BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. infrastruktur dijadikan sebagai modal sosial oleh masyarakat. Semakin baik jaringan

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai pada tahun 2003 dengan Undang-undang nomor 17 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. seluruh Indonesia. Aset daerah merupakan sumber daya yang penting bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB I PENDAHULUAN. Mardiasmo (2004) mengatakan, instansi pemerintah wajib melakukan

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pengelolaan keuangan dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini

BABl PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan atas informasi keuangan yang informatif

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

PENYUSUTAN ATAS ASET TETAP PEMERINTAH. Abstract

BAB. I PENDAHULUAN. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa: Pengelolaan Barang Milik Daerah

LAPORAN KEUANGAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di

BAB I PENDAHULUAN. Pergantian pemerintahan dari orde baru kepada orde reformasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat umum (Ritonga, 2012:173). Aset tetap dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. Perubahan paradigma pengelolaan keuangan baik pemerintah pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Frilia Dera Waliah, 2015 ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DALAM MENERAPKAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan sejak tahun 1981 sudah tidak dapat lagi mendukung kebutuhan Pemda

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk hasil pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan daerah yang diawali dengan bergulirnya UU Nomor

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah melakukan reformasi pengelolaan keuangan dengan. mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dengan adanya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertimbangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi persepsi..., Inayah, FISIP UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENGANTAR. revisi dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

MAKALAH AKUNTANSI PEMERINTAHAN OPINI BPK ATAS LKPD DAERAH ACEH

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah yang merupakan hak, wewenang dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan wilayah yang luas yang terdiri

BAB III PEMBAHASAN. daerah dan tugas pembantu di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan sektor publik merupakan posisi keuangan penting

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara periodik (Mardiasmo, 2006, hal 17). Pemerintah harus mampu untuk

Permasalahan Kapitalisasi Aset Tetap Pada Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sejak diwajibkannya penyusunan Laporan Posisi Keuangan sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

Kebijakan Penyusunan dan Pelaporan BMN

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. governance) ditandai dengan diterbitkannya Undang undang Nomor 28 Tahun

DAFTAR ISI. HALAMAN DEDIKASI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. PRAKATA... v. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR LAMPIRAN... x. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN. baru menjadi era reformasi, pengelolaan keuangan daerah juga. mengalami perubahan. Pengelolaan keuangan daerah yang dulunya

BAB I PENDAHULUAN. tertib, serta menjamin kedudukan hukum yang sama bagi warga masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang sering disebut good

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN PERUMUSAN MODEL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Seluruh pemerintah daerah (pemda) di Indonesia serempak. mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang menitik beratkan pada pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep good governance memiliki arti yang luas dan sering dipahami

BAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan kemampuan dalam mengatur rumah tangganya khususnya dalam hal pengelolaan keuangan. Salah satu elemen penting agar pengelolaan keuangan pemerintah daerah berjalan secara efektif dan efisien adalah pengelolaan aset daerah. Aset daerah didefinisikan dalam Permendagri Nomor 17 tahun 2007 pasal 3 memberikan pengertian aset daerah sebagai barang daerah. Barang daerah adalah semua kekayaan daerah yang dimiliki maupun dikuasai yang berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali surat dan surat berharga lainnya. Aset yang berada dalam pengelolaan pemerintah daerah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah daerah saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai pemerintah daerah dalam rangka pelayanan ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah daerah. Pengelolaan aset daerah harus ditangani dengan baik agar aset tersebut dapat menjadi modal awal bagi pemerintah daerah untuk 1

melakukan pengembangan kemampuan keuangannya. Namun jika tidak dikelola dengan semestinya, aset tersebut justru menjadi beban karena sebagian dari aset tersebut membutuhkan biaya perawatan atau pemeliharaan dan juga dapat mengalami penurunan nilai (depresiasi) seiring berjalannya waktu. Untuk estimasi penyusutan atau penurunan nilai dari barang negara/daerah maka dibutuhkan penilaian yang diatur dalam peraturan Menkeu Nomor 02/PMK.06/2008, tentang penilaian barang milik negara. Maksud dari peraturan ini untuk memberikan kepastian menyangkut nilai Barang Milik Negara (BMN). Dalam hal ini barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Tujuan dari penilaian barang milik negara/daerah adalah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah pusat, pemanfaatan dan atau pemindah tanganan barang milik negara/daerah. Penilaian aset sektor publik untuk tujuan pelaporan keuangan terdapat tiga hirarki untuk menentukan nilai wajar dari aset tersebut. Menurut Yusuf (2010) di dalam IFRS 16 atau PSAK 16 menetapkan prosedur pengukuran dan teknik penilaian pada pencatatan aset dengan model revaluasi (penilaian kembali) dalam hal ini, nilai wajar dari tanah dan bangunan biasanya ditentukan melalui penilaian yang dilakukan oleh penilai yang memiliki kualifikasi profesional berdasarkan bukti pasar. Untuk penilaian tanah dan bangunan nilai wajar dapat diperoleh atas dasar input data pasar secara langsung. Pada teknik ini, dalam penilaian properti sebagai aset tetap sering dikenal dengan pendekatan pasar (market approach), karena menggunakan data pembanding yang sejenis dari objek penilaian. 2

Selanjutnya, menurut Yusuf (2010) nilai wajar dari pabrik dan peralatan (plant and equipment) biasanya menggunakan nilai pasar yang ditentukan oleh penilai, nilai wajar dari aset tersebut dapat diperoleh dari suatu teknik penilaian yang tidak menggunakan data pasar langsung, akan tetapi hasil penilaian yang diestimasi tetap menggambarkan nilai pasar yang ditentukan penilai secara profesional. Dalam hal ini, penilai dapat menggunakan pendekatan penilaian lainnya, seperti pendekatan pendapatan (income approach) atau pendekatan biaya (cost approach). Kedua pendekatan ini tidak menggunakan data pasar langsung, tetapi penilai dapat menggunakan data pasar tidak langsung (hasil analisis dan riset) sebagai input data sehingga nilai yang dikeluarkan tetap nilai pasar. Jika tidak ada data pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset tetap yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang berkelanjutan, entitas perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan setidaknya terdapat tiga aspek objek yang perlu diperhatikan pada standar di atas. Untuk mengestimasi nilai wajar diperoleh dari suatu kondisi properti yang jarang atau tidak dapat diperjualbelikan secara langsung, kecuali sebagai entitas usaha. Input data yang terbatas lebih dilihat dari kepentingan entitas dan tetap menggunakan pendekatan pendapatan atau pendekatan biaya dengan metoda biaya pengganti terdepresiasi atau Depreciated Replacement Cost (DRC). Konsep penilaian di atas tidak hanya digunakan pada tanah dan bangunan saja, namun untuk jenis aset yang bersifat lancar seperti kendaraan bermotor dapat diukur dengan data pasar langsung yang relevan. 3

Hubungan antara penilaian dan opini atas laporan keuangan sejajar dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akutansi Pemerintahan (SAP). Salah satu tolok ukur kinerja pemerintah dapat dilihat dari Laporan Keuangan Pemerintah (LKP), yang harus terlebih dahulu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI). Badan Pemeriksa Keuangan sebagai instansi pemeriksa pemerintah, bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, melalui sebuah mekanisme yang bernama pemeriksaan keuangan, yang hasilnya merupakan pemberian sebuah hasil audit yang berwujud opini. Opini tersebut digunakan untuk menilai pelaksanaan kinerja dan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan Laporan Keuangan Daerah. Penilaian dalam menentukan estimasi nilai aset yang berada pada laporan keuangan memiliki peran penting sebagai penentu atas aset-aset yang dikuasainya, sehingga penyajian dalam laporan lebih akuntabel. Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia bahwa Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2013, pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terhadap 108 Pemerintah Daerah pada Semester II Tahun 2013. BPK RI memberikan opini WTP atas 7 LKPD, opini WDP atas 52 LKPD, opini Tidak Wajar (adverse) atas 2 LKPD dan opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) atas 47 LKPD. BPK RI juga melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan (LK) terhadap 9 badan lainnya di Pusat. Berdasarkan pemeriksaan tersebut, BPK RI memberikan opini WTP atas 2 LK, WDP atas 1 LK, dan Disclaimer atas 6 LK. Permasalahan-permasalahan atas 4

LKPD yang tidak memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Kriteria tersebut adalah adanya pembatasan lingkup pemeriksaan, aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian, penatausahaan kas yang tidak sesuai dengan ketentuan, kelemahan pengelolaan yang material pada akun aset tetap, kas, piutang, persediaan. Selain itu, investasi permanen dan nonpermanen, aset lainnya, belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal (http://www.bpk.go.id). Hal ini tercermin dari belum memadainya pengendalian fisik atas aset. Kelemahan yang terjadi terutama dalam pengendalian aset tetap seperti nilai aset tetap tidak dikapitalisasi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, serta perbedaan pencatatan antara saldo aset tetap pada neraca dengan dokumen sumber dan penyajian aset tetap yang tidak didasarkan atas hasil inventarisasi dan penilaian. Hal-hal tersebut berpengaruh terhadap saldo aset tetap sehingga memengaruhi kewajaran dari laporan keuangan. Permasalahan yang dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah penilaian aset daerah khususnya tanah dan bangunan, selain karena merupakan salah satu faktor ekonomi, aset tanah dan bangunan juga merupakan jenis aset yang memegang peranan penting untuk pelayanan publik. Kabupaten Halmahera Tengah merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Maluku Utara dengan Weda sebagai ibukota kabupaten. Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang pemekaran wilayah di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Tengah terbagi dalam 3 (tiga) wilayah administratif yaitu Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kabupaten Halmahera Tengah sebagai kabupaten induk. Adanya perpindahan ibukota 5

pemerintahan dari Kota Tidore (Soasio) ke Weda (Pulau Halmahera) maka seluruh aktifitas pemerintahan berpindah ke Weda. Hal ini mengakibatkan banyak aset milik pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah yang masih berada di Kota Tidore. Konsekuensi logis dari perpindahan tersebut adalah redistribusi aset. Redistribusi aset menyisakan permasalahan yang cukup rumit, sebagaian besar aset milik Pemda Kabupaten Halmahera Tengah telah diserahkan ke Kota Tidore Kepulauan, akan tetapi ada beberapa aset yang statusnya masih milik Kabupaten Halmahera Tengah, salah satunya adalah Mess Itogapura, yang tidak digunakan secara optimal (idle) selama 12 tahun dan belum dilakukan penilaian sehingga sangat penting untuk dilakukan penilaian atas aset tersebut. Nilai aset tanah dan bangunan dapat dilihat pada Neraca Kabupaten Halmahera Tengah per 31 Desember 2013 dalam Tabel 1.1 sebagai berikut. Tabel 1.1 Neraca Kabupaten Halmahera Tengah, Per 31 Desember 2013 (Rupiah) No Nama Bidang Barang Tahun 2013 Persentase 1 Tanah Rp115.042.265.371,00 9,73 2 Peralatan dan Mesin Rp100.411.306.236,00 8,49 3 Gedung dan Bangunan Rp375.360.770.374,42 31,75 4 Jalan, Irigasi dan Jaringan Rp486.720.116.976,00 41,16 5 Aset Tetap Lainnya Rp5.744.844.433,00 0,49 6 Konstruksi dalam pengerjaan Rp99.125.363.475,00 8,38 Jumlah Rp1.182.404.668.865,42 100 Sumber: BPK Halmahera Tengah, 2014 (diolah) Dari laporan neraca Tabel 1.1 terlihat bahwa aset milik Pemda Kabupaten Halmahera Tengah dilihat dari komposisinya dinominasi oleh aset yang bernilai besar yaitu jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp486.720.116.976,- dengan persentase sebesar 41.16 persen. Aset yang paling kecil nilainya yaitu aset tetap lainnya hanya sebesar Rp5.744.844.433 dengan persentase sebesar 0.49 persen. 6

Pada tahun-tahun yang akan datang jumlah aset tanah dan bangunan diperkirakan akan terus bertambah dan tentunya mengalami penyusutan pada kuantitas bangunannya. Terdapat dua aset yang sering bertolak belakang dalam kondisi normal yaitu aset tanah dan bangunan. Nilai tanah dalam kondisi normal akan mengalami peningkatan dengan semakin banyak permintaan akan tanah dengan jumlah atas tanah tetap tidak dapat diproduksi atas pengadaannya, dan berbanding terbalik dengan kondisi bangunan dalam kondisi normal. Nilai bangunan tersebut sangat berhubungan erat dengan penyusutan, karena nilai suatu bangunan sangat dipengaruhi oleh umur ekonomis bangunan tersebut, sehingga menyebabkan nilai bangunan terus menurun setiap tahun karena mengalami penyusutan. Berdasarkan laporan hasil temuan Badan Pengawas Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Laporan Keungan Pemerintah Daerah (LPKD) Kabupaten Halmahera Tengah dalam 6 (enam) tahun terakhir mendapat opini yang kurang baik. Secara berturut-turut, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah mendapat opini disclaimer dari BPK RI pada tahun 2010 dan 2011, yang menunjukkan bahwa laporan keuangan masih belum layak untuk dijadikan sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Tengah dalam pengambilan kebijakan strategis. Hasil temuan BPK RI pada Kabupaten Halmahera Tengah tentang opini terhadap pengelolaan aset tetap dari tahun 2008 sampai dengan 2013, dapat dilihat pada Tabel 1.2, sebagai berikut. 7

Tabel 1.2 Opini BPK-RI di Kabupaten Halmahera Tengah 2008-2013 No. Tahun Opini BPK-RI 1 2008 Disclaimer 2 2009 TidakWajar 3 2010 Disclaimer 4 2011 Disclaimer 5 2012 Wajar dengan pengecualian 6 2013 Tidak Wajar Sumber: BPK Halmahera Tengah, 2014 (diolah) Pemberian opini tersebut berdasarkan penyajian nilai aset dalam neraca daerah yang tidak sesuai dengan SAP dan peraturan perundangan mengenai pengelolaan barang daerah. Nilai aset tetap pada neraca daerah per 31 Desember 2013 tidak dapat diyakini kewajarannya, opini tersebut turun bila dibandingkan tahun 2012 yang memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam LHP BPK terhadap LKPD Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2013 Nomor: 15.A/LHP/XIX.TER/5/2014 tanggal 14 Mei 2014, yang menyebutkan bahwa pemeriksaaan terhadap saldo aset belum dapat diyakini kewajarannya karena: 1) masih terdapat Barang Milik Daerah yang tidak diketahui harga perolehannya dalam KIB SKPD; 2) nilai aset belum dikapitalisasi dengan pengeluaran belanja lain yang terkait langsung dengan perolehan atas aset; 3) saldo aset tetap masih mencakup barang yang tujuannya akan diserahkan kepada masayarakat. Mess Itogapura adalah salah satu aset milik Pemda Halmahera Tengah yang tercatat sebagai aset tetap yang belum diketahui nilainya. Mess tersebut tercatat pada Kartu Inventaris Barang (KIB) sekretariat daerah (bagian umum). Dalam catatan KIB hanya tercantum nilai tanah seluas 4.827 m 2 yang merupakan 8

nilai perolehan atas tanah pada tahun 2000 yaitu sebesar Rp96.540.000 dan nilai bangunan tidak dicantumkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerah tidak memiliki SDM yang mempunyai keahlian dalam melakukan penilaian terhadap aset milik pemerintah daerah atau penilaian barang publik. Menjadi urgensi tersendiri bagi pemerintah daerah untuk melakukan penilaian terhadap aset-aset yang dikuasainya sebagai upaya perbaikan atas temuan BPK RI tersebut. Penilaian merupakan media evaluasi terhadap aset sebagai tujuan dalam menentukan estimasi dari nilai aset. Dalam penelitian ini dilakukan penilaian terhadap aset milik Pemda Kabupaten Halmahera Tengah yang berada di Kota Tidore Kepulauan. Aset ini berupa Mess Itogapura yang berlokasi di Kelurahan Gamtofkange, Kecamatan Tidore, Kota Tidore Kepulauan dengan luas lahan sebesar 4,827 meter persegi. Properti yang dilakukan penilaian ini merupakan properti khusus, di mana properti ini tidak terdapat data pasar langsung dan properti tersebut tidak menghasilkan pendapatan yang akan menjadi sumber informasi data dalam kajian penilaian. Dalam melakukan penilaian ini, metoda yang digunakan adalah metoda Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) karena metoda ini adalah metoda yang tepat dan sesuai dengan ketentuan penilaian secara umum (teoritis) dengan mengacu pada Standar Penilaian Indonesia 2013 (SPI 2013) dan Standar Penilaian Indonesia 2007 (SPI 2007). 1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penilaian aset (tanah dan bangunan) di Kabupaten Halmahera Tengah pada khususnya Mess Itogapura belum pernah dilakukan 9

penelitian penilaian yang berhubungan dengan penyajian nilai wajar pada asetaset yang dikuasainya. Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan atas aset pemerintah dan aset swasta dengan tujuan penentuan nilai wajar dengan metoda biaya penggantian terdepresiasi, di antaranya dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut. Tabel 1.3 Penelitian-Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Metoda Hasil 1 French dan Depreciated dan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan Gabrielli (2007) Cost Approach. hubungan metoda DRC dan market value. Hasilnya bahwa nilai yang dihasikan dari DRC adalah bukan nilai pasar, sehingga DRC merupakan metoda yang tepat terhadap penentuan nilai pasar. 2 Yeboah dan Depreciated Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa, Ayitey (2009) Replacement Cost DRC merupakan metoda yang dapat (DRC). dijadikan sebagai alat analisis jika dipasar tidak terdapat data pasar, dan metoda DRC dapat diandalkan dalam menentukan nilai dari suatu properti. 3 Ogunba (2009) Depreciated Hasil dari penelitian ini, menyebutkan bahwa Replacement Cost penggunaan terhadap metoda penyusutan (DRC). dapat digunakan sesuai dengan kemampuan dan pengalaman penilai dalam melakukan penilaian. 4 Stadig (2012) Depreciated Perkembangan dunia penilaian sebagai Replacement Cost media perbaikan pada hasil estimasi (DRC). penyusutan, dengan saran 1) metoda extraksi pasar; 2) metoda pemecahan; 3) metoda umur ekonomis, sebagai metoda yang dapat diterapkan dalam menentukan penyusutan 5 Marilela dan Depreciated Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Daniela (2013) Replacement Cost pemerintah Rumania, dan praktisi penilai (DRC). dalam menentukan nilai wajar dibutuhkan praktisi profesional dalam menetukan nilai wajar sebagai informasi yang sangat berguna dalam pelaporan keuangan aset publik. 6 Natariza (2014) Depreciated Hasilnya menunjukkan bahwa penilaian aset Replacement Cost jalan menggunakan metoda DRC pada Jalan (DRC). Basuki Rachmad, Kusuma Bangsa, Veteran, Sumargo, dan Pahlawan adalah sebesar Rp253.485.105.262. Hasil analisis tersebut setidaknya dapat membantu Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kabupaten Lamongan dalam menyusun neraca awal laporan keuangan. 10

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi penelitian di mana penelitian ini dilakukan di Kabupaten Halmahera Tengah dan tujuan penilaian. Kesamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada metoda yang digunakan dengan metoda Depreciated Replacement Cost (DRC) yang merupakan bagian dari pendekatan biaya. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat dirumuskan adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Halmahera Tengah selama enam tahun terakhir (2008--2013) mendapat opini disclaimer. Salah satu penyebab dari opini ini adalah nilai aset Mess Itogapura yang tercantum dalam neraca laporan keuangan bagian umum masih menggunakan nilai perolehan atas tanah pada tahun 2000 yaitu sebesar Rp96.540.000,00. Berdasarkan pada laporan tersebut maka perlu dilakukan penilaian terhadap aset tersebut untuk mendapatakan estimasi nilai Mess Itogapura pada tanggal penilaian. Hal ini merujuk pada perundangan, SPI 2013 dan SPI 2007, nilai wajar aset tersebut yang dapat digunakan dalam laporan neraca keuangan. 1.4 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian (research question) yang hendak dijawab sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat diuraikan dengan bebrapa pertanyaan sebagai berikut. 1. Berapakah nilai wajar dari Mess Itogapura milik pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah pada tahun 2014? 11

2. Apakah ada perbedaan antara nilai yang tercatat sekarang di laporan neraca keuangan Pemda Kabupaten Hamahera Tengah dengan hasil penilaian yang dilakukan? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. menentukan nilai wajar atas Mess Itogapura milik Pemda Kabupaten Halmahera Tengah untuk tujuan penyusunan neraca laporan keuangan kabupaten yang sesuai SAP; 2. menganalisis nilai yang tercatat di laporan neraca keuangan Pemda Kabupaten Halmahera Tengah dengan hasil penilaian pada aset (tanah dan bangunan) Mess Itogapura. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat yang berarti, sebagai berikut. 1. Bagi Pemda Kabupaten Halmahera Tengah khususnya Bagian Umum di dalam menyusun neraca Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan mengenai manajemen aset dan penilaian, khususnya di bidang penilaian properti. 1.7 Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada penilaian aset tetap tanah dan bangunan pada Mess Itogapura yang kepemilikannya atas nama Pemda Kabupaten 12

Halmahera Tengah, aset tersebut berlokasi di Kota Tidore Kepulauan dengan pertimbangan bahwa aset tersebut memiliki nilai yang cukup besar dan nilainya dipastikan akan terus bertambah pada tahun-tahun yang akan datang. Aset yang dimiliki Pemda Kabupaten Halmahera Tengah, sejak tahun 2000 dan hingga saat ini belum pernah dilakukan penilaian. Berdasarkan perumusan masalah yang ada, lingkup penelitian penilaian aset tetap tanah dan bangunan yaitu dengan menganalisis nilai pasar atas penggunaan yang ada pada aset tersebut. Selanjutnya digunakan pada neraca laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI), Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), dan undang-undang yang berlaku. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari 5 bab dengan sistematika sebagai berikut. Bab I adalah pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah landasan teori yang berisi tentang teori, penelitian terdahulu, dan kerangka penelitian. Bab III adalah metoda penelitian yang berisi tentang desain penelitian, metoda pengumpulan data, dan metoda analisis data. Bab IV adalah analisis yang berisi tentang deskripsi data dan pembahasan. Bab V adalah simpulan dan saran yang berisi tentang simpulan, implikasi, keterbatasan dan saran. 13