Pengendapan Anggaran WAHYUDI KUMOROTOMO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia pada Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2006 Kepada Semua Provinsi

Outlook Dana Desa 2018 Potensi Penyalahgunaan Anggaran Desa di Tahun Politik

BAB I PENDAHULUAN. juga sudah diakui pula sebagai masalah internasional. Tindak pidana korupsi telah

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. birokrasi pemerintah (Yogi dan M. Ikhsan, 2006). Jika kualitas pelayanan publik

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Sinergi DPD- RI dan Pemda Dalam Penyusunan APBD Pro- Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. mewarnai perekonomian Indonesia sehingga beberapa sektor ekonomi yang. menjadi indikator PDB mengalami pertumbuhan negatif.

BAB I PENDAHULUAN. serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tataran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

Perencanaan dan Penganggaran: Analisis Kasus di Daerah

TREN PENANGANAN KASUS KORUPSI SEMESTER I 2017

MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Trend Pemberantasan Korupsi 2013

Satu Dasawarsa Pemberantasan Korupsi Pendidikan, Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch Jakarta, 29 Agustus 2013

Bab I Pendahuluan. pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab.

2 tersebut dilihat dengan adanya Peraturan Mahkamah agung terkait penentuan pidana penjara sebagai pengganti uang pengganti yang tidak dibayarkan terp

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

TUGAS AKHIR. Oleh : AHMAD NURDIN L2D

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Nama : ALEXANDER MARWATA

Peta Potensi Korupsi Dana Kapitasi Program JKN

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini korupsi sudah menjadi penyakit

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

I. PENDAHULUAN. terkait dengan kesejaheteraan hidup, gaji yang diterima betul-betul harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. menciptakan good governance. Hal ini ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32

LIMA ARAH PEMBERANTASAN KORUPSI Usulan Agenda Antikorupsi Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. merasuk ke semua sektor di berbagai tingkatan pusat dan daerah, di semua

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk yang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kantor Pengelolaan Taman Pintar. Pada BAB 1, penelitian ini menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi merupakan suatu langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah,

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang

2018, No tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka melaksanakan pembangunan desa, pembinaan

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

Tantangan Pelayanan Publik di Bidang Pertanahan

2015, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang PerKoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

POLICY PAPER. : Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia Inisiator : Pusat Kajian Administrasi Internasional LAN, 2007

Executive Summary. PKAI Strategi Penanganan Korupsi di Negara-negara Asia Pasifik

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

Oleh : Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia KEMENTRIAN HUKUM DAN HAM RI

BAB I. PENDAHULUAN. Pemerintah adalah alat pelaksana pelayanan publik. Pemerintahan hadir

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. (Good Governance and Clean Government) adalah kontrol dan. pelaksana, baik itu secara formal maupun informal.

BAB I PENDAHULUAN. uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya yang menerapkan sistem sentralisasi dimana segala kekuasan dan

Tren Pemberantasan Korupsi Divisi Investigasi Dan Publikasi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG

Trio Hukum dan Lembaga Peradilan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

OBLIGASI PEMERINTAH (GOVERNMENT BOND) VS OBLIGASI DAERAH (MUNICIPAL BOND)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengarahan Presiden RI - Penyerahan DIPA 2016 dan Penganugerahan..., Jakarta 14 Desember 2015 Senin, 14 Desember 2015

KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BERITA NEGARA. No.626, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Reformasi Birokrasi. Kantor Wilayah. Program Aksi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang sistem pengendalian internal pemerintahan (SPIP) mendapat

PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Keuangan telah melakukan perubahan kelembagaan yaitu. peningkat- an efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja birokrasi dalam

Pengawasan dan pengendalian; 7. Pemberian pertimbangan hukum; dan/atau. 8. Mitigasi risiko hukum dan non hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I membahas permasalahan yang melatarbelakangi penelitian, pertanyaan

Obligasi Daerah Dinilai Dapat Mempercepat Pembangunan Daerah

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, permasalahan akuntabilitas publik menjadi sangat penting

BAB 1 INTRODUKSI. 1.1 Latar Belakang. Tanggal 15 Januari 2014, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan gerak yang tidak dapat dibendung akibat sistem penyelenggaraan

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN. pusat atau disebut pemerintah dan sistem pemerintahan daerah. Dalam praktik

-1- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Pengendapan Anggaran WAHYUDI KUMOROTOMO Kompas Cetak 21 September 2015 Di tengah pelambatan ekonomi nasional, berita mengendapnya anggaran publik di daerah tentu kurang menggembirakan. Data dari Direktorat jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, hingga semester I-2015, baru 25 persen total dana APBD yang dialokasikan. Secara nominal, dana di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota yang belum dialokasikan bagi pembangunan mencapai Rp 255 triliun. Sebagian besar disimpan dalam bentuk giro dan deposito di bank pembangunan daerah ataupun bank komersial. Dengan asumsi mengendapnya anggaran itu terjadi karena ketakutan kepala daerah dan otoritas anggaran untuk mengalokasikan dana, pemerintah kini tengah merancang produk peraturan anti-kriminalisasi pejabat. Melengkapi UU No 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tiga produk hukum dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden, atau instruksi presiden tengah disiapkan untuk menjamin agar otoritas anggaran tidak takut mengambil inisiatif kebijakan serta memperlancar alokasi anggaran. Bukan rahasia lagi, banyaknya pejabat daerah yang masuk penjara mendorong aparat "main aman" dengan menghindari posisi sebagai otoritas anggaran atau hanya melakukan alokasi kegiatan rutin, bukan kegiatan pembangunan yang bermanfaat bagi rakyat. Namun, sebelum kebijakan anti-kriminalisasi diberlakukan, perlu dipahami bahwa mengendapnya anggaran publik sebenarnya terkait pelbagai masalah yang lebih kompleks. Kurangnya sumber daya manusia pendukung desentralisasi fiskal, kegagalan reformasi birokrasi, konflik dalam penegakan hukum, siklus anggaran, hingga kurangnya dukungan e-budgeting adalah sebagian dari masalah yang harus dipahami dengan jernih. Setelah kebijakan desentralisasi fiskal berjalan sejak 2001, efektivitas kebijakan anggaran pemerintah dalam mendorong ekonomi nasional kian tergantung kepada kapasitas pemerintah daerah. Mengingat bahwa lebih dari sepertiga volume anggaran publik kini berada di tangan otoritas fiskal di daerah, banyak aspek kebijakan yang sesungguhnya tergantung kepada 1

bagaimana aparat di daerah menggunakan otoritas itu untuk memakmurkan rakyat. Sayangnya, penyerahan otoritas anggaran kepada daerah selama ini belum disertai dengan upaya serius untuk mengembangkan kapasitas aparat. Sistem administrasi pemerintahan masih terpengaruh pola Orde Baru yang mengutamakan sentralisasi kekuatan di pusat dan mengutamakan pengembangan sumber daya birokrasi pada pemerintah pusat. Ditambah kompleksitas politik yang kian menggerus profesionalisme aparat di daerah, krisis SDM di daerah semakin membuat minimnya peran anggaran publik. Sejak 2008, pemerintah gencar mengampanyekan kebijakan reformasi birokrasi guna mengatasi rendahnya daya saing nasional. Namun, garis kebijakan yang diambil bagi reformasi birokrasi tampaknya belum juga membuahkan hasil. Birokrasi publik gagal menjadi penunjang produktivitas nasional, tetapi sebaliknya justru menjadi sumber dari berbagai persoalan. Belum lama berselang, Presiden Joko Widodo gusar karena waktu tunggu kapal di Pelabuhan Tanjung Priok yang begitu lama hingga mencapai 14 hari, sangat jauh jika dibanding catatan Klang Port di Singapura yang hanya dua hari. Bahkan, untuk urusan yang menyangkut kebutuhan aparat sendiri, birokrasi publik kita gagal memberikan layanan yang baik. Kasus keterlambatan uang saku hingga lima bulan bagi peserta Program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Pedesaan (PSP3) di Maluku beberapa waktu lalu menunjukkan birokrasi kita kurang memiliki empati dan responsivitas, bahkan ketika berurusan dengan kesejahteraan aparat sendiri. Di tingkat nasional, kebijakan reformasi birokrasi selama ini cenderung bersifat formalistis dan hanya mengedepankan penambahan remunerasi bagi PNS. Kegagalan reformasi birokrasi ini mengakibatkan kerugian dari dua aspek. Pertama, kinerja birokrasi dalam pelayanan publik belum dapat ditingkatkan seperti ditunjukkan dalam berbagai indikator daya saing dan produktivitas nasional yang masih buruk. Kedua, pemberian remunerasi telah mengakibatkan beban APBN yang semakin berat untuk menjalankan birokrasi publik, sedangkan kontribusinya bagi kemakmuran rakyat tetap rendah. Administrasi vs pidana Logika pemerintah untuk merancang kebijakan anti-kriminalisasi bagi otoritas anggaran sangat tepat jika mencermati ketakutan para pejabat selama ini. 2

Sudah ratusan gubernur, bupati, wali kota, atau anggota DPRD yang menjadi terpidana korupsi. Tahun 2014, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa ada 43 kepala daerah menjadi tersangka korupsi. Ini belum ditambah dengan ribuan kasus yang melibatkan kepala dinas yang menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK). Upaya pemidanaan terhadap pejabat yang korup tetap harus dilakukan dan bahkan diperkuat agar tercipta birokrasi yang bersih. Namun, masalahnya adalah bahwa tak semua kasus yang diperkarakan di pengadilan benar-benar dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Dari pengalaman sebagai saksi ahli atau pengamat sidang-sidang yang melibatkan pejabat daerah, dapat dilihat bahwa tidak semua kasus karena tindakan korupsi dalam arti sebenarnya sesuai dengan rasa keadilan masyarakat, yaitu menggunakan uang negara untuk pribadi atau kelompok, menyalahgunakan uang negara atau merugikan kepentingan publik. Cukup banyak pejabat pemerintah di daerah yang harus masuk penjara karena kesalahan prosedur, ketidaktahuan dalam mengikuti sistem administrasi keuangan, atau kebijakan yang dilakukan dengan menerobos peraturan birokrasi yang terlalu ketat. Ketika kebanyakan aparat birokrasi publik ogah menjadi otoritas anggaran karena risiko terseret korupsi untuk masalah prosedural, inilah saatnya bagi semua pihak untuk mencari jalan keluar yang tepat. Yang terjadi di Indonesia saat ini adalah kurang adanya perbedaan yang jelas dalam penegakan hukum terkait kebijakan aparat, terutama antara hukum administrasi (administratief rechtelijk) dan hukum pidana (straf rechtelijk). Karena kepentingan-kepentingan sempit di antara para penegak hukum, banyak kasus pelanggaran prosedur yang sebenarnya masuk wilayah hukum administratif tetap ditangani sebagai perkara pidana korupsi kendatipun dalam proses persidangan tak benar-benar bisa dibuktikan keuntungan finansial yang diperoleh seorang pejabat. Oleh sebab itu, penegak hukum perlu benar-benar cermat dalam melihat sebuah pelanggaran. Penegak hukum harus bisa membedakan antara kebijakan yang diambil untuk mempercepat proses pembangunan dan keputusan yang benar-benar melanggar hukum karena memperkaya diri sendiri dan orang lain. Presiden Jokowi dalam pidato Hari Bakti Adhyaksa Ke- 55 mengingatkan secara tegas agar aparat kejaksaan tak menjadikan tersangka korupsi "sebagai mesin ATM". Ungkapan spontan ini mewakili kenyataan yang cukup sering terjadi di lapangan bahwa aparat pemerintah 3

yang terindikasi penyimpangan prosedur kemudian diperas oleh aparat penegak hukum untuk memperkaya diri sendiri. Selain mengakibatkan wibawa hukum dalam perkara korupsi merosot, tindakan penegak hukum tersebut mengakibatkan persoalan sistemik karena tidak banyak lagi aparat birokrasi yang bersedia mengambil risiko untuk menjadi KPA, PPK, atau jabatan apa pun yang menyangkut penggunaan anggaran pemerintah. Peringatan Presiden itu tentunya berlaku bagi semua unsur penegak hukum, yaitu jaksa, polisi, hakim, dan penyidik KPK. Memutus kelembaman Mengendapnya anggaran akan mengakibatkan dua persoalan bagi upaya pemerintah untuk menggenjot kinerja ekonomi. Pertama, efek pengganda (multiplier effect) dari sektor publik terhadap ekonomi nasional akan terus menurun. Ketika anggaran pemerintah gagal menjadi stimulus bagi berbagai bentuk usaha yang lesu, pelambatan ekonomi akan lebih terasa dalam skala nasional. Kedua, mengendapnya anggaran membawa pengaruh inflasif bagi ekonomi. Bunga yang harus dibayar Bank Indonesia bagi dana publik yang disimpan dalam bentuk giro maupun deposito di daerah mengakibatkan inflasi tinggi. Perputaran dana hanya terjadi di sektor finansial, bukan di sektor riil yang sebenarnya lebih dibutuhkan bagi peningkatan kemakmuran rakyat. Untuk memastikan supaya birokrasi publik dapat melaksanakan berbagai macam kegiatan secara efektif dan menyerap anggaran melalui berbagai program yang bermanfaat langsung bagi rakyat, semangat reformasi birokrasi harus benar-benar dinyalakan untuk tujuan memberikan yang terbaik buat rakyat. Kelembaman (inertia) yang selama ini berlangsung dalam birokrasi publik harus diputus. Inovasi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik harus senantiasa didorong dan diberi penghargaan yang semestinya, bukan justru dibatasi oleh berbagai macam prosedur yang menghambat. Dalam buku Integrating Performance and Budgets (2007), Breul dan Moravitz mengatakan, tantangan utama bagi pemanfaatan anggaran publik yang optimal adalah mengaitkan besaran anggaran dengan kinerja pelayanan publik serta mengatasi sekat-sekat biaya (cost silos) akibat terpecah-pecahnya kegiatan dalam berbagai unit organisasi pemerintah. Di Indonesia, keharusan mengikuti prosedur lelang mendorong otoritas anggaran memecah kegiatan dalam porsi yang lebih kecil. Selain mengakibatkan rendahnya serapan anggaran, kecenderungan ini juga mengakibatkan minimnya daya ungkit anggaran publik terhadap kegiatan ekonomi yang produktif bagi masyarakat. 4

Transparansi dan akuntabilitas anggaran juga merupakan persoalan pokok di sebagian besar daerah di Indonesia. Seperti yang terjadi dalam kasus Pemprov DKI Jakarta, upaya untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas melalui penerapan e-budgeting ternyata masih sering menghadapi resistensi, baik di antara aparat birokrasi maupun di antara politisi yang memiliki kepentingan sempit terkait alokasi anggaran publik. Yang juga perlu diluruskan adalah, kinerja birokrasi tak identik dengan serapan anggaran. Dengan semakin banyak anggaran publik yang mengendap di bank- bank pembangunan daerah, upaya untuk mendorong serapan yang lebih optimal memang sangat penting. Namun, penggunaan anggaran publik yang serampangan semata-mata untuk mengejar target alokasi juga akan mengakibatkan persoalan karena pemborosan atau berkurangnya manfaat langsung dari penggunaan anggaran pemerintah. Betapapun, indikator penting bagi anggaran publik adalah kemanfaatannya dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat. WAHYUDI KUMOROTOMO Guru Besar di Magister Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada 5