Manufacturing Pratices (GMP) dan prosedur operasi standar sanitasi atau lebih dikenal dalam istilah asingnya Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP). Kedua persyaratan dasar ini akan memudahkan implementasi penerapan sistem HACCP yang efektif dan efisien sehingga dapat menghasilkan produk dari awal penerimaan sampai menghasilkan mutu produk akhir yang aman dan berkualitas.

3 Ikan termasuk komoditas yang mengalami kerusakan lebih cepat jika dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Kecepatan pembusukan ikan setelah penangkapan dan pemanenan sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan, pemanenan, kondisi biologis ikan serta teknik penanganan dan penyimpanan diatas kapal. Oleh karena itu, penerapan HACCP dalam penanganan ikan layur beku sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang diharapkan. PT. AGB Palabuhanratu menerapkan sistem kerjasama dalam pemenuhan bahan baku ikan layur beku dengan nelayan sekitar pantai Sukabumi antara lain Palabuhanratu, Cisolok dan Ujung Genteng. Kualitas hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan sangat beragam. Keragaman kualitas bisa disebabkan oleh penanganan pertama di kapal, pengaruh dari beberapa alat tangkap yang digunakan oleh nelayan seperti gillnet, bagan, payang, pancing ulur dan pancing rawai. Hal tersebut menjadi alasan kuat untuk penerapan HACCP pada proses penanganan ikan layur beku di PT. AGB supaya produk ikan layur beku yang dihasilkan tetap memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh negara-negara pengimpor. 1.2 Identifikasi Masalah Sampai sejauh mana penerapan analisis bahaya dan titik pengendalian kritis terhadap pengendalian potensi bahaya yang mungkin terjadi pada penanganan ikan layur beku di PT. AGB Palabuhanratu. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis penerapan HACCP pada penanganan ikan layur beku di PT. AGB Palabuhanratu. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai hasil penerapan HACCP pada penanganan ikan layur beku di PT. AGB Palabuhanratu. 1.5 Pendekatan Masalah Ikan layur merupakan produk ekspor yang mudah mengalami penurunan kesegaran. Menurut SNI 6940.2:2011 (BSN 2011), untuk menjaga kesegaran

4 bahan baku ikan layur beku adalah dengan cara menyimpan bahan baku pada wadah dengan menggunakan es untuk memperoleh suhu bahan baku 0 5 o C. Penanganan ikan layur segar dengan menggunakan prinsip rantai dingin (cold-chain) dapat menjaga mutu hasil perikanan sejak ditangkap sampai kepada tangan konsumen dan merupakan upaya untuk menghambat penurunan kesegaran ikan. Berdasarkan kondisi sosial ekonomi nelayan, penggunaan es (dalam bentuk bongkahan/balok/pecahan, curai, atau dicampur dengan air laut) paling cocok sebagai upaya penanganan. Kondisi ideal perbandingan minimal ikan dan es yang digunakan selama penanganan adalah dijaga agar selalu satu banding satu (Suherman et al. 1991). Perkembangan ekspor produk perikanan diwarnai dengan ketatnya persaingan dan tuntutan dari negara-negara importir. Hal tersebut terjadi supaya pengekspor menerapkan pengawasan mutu terpadu dengan tujuan memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam menjaminan keamanan pangan (food safety), mutu (wholesomenes), dan menghindari timbulnya kerugian secara ekonomis (economic fraud). Menurut Laporan Statistik Perikanan Tangkap (2012), produksi ikan layur di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu pada tahun 2011 mencapai 147,864 ton dengan nilai produksi mencapai Rp. 2.114.744.500 untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun permintaan ekspor. Hal ini mendorong para produsen untuk menerapkan prinsipprinsip HACCP di lingkungan perusahaannya. Produsen harus mampu meningkatkan dan memberikan jaminan mutu sehingga dapat melindungi konsumen dari hal-hal yang merugikan dan membahayakan. Menurut Pierson dan Corlett dalam Thaheer (2005), sistem HACCP bersifat mencegah dan berupaya untuk mengendalikan suatu areal atau titik dalam sistem pangan yang mungkin berkontribusi terhadap suatu kondisi bahaya, seperti kontaminasi mikroorganisme patogen, objek fisik, kimiawi terhadap bahan baku. Menurut Wiryanti dan Witjaksono (2001), sistem HACCP sebagai suatu sistem pengendalian mutu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus ditunjang oleh faktor-faktor lain yang menjadi dasar dalam menganalisis besar kecilnya risiko

5 terjadinya bahaya. Faktor penunjang yang menjadi prasyarat (pre-requisite) keefektifan penerapan program HACCP sebagai sebuah sistem pengendalian mutu adalah terpenuhinya persyaratan kelayakan dasar suatu sistem unit pengolahan, yang meliputi: a. Cara berproduksi yang baik dan benar (Good Manufacturing Practices), meliputi persyaratan bahan baku, bahan pembantu, bahan tambahan makanan, persyaratan produk akhir, penanganan, pengolahan, perwadahan atau pengemasan, penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. b. Standar prosedur operasi sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure), meliputi kondisi fisik sanitasi dan higienis perusahaan atau unit pengolahan, sanitasi, kesehatan karyawan dan prosedur pengendalian sanitasi. Penerapan HACCP suatu perusahaan ekspor belum dikatakan benar apabila mutu produk belum sesuai dengan ketentuan SNI 6940.2:2011 tentang ikan layur beku. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti peralatan yang kurang higienis, kualitas sumber daya manusia yang masih rendah, bahan baku yang tercemar, serta kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Rendahnya kualitas dan mutu menyebabkan terjadinya penolakan dari negara tujuan ekspor. Penerapan GMP dan SSOP yang baik dan benar pada suatu implementasi HACCP merupakan cara yang tepat untuk mengatasi masalah penolakan produk dari negara pengimpor, sehingga kejadian penolakan dari negara pengimpor tidak akan terjadi.