PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TRIPLE HELIX SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF. Dewi Eka Murniati Jurusan PTBB FT UNY ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEREKONOMIAN INDONESIA

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1 Ratih Purbasari_

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

Industri Kreatif Jawa Barat

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

Pendekatan Desain Bagi Industri Kerajinan Kreatif Sebuah Usulan Bagi Program Implementasi Ekonomi Kreatif Di Sektor Industri Kerajinan Indonesia 1

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

Menuju Revolusi Ketiga Sains Teknologi:

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun masehi, berkembang melalui penemuan mesin-mesin

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG EKONOMI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

EKONOMI KREATIF DALAM PERSPEKTIF PERDAGANGAN, HAMBATAN DAN PERAN PERGURUAN TINGGI

BAB I PENDAHULUAN. Sakur, Kajian Faktor-Faktor yang Mendukung Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Spirit Publik, Solo, 2011, hal. 85.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

PENGUATAN KELEMBAGAAN DAN DASAR HUKUM UNTUK REVITALISASI DEWAN RISET DAERAH * Oleh: Berna Sudjana Ermaya **

PEMETAAN INDUSTRI KREATIF BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil PT.Bonli Cipta Sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung

Kebijakan Mutu Akademik FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM MALANG

TERMS OF REFERENCE (TOR) EAGLE AWARDS DOCUMENTARY COMPETITION 2014

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

Dampak Positif Ekonomi Kreatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha lainnya. Menurut Porter dalam Solihin (2012 :42), intensitas

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

PROGRAM KERJA FAKULTAS

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL BBS 2016 Literasi Bahasa, Sastra, dan Budaya di Era Industri Kreatif

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

PENINGKATAN DAYASAING UKM EKONOMI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN KOMPETENSI PRODUK LOKAL

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

Perkembangan Industri Kreatif

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya adalah sektor UKM. Berkaitan dengan hal ini, paling tidak terdapat

BAB 1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM) Jalan Semarang 5, Malang Telepon: Laman:

MEMBANGUN INDUSTRI TELEKOMUNIKASI, INFORMATIKA DAN MEDIA NASIONAL YANG KONDUSIF UNTUK INVESTASI

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015

PENDAHULUAN Latar Belakang

memberikan kepada peradaban manusia hidup berdampingan dengan

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

CIPTAKAN PENGUSAHA MUDA KREATIF & BRILIAN

INDUSTRI KREATIF: MOTOR PENGGERAK UMKM MENGHADAPI MASAYARAKAT EKONOMI ASEAN. Vita Kartika Sari 1 ABSTRAK

[DOCUMENT TITLE] [Document subtitle] [DATE] [COMPANY NAME] [Company address]

KORPORASI USAHA PERDESAAN SALAH SATU ALTERNATIF PENGEMBANGAN EKONOMI DESA SESUAI NAFAS PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri kreatif dibagi menjadi 15 subsektor, diantaranya: mode,

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

VISI MISI BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO MASA JABATAN TEMA MERETAS KESETARAAN DAN KEBERSAMAAN UNTUK MENGEMBANGKAN UNG

1.4 Metodologi Penelitian

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

Transkripsi:

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM TRIPLE HELIX SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN INDUSTRI KREATIF Dewi Eka Murniati Jurusan PTBB FT UNY ABSTRAK Industri kreatif telah membuktikan proporsi kontribusinya yang signifikan dan terus meningkat dalam pendapatan negara. Namun demikian, pengembangan industri kreatif di Indonesia memiliki beberapa kendala antara lain adalah permasalahan regulasi dan proteksi pemerintah serta kurangnya pengetahuan teknologi dan inovasi yang dimiliki oleh para pelaku bisnis. Dibutuhkan intervensi beberapa pihak untuk mendorong munculnya pionir-pionir baru dan mengembangkan sayap pelaku bisnis industri kreatif, yaitu pihak akademisi perguruan tinggi, pemerintah, dan pelaku bisnis yang terangkum dalam Triple Helix. Dalam triple helix, setiap pihak tidak terpisahkan dengan pihak lain. Setiap pihak juga diharapkan untuk memberikan kontribusi yang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya secara sinergis dan seimbang. Pihak akademisi perguruan tinggi sebagai kaum intelektual memegang peran penting dalam pengembangan industri kreatif, mengingat akademisi sangat erat dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi penelitian. Oleh karenanya, transfer pengetahuan, teknologi dan inovasi berikut pendampingan sangat relevan untuk pengembangan industri kreatif. Hal ini sekaligus menunjukkan komitmen akademisi perguruan tinggi untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional. Kata Kunci: industri kreatif, perguruan tinggi, Triple Helix PENDAHULUAN Tema industri kreatif Indonesia 2009 yang diangkat menjadi slogan Indonesia telah menunjukkan dukungan nyata pemerintah terhadap sektor ekonomi kreatif Indonesia. Pengembangan dan dukungan pemerintah terhadap industri kreatif ini dilatarbelakangi fakta yang menyatakan bahwa industri kreatif memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kenaikan produk domestic bruto negara, jumlah tenaga kerja, tingkat partisipasi tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, pertumbuhan ekspor dan jumlah perusahaan berbasis industri kreatif. Industri kreatif dapat diartikan sebagai industri yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual (Simatupang, 2008). Era industri kreatif hadir pada fase keempat peradaban manusia, setelah era pertanian, industri, dan informasi. Nilai ekonomi dari suatu produk atau jasa di era kreatif tidak lagi ditentukan oleh bahan baku atau 1

sistem produksi seperti pada era industri, tetapi pada pemanfaatan teknologi, kreativitas dan inovasi. Industri tidak dapat lagi bersaing di pasar global dengan hanya mengandalkan harga atau mutu produk saja, tetapi bersaing berbasiskan teknologi, inovasi, kreativitas dan imajinasi (Esti dan Suryani, 2008). Departemen perdagangan mengklasifikasikan industri kreatif atas 14 (empat belas) sektor meliputi periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, film-video dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbit dan percetakan, layanan komputer, radio dan televisi (Simatupang, 2008). Dalam perkembangannya, beberapa sektor industri ikut mengambil bagian sebagai inkubator industri kreatif, seperti agrobisnis, kuliner, dan otomotif. Para pelaku bisnis dalam industri kreatif ini banyak didominasi oleh para pemilik industri kecil dan menengah Negara Indonesia yang kaya akan ke-khasan lokalnya, merupakan potensi besar bagi pengembangan industri kreatif. Walaupun kontribusi industri kreatif bagi pertumbuhan ekspor relative kecil, namun sektor ini terus menunjukkan kenaikan kontribusi yang signifikan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif ini bukan tanpa hambatan. Beberapa kendala masih harus dihadapi oleh para pelaku bisnis industri kreatif ini, diantaranya adalah: 1. Minimnya perlindungan pemerintah terhadap hak cipta terhadap kreasi produk barang atau jasa. Regulasi pemerintah belum menyebutkan secara jelas dan tindakan yang tegas tentang penjualan hasil karya, HAKI dan penanganan pembajakan. 2. Modal yang dipunyai oleh para pelaku bisnis industri kreatif masih relative kecil. Bank masih merupakan momok bagi industri kecil sehingga ia enggan untuk meminjam. Beberapa alasan yang mendasari perilaku ini adalah adanya birokrasi bank yang masih bersifat menyulitkan pengucuran dana bagi industri kecil, dan tidak adanya jaminan/agunan pinjaman yang layak bagi industri kecil. 3. Kualitas yang kurang terjamin dari produk barang atau jasa industri kreatif. Hal ini dikarenakan kurangnya keterampilan yang dimiliki oleh para pengusaha industri kreatif dalam memproduksi, mengemas yang tidak konsisten dan tidak sesuai dengan standar mutu. Diperlukan lebih dari sekekedar pembenahan dari pihak pemerintah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Menurut Kadiman (2005), dibutuhkan komitmen dan kerja nyata dari ketiga aspek yang disebut sebagai Triple Helix, meliputi A (academician), B (businessman), dan G (government). Untuk menuju ketahanan pangan yang berkelanjutan, Indonesia perlu memberikan dukungan penuh terhadap pemberdayaan para pelaku bisnis yang disinergikan dengan pihak akademisi dan pihak pemerintah itu sendiri. Mengingat bahwa produksi pangan erat kaitannya dengan teknologi, maka sektor pangan juga sangat potensial untuk dijadikan salah satu pelaku industri kreatif di Indonesia. PEMBAHASAN Triple helix merupakan salah satu solusi dari kendala-kendala yang dihadapi oleh para pelku bisnis UMKM termasuk para pelaku bisnis industri kreatif ini. Triple helix mewadahi terciptanya kolaborasi mutualisme antara ketiga pihak yang terlibat 2

didalamnya. Diharapkan hubungan yang lebih terbuka dan saling menguntungkan akan dapat dilakukan antara pihak akademisi dengan pemerintah, akademisi dengan pelaku bisnis, dan pelaku bisnis dengan pemerintah. Komitmen pemerintah untuk menaikkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari anggaran negara hendaknya disikapi akademisi universitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus memberikan kontribusi bagi pembangunan. Akademisi universitas diharapkan untuk dapat berperan lebih banyak dalam pemecahan masalah yang dihadapi pemerintah seperti masalah ekonomi dan social masyarakat. Pemerintah dituntut untuk lebih memberikan kelonggaran dan kemudahan birokrasi, rebulasi dan kebijakan dalam system ekonomi, sehingga para pelaku bisnis dapat menjalankan usahanya secara optima. Sebaliknya, para pelaku bisnis juga diharapkan untuk dapat mengambil bagian sebagai pelaku bisnis yang menjunjung tinggi etika bisnis dan corporate responsibility-nya. Konsep Triple Helix- ABG Tridharma Perguruan Tinggi telah menyebutkan bahwa salah satu kewajiban dosen adalah melakukan penelitian. Dana yang dialokasikan pemerintah untuk membiayai penelitan dimaksudkan untuk memotivasi penelitian-penelitian yang melahirkan inovasi teknologi dan ide kreatif. Namun penelitian yang telah dilakukan banyak berakhir di ruang laboratorium saja atau diarsipkan dalam koleksi perpustakaan. Di dalam triple helix, hasil penelitian akademisi universitas diharapkan tidak hanya melayani kebutuhan ilmu pengetahuan semata, namun juga sebagai solusi permasalahan pemerintah di dalam menentukan kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan masyarakat pebisnis. Pihak pemerintah perlu memberikan stimulus positif yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan investasi bisnis sekaligus mendorong atmosfer bisnis yang kondusif. Caranya adalah dengan mengurangi pembatasan-pembatasan yang menyulitkan perkembangan dan inovasi berbisnis, melindungi karya-karya inovasi bisnis, dan mengimplementasikan aturan pemerintah yang berkaitan etika berbisnis sehingga tercipta persaingan bisnis yang sehat. Di sisi lain, pihak industri juga mempunyai kewajiban untuk memberikan kontribusi dalam menciptkan iklim bisnis yang baik, seperti menerapkan etika berbisnis, berkomitmen pada corporate responsibility, dan menjadi partner pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional. Menyeimbangkan peran dari ketiga pihak yaitu akademisi, pemerintah dan pebisnis ini bukanlah hal mudah. Diperlukan upaya yang berkesinambungan dan dinamis, sehingga setiap pihak diharapkan selalu open-minded dan berusaha melakukan yang terbaik demi kepentingan bersama. Ketiga pihak tidak dapat bergerak sendiri, oleh karenanya diperlukan kerjasama yang sinergis dan seimbang. 3

Akademisi: Transfer Pengetahuan, Hasil Penelitian dan Teknologi, Pemberdayaan Masyarakat Bisnis Kreatif: Inovasi, Etika Bisnis, Corporate Responsibility Gambar: Hubungan Mutualisme Sinergis Triple Helix ABG (Kadiman, 2006) Perguruan Tinggi dan Industri Kreatif Butir ketiga tridharma perguruan tinggi telah menyatakan dengan jelas peran akademisi perguruan tinggi terhadap kebutuhan masyarakat umum yang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya. Sedangkan pada butir pertama dan keduanya, akademisi perguruan tinggi dituntut tidak hanya untuk mengajarkan ilmunya pada mahasiswa, namun juga melakukan penelitian yang mengarah pada penemuan-penemuan inovatif dan kreatif yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan secara teoritik maupun praktis. Jika selama ini pemenuhan share knowledge dan penelitian inovatif dan kreatif hanya terjadi di dalam kalangan pendidikan, antara dosen dengan mahasiswa, maka dengan triple helix diharapkan pihak akademisi juga memegang peran penting dan bertanggung jawab dalam permasalahan social masyarakat. Berbicara tentang industri kreatif berarti berbicara tentang teknologi, inovasi, dan kreativitas. Beberapa kelemahan yang dihadapi oleh para pebisnis, terutama pihak UMKM adalah kurangnya pengetahuan dan implementasi teknologi, dan kurangnya motivasi untuk melakukan perbaikan dan kreativitas. Dukungan pemerintah terhadap pemberdayaan dan pengembangan industri kecil dan menengah untuk ikut mengambil bagian dalam industri kreatif telah diwujudkan pengangkatan tema industri kreatif Indonesia 2009. Hal ini berarti peluang para UMKM untuk menjadi pelaku industri kreatif sangat terbuka lebar. Namun tentu saja hal ini tidak dapat serta merta dilakukan. Pihak UMKM perlu mendapatkan stimulus berupa transfer ilmu pengetahuan dan hasil-hasil penelitian yang mengandung kemajuan teknologi, inovasi dan kreativitas. Dalam hal ini, telah jelas begitu pentingnya andil akademisi perguruan tinggi untuk memberikan kontribusinya pada pengembangan industri kreatif. 4

Akademisi unversitas memainkan peran kunci dalam pengembangan inovasi pengetahuan dan teknologi yang akan ditransferkan pada pihak pelaku bisnis industri kreatif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara (Kadiman, 2006): 1. Melakukan penelitian pendahuluan untuk menguji inovasi dan teknologi tepat guna sebelum sosialisasi pada pelaku bisnis industri kreatif. 2. Menciptakan dan mengembangkan teknologi-teknologi baru untuk mendukung penciptaan industri kreatif. 3. Melakukan edukasi, pelatihan dan pendampingan pada industri kreatif secara berkelanjutan. 4. Mengembangkan teknologi home industri sebagai upaya penciptaan inkubator industri kreatif yang baru. Beberapa contoh peranan akademisi universitas dalam melakuan transfer teknologi, inovasi hasil penelitian dan ilmu pengetahuan pada pengembangan industri kreatif adalah antara lain melalui program Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) yang bekerjasama dengan pemerintah setempat dengan melibatkan industri yang tepat sasaran. Contoh lain adalah kerjasama dengan pihak LIPI dalam program Iptekda yang mempunyai misi mengangkat perekonomian daerah melalui pemberdayaan UMKM kreatif. Dengan keterlibatan penuh dari pihak akademisi, diharapkan penciptaan industri kreatif dapat lebih berhasil. Hal ini secara tidak langsung dapat menjawab permasalahan pemerintah untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif di Indonesia. SIMPULAN Pencanangan industri kreatif Indonesia 2009 diharapkan dapat menjadi semangat baru bagi para pelaku bisnis di Indonesia. Namun UMKM yang diharapkan dapat menjadi bibit-bibit baru industri kreatif tidak dapat bergerak sendiri. Tuntutan untuk menjadi bagian dari industri kreatif adalah penggunaan teknologi, inovasi dan kreativitas. Oleh karenanya, Triple Helix dapat dipandang sebagai salah satu solusi. Didalamnya, terdapat pihak akademisi perguruan tinggi, pemerintah dan pelaku bisnis yang ketiganya harus dapat bekerjasama secara sinergis dan seimbang menjalankan masing-masing peranannya. Akademisi dalam hal ini memegang peran kunci untuk memberikan kontribusi transfer ilmu pengetahuannya, hasil-hasil penelitiannya yang mengandung penggunaan teknologi baru, inovasi dan kreativitas. Lebih jauh, pihak akademisi perlu memberikan edukasi dan pendampingan berkelanjutan untuk pengembangan industri kreatif. REFERENSI Esti, R. K, dan Suryani, D, 2008. Potret Industri Kratif Indonesia. Economic Review No. 212. Jakarta. 5

Kadiman, Kusmayanto, 2006. Shaping A B G Innovation: Some Management Issues. Presentasi pada Penutupan MRC Doctoral Jorney Management Pertama. Jakarta: MRC FEUI Meeting. Kadiman, Kusmayanto, 2005. The Triple Helix and The Public. Dipresentasikan pada Seminar on Balanced Perspective in Business Practices, Governance, and Personal Life. Jakarta. Kadiman, Kusmayanto, 2005. Peran Perguruan tinggi dalam Transformasi Agrikultural: Menuju Ketahanan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan. Dipresentasikan dalam Seminar Nasional ASET IPB. Darmaga. Simatupang, Togar M, 2008. Industri Kreatif Indonesia. Bandung: Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung 6