HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH

dokumen-dokumen yang mirip
PARADIGMA BARU PERADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

Oleh Administrator Kamis, 15 Januari :42 - Terakhir Diupdate Rabu, 22 Desember :51

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Penerimaan Perkara Tingkat Pertama

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Suryani 2. Materi pasal yang diuji:

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

PENGADILAN AGAMA POLEWALI

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

Drs. H. Mamat Ruhimat, SH. MH NIP PANITERA Judul SOP Penerimaan Perkara Tingkat Pertama

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS DATA. 1. profil pengadilan agama malang. No. 1, Kelurahan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

Human Assesment Peradilan Agama Pasca UU No. 3 Tahun 2006

CHOICE OF LAW DALAM HUKUM KEWARISAN. Oleh: Agus S. Primasta, SH* 1. Abstraksi. Secara umum Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PERADILAN AGAMA (KMA

RIVIU DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA LAMONGAN

Pada prinsipnya asas pada Hukum Acara Perdata juga berlaku di PA Asas Wajib Mendamaikan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum, kec.

BAB III PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI TALAK DI PENGADILAN AGAMA BANGIL

STANDAR PELAYANAN PERKARA PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan konflik, konflik ini adakalanya dapat di selesaikan secara damai, tetapi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

DERDEN VERZET (Oleh : Drs. H. M. Yamin Awie, SH. MH. 1 )

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMAGRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS

PASANG SURUT UNDANG-UNDANG PERADILAN AGAMA: PROBLEM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KAB. MALANG TAHUN

ANALISIS TERHADAP UU NO 3 TAHUN 2006 DAN UU NO. 50 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN PERADILAN AGAMA

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

I. PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia, ada

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TANGGAL 03 S/D 05 MEI

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

1. Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian. 1. Kompetensi absolut Peradilan Agama yang diikuti sengketa hak milik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB I PENDAHULUAN. dalam malakukan perekonomian. Ekonomi syariah sendiri merupakan. perbuatan atau kegiatan usaha yang dilakukan menurut prinsip

السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008

RENCANA STRATEGIS ( R E N S T R A ) Tahun 2015 s.d. 2019

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

ÉÄx{ Joeni Arianto Kurniawan

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN

BAB II KEDUDUKAN PERADILAN AGAMA

NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KETUA PENGADILAN NEGERI BANJARNEGARA KELAS II DAN KETUA PENGADILAN AGAMA BANJARNEGARA KELAS I A

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LKjIP PA Watampone Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB III ASAS ULTRA PETITUM TERHADAP PERKARA PRODEO DI PENGADILAN AGAMA SIDOARJO. 1. Keadaan Geografis dan Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

SURAT EDARAN Nomor : 1 Tahun 1990 Tentang Petunjuk Pembuatan Penetapan Eks Pasal 71 ayat (2) Dan Akta Cerai Eks Pasal 84 ayat (4)

JALAN MERDEKA LINGKUNGAN I NOMOR 497, SEKAYU. : : WEBSITE TELEPON/ FAKSIMILI : /

UNDANG-UNDANG Nomor: 7 TAHUN 1989 Tentang PERADILAN AGAMA Tanggal: 29 DESEMBER 1989 (JAKARTA) LN 1989/49; TLN NO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

KEWENANGAN MAHKAMAH SYAR IYAH DI ACEH SEBAGAI PENGADILAN KHUSUS DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

BAB III ALASAN-ALASAN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA PASURUAN TAHUN 2007

BAB III PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

PERADILAN AGAMA Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tanggal 29 Desember 1989 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG PERADILAN AGAMA HASIL PERUBAHAN & &&& &&& &&& &&& &&& &&& &&& &&& &&& & DISUSUN SATU NASKAH DALAM

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding:

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

MAKALAH PROBLEMATIKA PERKARA PERMOHONAN CERAI TALAK DENGAN REKONVENSI SERTA PENYELESAIANNYA. H.M.MUNIR ACHMAD, S H, M Hum.

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PROSES PENGANGKATAN ANAK SETELAH DIBERLAKUKAN UU NO 3 TAHUN 2006 DI PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN NEGERI KOTA MALANG

KATA PENGANTAR. Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan

RENCANA STRATEGIS PENGADILAN AGAMA KOTABUMI BAB 1 PENDAHULUAN

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN AGAMA ANDOOLO Nomor : W21-6 / SK. 1a / HK.00.6 / I /2014

TELAAH TINGGINYA PERCERAIAN DI SULAWESI UTARA (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA)

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

PENGARUH MODERNITAS TERHADAP HUKUM ISLAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SENGKETA EKONOMI SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia secara bersih dan terhormat.

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

Transkripsi:

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA MUHAMMAD MUSLIH, SH, MH A. Pendahuluan Pada masa penjajahan Belanda hingga menjelang akhir tahun 1989, Pengadilan Agama di Indonesia exis tanpa Undang-Undang tersendiri dan terkesan hanya sebagai lembaga hokum pelengkap yang bertugas menceraikan dan merujukkan saja. Setiap kasus waris yang timbul di masyarakat, hanya diberikan fatwa waris bukan penetapan apalagi putusan dari Pengadilan Agama berwenang. Pada tanggal 29 Desember 1989, disahkan dan diundangkan UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Undang-undang tersebut merupakan rangkaian dari undang-undang yang mengatur kedudukan dan kekuasaan Peradilan di negara RI. Selain itu, UU tersebut melengkapi UU Mahkamag Agung No. 14 Tahun 1985, UU Peadilan Umum No. 2 Tahun 1986 dan UU Peradilan Tata Usaha Negara No. 5 Tahun 1986. Memang agak terlambat lahirnya UU No. 7 tersebut dibandingkan dengan landasan lain bagi Peradilan Umum, PTUN dan lainnya. Namun demikian, dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kedudukan dan kekuasaan Pengadilan Agama setara dengan Lembaga Pengadilan lainnya. Materi Hukum Acara Peradilan Agama, disampaikan pada tanggal 7 Agustus 2008 pada PKPA terselenggara atas kerjasama antara PBHI-PERADI. 1

Yang patut disayangkan, UU No. 7 tersebut mengandung beberapa kelemahan. Diantaranya, terdapat hak opsi dalam penyelesaian perkara waris bagi orang-orang yang beragama Islam di Pengadilan Agama atau di Pengadilan Negeri; Pengadilan Agama tidak berwenang menangani sengketa hak milik dsb. Dengan adanya desakan dari praktisi hokum maupun masyarakat yang beragama Islam, maka lahirlah UU No. 3 Tahun 2006 yang merevisi dan melengkapi UU No. 7 tentang Peradilan Agama di Indonesia. B. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama Dalam era reformasi hingga saat ini, telah terjadi tiga kali perubahan terhadap Pasal-pasal dalam UUD 45. Salah satu perubahannya terdapat pada Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya, dalam lingkungan Peradilan Umum, Agama, Militer, Tata Usaha Negara dan sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal ini sangat jelas mengamanatkan untuk menyatukan semua lembaga peradilan di bawah satu atap di Mahkamah Agung. Perubahan UUD 45 mengharuskan adanya perombakan dan perubahan terhadap Kekuasaan Kehakiman untuk disesuaikan dengan UUD 45. Perubahan tersebut dimulai dengan diubahnya UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman 2

dengan UU No. 35 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas UU No. 14 Tahun 1970 yang kemudian diganti dengan UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 13 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman dikatakan bahwa organisasi, administrasi dan finansial badan peradilan diatur dalam undang-undang sesuai dengan kekhususan peradilan di lingkungan masing-masing. Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 tersebut dikatakan, susunan, kekuasaan dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dengan UU tersendiri. Sesuai dengan amanat Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 tersebut, dibentuklah UU No. 8 Tahun 2004 Tentang Peradilan Umum dan UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan TUN dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta UU Peradilan Militer yang masih dalam pembahasan di DPR. Perluasan Tugas dan Wewenang Pengadilan Agama Pengadilan Agama merupakan salah satu kekuasaan kehakiman yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata tertentu bagi orang yang beragama Islam sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 2 UU No. 7 tahun 1989 tentang PA Pengadilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang- 3

undang ini. Dengan demikian keberadaan Pengadilan Agama dikhususkan kepada warga negara Indonesia yang beragama Islam. Setelah UU No. 7 tahun 1989 diperbaharui dengan UU No.3 tahun 2006, maka rumusan tersebut juga ikut berubah, hal ini karena berkaitan dengan ruang lingkup kekuasaan dan wewenang pengadilan agama bertambah. Dengan adanya perubahan tersebut maka rumusan yang terdapat dalam pasal 2 UU No. 3 tahun 2006 adalah Pengadilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini. Dalam definisi pengadilan agama tersebut kata Perdata dihapus. Hal ini dimaksudkan untuk: 1. Memberi dasar hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan pelanggaran atas undang-undang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya. 2. Untuk memperkuat landasan hukum Mahkamah Syariah dalam melaksanakan kewenangannya di bidang jinayah berdasarkan Qonun Dalam pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 disebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara- 4

perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dalam bidang : a. Perkawinan b. Kewarisan, wasiat, dan hibahyang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan c. Wakaf dan shadaqoh Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam menjadi salah satu faktor pendorong berkembangnya hukum Islam di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan muamalah. Lembaga-lembaga ekonomi syari ah tumbuh berkembang mulai dari lembaga perbankan syari ah, asuransi syari ah, pasar modal syari ah, dan pegadaian syari ah. Perkembanagan ini tentunya juga berdampak pada perkembangan sengketa atau konflik dalam pelaksanaannya. Selama ini apabila terjadi konflik dalam bidang ekonomi syari ah harus melalui peradilan umum. Menyadari hal ini, maka dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2006 atas perubahan UU No. 7 tahun 1989 maka ruang lingkup Peradilan Agama diperluas ruang lingkup tugas dan wewenang Pengadilan Agama Yaitu : Pertama Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan b. Kewarisan 5

c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Shadaqah h. Infaq, dan i. Ekonomi syari ah Dalam penjelasan pasal 49 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syari ah adalah : a. Bank syari ah b. Asuransi syari ah c. Reasuransi syari ah d. Reksadana syari ah e. Obligasi syari ah dan surat berharga berjangka menengah syari ah f. Sekuritas syari ah g. Pembiayaan syari ah h. Pegadaian syari ah i. Dana pensiun lembaga keuangan syari ah j. Bisnis syari ah, dan k. Lembaga keuangan mikro syari ah Kedua Diberikan tugas dan wewenag penyelesaian sengketa hak milik atau keperdataan lainnya. 6

Dalam pasal 50 UU No. 7 tahun 1989 disebutkan bahwa dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain daalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Demi terbentuknya pengadilan yang cepat dan efesien maka pasal 50 UU No.7 tahun 1989 diubah menjadi dua ayat yaitu : Ayat (1) Dalam hal terjadi sengketa hak milik atau sengketa lainnya dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, khususnya mengenai obyek sengketa tersebut harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, ayat (2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang subyek hukumnya antara orang-orang yang beragama Islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49. Tujuan diberinya wewenang tersebut kepada Pengadilan Agama adalah untuk menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu penyelesaian sengketa karena alasan aadanya sengketa hak milik atau keperdataan lainnya tersebut yang sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan adanya gugatan di Peradilan Agama. Ketiga Diberi tugas dan wewenang memberikan itsbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun hijriyah. Selama ini Pengadilan Agama diminta oleh Menteri Agama untuk memberikan penetapan (itsbat) terhadap 7

orang yang telah melihat atau menyaksikan awal bulan pada setiap memasuki bulan Ramadlan, awal bulan Syawal dan tahun baru Hijriyah dalam rangka Menteri Agama mengeluarkan penetapan secara nasional untuk rukyat Hilal. C. Hukum Acara Peradilan Agama bersifat Lex Specialis Dalam Pasal 54 UU No. 7 Tahun 1989 dinyatakan, Hukum Acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Berdasarkan bunyi pasal 54 tersebut di atas, berlaku asas Lex Specialis derogot Lex Generalis yang berarti disamping acara yang berlaku pada pengadilan di lingkungan Pengadilan Agama berlaku Hukum Acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, namun secara khusus berlaku Hukum Acara yang hanya dimiliki oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Gugat Cerai (Cerai Gugat) Permohonan Talak (Cerai Talak) Syiqaq Hakam Khulu Talak Raj i Talak Bain Shughro 8

Li an Sighot Taklik Ila Dhihar PMH Hadlonah Saksi keluarga Sita marital tanpa harus ada gugatan cerai Komulasi Gugatan Cerai (permohonan Talak) dengan akibat hukumnya (Hak Hadlonah Anak dan Harta Gono Gini) Dst. D. Tahap-tahap pemeriksaan dalam persidangan Tingkat Pertama 1. Gugatan/Permohonan 2. Jawaban/Rekonpensi 3. Replik/jawaban Rekonpensi 4. Duplik/Replik Rekonpensi 5. Duplik Rekonpensi 6. Pembuktian 7. Kesimpulan 8. Putusan 9. Eksekusi (jika tidak ada upaya hokum banding dari yang dikalahkan). 9

Tingkat kedua (Banding) 1. Memori Banding yang dibuat Pembanding/kuasanya 2. Kontra Memori Banding yang dibuat Terbanding/kuasanya 3. Eksekusi (jika tidak ada upaya hokum Kasasi dari yang dikalahkan) Tingkat Kasasi 1. Memori Kasasi yang dibuat Pemohon Kasasi/kuasanya 2. Kontra Memori Kasasi yang dibuat Termohon Kasasi/kuasanya. 3. Eksekusi dan PK tidak menunda pelaksanaan eksekusi. 10