KEPATUHAN ORANG TUA TENTANG DIET GLUTEN FREE DAN CASEIN FREE DENGAN PERILAKU ANAK AUTIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai nampak

Kata kunci : Autisme, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF. Keywords : Autisme, Compliance of Parent, Diet GFCF

Murdiyanta, et al, Faktor Ibu Dalam Pemilihan Makanan Pada Anak Autis di...

HUBUNGAN ANTARA DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU HIPERAKTIF ANAK AUTIS

PENELITIAN. Perbandingan Kemajuan Terapi Anak Autisme Dengan Diet CFGF Dan Tanpa Diet CFGF Pada Yayasan Pengembangan Potensi Anak (YPPA) Padang

METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

PUBLIKASI ILMIAH. Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Pada Program Studi Gizi FIK UMS.

GAMBARAN POLA PERILAKU ANAK PENYANDANG AUTISME DENGAN PENERAPAN DIET GLUTEN FREE-CASEIN FREE

Online di :

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah anak autis baik di dunia maupun di Indonesia

HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI BAHAN MAKANAN SUMBER GLUTEN DAN KASEIN DENGAN PERILAKU AUTISTIK ANAK AUTIS USIA 5-12 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

PENGARUH DIET BEBAS GLUTEN DAN KASEIN TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK AUTIS DI SLB KHUSUS AUTISTIK FAJAR NUGRAHA SLEMAN, YOGYAKARTA

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan di seputar dunia autistik semakin banyak dan semakin

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang

Ternyata Dimas Autis. Berawal dari Kontak Mata 1

Lampiran 1. Karakteristik Responden (Ibu) 1. Nama 2. Tempat, Tanggal lahir..., Usia... tahun 4. Alamat

BAB I PENDAHULUAN. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya dapat

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. faktor genetik yang menjadi potensi dasar dan faktor lingkungan yang. hambatan pada tahap selanjutnya (Soetjiningsih, 2009).

Penelitian Keperawatan Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERILAKU IBU DAN KONSUMSI JENIS MAKANAN SUMBER GLUTEN DAN KASEIN PADA ANAK AUTIS DI YAYASAN PUTRA PUTRI CERDAS MANDIRI, CIPUTAT, TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu elemen yang penting untuk menentukan maju

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah Descriptive Correlation yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup ilmu kedokteran jiwa. Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah.

HUBUNGAN KEIKUTSERTAAN ORGANISASI DENGAN REGULASI DIRI PADA REMAJA : STUDI KASUS DI SMA N 2 NGAWI

( Eldyana Aprila) ( )

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Cara Pemilihan Contoh

Kata kunci: Anak autis, pengajaran berstruktur, metode TEACCH.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Daya Beli Makanan dengan Status Gizi pada Remaja di SMP Negeri 2 Banjarbaru

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

METODOLOGI. n = 2 (σ 2 ) (Zα + Zβ) δ 2

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB III METODE PENELITIAN. kader terhadap motivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif di wilayah kerja

TINGKAT PENGETAHUAN TERHADAP POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI TAMAN KANAK KANAK DENPASAR SELATAN

METODE PENELITIAN. n =

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

PENGARUH SARAPAN PAGI TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA MURID SEKOLAH DASAR ( Studi di SDN 1 Wates, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo )

BAB III METODE PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Gizi Seimbang dan Pola Makan Anak Autis di SDNLB Lubuk Pakam Tahun 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango. Utara, Kabupaten Bone Bolango pada tanggal 10 Mei Juni 2013

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan waktu Jumlah dan Cara penarikan Contoh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Karangtempel Kec. Semarang Timur, Semarang dan Bidan Praktik Mandiri

BAB III METODA PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental yang bersifat

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG STIMULASI VERBAL DENGAN PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK PRASEKOLAH DI TK PGRI 116 BANGETAYU WETAN

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi

HUBUNGAN PERAN IBU DALAM PEMILIHAN ALAT PERMAINAN DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK USIA 4-6 TAHUN DI YAYASAN AR-RAHMAH KABUPATEN LUMAJANG

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

Lampiran 1. Di Klinik Pelangi Centre Developmental Neurorehabilitation Mayak, Tonatan, Ponorogo. Nov. Jan. Okt. Mar. Des. Sept. Feb. Mei. Jul.

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN GIZI ANAK DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA TODDLER ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Universitas Diponegoro Tembalang dan Lapangan Basket Pleburan, Semarang.

SKRIPSI. Oleh : TITIK DWI LESTARI NIM:

HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB III METODE PENELITIAN

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu

BAB III METODE PENELITIAN

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif yaitu untuk

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

e-journal Keperawatan (e-kp) Volume 6 Nomor 1, Februari 2018

METODOLOGI. n = (Z /2) 2 X σ 2. n = X n = 54 siswa

BAB III METODE PENELITIAN. analitik dengan menggunakan cross sectional yaitu pengumpulan data

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menggunakan metode. adanya perlakuan dari peneliti (Nursalam, 2013).

BAB III METODA PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross

III. METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan ini merupakan suatu penelitian deskriptif analitik

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

METODE. PAUD Cikal Mandiri. PAUD Dukuh. Gambar 2 Kerangka pemilihan contoh. Kls B 1 :25. Kls A:20. Kls B 2 :30. Kls B:25. Kls A:11

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Apakah Autisme Itu? Author: Stanley Bratawira

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

Transkripsi:

KEPATUHAN ORANG TUA TENTANG DIET GLUTEN FREE DAN CASEIN FREE DENGAN PERILAKU ANAK AUTIS Jannatur Rahmah 1, Noor Diani 2, Kurnia Rachmawati 3 1 Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat 2 Bagian Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Univeritas Lambung Mangkurat 3 Bagian Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Email korespondensi: Rahmahjannatur22@gmail.com ABSTRAK Menghindari makanan yang mengandung gluten maupun casein merupakan salah satu upaya mengurangi perilaku autis karena kedua zat tersebut dapat mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga menimbulkan gangguan perilaku. Kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet harus konsisten agar perilaku anak dengan autis mengalami perbaikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 31 orang dan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan uji Spearman s Correlation. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan koefisien korelasi sebesar -0,453 dan signifikansi hasil penelitian 0,010 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hubungan antara kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin memiliki korelasi sedang, signifikan dan negatif (tidak searah). Diharapkan orang tua mencari informasi tentang diet gluten free dan casein free melalui media massa, mengikuti seminar, talkshow, atau pelatihan serta menerapkan diet gluten free dan casein free pada anak dengan autis. Kata-kata kunci: gluten, casein, perilaku autis. ABSTRACT Avoiding food containing gluten and casein is one of the efforts to reduce autistic behaviors because the two substances can effect the central nerve system which leads to behavioral abnormality. The parents compliance with the diet should be consistent to improve the behaviors of autistic children. The purpose of the study was to find out the relationship between the parents compliance with gluten free and casein free diet and the behaviors of austistic children. This study was an observational analytical research which employed cross sectional approach with a total respondents of 31 people and utilized purposive sampling method. This study was used Sprearman s Correlation test. The result of the study indicated that the correlation coefficient was 0,453 and the significance of research results was 0,010 it could be inferred that the relationship between the parents compliance with gluten free and casein free diet and the behaviors of autistic children had medium, significant and negative correlation (irrelevant). It was suggested that the parents should look for the information about gluten free and casein free diet through mass media, seminars, talkshows, or trainings and apply gluten free and casein free diet to autistic children. Keywords: gluten, casein, autistic behaviors. 16

PENDAHULUAN Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang secara menyeluruh mengganggu fungsi kognitif, emosi, dan psikomotorik anak (1). Anakanak dengan gangguan autisme biasanya kurang minat untuk melakukan kontak sosial, tidak adanya kontak mata selain itu anak-anak dengan gangguan autisme memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan terlambat dalam perkembangan bicaranya (2). Prevalensi autisme beberapa tahun terakhir ini mengalami kenaikan yang signifikan. Center for Diseases Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat pada bulan Maret 2013 melaporkan, bahwa prevalensi autisme meningkat menjadi 1:50 dalam kurun waktu setahun terakhir. Prevalensi autisme di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau berkisar 0,l5-0,20% (3). Data UNESCO pada tahun 2011 mencatat sekitar 35 juta orang dengan rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia memiliki gangguan autisme (4). Menurut Kusumayanti dan Nursanyoto tahun 2005 dalam penelitian Pratiwi pada tahun 2013 perilaku autis digolongkan menjadi dua jenis yaitu perilaku yang eksesif (berlebihan) adalah perilaku yang hiperaktif dan tantrum (mengamuk) seperti menjerit, mengepak, mengigit, mencakar, memukul termasuk juga menyakiti diri sendiri (self abuse) dan perilaku defisit (berkekurangan adalah perilaku yang menimbulkan gangguan bicara atau kurangnya perilaku sosial seperti tertawa atau menangis tanpa sebab serta melamun (5). Anak-anak dengan gangguan autisme memiliki respon sensorik atipikal, kesulitan motorik serta kesulitan fungsional dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari (6). Menurut Reichelt pada tahun 1970 dalam penelitian Sofia menemukan kandungan peptida yang tidak normal dalam urine penderita autisme karena penderita mengonsumsi gluten atau kasein, atau keduanya. Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum, sedangkan kasein adalah protein yang ditemukan di semua susu hewan dan produk-produk olahannya. Bagian yang tidak dapat terpisah dari peptida, yang disebut betacasomorphin dan gliadinomorphin adalah zat yang mirip dengan opioid (7). Kompleksnya permasalahan pada penyandang autisme, dibutuhkan penanganan terpadu yang melibatkan kerja sama tenaga ahli profesional baik dalam aspek medis, psikologi, terapi rehabilitasi medis dan ahli gizi dalam suatu tim kerja (8). Autisme tidak ada obatnya, akan tetapi dengan diagnosis dan intervensi yang lebih awal, peningkatan yang terkadang substansial dapat terjadi (9). Diet Gluten Free dan Casein Free (GFCF) saat ini salah satu dari yang paling umum digunakan untuk gejala autisme (10). Penelitian yang dilakukan oleh Autism Research Institute kepada sejumlah orang tua anak penyandang autisme menemukan bahwa 65% orang tua melaporkan adanya kemajuan perkembangan pada anak dengan diet gluten free dan casein free (11). Kedua jenis bahan tersebut dapat menimbulkan keluhan diare dan hiperaktifitas yang bukan hanya berupa gerakan tetapi juga emosi, seperti marah-marah, mengamuk atau mengalami gangguan tidur (12). Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penerapan diet GFCF pada anak autisme karena pola makan pada anak dengan gangguan autisme tidak terlepas dari peran seorang ibu dalam menyediakan makanan yang baik serta bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya. Penerapan diet bebas gluten bebas kasein yang dilakukan secara tidak konsisten dipengaruhi oleh faktor dukungan keluarga dan lingkungan sekitar termasuk kesediaan makanan yang ada (7, 13). Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan terapis hal ini berdampak pada perilaku anak autis selama berada di Pusat Layanan Autis menjadi mengamuk, lebih hiperaktif dan emosinya tidak terkendali. 17

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free dengan Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu meneliti variabel independen dan dependen secara bersamaan tanpa melihat hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis di Pusat Layanan Autis berdasarkan perjalanan waktu. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan berdasarkan maksud dan tujuan tertentu yang ditentukan oleh peneliti (14). Jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 31 orang. Kriteria inklusi sampel penelitian ini meliputi orang tua yang memiliki anak/merawat anak autis laki-laki dan perempuan yang menjalani terapi di Pusat Layanan Autis, orang tua bersedia sebagai responden dan menandatangani informed consent, diagnosis autis berdasarkan DSM IV dan penderita usia 2 11 tahun. Kriteria eksklusi sampel penelitian ini yaitu mengundurkan diri saat penelitian berlangsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar isian ingatan pangan 24 jam (24 hour food recall) dan lembar observasi perilaku anak autis dari ATEC (Autism Treatment Evaluation Checklist). Variabel independen dalam penelitian ini adalah kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku anak autis. Diet bebas gluten dan bebas kasein diet tanpa gluten dan kasein adalah menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein artinya seratus persen benar-benar tanpa gluten dan kasein. Diukur dengan menggunakan lembar isian ingatan pangan 24 jam (24- hour food recall). Dari daftar makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh anak autis pada ingatan pangan 24 jam akan dapat diketahui kepatuhan orang tua dan diklasifikasikan menjadi patuh dan tidak patuh terhadap diet gluten free dan casein free. Skala data untuk variabel ini berupa skala ordinal. Perilaku anak autis adalah semua yang dilakukan oleh anak autis. Beberapa perilaku anak autis menunjukkan perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya dapat ditunjukkan dalam situasi kehidupan sehari-hari. Observasi dilakukan pada semua item yang terdapat dalm ATEC yaitu komunikasi dan bahasa, kemampuan bersosial, kemampuan sensorik dan kesehatan/fisik/perilaku. Observasi lebih mendalam pada item perilaku anak autis dilakukan oleh 1 orang terapis dan 1 orang tua meliputi 25 item pada domain kesehatan/fisik/perilaku. Perilaku anak autis diobservasi dengan menggunakan lembar observasi ATEC yang akan diklasifikasikan menjadi autisme ringan dan autisme berat. Observasi perilaku anak autis akan dikategorikan berdasarkan pengkategorian jenjang (ordinal) (15). Skala data untuk variabel ini adalah ordinal. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil langsung oleh peneliti kepada responden dari hasil pengisian lembar isian ingatan pangan 24 jam dan lembar observasi perilaku anak autis ATEC (Autism Treatment Evaluation Checklist). Data ini diperoleh dari lembar isian ingatan pangan 24 jam selama 3 hari tidak berurutan untuk memperoleh kebiasaan makan anak autis dan perilaku anak autis dilihat dari lembar observasi 18

ATEC kemudian dilakukan pengolahan data yang terdiri dari 4 tahap, yaitu: editing, coding, entry data, dan tabulating. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Dari hasil pengolahan data didapatkan karakteristik responden yang memiliki anak dengan autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik responden penelitian Hubungan Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free dengan Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Juli-September 2014 (n=31) Responden Frekuensi Presentasi Usia - 21 30 tahun 14 orang 45,16% - 31 40 tahun 14 orang 45,16% - > 40 tahun 3 orang 9,68% Pekerjaan Orang Tua - Tidak bekerja 5 orang 16,10% - Ibu rumah tangga 19 orang 61,30% - Wiraswasta 6 orang 19,40% - Pegawai swasta 1 orang 3,20% Dari 31 orang responden pada penelitian ini usia responden termuda adalah berusia 22 tahun dan tertua berusia 56 tahun. Usia orang tua terbanyak pada rentang usia 21-30 tahun dan 31-40 tahun sedangkan paling sedikit pada usia di atas 40 tahun. Sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai ibu rumah tangga dalam usia produktif, diketahui bahwa mereka sudah menerapkan diet gluten dan kasein pada anak mereka tetapi dalam pelaksanaannya belum konsisten. Orang tua masih kesulitan dalam menjalankan diet gluten dan kasein pada anak mereka salah satunya karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung seperti makanan jajanan mengandung gluten dan kasein yang mudah didapatkan oleh anak dengan autis. Peran ibu sangat dibutuhkan dalam pengawasan pada pola makan anak dengan autis karena ibu sebagai orang terdekat sekaligus penyelenggara makan pada anak. Sebagian besar responden pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Komitmen sangat dibutuhkan dalam menjalankan diet bebas gluten dan kasein pada anak karena harus dilakukan di rumah, sekolah dan dimanapun saat anak makan. Selain komitmen ibu, rendahnya keterlibatan orang-orang dirumah dalam penerapan diet, seperti anggota keluarga bebas memberikan makanan pada anak mengakibatkan anak akan sering melihat dan terbiasa dengan kebiasan-kebiasaan buruk tersebut yang akan berpengaruh pada penerapan diet yang dijalaninya. Selain itu rendahnya pengasawaan dalam hal makan tentu akan memengaruhi pola makan anak autisme itu sendiri. Dari hasil pengolahan data didapatkan karakteristik anak dengan autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Karakteristik anak dengan autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Juli-September 2014 (n=31) Karakteristik anak Frekuensi Presentasi Usia anak - 3-6 tahun 16 orang 51,60% - 7-11 tahun 15 orang 48,40% Jenis kelamin - Laki-laki 29 orang 93,50% - Perempuan 2 orang 6,50% Dari data yang didapatkan, usia anak autis termuda adalah berusia 3 tahun dan tertua berusia 11 tahun. Menurut Pratiwi dalam penelitiannya tahun 2013 autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun yang menyebabkan mereka tidak mampu 19

berkomunikasi maupun mengekspresikan keinginannya, sehingga mengakibatkan terganggunya perilaku dan hubungan dengan orang lain. Sebagian besar anak dengan autis berjenis kelamin laki-laki yaitu terdapat 29 orang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa prevalensi penderita autis lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan (4:1) (16). Pada anak laki-laki lebih rentan menyandang autisme dibandingkan anak perempuan. Hal ini dikarenakan anak laki-laki memilki hormon testosteron yang mempunyai efek yang bertolak belakang dengan hormon esterogen pada perempuan, hormon testosteron menghambat kerja RORA (retinoic acid-related orphan receptoralpha) yang berfungsi mengatur fungsi otak, sedangkan esterogen meningkatkan kinerja RORA (17). Tingkat Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Dari perhitungan data diperoleh Tingkat Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin seperti pada tabel 3. Tabel 3. Kategorisasi Kepatuhan Orang Tua tentang Diet Gluten Free dan Casein Free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Juli-September 2014 (n=31) Kepatuhan Frekuensi Presentase Orang Tua Patuh 9 orang 29,03% Tidak Patuh 22 orang 70,97% free di Pusat Layanan Autis Banjarmasin yaitu sebanyak 22 orang (70,97%). Diet bebas gluten dan bebas kasein adalah menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein artinya seratus persen benar-benar tanpa gluten dan kasein. Diukur dengan menggunakan lembar isian ingatan pangan 24 jam (24-hour food recall). Hasil jawaban dari lembar observasi isian pangan 24 jam kebanyakan orang tua belum mematuhi diet gluten free dan casein free yaitu berjumlah 9 orang disebabkan beberapa makanan yang mengandung gluten seperti lumpia, roti tawar, mie instan, nugget, jagung, resoles, pastel, bihun, bakso, ayam goreng tepung terigu, pisang goreng lapis tepung terigu dan pempek serta makanan yang mengandung kasein seperti es krim, susu sapi, susu sapi kemasan dan coklat yang dihindari belum diketahui oleh orang tua, makanan yang disajikan untuk anak autis disamakan dengan anggota keluarga lain di rumah. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi dalam menerapkan diet GFCF seperti faktor lingkungan yang tidak mendukung sepeti ketersediaann makanan mengandung gluten dan kasein serta kurangnya dukungan anggota keluarga sehingga menyebabkan orang tua tidak patuh. Tingkat Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Dari perhitungan data diperoleh tingkat Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin seperti pada tabel 4. Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sebagian besar orang tua tidak patuh dalam menerapkan diet gluten free dan casein 20

Tabel 4. Kategorisasi Tingkat Perilaku Anak Autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Juli-September 2014 (n=31) Kategori Frekuensi Presentase Ringan 31 orang 100,00% Berat 0 orang 0,00% Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan diketahui semua anak autis yaitu 31 orang anak dengan autis memiliki derajat autisme ringan. Perilaku anak autis adalah semua yang dilakukan oleh anak autis. Banyak penelitian mengatakan bahwa pemberian makanan rendah gluten dan rendah kasein pada anak dengan autisme akan memberikan respon terhadap perubahan perilaku. Berat ringannya perilaku pada anak dengan autisme juga dipengaruhi ada tidaknya terapi perilaku, terapi obat dan diet bebas gluten dan bebas kasein sebelumnya. Responden dalam hal ini orang tua yang memiliki anak autis mengakui bahwa ada pengaruh perilaku dengan kebiasaan makan. Gangguan perilaku tersebut seperti berkurangnya hiperaktif anak apabila dikurangi pemberian makanan yang mengandung gluten seperti makanan berbahan tepung terigu dan kasein seperti susu sapi. Pada penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa perilaku anak autis seperti hiperaktif, memukul/melukai diri sendiri, memukul atau melukai orang lain, destruktif/merusak, obsessive speech, dan gerakan mengulang-ulang kebanyakan merupakan masalah sedang. Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan diketahui bahwa sebagian besar anak dengan autis yang orang tuanya tidak patuh menerapkan diet gluten free dan casein free memiliki derajat autis yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan autis yang orang tuanya patuh menerapkan diet gluten free dan casein free. Hubungan Kepatuhan Orang Tua Tentang Diet Gluten Free Dan Casein Free Dengan Perilaku Anak Autis Di Pusat Layanan Autis Banjarmasin Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan Spearman s Correlation. Spearman s Correlation digunakan untuk menguji hubungan antara variabel independen berskala ordinal dan dependen berskala ordinal (18). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pusat Layanan Autis Banjarmasin pada bulan Juli-September 2014 dari 31 orang responden didapatkan hasil hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar -0,453 yang menunjukkan bahwa hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis memiliki hubungan yang sedang. Hubungan kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis memiliki signifikansi hasil penelitian 0,010 (p < 0,05), membuktikan bahwa hubungan antara kedua variabel signifikan. Koefisien korelasi memiliki nilai negatif yaitu -0,453 hal ini dapat diartikan bahwa hubungan kedua variabel tidak searah, apabila kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free tinggi maka skor derajat autis/perilaku anak autis rendah (semakin membaik). Tidak hanya pada derajat autis, secara spesifik orang tua yang menerapkan diet gluten free dan casein free pada skala perilaku anak lebih rendah pada anak yang patuh diet gluten free dan casein free dibandingkan dengan tidak patuh. Hal itu sesuai dengan teori bahwa pada anak dengan autisme dianjurkan untuk berdiet GFCF. Selain dapat memperbaiki gangguan pencernaan, gluten dan kasein juga bisa mengurangi gejala atau tingkah laku autistik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan diet 21

makanan, hindari pemberian makanan yang mengandung glutein dan kasein. Anak penyandang autis memiliki kondisi tubuh yang tidak sama dengan anak normal yaitu terdapat gangguan pada sistem pencernaanya. Gangguan pencernaan pada anak autis yaitu terdapatnya luka radang pada illeum, bagian usus halusnya. Adanya luka ini memungkinkan anak autis tidak bisa mencerna peptida yang berasal dari gluten dan casein. Penelitian yang dilakukan oleh Karl Reichelt bahwa terdapat peptida pada urin anak penyandang autis. Peptida adalah molekul pendek yang terbentuk secara teratur dari asam amino dan berupa gumpalan-gumpalan protein (19). Reichelt menemukan bahwa sebagian besar dari peptida yang terkandung di dalam urin terbentuk karena mengkonsumsi gluten dan casein dalam dietnya. Bagian yang tidak terlepas dari peptida adalah casomorphin dan gluteomorphin, adalah zat yang mirip dengan opioid. Anak penyandang autis yang kelebihan opioid menunjukkan gejala seperti pada orang yang kecanduan heroin atau morfin. Reaksi opioid adalah kerusakan otak seperti halnya narkoba yang menyebabkan otak rusak. Pada kasus autis, yang menjadi penyebab adalah konsumsi gluten dan casein bukan heroin atau morphin (19). Menurut Washnieski pada tahun 2009 dalam penelitian Sofia menyebutkan bahwa sebagian besar orang tua mengakui makanan yang dilarang kadang-kadang diberikan kepada anak-anak secara sengaja, dan beberapa anak benar-benar mengalami kemunduran dalam perilaku ketika makanan tersebut diberikan (7). Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa orang tua yang patuh menerapkan diet bebas gluten dan kasein yaitu 9 orang melihat terjadinya perubahan perilaku pada anak mereka yang lebih terarah dibandingkan mereka yang tidak patuh menerapkan diet bebas gluten dan kasein. Beberapa perilaku tersebut diantaranya anak menjadi lebih tenang, mudah diberikan instruksi saat terapi, tidak mudah menangis ataupun marah. Pada penelitian ini kebanyakan responden yaitu tidak patuh tentang diet gluten free dan casein free. Orang tua sudah mencoba untuk menerapkan diet ini namun tidak sepenuhnya meninggalkan makanan yang mengandung gluten dan kasein. Dari lembar ingatan pangan 24 jam diketahui bahwa beberapa orang tua memberikan makanan yang mengandung gluten dan kasein pada anak dengan autis diantaranya ayam dan pisang goreng lapis tepung terigu, pastel, resoles yang mengandung gluten dan coklat, susu, es krim yang mengandung kasein. Salah satu anak dengan autisme yang diberikan makanan mengandung gluten dan kasien oleh orang tuanya akan tampak perilaku memukul diri sendiri dan orang lain, merusak benda, rutinitas kaku, berteriak dan menjerit, serta gelisah yang menjadi masaah kecil, kemudian perilaku hiperaktif, obsessive speech, dan gerakan mengulang-ulang merupakan masalah sedang. Pada salah satu anak dengan autisme lainnya memukul/melukai orang lain dan sering gelisah merupakan masalah sedang sedangkan perilaku hiperaktif merupakan masalah serius. Melalui penelitian Reichelt menemukan bahwa menghilangkan makanan yang mengandung gluten dan kasein dari diet seseorang dengan autis membawa kemajuan yang sangat signifikan, baik dalam hal perilaku maupun kondisi fisik penderita (12). Thompson dalam Washnieksi tahun 2009 dalam penelitian Sofia menyatakan bahwa ketika seseorang menerapkan diet ini, maka mereka harus mengikutinya dengan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Melalui terapi ini dapat membantu meringankan beberapa perilaku autistik yang diperlihatkan anak 22

dengan menerapkan diet gluten free dan casein free (7). Keberhasilan diet dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat mendukung. Keterlibatan orang-orang di rumah pada pelaksanaan terapi akan menyita perhatian dan memberi pengaruh kepada seluruh keluarga di rumah yang secara tidak langsung menimbulkan tuntutantuntutan/penyesuaian dari anggota keluarga tersebut. Anak autisme akan menjadikan orang tua dan saudara kandungnya sebagai contoh (7). Beberapa upaya diperlukan agar orang tua dapat menerapkan diet GFCF dengan tepat pada anaknya. Informasi yang terpercaya, tepat, dan mudah diperoleh sangat dibutuhkan orang tua yang berharap untuk mengikuti diet ini, karena keterbatasan sifat dari diet dan pentingnya kepatuhan yang tepat pada diet. Membantu orang tua mengerti tentang mekanisme fisiologi dibalik penerapan diet mungkin dapat membantu mereka merasa lebih nyaman dalam menerapkan diet. Kemudahan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan mengetahui dasar ilmu dibalik diet mungkin dapat membantu orang tua mengerti prosesnya lebih baik karena tanpa 100% kepatuhan terhadap diet, kekuatan dari diet tersebut tidak akan terlihat (7). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pratiwi pada tahun 2013 tentang Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein dengan Skor Perilaku Autis menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara skor frekuensi diet bebas gluten dan casein dengan skor perilaku autis (5). Penelitian Hartiningrum pada tahun 2012 tentang Gambaran Pola Perilaku Anak Penyandang Autisme Dengan Penerapan Diet Gluten Free-Casein Free (gfcf) di Sekolah Inklusi Cahaya Bangsa Khatulistiwa Pontianak terdapat perbaikan pola perilaku pada anak penyandang autisme dengan penerapan diet GFCF (20). Kelemahan dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan menggunakan lembar observasi sehingga data yang didapat kurang mendalam dan bersifat subjektif. Lembar observasi ATEC yang digunakan tidak spesifik menilai perilaku anak dengan autis. Keterbatasan waktu penelitian juga menjadi penghambat sehingga peneliti tidak dapat mengobservasi semua sampel penelitian. PENUTUP Kesimpulan yang dapat diambil dari peneliatian ini adalah sebanyak 22 orang tua tidak patuh menerapkan diet gluten free dan casein free di Pusat Layanan Autis. Sebagian besar anak yang orang tuanya tidak patuh menerapkan diet gluten free dan casein free memiliki nilai derajat autis lebih tinggi dibandingkan dengan perilaku anak yang orang tuanya patuh menerapkan diet gluten free dan casein free. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis di Pusat Layanan Autis Banjarmasin, memiliki korelasi sedang dan negatif (tidak searah) yang berarti semakin tinggi kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free maka akan semakin rendah skor perilaku anak (perilaku semakin baik). Bagi masyarakat diharapkan mencari informasi tentang diet gluten dan kasein melalui media massa, mengikuti seminar, talkshow, atau pelatihan mengenai diet gluten dan kasein pada anak dengan autis. Bagi orang tua hendaknya menerapkan diet gluten free dan casein free dengan menghindari makanan yang mengandung gluten dan kasein. Bagi perawat hendaknya memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada orang tua tentang pentingya dalam menerapkan diet gluten free dan casein 23

free pada anak dengan autis dan pengaruhnya terhadap perilaku anak autis. Bagi peneliti selanjutnya direkomendasikan untuk melakukan penelitian tentang kepatuhan orang tua tentang diet gluten free dan casein free dengan perilaku anak autis menggunakan metode eksperimen sehingga data yang diperoleh lebih mendalam. KEPUSTAKAAN 1. Safaria T. Autisme: pemahaman baru untuk hidup bermakna bagi orang tua. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005. 2. Yuwono J. Memahami anak autistik (kajian teoritik dan empirik). Bandung: Penerbit Alfabeta, 2012. 3. Mashabi NA, Tajudin NR. Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan pola makan anak autis. Makara Kesehatan 2009; 13 (2): 84-86. 4. Anonymous. Penderita autism di Indonesia terus meningkat, tak banyak tenaga medis yang tertarik 2013; (online), (http://www.jpnn.com/read/2013/04/12 167064/Penderita - Autisme-di- Indonesia Terus-Meningkat-, diakses 23 April 2014). 5. Pratiwi RA. Hubungan skor frekuensi diet bebas gluten bebas casein dengan skor perilaku autis. Skripsi. Universitas Diponegoro, 2013. 6. Jasmin E. Impact of sensory responses and motor skills on functional skills in activities of daily living of pre-school children with autism spectrum disorders. Thesis. McGill University, 2007. 7. Sofia AD, Helwiyah Ropi, Ai Mardhiyah. Kepatuhan orang tua dalam menerapkan terapi diet gluten free casein free pada anak penyandang autisme di yayasan pelita hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran. 8. Ratnawati H. Leaky gut pada autism dalam: penatalaksanaan holistik autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam. FKUI 2003; 237-248. 9. Papalia DE, Old SW, Feldman RD. Human development (psikologi perkembangan) edisi kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008. 10. Adams JB. Summary of biomedical treatment for autism. Asian Research Institute Publication 2007; 40:7-8. 11. Adams JB, delson SM, Grandin T, Rimland B. Advice for parent of young autistic children 2004. 12. Kusumayanti GAD. Pentingnya pengaturan bagi anak autis. Jurnal Ilmu Gizi 2011; 2 (1): 1-8. 13. Ramadayanti S, Margawati A. Perilaku pemilihan makanan dan diet bebas gluten bebas kasein pada anak autis. Journal of Nutrition Collage 2013; 2 (1): 35-43. 14. Dharma KK. Metodologi penelitian keperawatan (pedoman melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian). Jakarta: Trans Info Media, 2011. 15. Azwar S. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. 16. Nugraheni, SA. Efektivitas Diet Bebas Gluten Bebas Casein terhadap Perubahan Perilaku Anak Autis. Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2008. 17. Haryadi D. Pedoman Singkat Menghitung Kebutuhan Gizi Anak Autis Untuk Mahasiswa Gizi. 24

Pontianak: Dpd Persagi Kalimantan Barat, 2009. 18. Pallant J. Spss survival manual a step by step guide to analysis using spss 4 th edition. Australia: Everbest Printing Co, 2011. 19. Kessick R. Autisme dan pola makan yang penting untuk anda ketahui. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011. 20. Hartiningrum YPA. Gambaran pola perilaku anak penyandang autisme dengan penerapan diet gluten freecasein free (gfcf) di sekolah inklusi cahaya bangsa khatulistiwa Pontianak. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Program Studi Pendidikan Dokter Pontianak, 2012. 25