DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

KOMPARASI TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA

BINA MARGA PT T B

BAB IV METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Studi Literatur. Pengumpulan Data Sekunder. Rekapitulasi Data. Pengolahan Data.

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

KOMPARASI HASIL PERENCANAAN RIGID PAVEMENT MENGGUNAKAN METODE AASHTO '93 DAN METODE Pd T PADA RUAS JALAN W. J. LALAMENTIK KOTA KUPANG

Agus Surandono, Putri Maha Suci

BAB IV PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. perumahan Puri Botanical Residence di jl. Joglo Jakarta barat. ditanah seluas 4058

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BEBAN BERLEBIH TRUK BATUBARA TERHADAP UMUR SISA DAN UMUR RENCANA PERKERASAN LENTUR ABSTRAK

Jurnal Teknik Sipil Untag Surabaya 1

ANALISIS PERBANDINGAN PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE BINA MARGA 2013 DAN AASHTO 1993 (STUDI KASUS JALAN TOL SOLO NGAWI STA

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

Jurnal J-ENSITEC, 01 (2014)

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR JALAN BARU MENGGUNAKAN MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN (MDP) 2013

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE ANALISA KOMPONEN SKBI 1987 BINA MARGA DAN METODE AASHTO

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

Jenis-jenis Perkerasan

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

ANALISIS TEBAL PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN 2013 DAN METODE AASHTO (Studi Kasus Ruas Jalan Baron-Tepus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

Wita Meutia Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil S1 Fakultas Teknik Universitas Riau Tel , Pekanbaru Riau,

STUDI BANDING DESAIN TEBAL PERKERASAN LENTUR MENGGUNAKAN METODE SNI F DAN Pt T B

EVALUASI TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR MANUAL DESAIN PERKERASAN JALAN NO.22.2/KPTS/Db/2012 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR RUAS JALAN PARINGIN- MUARA PITAP KABUPATEN BALANGAN. Yasruddin¹)

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian B. Rumusan Masalah

1 FERRY ANDRI, 2 EDUARDI PRAHARA

PERBANDINGAN HASIL PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN TIPE PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN CIJELAG - CIKAMURANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE AASTHO 93

STUDI PENGARUH BEBAN BELEBIH (OVERLOAD) TERHADAP PENGURANGAN UMUR RENCANA PERKERASAN JALAN

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

PERBANDINGAN PERENCANAAN PERKERASAN KAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN KAKU/RIGID PAVEMENT PADA PROYEK REKONSTRUKSI JALAN SOEKARNO HATTA TEBING TINGGI

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR AKIBAT MENINGKATNYA BEBAN LALU LINTAS PADA JALAN SINGKAWANG-SAGATANI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Analisis Desain Perkerasan Kaku Berdasarkan AASHTO Rigid Pavement ARI SURYAWAN (hal. 213)

UJI KOMPARASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR DAN KAKU METODE AASHTO 1993 (STUDI KASUS PROYEK KBK PENINGKATAN JALAN NASIONAL BANYUMANIK BAWEN)

TINJAUAN PUSTAKA. Jalan Soekarno-Hatta adalah jalan lintas sumatera yang membentang dari utara

PREDIKSI ALUR PADA PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA METODE BINA MARGA NOMOR 02/M/BM/2013 DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE TUGAS AKHIR

MODUL RDE - 11: PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

Evaluasi Struktural Perkerasan Kaku Menggunakan Metoda AASHTO 1993 dan Metoda AUSTROADS 2011 Studi Kasus : Jalan Cakung-Cilincing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Baru Menggunakan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013 Dengan Metode Road Note 31

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

ANALISA LIFE CYCLE COST PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN LINGKAR UTARA LAMONGAN

ANALISIS TEBAL LAPIS PERKERASAN DENGAN METODE BINA MARGA 1987 DAN AASHTO Sri Nuryati

Jurnal Fropil Vol 4 Nomor 2 Juli-Des 2016

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Tahapan Penelitian

Optimalisasi Tebal Perkerasan Pada Pekerjaan Pelebaran Jalan dengan Metode MDPJ 02/M/BM/2013 dan Pt T B

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Permukaan tanah pada umumnya tidak mampu menahan beban kendaraan

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN RUAS JALAN DI STA S/D PADA AREAL PERKEBUNAN SAWIT PT. JABONTARA EKA KARSA

Perbandingan Koefisien Kekuatan Relatif dan Umur Rencana Perkerasan Jalan Lapis Aus (AC-WC) menggunakan BNA Blend 75/25 dan Aspal Pen 60/70

BAB I PENDAHULUAN. Metode desain tebal lapis tambah (overlay) terkinimenggunakan. lendutan/defleksi ini menjadi lebih kecil dari lendutan ijin.

BAB I PENDAHULUAN. dalam aktivitas perekonomian di bidang transportasi. Sebab dapat menjamin

Parameter perhitungan

Kata-kata Kunci: Perkerasan kaku, overloading, esa (gandar standard setara), umur perkerasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dasar dan roda kendaraan, sehingga merupakan lapisan yang berhubungan

ISSN PENGARUH KESERAGAMAN NILAI CALIFORNIA BEARING RATIO TANAH DASAR TERHADAP BIAYA KONSTRUKSI PADA RUAS JALAN RING ROAD DI MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan KATA PENGANTAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dwi Sulistyo 1 Jenni Kusumaningrum 2

Evaluasi Kondisi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metoda AASHTO 1993 Studi Kasus: Ruas Ciasem-Pamanukan (Pantura)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sampai saat ini ada 3 (tiga) jenis perkerasan jalan yang sering digunakan, yaitu :

STUDI KASUS: JALAN RUAS KM. 35 PULANG PISAU. Adi Sutrisno 06/198150/TK/32229

PERHITUNGAN TEBAL LAPIS PERKERASAN LENTUR PADA RUAS JALAN SISINGAMANGARAJA PADANG SIDEMPUAN (STA ) DENGAN METODE Pt-T B LAPORAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Jalan merupakan bagian dari infrastruktur transportasi darat yang

Institut Teknologi Nasional

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

PERENCANAAN DAN ESTIMASI BIAYA PELAKSANAAN UNTUK JALAN PENGHUBUNG DI KAWASAN SURABAYA TIMUR

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

ANALISIS TEBAL LAPIS TAMBAH DAN UMUR SISA PERKERASAN AKIBAT BEBAN BERLEBIH KENDARAAN (STUDI KASUS RUAS JALAN NASIONAL DI PROVINSI SUMATERA BARAT)

2.4.5 Tanah Dasar Lapisan Pondasi Bawah Bahu Kekuatan Beton Penentuan Besaran Rencana Umur R

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perencanaan tebal perkerasan yang mempunyai lingkup perencanaan bahan dan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Parameter Desain

(STRENGTH AND LIFE DESIGN ANALYSIS FOR SEMARANG-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Muhammad Nauval Araka Aris, Gerson Simbolan, Bagus Hario Setiadji *), Supriyono *)

melintang atau memanjang dan disebabkan oleh pergerakan plat beton dibawahnya) Kerusakan alur/bahu turun (lane / shoulder drop-off)...

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

KOMPUTERISASI PENENTUAN TEBAL PERKERASAN KAKU DENGAN METODE AASHTO 1993

STUDI PENGARUH PENGAMBILAN ANGKA EKIVALEN BEBAN KENDARAAN PADA PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN FLEKSIBEL DI JALAN MANADO BITUNG

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

PENGARUH KELEBIHAN BEBAN TERHADAP UMUR RENCANA JALAN BAB I PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

BAB I PENDAHULUAN. satu atau beberapa lapis perkerasan dari bahan-bahan yang diproses, dimana

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

ANALISA PERHITUNGAN TEBAL LAPISAN PERKERASAN KAKU DENGAN METODE SNI Pd T PADA PROYEK PELEBARAN JALAN BATAS KOTA MEDAN TEMBUNG LUBUK PAKAM

LAPORAN. Ditulis untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir Semester VI Pendidikan Program Diploma III NIM NIM

KAJIAN PENGGUNAAN LAPIS PONDASI AGREGAT YANG DISTABILISASI SEMEN

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Transkripsi:

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO 199 1 Siegfried 2 & Sri Atmaja P. Rosyidi 1. Metoda AASHTO 9 Salah satu metoda perencanaan untuk tebal perkerasan jalan yang sering digunakan adalah metoda AASHTO 9. Metoda ini sudah dipakai secara umum di seluruh dunia untuk perencanaan serta di adopsi sebagai standar perencanaan di berbagai negara. Metoda AASHTO 9 ini pada dasarnya adalah metoda perencanaan yang didasarkan pada metoda empiris. Parameter yang dibutuhkan pada perencanaan menggunakan metoda AASHTO 9 ini antara lain adalah : a. Structural Number () b. Lalu lintas c. Reliability d. Faktor lingkungan e. Serviceablity 1.1 Structural Number Structural Number () merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficients), dan koefisien drainase (drainage coefficients). Persamaan untuk Structural Number adalah sebagai berikut : Dimana : a 1, a 2, a D 1, D 2, D m 1, m 2, m 1.2 Lalu Lintas = a 1 D 1 + a 2 D 2 m 2 + a D m..(pers. 1) = nilai Structural Number. = koefisien relatif masing masing lapisan. = tebal masing masing lapisan perkerasan. = koefisien drainase masing masing lapisan. Prosedur perencanaan untuk parameter lalu lintas didasarkan pada kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA). Perhitungan untuk CESA ini didasarkan pada konversi lalu lintas yang lewat terhadap beban gandar standar 8.16 kn dan mempertimbangkan umur rencana, volume lalu lintas, faktor distribusi lajur, serta faktor bangkitan lalu lintas (growth factor). 1 Artikel ini merupakan bagian dari Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2007 di bawah proyek penelitian: Pengembangan Metode Integrated Spectral Analysis of Surface Wave (SASW) untuk Evaluasi Nilai Modulus Elastisitas Struktur Perkerasan Jalan di Indonesia; dengan pendanaan dari Departemen Pendidikan Nasional, Indonesia. 2 Peneliti Senior, Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Bandung Staf LATEI; Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 1

1. Reliability Konsep reliability untuk perencanaan perkerasan didasarkan pada beberapa ketidaktentuan (uncertainties) dalam proses perencaaan untuk meyakinkan alternatif alternatif berbagai perencanaan. Tingkatan reliability ini yang digunakan tergantung pada volume lalu lintas, klasifikasi jalan yang akan direncanakan maupun ekspetasi dari pengguna jalan. Reliability didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa tingkat pelayanan dapat tercapai pada tingkatan tertentu dari sisi pandangan para pengguna jalan sepanjang umur yang direncanakan. Hal ini memberikan implikasi bahwa repetisi beban yang direncanakan dapat tercapai hingga mencapai tingkatan pelayanan tertentu. Pengaplikasian dari konsep reliability ini diberikan juga dalam parameter standar deviasi yang mempresentasikan kondisi kondisi lokal dari ruas jalan yang direncanakan serta tipe perkerasan antara lain perkerasan lentur ataupun perkerasan kaku. Secara garis besar pengaplikasian dari konsep reliability adalah sebagai berikut: a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menentukan klasifikasi dari ruas jalan yang akan direncanakan. Klasifikasi ini mencakup apakah jalan tersebut adalah jalan dalam kota (urban) atau jalan antar kota (rural). b. Tentukan tingkat reliability yang dibutuhkan dengan menggunakan tabel yang ada pada metoda perencanaan AASHTO 9. Semakin tinggi tingkat reliability yang dipilih, maka akan semakin tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan. c. Satu nilai standar deviasi (So) harus dipilih. Nilai ini mewakili dari kondisi kondisi lokal yang ada. Berdasarkan data dari jalan percobaan AASHTO ditentukan nilai So sebesar 0.25 untuk rigid dan 0.5 untuk flexible pavement. Hal ini berhubungan dengan total standar deviasi sebesar 0.5 dan 0.45 untuk lalu lintas untuk jenis perkerasan rigid dan flexible. 1.4 Faktor Lingkungan Persamaan persamaan yang digunakan untuk perencanaan AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan percobaan selama lebih kurang 2 tahun. Pengaruh jangka panjang dari temperatur dan kelembaban pada penurunan serviceability belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan, maka penurunan serviceability diperhitungkan selama masa analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan. Penurunan serviceability akibat roadbed swelling tergantung juga pada konstanta swell, probabilitas swell, dll. Metoda dan tata cara perhitungan penurunan serviceability ini dimuat pada Appendix G dari metoda AASHTO 9. 1.5 Serviceability Serviceability merupakan tingkat pelayanan yang diberikan oleh sistem perkerasan yang kemudian dirasakan oleh pengguna jalan. Untuk serviceability ini parameter utama yang dipertimbangkan adalah nilai Present Serviceability Index (PSI). Nilai serviceability ini merupakan nilai yang menjadi penentu tingkat pelayanan fungsional dari suatu sistem perkerasan jalan. Secara numerik serviceability ini merupakan fungsi dari beberapa parameter antara lain ketidakrataan, jumlah lobang, luas tambalan, dll. Nilai serviceability ini diberikan dalam beberapa tingkatan antara lain : 2

a. Untuk perkerasan yang baru dibuka (open traffic) nilai serviceability ini diberikan sebesar 4.0 4.2. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai initial serviceability (Po). b. Untuk perkerasan yang harus dilakukan perbaikan pelayanannya, nilai serviceability ini diberikan sebesar 2.0. Nilai ini dalam terminologi perkerasan diberikan sebagai nilai terminal serviceability (Pt). c. Untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, maka nilai serviceability ini akan diberikan sebesar 1.5. Nilai ini diberikan dalam terminologi failure serviceability (Pf). 2. Persamaan AASHTO 9 Dari hasil percobaan jalan AASHO untuk berbagai macam variasi kondisi dan jenis perkerasan, maka disusunlah metoda perencanaan AASHO yang kemudian berubah menjadi AASHTO. Dasar perencanaan dari metoda AASHTO baik AASHTO 72, AASHTO 86, maupun metoda terbaru saat sekarang yaitu AASHTO 9 adalah persamaan seperti yang diberikan dibawah ini: Po - Pt log 10 Po - Pf log 10 W 18 = Z R So + 9.6log 10 ( + 1) - 0.20 + + 1094 0.40 + ( + 1) 5.19 Dimana: W 18 Z R So Po Pt Pf Mr = Kumulatif beban gandar standar selama umur perencanaan (CESA). = Standard Normal Deviate. = Combined standard error dari prediksi lalu lintas dan kinerja. = Structural Number. = Initial serviceability. = Terminal serviceability. = Failure serviceability. = Modulus resilien (psi) 2.2 log 10 Mr - 8.07..(2). Langkah Langkah Perencanaan Dengan Metoda AASHTO 9 Langkah langkah perencanaan dengan metoda AASHTO 9 adalah sebagai berikut: a. Tentukan lalu lintas rencana yang akan diakomodasi di dalam perencanaan tebal perkerasan. Lalu lintas rencana ini jumlahnya tergantung dari komposisi lalu lintas, volume lalu lintas yang lewat, beban aktual yang lewat, serta faktor bangkitan lalu lintas serta jumlah lajur yang direncanakan. Semua parameter tersebut akan dikonversikan menjadi kumulatif beban gandar standar ekivalen (Cumulative Equivalent Standard Axle, CESA). b. Hitung CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan ini. CBR representatif dari suatu ruas jalan yang direncanakan ini tergantung dari klasifikasi jalan yang direncanakan. Pengambilan dari data CBR untuk perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak 100 meter. Untuk satu ruas jalan yang panjang biasanya dibagi atas segmen segmen yang mempunyai nilai CBR yang relatif sama. Dari nilai CBR representatif ini kemudian diprediksi modulus elastisitas tanah dasar dengan mengambil persamaan sebagai berikut:

E = 1500 CBR (psi) () Dimana : CBR = nilai CBR representatif (%). E = modulus elastisitas tanah dasar (psi). c. Kemudian tentukan besaran besaran fungsional dari sistem perkerasan jalan yang ada seperti Initial Present Serviceability Index (Po), Terminal Serviceability Index (Pt), dan Failure Serviceability Index (Pf). Masing masing besaran ini nilainya tergantung dari klasifikasi jalan yang akan direncanakan antara lain urban road, country road, dll. d. Setelah itu tentukan reliability dan standard normal deviate. Kedua besaran ini ditentukan berdasarkan beberapa asumsi antara lain tipe perkerasan dan juga klasifikasi jalan. e. Menggunakan data lalu lintas, modulus elastisitas tanah dasar serta besaran besaran fungsional Po, Pt, dan Pf serta reliability dan standard normal deviate kemudian bisa dihitung Structural Number yang dibutuhkan untuk mengakomodasi lalu lintas rencana. Perhitungan ini bisa menggunakan grafik grafik yang tersedia atau juga bisa menggunakan rumus AASHTO 9 seperti yang diberikan pada Persamaan 2 diatas. f. Langkah selanjutnya adalah menentukan bahan pembentuk lapisan perkerasan. Masingmasing tipe bahan perkerasan mempunyai koefisien layer yang berbeda. Penentuan koefisien layer ini didasarkan pada beberapa hubungan yang telah diberikan oleh AASHTO 9. g. Menggunakan keofisien layer yang ada kemudian dihitung tebal lapisan masing masing dengan menggunakan hubungan yang diberikan pada Persamaan 1 diatas dengan mengambil koefisien drainase tertentu yang didasarkan pada tipe pengaliran yang ada. h. Kemudian didapat tebal masing masing lapisan. Metoda AASHTO 9 memberikan rekomendasi untuk memeriksa kemampuan masing masing lapisan untuk menahan beban yang lewat menggunakan prosedur seperti yang diberikan pada langkah berikut ini: 1 Surface course D1 2 Base course D2 Subbase course D Road base course D * 1 * 1 a1 * 1 = a1d 1 1 D * D * Gambar 1. Ketentuan Perencanaan Menurut AASHTO 9 - * 2 1 2 a2 * 1 + * 2 2 Dimana: - ( * a 1 + * 2 ) 4

a i D i = Koefisien layer masing masing lapisan. = Tebal masing masing lapisan. i = Structural Number masing masing lapisan. Keterangan : D dan yang mempunyai asterisk (*) menunjukkan nilai aktual yang digunakan dan nilainya besar atau sama dengan nilai yang dibutuhkan. 4. Contoh Perencanaan Jalan (Model Perkerasan di UMY) Jalan percobaan UMY berlokasi di kampus UMY di jalan Lingkar Utara Yogyakarta. Jalan percobaan ini direncanakan untuk lalu lintas sedang dengan nilai kumulatif beban gandar standar ekivalen sebesar 00.000 ESA. Komposisi lapisan yang direncanakan adalah sebagai berikut : a. Lapis permukaan ACWC. b. Lapis Pondasi AC Base. c. Lapis Pondasi Agregat. Sedangkan untuk metoda perhitungan yang digunakan adalah metoda AASHTO 9 dengan mengambil parameter parameter sebagai berikut: a. Initial Present Serviceability Index (Po) = 4.0 b. Failure Serviceability Index (Pf) = 2.0 c. Terminal Serviceability Index (Pt) = 1.5 d. Standard Deviate (So) = 0.45 e. Reliability = 95%, hal ini memberikan nilai Zr = 1.645 Untuk bahan pembentuk perkerasan digunakan sebagai berikut: a. Lapisan aus terdiri dari AC WC dengan Modulus Elastisitas 2,000 MPa dan layer coefficient a = 0.40. b. Lapis pondasi beraspal terdiri dari AC Base dengan Modulus Elastisitas 1,500 MPa dan layer coefficient a = 0.0. c. Lapis pondasi berbutir terdiri dari Lapis Pondasi Atas dengan CBR 90% dan Modulus Elastisitas 200 Mpa (dari hubungan CBR dan modulus di buku AASHTO 9) dan layer coefficient 0.1. d. Tanah dasar dengan CBR sebesar 6% dan Modulus Elastisitas 60 MPa. Hasil dari perencanaan tebal perkerasan untuk lalu lintas 00,000 CESA diberikan pada Gambar 2 sedangkan hasil perhitungan secara tabelaris diberikan pada Tabel 1 berikut ini. 5

AC WC 5 cm AC Base 9 cm Lapis Pondasi 19 cm Tanah Dasar CBR 6% Gambar 2. Sistem Perkerasan Untuk 00,000 CESA Tabel 1. Perhitungan dan Checking Out Tebal Untuk Alternatif Design life = 00,000 CESA a D (inchi) D (cm) 1 0.65 0.40 2.0 5.0 2 1.80 0.0.5 9.0 2.80 0.1 7.5 19.0 D*1 (cm) >= 4.1 OK, karena terpasang 5 cm *1 = 0.8 OK, karena besar sama dengan 1 D*2 (cm) >= 8.6 OK, karena terpasang 9 cm *1+*2 = 1.9 OK, karena lebih besar dari 2 D* (cm) >= 18.6 OK, karena terpasang 19 cm 6