PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hutan. Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan hutan terluas di dunia

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi hutan di Indonesia saat ini dalam keadaan krisis. Banyak tumbuhan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : KAJIAN POTENSI KAYU PERTUKANGAN DARI HUTAN RAKYAT PADA BEBERAPA KABUPATEN DI JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

POTENSI DAN KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT Oleh: Billy Hindra 1)

BAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1982 TENTANG BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1982/1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan lingkungan. Fungsi hutan terkait dengan lingkungan, sosial budaya

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bibit tanaman hutan dan jenis tanaman serbaguna Multi Purpose Tree Species

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.

MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

PENDAMPINGAN KELOMPOK TANI HUTAN RAKYAT DESA DONOWARIH KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG DALAM PENINGKATAN USAHA BUDIDAYA TANAMAN SENGON

BAB I. PENDAHULUAN A.

BANTUAN PENGHIJAUAN DAN REBOISASI TAHUN 1983/1984 Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 1983 Tanggal 7 Mei 1983 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

Tabel 2.8 Realisasi Fisik dan Keuangan Kegiatan Urusan Kehutanan Dinas Pertanian dan Kehutanan Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang harus dilindungi keberadaannya. Selain sebagai gudang penyimpan

I. PENDAHULUAN. Kehutanan, 2008). Hutan Indonesia sebagai salah satu sub sektor pertanian

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

AN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *)

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

IV.C.3 Urusan Pilihan Kehutanan

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Selain isu kerusakan hutan, yang santer terdengar akhir - akhir ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon

PENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

bio.unsoed.ac.id terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah aktivitas manusia, dan

IV. V. PERUMUSAN STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN V. RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Pembangunan hutan rakyat sebagai salah satu upaya Pemerintah

hutan secara lestari.

Menimbang : Mengingat :

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1)

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu bentuk penutup lahan di permukaan bumi yang

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. ± 30 km atau sekitar 2 jam jarak tempuh, sementara menuju Kabupaten Aceh

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

KARANGANYAR, Hutan Sehat, Desa Sehat Oleh : Endang Dwi Hastuti*

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Semarang, 11 September 2012 ABSTRACT

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

I. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan kita. Dalam hutan terdapat banyak kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

BAB II. PERENCANAAN KINERJA

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

Transkripsi:

POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan masyarakat, selain sebagai investasi ternyata juga dapat memberi tambahan penghasilan yang dapat diandalkan. Potensi hutan rakyat sebanyak 262.929.193 batang atau setara dengan 65.732.298 m 3 (rata-rata per batang/pohon mempunyai volume 0,25 m 3 ), yang terdiri dari jenis pohon jati, sengon, mahoni, bambu, akasia, pinus, dan sonokeling. Jumlah pohon yang siap ditebang sebanyak 74.806.038 batang atau 18.701.509 m 3. Potensi hutan rakyat yang cukup besar tersebut diharapkan mampu mendukung pasokan bahan baku industri kehutanan. Pengembangan pengelolaan hutan rakyat hingga sekarang ini perlu dukungan beberapa pihak terutama peran aktif masyarakat. Perlu landasan hukum yang kuat untuk mengendalikan aktivitas pemanenan kayu khususnya kegiatan penebangan kayu di lahan hutan milik rakyat, sebab tidak mungkin kerusakan hutan rakyat dapat terelakkan. Dengan demikian pengembangan pengelolaan hutan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus dapat mendukung pasokan bahan baku industri kehutanan yang berkualitas dan berkelanjutan tanpa mengabaikan kualitas lingkungan. Kata kunci: Hutan rakyat, potensi, kesejahteraan, bahan baku, penebangan I. PENDAHULUAN Salah satu program Departemen Kehutanan yang bertujuan untuk menyelamatkan dan melestarikan kondisi hutan dan lahan di Indonesia yang sudah berada di ambang kehancuran adalah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Keadaan ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini, seperti banjir dan tanah longsor bahkan kekeringan (daerah- 1) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan hasil Hutan, Bogor 49

daerah yang kekurangan air), salah satu penyebabnya adalah rusaknya lingkungan di daerah hulu terutama yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan air. Oleh karena itu upaya penanggulangan keadaan tersebut diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan kondisi daerah hulu sebagaimana fungsinya. GNRHL yang sedang digiatkan oleh Departemen Kehutanan untuk merehabilitasi lahan kritis tersebut mengingatkan kembali program Departemen Kehutanan pada tahun 1989-an yang dikenal dengan nama gerakan sengonisasi, yaitu gerakan penanaman sengon di lahan-lahan kritis. Lahan yang ditanami sengon akan lebih tahan terhadap erosi karena daun-daun sengon yang jatuh ke tanah berperan sebagai pupuk hijau sehingga dapat menggemburkan tanah sekaligus memperbaiki tata air di permukaan maupun di dalam tanah. Sampai akhir tahun 1990, pemerintah telah berhasil melakukan penanaman sengon pada lahan kritis seluas 35.039 ha dari total yang direncanakan 300 ribu ha. Gerakan sengonisasi ini sangat berhubungan erat dengan kemudahan pengelolaannya sehingga cocok untuk penghijauan (Atmosuseno, 1998). GNRHL yang sudah dicanangkan sejak tahun 2003 menargetkan dapat menghijaukan lahan 3 juta hektar dalam kurun waktu 5 tahun. GNRHL dilakukan tidak hanya di lahan hutan milik negara namun juga di lahan hutan milik rakyat yang kondisinya rusak. Berbeda dengan gerakan sengonisasi, jenis pohon yang ditanam bermacam-macam, seperti jati, sonokeling, kayu putih, munggur, kemiri, dan lainlainnya. Di sisi lain, Departemen Kehutanan berkomitmen untuk meningkatkan peran pembangunan kehutanan di bidang ekonomi melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor kehutanan. Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) ditargetkan 5 juta hektar hingga tahun 2009. Pembangunan HTI ini pada pengelolaan nanti harus tetap mengacu pada prinsip kelestarian, yaitu kelestarian ekonomi, kelestarian ekologi dan kelestaraian sosial. Dengan demikian bukan hanya terjaminnya pasokan bahan baku kayu yang berkelanjutan saja tetapi juga harus memperhatikan ekosistem hutan dalam jangka panjang dan kesejahteraan masyarakat sosial. Jika pengelolaan HTI ini berhasil bukan tidak mungkin hingga lima atau tujuh tahun ke depan dapat diandalkan sebagai pemasok utama bahan baku kayu industri menggantikan peran hutan alam. Namun demikian pembangunan HTI ini menemui beberapa kendala, antara lain kepastian hukum akan status lahan dan kurangnya permodalan, hingga banyak yang pemodal yang meragukan kepastian hasil dan kepastian usaha yang akan diperolehnya. 50

Suatu kondisi dilematis yang harus dihadapi Departemen Kehutanan. Di satu sisi dituntut harus bisa mengembalikan kondisi hutan yang sudah di ambang kehancuran, tetapi di sisi lain dituntut bisa menyediakan bahan baku industri kehutanan yang berkelanjutan guna menopang pertumbuhan ekonomi negara. Kondisi tersebut menuntut Departemen Kehutanan bekerja lebih giat lagi guna mencapai kedua target tersebut bukan untuk mengabaikan salah satunya. Keberadaan hutan rakyat kini mulai dilirik untuk dikembangkan melalui GNRHL khususnya pada lahan-lahan yang rusak sehingga diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pada akhirnya nanti mampu menopang kebutuhan bahan baku industri. Pengembangan pengelolaan hutan rakyat yang sudah ada sejak lama dan terus dikembangkan oleh masyarakat, kini dikerjakan sungguh-sungguh oleh pemerintah. Hal ini terkait dengan adanya prospek yang cerah akan keberadaan hutan rakyat untuk mendukung pasokan bahan baku industri tanpa mengabaikan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan pemilik lahan khususnya. Di Gunungkidul (Provinsi DIY), misalnya, selama tahun 2005 mampu mengirimkan kayu yang berasal dari hutan rakyat ke daerah Klaten, Jepara, Pekalongan dan industri mebel lain di Jawa Tengah sebanyak 96.636,373 m 3 kayu glondongan. Dari jumlah kayu yang dikirim tersebut, 83.215,875 m 3 berupa kayu jati, 6.933,120 m 3 kayu mahoni, 3.834,502 m 3 kayu sonokeling, sisanya berupa kayu akasia dan kayu campuran (Anonim, 2006). Lahan di Gunungkidul yang dulu dikenal gundul dan gersang ternyata sekarang mampu memasok kayu untuk kebutuhan industri mebel yang diambil dari hutan rakyat/lahan milik rakyat. Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran potensi hutan rakyat di Indonesia dan permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan pengambangan pengelolaannya. Pada akhirnya nanti diharapkan permasalahan yang ada dapat diatasi sehingga potensi hutan rakyat dapat dimanfaatkan secara bijaksana. II. POTENSI HUTAN RAKYAT Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan/atau pada tanaman tahunan pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per hektar (Anonim, 2005). 51

Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan masyarakat, selain sebagai investasi ternyata juga dapat memberi tambahan penghasilan yang dapat diandalkan. Masyarakat biasa memanfaatkan kayu yang ditanam di lahan milik sendiri untuk berbagai keperluan terutama untuk mencukupi kebutuhan kayu sebagai bahan baku bangunan atau mebel. Sewaktu-waktu mereka menjual kayunya ketika ada kebutuhan ekonomi yang mendesak, akan tetapi tidak sedikit diantara mereka yang mewariskan pohon yang masih berdiri untuk anak cucu mereka. Pengelolaan hutan rakyat bertujuan selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga untuk menyediaan bahan baku bagi industri tanpa meninggalkan azas kelestarian lingkungan. Potensi hutan rakyat di Indonesia mencakup populasi jumlah pohon ini diharapkan mampu menyokong bahan baku untuk industri. Berikut disajikan potensi hutan rakyat yang terdiri dari populasi 7 (tujuh) jenis tanaman yang dikembangkan di hutan rakyat dan tersebar di pulau Jawa dan di luar pulau Jawa (Tabel 1). Tabel 1. Populasi 7 (tujuh) jenis pohon yang ditanam di hutan rakyat (batang) No. Jenis pohon Potensi di daerah Jawa Luar Jawa Jumlah Siap tebang 1. Akasia 22.611.068 9.409.011 32.020.079 12.069.695 2. Bambu 29.139.388 8.786.890 37.926.278 6.721.780 3. Jati 50.119.621 29.592.858 79.712.479 18.446.024 4. Mahoni 39.990.730 5.268.811 45.259.541 9.497.192 5. Pinus 3.521.107 2.302.757 5.823.864 2.715.576 6. Sengon 50.075.525 9.758.776 59.834.301 24.613.228 7. Sonokeling 2.008.272 344.379 2.352.651 742.543 Jumlah 197.465.711 65.463.482 262.929.193 74.806.038 Sumber : Data diolah berdasarkan sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 Berdasar Tabel 1 dapat dilihat bahwa jenis pohon yang banyak ditanam di hutan rakyat adalah jati, yaitu sebanyak 79,7 juta batang. Pohon jati ini banyak ditanam di pulau jawa, yaitu sebanyak 50,1 juta batang (sebanyak 26,5% berada di Provinsi Jawa Tengah) dan di luar jawa sebanyak 29,6 juta batang. Meskipun umur panen kayu jati lama, namun 52

karena harga jual kayunya yang tinggi sehingga banyak diminati masyarakat untuk ditanam di lahannya. Dari 79,7 juta batang pohon jati yang siap tebang sebanyak 18,4 juta batang. Apabila per pohon/batang diasumsikan mempunyai volume 0,25 m 3, maka potensi produksinya sebanyak 4,6 juta m 3. Pohon sengon juga banyak ditanam di pulau jawa, yaitu sebanyak 50 juta batang, sedang di luar pulau jawa jumlahnya sekitar 9,8 juta batang (Tabel 1). Secara keseluruhan jenis pohon sengon menempati urutan ke-2 setelah jati. Di pulau Jawa, pohon sengon banyak terkonsentrasi di provinsi Jawa Tengah. Jumlah pohon sengon keseluruhan yang ditanam di hutan rakyat adalah sebesar 59,8 juta batang (Tabel 1) dan dari jumlah tersebut pohon sengon yang siap ditebang sebanyak 24,6 juta batang atau potensi produksinya sebesar 6,2 juta m 3 (asumsi per pohon/batang mempunyai volume 0,25 m 3 ). Jumlah pohon akasia yang tumbuh di pulau jawa ada sekitar 22,6 juta batang, sedang yang di luar jawa sebanyak 9,4 juta batang. Di Jawa, pohon akasia banyak ditemukan di Jawa Timur (21,6%), sedang di luar Jawa, pohon akasia banyak ditanaman di Sumatera Selatan (7,2%) dan Lampung (5,0%). Namun demikian, rata-rata pengusahaan tanaman per rumah tangga di pulau Jawa lebih rendah dibandingkan luar pulau Jawa, yaitu masing-masing sebesar 25,36 pohon dan 33,14 pohon. Jumlah pohon mahoni yang ditanam di lahan rakyat sebesar 45,3 juta batang dan sebanyak 9,5 juta batang atau 2,4 juta m 3 siap dipanen. Penyebaran pohon mahoni banyak ditanam di pulau jawa dibanding luar jawa, yaitu masing-masing sebesar 40 juta batang dan 5,3 juta batang (Tabel 1). Di pulau jawa sendiri, pohon mahoni banyak ditemukan di provinsi Jawa Tengah (39,0%). Sementara itu untuk jenis pohon pinus dan sonokeling masing-masing berjumlah 5,8 juta batang dan 2,4 juta batang. Dari jumlah tersebut, pohon yang sudah siap ditebang masing-masing berjumlah 2,7 juta dan 742 ribu batang. Seperti halnya jenis-jenis pohon yang lainnya, jenis pohon pinus dan sonokeling ini banyak ditanam di hutan rakyat pulau jawa. Pohon pinus dan sonokeling masing-masing banyak ditemukan di provinsi Jawa Timur (21,1%) dan Jawa Tengah (34,3%). Tanaman bambu banyak tersebar di pulau jawa yaitu 29,1 juta rumpun, sedang di luar pulau jawa berjumlah 8,8 juta rumpun (Tabel 1). Bambu yang siap dipanen ada sekitar 20.425 rumpun. Dua puluh delapan persen bambu di pulau jawa terdapat di propinsi Jawa Barat. 53

Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas yang menangani kehutanan tingkat kabupaten di seluruh Indonesia luas hutan rakyat adalah 1.568.415,64 ha (Anonim, 2005). Masyarakat pemilik lahan kini semakin sadar akan manfaat hutan rakyat. Mereka tetap melakukan peremajaan setelah mereka menebang pohon sehingga jumlah dan luas hutan tetap dipertahankan bahkan kalau perlu ditambah. Oleh karena itu pengelolaan hutan rakyat perlu dikembangkan selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan, juga mampu mendukung kebutuhan industri kehutanan. III. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Sejalan dengan kegiatan GNRHL yang dilakukan di hutan rakyat, peran aktif masyarakat sekitar lokasi tetap diperlukan dalam kegiatan penanaman, pemeliharaan hingga menjaga keamanan. Kegiatan GNRHL di lahan hutan rakyat dari tahun 2003 2005 di Gunungkidul (provinsi DIY) telah dilaksanakan seluas 4.995 ha dengan jenis tanaman jati sebanyak 1.133.820 batang, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 70 80% (Anonim, 2006). Tingkat pertumbuhan yang tinggi ini menunjukkan bahwa masyarakat benar-benar memelihara tanaman dengan baik dan menjaganya dari gangguan keamanan. Namun demikian ada beberapa permasalahan yang dijumpai dalam pengembangan hutan rakyat ini, yaitu : 1. Pengelolaan hutan rakyat masih sangat tergantung pada pemilik lahan begitu juga penentuan jenis pohon yang akan ditanam sangat ditentukan oleh pemilik lahan, karena mereka menginginkan jenis pohon tertentu untuk ditanam di lahan miliknya. Hal ini dapat menghambat pemerataan jenis tanaman di lahan hutan rakyat. 2. Rata-rata tingkat pertumbuhan pohon tinggi (70 80%), namun di beberapa tempat dijumpai tingkat pertumbuhan pohon kurang/tidak berhasil karena penanaman pohon yang tidak sesuai dengan musim tanam. Selain itu kualitas bibit yang ditanam tidak memenuhi syarat sehingga selain banyak bibit yang mati sebelum ditanam, bibit yang bisa tumbuh dewasa kualitas hasilnya kurang baik. Hal ini terkait dengan program GNRHL yang notabene sebuah proyek yang sering terkendala masalah administrasi dan bahkan mungkin terhenti begitu saja. 54

3. Sulitnya mengendalikan kegiatan penebangan pohon yang dilakukan di lahan hutan rakyat. Hal ini terkait dengan belum adanya landasan hukum (Peraturan Pemerintah/Peraturan Daerah) yang mengatur kegiatan pemanenan tersebut. Terlebih lagi bila masyarakat pemilik lahan dihadapkan pada persoalan ekonomi, masyarakat akan menjualnya tanpa memperhatikan apakah pohon tersebut masih muda atau sudah bisa dipanen, yang penting ada pedagang yang mau membelinya. IV. SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN Tidak mudah memang memberi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pengelolaan hutan rakyat. Hal ini terkait dengan banyaknya pihak yang memegang andil dalam pengelolaan tersebut, seperti pemilik lahan, instansi terkait, pihak swasta, maupun pemerintah. Namun demikian beberapa solusi terhadap permasalahan tersebut di atas dapat diajukan sebagai berikut: 1. Perlu penetapan model pengelolaan hutan yang tepat dengan mengikutsertakan kelompok tani pemilik lahan dan instansi pemerintah terkait. Hal ini ditujukan agar masyarakat benar-benar dapat merasakan hasilnya, bukan hanya hasil kayu yang baru bisa dipanen dalam waktu yang cukup lama tetapi juga dapat merasakan hasil hutan ikutan, seperti tanaman tumpangsari dan palawija, yang dapat dipanen lebih awal. Dengan demikian tanaman pokok dapat dipelihara dengan baik dan dipanen pada waktunya bukan ditebang sebelum cukup umur.. Namun demikian perlu juga dipikirkan jenis tanaman yang cocok manakala tanaman pokok sudah tumbuh besar sehingga menghalangi sinar matahari masuk ke areal yang ada di bawahnya. Kalau ini terjadi model tumpangsari susah dilakukan. Jika hal ini terjadi di lahan milik negara yang dikelola masyarakat, pola kemitraan bagi hasil kayu dapat ditempuh. Dengan pola bagi hasil ini petani penggarap lahan tetap dapat merasakan hasil keuntungan dari tanaman yang sudah bertahun-tahun mereka pelihara. Bagi pemerintah sendiri, pemeliharaan dan keamanan kayu dapat terjamin sehingga pohon dapat dipanen sesuai umur tebangnya. Sementara itu bila terjadi di lahan hutan milik masyarakat, biasanya mereka menanami lahan sela dengan tanaman semusim, seperti pohon melinjo, mete, dll sehingga mereka dapat memetik hasil sampingan dari tanaman semusim tersebut. Pada prinsipnya dalam penghijauan di lahan hutan milik masyarakat ini pemerintah hanya mengambil keuntungan dari aspek ekologis atau 55

pelestarian lingkungan saja, sedang pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemilik lahan. 2. Pemerintah tetap memfasilitasi penyediaan bibit tanaman yang berkualitas baik agar tingkat pertumbuhan pohon tinggi sehingga kayu yang dihasilkan berkualitas baik. Bila perlu kelompok tani penggolah lahan hutan dibekali pengetahuan cara pembibitan yang baik sehingga mereka dapat menyediakan bibit yang berkualitas. Dengan demikian bila proyek GNRHL terhenti di tengah jalan, mereka tetap bisa mandiri melanjutkan penghijauan lahan-lahan hutan. 3. Sesegera mungkin mengesahkan Peraturan Pemerintah/Peraturan Daerah yang mengatur pola pemanenan kayu terutama di lahan hutan milik masyarakat agar penebangan pohon dapat dikendalikan meskipun di lahan hutan milik sendiri. Selain untuk mencegah terjadinya penggundulan hutan, diharapkan juga dapat mengatur pola penebangan pohon dengan tebang pilih, yaitu memilih pohon yang benar-benar sudah saatnya ditebang dan menghindari pohon yang belum saatnya ditebang. 4. Sosialisasi proses perijinan penebangan kayu yang berasal dari hutan rakyat yang berlaku sangat diperlukan supaya tidak menyulitkan dan merugikan masyarakat pemilik lahan. 5. Perlu terus diupayakan penyuluhan bagi kelompok tani pemilik lahan agar lebih yakin bahwa mereka akan mendapatkan manfaat yang maksimal bila pohon yang mereka tanam dipelihara dengan baik dan dipanen pada masanya nanti (umur masak tebang). Dengan demikian tanpa paksaan pun mereka mau menanam kembali lahan bekas tebangan tersebut agar dapat dipanen pada periode berikutnya. Hal ini perlu dukungan semua pihak yang terkait. V. KESIMPULAN Pengembangan pengelolaan hutan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus memperbaiki dan mempertahankan kualitas lingkungan perlu dukungan semua pihak dan peran aktif masyarakat. Dengan demikian hutan rakyat tetap dapat mendukung tersedianya bahan baku industri yang berkualitas dan berkelanjutan. Pemerataan jenis pohon yang ditanam di lahan hutan rakyat perlu dikembangkan agar jenis pohon yang dimanfaatkan dapat bervariasi sesuai kegunaannya. 56

Dalam kegiatan pemanenan kayu di hutan rakyat, khususnya kegiatan penebangan kayu harus diatur benar-benar oleh pihak pemerintah dan dituangkan dalam landasan hukum yang kuat. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan penebangan kayu dapat dilakukan secara selektif, yaitu dengan memilih kayu-kayu yang sudah masak tebang/siap dipanen. Di samping itu juga untuk mengendalikan masyarakat dalam melakukan penebangan kayu, meskipun penebangan dilakukan di lahan miliknya sendiri. Sebab jika tidak dikendalikan, kerusakan hutan rakyat akan sulit dielakkan. Semuanya itu harus ada kerjasama yang baik antar semua pihak yang terkait, termasuk partisipasi masyarakat sekitar secara aktif. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Siaran Pers Pusat Informasi Kehutanan tentang Hutan Rakyat Indonesia sangat Prospektif untuk Industri Kehutanan, No. S.375/II/PIK-1/2005, tanggal 7 Juni 2005. Website: htpp:/www.dephut.go.id. Diakses tanggal 8 Juni 2005.. 2006. Menjaga Hutan dari Ambang Kehancuran. Harian Kedaulatan Rakyat, tanggal 29 Mei 2006, Hlm. 19. PT Balai Pustaka Kedaulatan Rakyat. Yogyakarta. Atmosuseno, B.S. 1998. Budi daya, kegunaan, dan prospek sengon. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta. Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Website http://www.google.co.id. Diakses tanggal 28 Juni 2006. 57