II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI UBI KAYU (TAPIOKA) BERBASIS NERACA MASSA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

cair (Djarwati et al., 1993) dan 0,114 ton onggok (Chardialani, 2008). Ciptadi dan

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

TANAMAN PENGHASIL PATI

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging di Indonesia setiap tahunnya terus meningkat. Hal ini

Perancangan Mesin Pembuat Tepung Tapioka

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PENGOLAHAN UMBI GANYONG

AgroinovasI Pengupas: Alat penyawut:

Kajian Kinerja Mesin Pengaduk Pada Proses Pembuatan Pati Aren (Arenga pinnata Merr.)

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

I. PENDAHULUAN. Permintaan tapioka di Indonesia cenderung terus meningkat. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. masih bertumpu pada beras. Meskipun di beberapa daerah sebagian kecil penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Singkong (Manihot utilissima) atau yang biasa disebut juga dengan nama

OLEH: YULFINA HAYATI

BIOETANOL DARI PATI (UBI KAYU/SINGKONG) 3/8/2012

KAJIAN KINERJA MESIN PENGADUK PADA PROSES PEMBUATAN PATI AREN (ARENGA PINNATA MERR.) 1

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

BAB III TATA LAKSANA PELAKSANAAN

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. kedua terbesar setelah padi, sehingga singkong mempunyai potensi. bebagai bahan baku maupun makanan ringan. Salah satunya dapat

PENGOLAHAN TALAS. Ir. Sutrisno Koswara, MSi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center IPB 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

24/05/2013. Produksi Bersih (sebuah pengantar) PENDAHULUAN. Produksi Bersih (PB) PB Merupakan pendekatan yang cost-effective

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengolahan Sagu (Metroxylon) sebagai Bahan Baku Pembuatan Es Krim

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses pertumbuhannya yaitu berkisar antara ºc dan baik di tanam pada

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

KAJIAN PENERAPAN ALAT PENEPUNG PISANG UNTUK PENINGKATAN NILAI TAMBAH DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Gambar tanaman dan wortel. Tanaman wortel. Wortel

UJI GLUKOSA DAN ORGANOLEPTIK KUE BOLU DARI PENAMBAHAN TEPUNG GAPLEK DAN BEKATUL SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. penyebarannya terbanyak di pulau Jawa dan Sumatera, masing-masing 50% dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyebaran ubi kayu atau singkong ke seluruh wilayah nusantara terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan, bahan baku makanan,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI BUAH PISANG DALAM MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DI LAMPUNG SELATAN

KERUPUK UDANG ATAU IKAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Modifikasi Pemarut pada Mesin Penyuwir Daging Ikan untuk Bahan Baku Abon Ikan

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

KUALITAS BIOETANOL LIMBAH PADAT BASAH TAPIOKA DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA. Skripsi

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

Didalam pembuatan minyak goreng dapat dikelompokkan menjadi

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

EXECUTIVE SUMMARY TUGAS PERANCANGAN PABRIK KIMIA PRA-RANCANGAN PABRIK WONOCAF DENGAN BAHAN BAKU UBI KAYU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN SUMBER KARBOHIDRAT

3. METODOLOGI PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. beberapa asupan kedalam tubuh. Beberapa asupan yang dibutuhkan oleh tubuh

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan yang antara lain terdiri atas padi, jagung, kedelai, kacang tanah,

Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Tepung Tapioka Skala Rakyat Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan prospek pengembangan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri tepung tapioka termasuk industri hilir, di mana industri ini melakukan proses pengolahan dari bahan baku singkong yang berasal dari petani menjadi tepung tapioka (Rochaeni dkk., 2007). Tujuan dari industri pengolahan singkong ini adalah untuk menciptakan nilai tambah dan menambah umur simpan dari suatu produk. Industri tepung tapioka banyak terdapat di daerah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan baik skala rumah tangga maupun pabrikan. Produksi tepung tapioka skala rakyat banyak dikerjakan dengan alat sederhana. Berbagai karakteristik industri tersebut adalah modal relatif kecil, biaya perawatan relatif tinggi, teknologi yang digunakan umumnya sederhana, dan kualitas produk umumnya rendah (Damardjati, 1995). Beberapa kendala yang dihadapi terutama pada industri kecil dan menengah dalam proses pengolahan adalah lamanya proses pengendapan dan kualitas warna tepung tapioka yang relatif kurang baik, karena sering terjadi proses pencokelatan. Selain itu, pemanfaatan kapasitas produksi juga belum bisa dilakukan dengan

5 baik, karena penggunaan mesin pengolahan yang belum optimal sehingga sering tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Ketersediaan bahan baku dan minat masyarakat untuk membudidayakan singkong dari setiap wilayah juga sangat mempengaruhi kuantitas tapioka yang dihasilkan dari masing-masing industri di setiap wilayah. Lampung merupakan wilayah yang lebih maju dibandingkan dengan daerah Jawa Timur yang merupakan daerah kedua penghasil singkong terbesar setelah Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2012 memiliki luas panen, produktivitas, dan produksi singkong masing-masing sebesar 324.749 hektar; 258,57 kuintal/ha; dan 8.387.351 ton, kemudian diikuti oleh Jawa Timur yang memiliki luas panen 189.982 hektar; produktivitas 223,50 kuintal/ha; dan produksi 4.246.028 ton singkong (BPS, 2012). Indonesia pada tahun 2013 memiliki data sementara sekitar 1.061.254 hektar lahan untuk penanaman singkong yang menghasilkan 23.824.008 ton singkong. Sedangkan untuk di Lampung sendiri memiliki 314.607 hektar lahan untuk penanaman singkong yang menghasilkan 8.237.627 ton singkong (BPS, 2013). 2.2 Singkong Singkong merupakan tanaman daerah tropis dan mempunyai kemampuan adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Selain itu, singkong walaupun pada keadaan kurang subur dan kurang air namun cukup gembur dapat memberikan hasil yang memuaskan. Singkong merupakan makanan pokok nomor tiga setelah padi dan jagung yang mempunyai komposisi kimiawi seperti yang tertera pada Tabel 1.

6 Tabel 1. Komposisi Kimia Singkong Segar Kadar Air Kadar Pati Serat Kadar Protein Mineral Sumber: Tonukari, 2004. Komposisi Jumlah (%) 70 24 2 1 3 Berdasarkan sifat fisik dan kimia, singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2 3 cm dan panjang 50 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Sifat fisik dan kimia singkong sangat penting artinya untuk pengembangan tanaman yang mempunyainilai ekonomi tinggi. Karakterisasi sifat fisik dan kimia singkong ditentukan olahsifat pati sebagai komponen utama dari singkong (Susilawati dkk., 2008). Singkong sangat berarti dalam usaha penganekaragaman pangan penduduk maupun sebagai bahan baku industri, bahan makanan serta bahan pakan ternak. Pengolahan singkong dapat menghasilkan berbagai produk seperti tepung gaplek, gula cair, dan tepung tapioka. Di antara produk pengolahan singkong yang paling banyak adalah tepung tapioka (Koswara, 2009). Menurut Radjit dan Prasetiaswati (2011), sebagian besar (72%) singkong dikonsumsi, hanya sebagian(13%) dimanfaatkan untuk industri, dan sisanya untuk pakan (2%). Oleh karena itu agar tidak terjadi konflik kepentingan antara bahan pangan, pakan, dan industri maka produksinya perlu ditingkatkan.

7 2.3 Tepung Tapioka Tepung tapioka adalah salah satu hasil olahan dari singkong. Tepung tapioka umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat dalam industri makanan. Sedangkan ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat Indonesia mengenal dua jenis tepung tapioka, yaitu tepung tapioka kasar dan tepung tapioka halus. Tepung tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran singkong yang masih kasar, sedangkan tepung tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi (Suprapti, 2005). Tepung tapioka sering digunakan sebagai pengganti tepung sagu karena sifat keduanya hampir sama. Warna putih yang dimiliki oleh tepung tapioka banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarna putih alami. Umumnya tepung tapioka digunakan juga sebagai pengental makanan karena efeknya akan kental dan bening saat dipanaskan. Kelemahan dalam penggunaan tepung tapioka adalah tidak larut dalam air dingin, pemasakannya memerlukan waktu yang cukup lama dan pasta yang terbentuk cukup keras. Indonesia adalah produsen tepung tapioka nomor dua di Asia setelah Thailand. Produksi rata-rata tepung tapioka Indonesia mencapai 15 16 juta ton per tahun, sedangkan Thailand 30 juta ton tapioka per tahun dan Vietnam berada pada urutan ketiga yaitu 2 3 juta ton tapioka per tahun (Tarwiyah, 2001).

8 Di Lampung sendiri, untuk industri tapioka skala menengah dapat berproduksi sekitar 20 80 ton tepung tapioka per hari. Sedangkan untuk industri tapioka skala besar mampu berproduksi sekitar 300 ton tepung tapioka per hari (Hidayat dkk., 2009). Jumlah output yang dihasilkan dari industri tepung tapioka dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya bahan baku, cuaca, dan iklim serta proses pengolahan. 2.4 Proses Produksi Tepung Tapioka Pembuatan tepung tapioka dapat dilakukan dalam skala rumah tangga (menggunakan alat-alat yang ada di dapur) maupun skala komersial (menggunakan alat-alat khusus). Bahan baku berupa singkong dan memerlukan banyak air. Keluaran proses produksi selain tapioka, dihasilkan limbah cair dan limbah padat berupa onggok dan kulit. Proses pengupasan dan pencucian dilakukan secara manual, sedangkan pemarutan, ekstraksi, dan penghancuran secara mekanik (Badan Litbang Pertanian, 2011). Secara tradisional, pembuatan tepung tapioka memerlukan jumlah air yang banyak sekali, yaitu untuk mengolah 1 ton singkong segar diperlukan air sebanyak 14.000 18.000 liter. Dengan teknologi yang lebih baik, jumlah air dapat dikurangi hingga menjadi 8.000 liter per ton singkong. Kapasitas dari setiap industri skala rumah tangga biasanya sekitar 2 ton singkong segar per hari yang dapat menghasilkan rendemen 15 25 % dengan kadar air 18 % (Koswara, 2009).

9 Standar mutu tepung tapioka berdasarkan SNI No. 01-2973-1992, ditentukan oleh kadar air (maksimal 15%); kadar serat dan kotoran (maksimal 0,6%); derajat keputihan (minimal 92 % untuk Mutu II dan minimal 94,5% untuk Mutu I) dan kekentalan (3 4 Engler untuk Mutu I dan 2,5 3 Engler untuk Mutu II) (BSN, 1992). Proses pengolahan tepung tapioka dimulai dari singkong diterima di gudang, lalu dicuci dan dikupas, terus digiling dalam mesin penggiling. Dalam proses menggiling, yang keluar adalah ampas dan sari pati yang merupakan tepung tapioka. Selanjutnya, sari pati dikeringkan (dijemur) untuk disimpan di gudang. Proses produksi tapioka terdiri dari pencucian dan pengupasan, pemarutan, ekstraksi, pengendapan pati, dan pengeringan seperti pada Gambar 1. Singkong Pencucian dan Pengupasan Pemarutan Singkong Bubur Pati Ekstrasi Pengendapan Pati Ampas Air Limbah Pati Pengeringan Tepung Tapioka Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Tapioka (Badan Litbang Pertanian, 2011).

10 Berikut adalah penjelasan prosedur pengolahan singkong menjadi tepung tapioka: a. Pencucian dan pengupasan Singkong dicuci untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat berupa tanah, getah, dan benda asing lainnya dengan rotary wash machine (Gambar 2) yang berupa bak memanjang yang dilengkapi dengan sudusudu putar, bagian bawah terbuat dari jeruji besi yang dipasang melengkung berjarak 2 cm. Bak pencucian ini terdiri dari tiga bagian bawah masing-masing dibatasi sekat pemisah setinggi kurang lebih 40 cm, sehingga ada tiga tahapan pencucian. Tahap pertama menggunakan air kotor yang berasal dari buangan separator, sedangkan tahap kedua dan ketiga menggunakan air bersih untuk pencuciannya. Tujuan pencucian yaitu untuk menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan umbi singkong serta mengurangi kandungan HCN (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005). Gambar 2. Proses Pencucian Singkong (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005).

11 Setelah dicuci, singkong dihilangkan kulit arinya yang berwarna kecokelatan dengan menggunakan root peeler (Gambar 3). Proses ini menghasilkan kotoran berupa kulit dan tanah serta air limbah. Operator harus mengoptimalkan jumlah singkong yang akan dikupas sesuai dengan kapasitas mesin. Gambar 3. Proses Pengupasan Kulit Ari Singkong (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005). b. Pemarutan singkong Singkong yang sudah bersih kemudian diparut untuk memisahkan granula pati dari dinding sel sehingga diperoleh 90% atau lebih granula pati dengan menggunakan high speed raasper (Gambar 4).

12 Gambar 4. Proses Pemarutan Singkong (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005). Bubur singkong hasil dari pemarutan kemudian ditampung dalam bak atau wadah yang tidak korosif. Pemarut terdiri dari beberapa bagian penting yaitu tenaga penggerak, silinder pemarut (Gambar 5), as besi, dinding, dan rangka mesin. Unit mesin pemarut digerakkan oleh mesin diesel dengan daya 7,5 HP. Silinder pemarut berupa silinder kayu yang pejal dengan diameter 40 cm dan panjang 45 cm, mata parut terbuat dari potongan gergaji besi yang dipotong-potong dengan ukuran tertentu dan dibenamkan pada silinder kayu tersebut (Guritno, 2011).

13 Gambar 5. Silinder Pemarut Singkong Bagian-bagian utama mesin pembuat tepung tapioka yang dirancang oleh Aninditya adalah rol penggilas, poros, puli, sabuk V, rantai, penyaring serta pemarut (Soegihardjo dan Aninditya, 2005). Dalam rancangan tersebut, mekanisme pemarut dan mekanisme pemerasan/penggilas menggunakan dua motor yang berbeda seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6.

14 Keterangan: 1. Mekanisme pemarut 2. Mekanisme penggilas dan penyaring 3. Tutup silinder pemarut 4. Motor penggilas 5. Rol penggilas 6. Rantai penghubung sproket motor penggilas dan sproket mekanisme penggilas 7. Penampung ketela pohon sebelum diparut (hopper) 8. Plat penyalur hasil parutan menuju bagian penggilas 9. Plat berlubang (sebagai penyaring) 10. Penampung campuran tepung tapioka dan air sesudah proses penggilasan dan penyaringan 11. Saluran pembuangan ampas sisa penggilasan dan penyaringan 12. Rantai penggerak rol penggilas 13. Motor pemarut 14. Puli silinder pemarut 15. Sproket Gambar 6. Mesin Pembuat Tepung Tapioka (Soegihardjo dan Aninditya, 2005).

154 c. Ekstrasi pati Bubur singkong yang dihasilkan dari proses pemarutan singkong diekstrasi menggunakan saringan goyang (sintrik) (Gambar 7). Bubur singkong diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan tersebut bergerak, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yangdihasilkan ditampung dalam bak pengendapan. Gambar 7. Proses Ekstraksi Pati (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005). Proses ekstrasi ini menghasilkan ampas berupa onggok. Ekstraksi dengan menggunakan saringan goyang ini terdiri dari 5 atau 6 bingkai saringan 80 100 mesh berukuran 1 m 1 m yang dipasang secara horisontal pada sebuah kerangka kayu yang digerakkan dengan mesin. Rendemen tapioka berkisar antara 19 24% (Fauzi dkk., 2012). d. Pengendapan pati Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam seperti pada Gambar 8. Air di bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan.

165 Gambar 8. Proses Pengendapan Pati (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005). Proses pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan tepung tapioka murni dari bagian lain seperti ampas dan unsur-unsur lainnya. Pada proses pengendapan ini akan terdapat butiran tapioka termasuk protein, lemak dan kandungan lainnya (Bank Indonesia, 2012). e. Pengeringan Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan cara menjemur tepung tapioka yang dimasukkan di dalam tambir kemudian diletakkan di atas rak-rak bambu (Gambar 9) selama 1 2 hari (tergantung dari cuaca). Pengeringan bertujuan untuk menguapkan kandungan air sehingga diperoleh tepung tapioka yang kering. Endapan tepung tapioka yang berbentuk semi cair mengandung air sebanyak 40%. Gumpalan tepung tapioka yang keluar dari pengeringan langsung dihancurkan untuk memperoleh tepung tapioka yang diinginkan.

17 6 Gambar 9. Proses Pengeringan Tapioka (Direktorat Pengolahan Pangan Hasil Pertanian, 2005). Hasil dari proses penghancuran tersebut masih berupa tepung kasar. Untuk mendapatkan tepung tapioka yang halus maka perlu dilakukan penyaringan ulang atau diayak. Tepung tapioka yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15 19% (Bank Indonesia, 2012). 2.5 Onggok Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik pengolahan tepung tapioka. Proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka menghasilkan limbah yang biasa disebut onggok. Proses pengolahan tepung tapioka menghasilkan limbah padat sekitar 2/3 hingga 3/4 bagian dari bahan mentahnya. Untuk memproduksi tepung tapioka dengan bahan baku satu ton singkong dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tepung

187 tapioka dan semakin luasnya areal penanaman dan produksi singkong (Sihombing, 2007). Di Provinsi Lampung, pada produksi 300 ton singkong basah per hari, umumnya dihasilkan tepung tapioka sekitar 20 % dan sisanya sebesar 80 % atau sebesar 240 ton limbah padat berupa tanah, kulit singkong, dan onggok per hari (Susilawati dkk., 2008). Mengingat tingginya hasil sampingan dari produksi tepung tapioka, maka dapat dimanfaatkan menjadi produk yang lebih berdaya guna. Onggok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tepung karena kandungan karbohidrat yang tersisa pada onggok tersebut masih cukup banyak sebesar 65,9% (Retnowati dan Susanti, 2009). Tepung onggok yang dihasilkan memiliki ratarata kadar air 12% dengan lama pengeringan berkisar antara 6 7 jam. Padatepung onggok dilakukan uji karakteristik fisik yang meliputi derajat putih dan derajat keasaman, sedangkan uji organoleptik meliputi kriteria warna, aroma, dan tingkat kesukaan (Sari, 2013). Onggok yang dihasilkan oleh industri tepung tapioka skala rakyat biasanya mencapai 828.965 ton dari bahan baku 15.351.200 ton singkong yang diolah menjadi tepung tapioka. Jumlah tersebut cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ternak, apalagi kandungan patinya bisa mencapai 12,41%. Banyaknya onggok yang dihasilkan dipengaruhi oleh varietas singkong, umur singkong, lokasi, dan kasar halusnya parutan yang digunakan serta skala industri yang memproduksi tepung tapioka tersebut (Rahmarestia, 2007).