Konsep Perwakilan di Daerah untuk Prngamanan Laut Seiring Implementasi Millenium Development Goals (MDG s)

dokumen-dokumen yang mirip
Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

pres-lambang01.gif (3256 bytes)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NAVIGASI. Pengertian Lintas (Art. Art. 18 LOSC) SELAT SELAT REZIM HAK LINTAS. Dalam arti geografis: Dalam arti yuridis: lain.

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III JALUR ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) dapat segera membuka jalur ALKI Timur Barat, atau jalur ALKI IV.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3647);

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang terus bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan data Departemen

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2002 TENTANG

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 5/Mei/2016. PENEGAKAN HUKUM DI KAWASAN PERBATASAN INDONESIA 1 Oleh: Grace H. Tampongangoy 2

PENYUSUNAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN INDONESIA

TOPIK KHUSUS DIPLOMASI INTERNASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

MASALAH PERBATASAN NKRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Wahyono S. Kusumoprojo, Beberapa Pikiran Tentang Kekuatan dan Pertahanan di Laut,

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3260); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the La

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

xii hlm / 14 x 21 cm

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. atas sekitar pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu terbentang dari timur

luas. Secara geografis Indonesia memiliki km 2 daratan dan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PERMEN-KP/2014 TENTANG WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

PERANANDANKEDUDUKANPEMERINTAHPUSAT DANDAERAHDALAMPENGEMBANGAN WILAYAHPERBATASANLAUT 1

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG PENGAMANAN WILAYAH UDARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah

Pembukaan Undang-Undang Dasar. Penataan Pengamanan Wilayah Maritim guna Memelihara Stabilitas Keamanan dalam Rangka Menjaga Kedaulatan NKRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEMBANGUN KEMITRAAN DENGAN PERGURUAN TINGGI DALAM KAWASAN PERBATASAN KAWASAN NEGARA 1) Dr. Bambang Istijono, ME 2)

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 04 Agustus 2016 s/d 08 Agustus 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Transkripsi:

KONSEP PERWAKILAN DI DAERAH UNTUK PENGAMANAN LAUT SEIRING IMPLEMENTASI MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS (MDG s) Miswan H [1], Dindin Kurnadi [2], Dicky R. Munaf [3] Abstract The Indonesia s Presidential Decree No. 81 on the revitalization of the maritime Safety Agency (MSA) states that this agency s main tack and function is to coordinate the policymaking concerning the integrated safety opeations. This task and function is based on the sustainable development pronciples and the goals of the Indonesia people s welfare. In relation to the task and function, MSA sets up its regional representative councils in three different sea water territories of Indonesia s islands. I. LATAR BELAKANG Revitalisasi institusi koordinasi keamanan laut dilakukan pemerintah melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia no 81 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Keamanan Laut yang tugas pokok dan fungsinya antara lain: mengoordinasikan penyusunan kebijakan dan pelaksanaan operasi keamanan laut terpadu; perumusan dan penetapan kebijakan umum di bidang keamanan laut, serta koordinasi kegiatan keamanan laut yang meliputi pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia [4] Esensi tugas pokok dan fungsi tersebut tidaklah lepas dari salah satu butir Millenium Development Goals (MDG s) yang terkait dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan mencapai kesejahteraan bangsa secara mandiri maupaun sebagai anggota masyarakat global. [1] [2] [3] [4] Terkait dengan esensi tugas yang secara implisit mengandung komitmen internasional, pengamanan laut secara terpadu maupun mandiri yang dilaksanakan oleh Bakorkamla meliputi seluruh wilayah perairan laut yang masuk dalam wilayah kedaulatan RI sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia beserta peraturan perundang-undangan lainnya, dan yang sesuai dengan konvensi hukum internasional yang berlaku. Secara institusional, Bakorkamla merupakan lembaga/instansi pusat yang mengoordinasikan sejumlah instansi terkait dalam hal kegiatan pengamanan laut baik kebijakan maupun operasional dengan cakupan wilayah laut yang sangat luas sehingga sangat diperlukan dukungan perwakilan wilayah di daerahdaerah. Urgensi keberadaan perwakilan wilayah yang bersifat struktural dan integral dengan Bakorkamla adalah dengan mempertimbangkan sejumlah Kasubid Kerjasama Dalam Negeri, Bakorkamla Kabid Kerjasama, Bakorkamla Dosen KK-Ilmu Kemanusiaan, FSRD-ITB Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahu 2005 Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 244

aspek aktivitas kelautan baik dari segi pemberdayaan pengamanan laut maupun ancaman/gangguan keamananan laut pada alur laut kepulauan Indonesia, perairan kawasan, serta garis batas laut (maritime border line) dengan negara asing serta pengaturan laut sebagai ruang (ruang laut/sea room) sebagaimana diuraikan pada identifikasi masalah di bawah ini. Sesuai uraian di atas, mengingat tugas dan fungsinya yang cukup besar dan luas maka Bakorkamla perlu membentuk perwakilan wilayah di daerah-daerah sebagai perangkat pendukung pelaksanaan kebijakan dan operasional keamanan laut. Dalam jangka pendek, pembentukan perwakilan wilayah diprioritaskan pada daerahdaerah yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yaitu Selat Malaka, Selat Lombok, dan Selat Sunda, dengan jumlah yang ideal 6 (enam) perwakilan wilayah yang berlokasi di sekitar wilayah ALKI I, II dan III. Selanjutnya dalam jangka menengah dan jangka panjang, perwakilan di daerah akan diperluas ke seluruh daerah di Indonesia sesuai kapastias Bakorkamla sebagai instansi pusat. II. PERMASALAHAN Permasalahan keamanan laut yang menjadi agenda dasar urgensi pembentukan perwakilan wilayah di daerah perlu diidentifikasi, di antaranya adalah kedaulan RI atas wilayah laut, Tata Ruang Laut (Seam Room) dan Forum Kerja sama Instansi sebagai berikut : Gambar 1 Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 245

Gambar 2 1. Kedaulatan RI Atas Wilayah Laut Wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia diperkirakan mencapai 5,8 juta km 2 atau kurang lebih 75% dari total luas wilayah. Kawasan laut tersebut terdiri dari perairan laut wilayah (teritorial) 0,8 juta km 2, perairan laut nusantara (kepulauan) 2,3 juta km 2 dan kawasan Zona Eksklusif 2,7 juta km 2. Posisi geografis Indonesia yang strategis, memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yaitu Selat Malaka, Selat Lombok, dan Selat Sunda. Kedaulatan (sovereignty) dan hak berdaulat (sovereignty right) negara atas laut merupakan hak negara untuk melakukan pengaturan, pengawasan, perlindungan dan pengelolaan atas laut guna melindungi kepentingan nasional di laut. Oleh karena itu, agenda pengamanan laut Indonesia yang komprehensif dan terpadu merupakan suatu keharusan dengan mengacu pada hal-hal berikut : Gambar 3 Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 246

a. Gangguan Keamanan Laut Berdasarkan data dari Buku Putih Departemen Pertahanan Republik Indonesia 2006 [5] disebutkan bahwa wilayah kedaulatan NKRI dengan lebih dari 17.500 pulau, menempatkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dua pertiga dari wilayah Indonesia merupakan wilayah laut dengan garis pantai 81.000 km serta F. wilayah ZEE seluas 4 juta km 2. Kegiatan perdagangan dan transportasi internasional melalui Sea Lane of Communication (SLOC) dan Sea Lane of Transportation (SLOT) di perairan Indonesia terus meningkat. Aktivitas perairan yang meningkat tersebut menempatkan laut memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia maupun bagi masyarakat internasional. Arti penting laut yang dimaksud, bukan hanya terbatas pada kekayaan sumber daya alam belaka, tetapi juga sebagai penghubung pulau-pulau yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara. Oleh karena itu, keamanan laut sangat vital bagi Indonesia. Akhir-akhir ini, isu keamanan laut cukup perlu perhatian serius. Isu keamanan laut tersebut meliputi ancaman kekerasan (pembajakan, perompakan, sabotase serta teror obyek vital), ancaman navigasi (kekurangan dan pencurian sarana bantu navigasi), ancaman sumber daya (perusakan serta pencemaran laut dan ekosistemnya) dan ancaman kedaulatan dan hukum (penangkapan ikan secara ilegal, imigran gelap, eksplorasi dan eksploitasi sumber [5] Buku Putih Dephan 2006, website: http//www.dephan.go.id kekayaan alam secara ilegal, termasuk pengambilan harta karun, penyelundupan barang dan senjata, serta penyelundupan kayu gelondongan melalui laut. Isu keamanan laut memiliki dimensi gangguan terhadap hubungan internasional indonesia. Data menunjukkan bahwa penangkapan ikan secara ilegal di wilayah laut Indonesia terus meningkat, dengan total kerugian yang dialami Indonesia sekitar US$ 2 milyar, atau sekitar Rp. 18 Trilyun per tahun. Dari kegiatan penyelundupan, Indonesia mengalami kerugian sekitar US$ 1 milyar per tahun. Eksploitasi pasir secara ilegal merugikan Indonesia lebih dari Rp. 2 Trilyun setiap tahun. Sementara kegiatan pencurian kayu (illegal logging) merugikan negara sekitar Rp 30 trilyun. Kondisi yang memprihatinkan tersebut menuntut upaya sistematis bangsa dan pemerintah untuk menyelamatkan perairan Indonesia, maupun meningkatkan kemampuan sumber daya untuk memanfaatkan laut Indonesi b. Gangguan Keamanan Perairan Kawasan Berdasarkan data Internasional maritime Bureau (IMB) Kuala Lumpur tahun 2001, dari 213 laporan pembajakan dan perompakan yang terjadi di perairan Asia dan Kawasan Samudra Hindia, 91 kasus di antaranya terjadi di perairan Indonesia. Namun, data pemerintah Indonesia yang dikeluarkan oleh TNI-AL, menyatakan bahwa selama tahun 2001 terjadi 61 kasus yang murni dikategorikan sebagai aksi pembajakan dan perompakan Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 247

dengan lokasi tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Meskipun terdapat perbedaan angka oleh kedua institusi tersebut, namun data tersebut menunjukkan bahwa keamanan perairan Indonesia pada dekade terakhir memiliki ancaman dan gangguan keamanan yang cukup serius dan perlu penanganan segera. International Maritime Organization (IMO) menyatakan bahwa aksi perompakan yang terjadi di perairan Asia Pasifik, khususnya kawasan Asia Tenggara adalah yang tertinggi di dunia. Pelaku perompakan tidak hanya menggunakan senjata tradisional, tetapi juga senjata api dan peralatan berteknologi canggih. Keamanan di laut merupakan masalah yang kompleks karena upaya untuk mengatasi perompakan di laut tidak dapat dilakukan hanya oleh satu negara saja, tetapi melibatkan berbagai negara dan organisasi internasional. Oleh karena itu, upaya mewujudkan keamanan di laut memerlukan kerjasama yang erat antar negara. Di samping masalah perompakan, penyelundupan manusia melalui perairan kawasan Asia Pasifik, khususnya Asia Tenggara juga cenderung meningkat. Australia yang berada di bagian selatan kawasan Asia Tenggara, merupakan salah satu negara tujuan para imigran gelap. Hal tersebut menjadikan perairan kawasan Asia Tenggara, termasuk perairan Indonesia, menjadi jalur laut menuju benua tersebut. Penyelundupan manusia tidak dapat dipandang sebagai masalah yang sederhana. Upaya penanggulangannya melibatkan beberap negara dengan berbagai kepentingan yang berbeda, terutama keamanan, kemanusiaan, ekonomi dan politik. Kegiatan migrasi illegal berskala besar kerap dilakukan oleh organisasi yang memiliki jaringan internasional. Migrasi illegal memberikan dampak negatif terhadap negara tujuan dan negara transit sehingga sering menimbulkan persoalan politik, sosial ekonomi dan ketegangan hubungan antar negara. Di samping migrasi illegal, kasus penyelundupan manusia, seperti penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan bayi, atau wanita ke negara lain melalui wilayah perairan juga marak akhir-akhir ini. Kegiataan penyelundupan melalui wilayah perairan antarnegara yang tidak kalah maraknya pada dekade terakhir ini di kawasan Asia Tenggara adalah penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak. Kegiatan illegal tersebut memilik aspek politik, ekonomi dan keamanan antarnegara maupun di negara tujuan. Di bidang keamanan, penyelundupan senjata menimbulkan masalah yang sangat serius karena secara langsung akan mengancam stabilitas keamanan negara tujuan. Perompakan di laut dan penyelundupan yang diuraikan di atas merupakan tindakan illegal lintar negara yang menimbulkan kerugian bagi negara-negara di kawasan maupun bagi negara-negara yang menggunakan lintar perairan. Tindakan illegal lintas negara itu cukup signifikan dan semakin mengkhawatirkan negara-negara di kawasan. Tindakan illegal tersebut diorganisasi dengan rapi, sehingga perlu kerja sama antarnegara untuk mengatasinya. [6]. [6] Buku Putih Dephan 2006, website: http//www.dephan.go.id Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 248

c. Perbatasan Antarnegara Belum tuntasnya penentuan garis batas suatu negara terhadap negara lain dapat berpotensi menjadi sumber permasalahan hubungan keduanya di masa datang. Di samping garis batas, masalah pelintas batas, pencurian sumber daya alam, dan kondisi geografi juga merupakan sumber masalah yang dapat mengganggu hubungan antarnegara. Di kawasan Asia Tenggara, ketidakjelasan batas antara dua negara dialami oleh beberapa negara yang berbatasan, termasuk di Laut Cina Selatan. Indonesia juga memiliki permasalah perbatasan dengan negaranegara lain, terlebih lagi mengingat demikian luasnya wilayah darat dan perairan. Indonesia memiliki sepuluh negara tetangga yang berbatasan, yakni Malaysia, Singapura, Thailand, India, Filipina, Vietnam, Papua Nugini, Australia, Palau, dan Timor Leste. [7]. 2. Tata Ruang Laut Yang dimaksud penataan ruang laut sesuai Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu adalah proses pengalokasian dan perencanaan ruang perairan laut, pemanfaatan ruang laut dan pengendalian pemanfaatan ruang laut. [8] Tata ruang laut memiliki relevansi yang cukup tinggi dengan kewenangan [7] Buku Putih Dephan 2006, website: http//www.dephan.go.id [8] Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu atau tugas pokok bagi suatu instansi pengamanan laut, termasuk Bakorkamla. Penataan ruang laut seharusnya bukan ditujukan sebagai pengkotak-kotakan kawasan wilayah laut yang kemudian memberikan kewenangan yang berbedabeda kepada instansi yang berbeda pula. Persoalan utama tata ruang laut yaitu : 9 a. Belum tersedianya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang penataan ruang laut, yang saat ini baru berupa RUU yang digodok oleh DKP. b. Penataan ruang laut secara umum hanya dilakukan oleh pemerintah pusat dengan urgensi kepentingan internasional, pertahanan keamanan dan ekonomi seperti ALKI, ZEE, laut territorial (sea territorial) 12 mil dan continental boundari (lintas batas laut). c. Pembagian wewenang wilayah laut pemerintah daerah telah diperjelas dengan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 18 [9], namun dalam pelaksanaannya telah terjadi benturan struktural dan kewenangan antar kepentingan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta antar pemerintah daerah itu sendiri mengenai pemberdayaan, penegakan hukum dan pengamanan sehingga mengabaikan prinsipprinsip Good Governance. Undang-undang NomoR 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 249

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dimensi koordinasi pengamanan dan kebijakan secara global dalam tata ruang laut merupakan kewenangan pemerintah pusat sesuai amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pengertiannya adalah secara prinsip bahwa ruang lingkup tugas dan fungsi Bakorkamla sebagai institusi pusat mencakup seluruh wilayah laut dan tata ruang laut yang menjadi wilayah kedaulatan RI. Namun, diperlukan adanya suatu upaya pemantapan koordinasi, konsultasi, dan kerja sama keamanan laut untuk menyelaraskan kebijkan dan kewenangan antarinstansi baik pusat maupun daerah. 3. Pemantapan Koordinasi, Konsultasi dan Kerjasama Keamanan Laut Dalam RPJM Tahun 2004-2009, kegiatan yang telah dilaksanakan bidang penataan ruang antara lain adalah pemantapan koordinasi, konsultasi dan kerja sama antar pusat dan daerah, kerja sama antar daerah dan konsultasi dengan lembaga dan organisasi masyarakat dalam kegiatan penataan ruang di tingkat nasional dan daerah. Berkaitan dengan penataan ruang laut, pemantapan koordinasi, konsultasi dan kerjasama dimaksud belum dilaksanakan secara optimal dan masih bersifat sektoral dan parsial. Sehubungan dengan hal tersebut, Bakorkamla dengan tupoksinya perlu memfasilitasi dan menyelenggarakan suatu pertemuan/seminar/saresehan dalam rangka Pemantapan Koordinasi, Konsultasi, dan Kerja sama keamana laut dengan pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) dana lembaga serta organisasi Masyarakat. [10] Pertemuan / seminar / saresehan dimaksud secara khusus bertujuan memberikan peningkatan kapasitas Bakorkamla sebagai institusi pusat sesuai tupoksi.anggota atau peserta pertemuan Pemantapan Koordinasi, Konsultasi, dan Kerja sama Keamanan Laut diharapkan terdiri dari: 1) Gubernur/Bupati/Walikota; 2) Tim Korkamla (mempunyai instansi vertikal di daerah) 3) Lembaga/ormas yang berkaitan dengan keamanan laut. Dengan keberadaan kegiatan Pemantapan Koordinasi, konsultasi, dan Kerja sama Keamanan Laut secara strategis baik langsung dan tidak langsung memberikan nilai tambah bagi Bakorkaml, terutama: 1. Sebagai upaya pendekatan kepada pemerintah daerah agar bersedia memfasilitasi kebutuhan Bakorkamla dalam pelaksanaan visi dan misisnya, seperti penyediaan fasilitas dana, lahan, dan gedung guna pembentukan perwakilan wilayah. 2. Memudahkan Bakorkamla dalam koordinasi pendistribusian personil yang dibutuhkan bersama dengan tim korkamla (instansi vertikal di daerah) guna pembentukan perwakilan wilayah di daerah. 3. Terwujudnya keserasian dan keseimbangan dalam pelaksanaan koordinasi keamanan laut di daerah oleh instansi vertikal di daerah. [10] RPJM Tahun 2004-2009 Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 250

4. Sebagai wadah penginformasian kepada masyarakat sebagai aspek dimensi tata ruang laut dan keamanan laut sesuai dengan prinsip good govermence. 4. Tugas Pokok dan Fungsi Perwakilan wilayah Bakorkamla di daerah Penyusunan Tupoksi Kanwil Bakorkamla disesuaikan dengan paradigma Bakorkamla sebagai badan koordinasi, belum sebagai Bakamla, adalah: a. Tugas Pokok dan Fungsi 1) Tugas Pokok: Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Koordinasi Keamanan Laut Republik Indonesia di wilayah provinsi yang meliputi perairan Indonesia di daerah (ALKI, laut territorial, perairan kepulauan, dan perairan pedalaman) berdasarkan kebijakan Presiden/Ketua Bakorkamla/Kalakhar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Fungsi: Dalam melaksanakan tugasnya, kantor Wilayah menyelenggarakan fungsi: Pengkoordinasian, perencanaan, pengendalian program, dan pengawasan di bidang keamanan laut; Pengkoordinasian dan pelaksanaan tugas di bidang keamanan laut yang meliputi kegiatan penjagaan, pengawasan, pencegahan dan penindakan pelanggaran hukum serta pengamanan pelayaran dan pengamanan aktivitas masyarakat dan pemerintah di wilayah perairan Indonesia didaerah; Pemberian dukungan teknis dan administratif dalam pelaksanaan operasi keamanan laut bersama di daerah; Pelaksanaan kebijakan dan pembinaan teknis dan administrasi dibidang keamanan laut di lingkungan Kantor Wilayah. III. PENUTUP Sehubungan dengan rencana pembentukan Perwakilan wilayah Bakorkamla, perlu kiranya pemahaman tentang ALKI karena erat kaitannya dengan alternatif wilayah kerja Kanwil yang akan disusun atau ditetapkan, sebagai berikut : a. Alur Laut Kepulauan Indonesia Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) pasal 53 menyatakan bahwa sebagai negara kepulauan, Indonesia dapat menentukan alur laut untuk lintas kapal dan pesawat udara negra asing yang terus menerus dan langsung serta secepat mungkin melalui atau di atas perairan kepulauannya dan teritorial yang berdampingan dengannya. Berkaitan dengan pengaturan wilayah perairan RI telah diterbitkan Peraturan Pemerintah no. 37 tahun 2002, tentang hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan melalui Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 251

kepulauan alur laut kepulauan yang ditetapkan. Sehubungan dengan pembukaan ALKI, kapal-kapal pelayaran internasional baik kapal niaga maupun kapal perang dapat melintas tanpa harus meminta izin terlebih dulu dan kapal selam dapat melintas tanpa harus muncul dipermukaan laut. ALKI yang telah ditetapkan melalui PP no. 37 tersebut, terdiri dari tiga alur yaitu ALKI I, ALKI II, dan ALKI III, konsep ALKI ini telah disampaikan Pemerintah RI kepada International Maritime Organization (IMO) pada tanggal 18 Mei 1998, ketiga ALKI itu adalah : 1) ALKI I : Rute untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan melintas Laut Natuna, Selatan Karimata, Laut Jawa dan Selatan Sunda ke Samudra Hindia atau sebaliknya. 2) ALKI Cabang IA : Rute untuk pelayaran dari Selatan Singapura melintasi Laut Natuna, Selatan Karimata, Laut Jawa dan Selat Sunda ke Samdra Hindia atau sebaliknya, atau melintasi Laut Natuan,ke Laut Cina Selatan atau 3) ALKI II : Rute untuk pelayaran dari Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores dan Selat Lombok ke Samudra Hindia atau sebaliknya. 4) ALKI IIIA : Rute untuk pelayaran dari Samudra Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai dan Laut Sawu sebelah Barat Pulau Sawu ke Samudra Hindia atau sebaliknya 5) ALKI Cabang IIIB : Rute untuk pelayaran dari Samudra Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda dan Laut Leti ke Laut Timor atau sebaliknya. 6) ALKI Cabang IIIC : Rute untuk pelayaran dari Samudra Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram dan Laut Banda ke Laut Arafura atau sebaliknya. 7) ALKI Cabang IIID : Rute untuk pelayaran dari Samudra Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram dan Laut Banda, selat Ombai dan Laut Sawu sebelah Timur Pulau Sawu ke Samudra Hindia atau sebaliknya. 8) ALKI Cabang IIIC : Rute untuk pelayaran dari Sulawesi melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Laut Ombai, dan Laut Sawu sebelah Barat Pulau Sawu atau Laut Sawu sebelah Timur Pulau Sawu ke Samudra Hindia atau sebaliknya, atau melintasi laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Leti, dan Laut timor ke Samudra Hindia atau sebaliknya, atau Laut Seram dan Laut Banda ke Laut Arafura atau sebaliknya. (11) b. Alternatif Pembagian Kanwil Bakorkamla Sesuai dengan pembagian jalur dan rute ALKI, diupayakan alternatif wilayah kerja kanwil Bakorkamla Yaitu: a) Kanwil Bakorkamla Provinsi adalah wilayah kerja kanwil Bakorkamla hanya mencakup Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 252

satu wilayah provinsi saja yang dilintasi jalur ALKI, Laut teritorial provinsi, perairan kepulauan provinsi, dan laut pedalaman provinsi. b) Kantor Bakorkamla Wilayah I s.d. VI adlah wilayah kerja kanwil Bakorkamla mencakup duaatau lebih provinsi yang meliputi lintas jalur ALKI, laut teritorial, perairan kepulauan dan perairan pedalaman (pembagian wilayah kerja sesuai dengan jalur ALKI dan cabang-cabangnya). Pembentukan perwakilan wilayah Bakorkamla di daerah seluruh Indonesia diharapkan dapat: 1. mewujudkan optimalisasi tugas dan fungsi Bakorkamla dalam operasi pengamanan di seluruh wilayah laut yang menjadi kedaulatan RI. 2. memantau kasus pengamanan laut dan operasi pengamanan laut diseluruh wilayah kedaulatan RI. 3. menciptakan jaringan komunikasi dan informasi yang akurat dan efesien tentang pengamanan laut. 4. mencapai peningkatan fungsi pengawasan keamanan laut oleh Bakorkamla di seluruh wilayah laut kedaulatan RI. Referensi 1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; 3. UU No. 32 Tahun 1992 tentang Ruang; 4. Peraturan Ketua Badan Koordinasi Keamanan Laut Nomor PER / 01 / Ketua / Bakorkamla / 10 / 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut; 5. RPJM Tahun 2004 2009; 6. Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10 / MEN / 2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu. 7. Buku Putih Dephan 2006, website: http//www.dephan.go.id. Jurnal Sosioteknologi Edisi 11 Tahun 6, Agustus 2007 253