BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2005

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kondisi Perekonomian Indonesia

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

1. Tinjauan Umum

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Analisis Perkembangan Industri

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BERITA RESMI STATISTIK

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II TAHUN 2009

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BERITA RESMI STATISTIK

ii Triwulan I 2012

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BERITA RESMI STATISTIK

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

BPS PROVINSI JAWA BARAT

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Perkembangan Sektor Industri di Awal 2008 Oleh: Didik Kurniawan Hadi*

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Perekonomian Suatu Negara

BPS PROVINSI JAWA BARAT

SURVEI KONSUMEN. Juli Indeks optimis pesimis periode krisis ekonomi global 0.00

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Dari sisi permintaan (demmand side), perekonomian Kalimantan Selatan didorong permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

Kajian Ekonomi Regional Banten

Transkripsi:

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 25 Kondisi ekonomi makro tahun 25 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki paruh kedua tahun 24, stabilitas moneter di dalam negeri mengalami tekanan eksternal berupa kenaikan suku bunga internasional dan meningkatnya harga minyak dunia. Kedua, dalam tekanan eksternal yang berat tersebut, perekonomian dalam keseluruhan tahun 25 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dengan laju pertumbuhan triwulanan yang melambat. Ketiga, upaya untuk meningkatkan stabilitas ekonomi dan sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi perlu mendapat perhatian lebih besar dan sungguh-sungguh. A. PEREKONOMIAN DUNIA Pertumbuhan perekonomian dunia pada tahun 25 diperkirakan sebesar 4,3 persen; lebih lambat dari tahun 24 (5,1 persen). Perlambatan ekonomi dunia tersebut terjadi pada semua kelompok negara. Perekonomian negara-negara industri maju diperkirakan tumbuh 2,5 persen, lebih rendah dari tahun 24 (3,3 persen) dengan perekonomian AS dan Jepang yang diperkirakan tumbuh masing-masing 3,5 persen dan 2, persen, lebih rendah dari tahun 24 (4,2 persen dan 2,7 persen). Dari sisi produksi, perlambatan pertumbuhan tersebut berasal dari sektor industri dan perdagangan; sedangkan sektor jasa-jasa lainnya diperkirakan mengalami peningkatan. Perlambatan ekonomi dunia pada tahun 25 juga disebabkan oleh tingginya harga minyak dunia yang pada gilirannya menurunkan kepercayaan usaha di berbagai negara. Dalam sembilan bulan pertama tahun 25, harga minyak dunia meningkat antara lain didorong oleh tingginya permintaan minyak dunia terutama di AS, China, dan India; kerusakan kilang minyak di kawasan AS akibat badai Katrina, Rita, dan Wilma, serta unsur spekulasi yang menyertainya. Perkembangan harga minyak dunia sampai bulan September 25 dapat dilihat pada Grafik I.1. US$/barel Grafik I.1. HARGA MINYAK MENTAH DUNIA 6 5 4 3 2 1 Jan '98 Jan '99 Jan' Jan' 1 Jan' 2 Jan'3 Jan'4 Jan'5 Dubai Brent WTI I 1

Perekonomian dunia yang melambat pada tahun 25 tetap mendorong permintaan komoditi ekspor. Dalam tahun 25, volume perdagangan dunia diperkirakan masih meningkat sebesar 7, persen; lebih lambat dari tahun 24 (1,3 persen). Dengan meningkatnya permintaan dunia tersebut, harga ekspor komoditi non-migas diperkirakan meningkat 8,6 persen; lebih rendah dibandingkan tahun 24 (18,5 persen). Harga ekspor karet dan kopi robusta dalam tahun 25 meningkat berturut-turut sebesar 1,5 persen dan 46,5 persen. Kenaikan juga terjadi pada komoditi beras. Harga beras di pasar internasional, seperti beras Bangkok, dalam periode yang sama meningkat sebesar 21,2 persen. Sementara harga ekspor minyak sawit menurun sebesar 12,1 persen. Perkembangan harga ekspor karet, kopi, dan minyak sawit sejak tahun 1999 Desember 25 dapat dilihat pada Grafik I.2. Karet, Kopi (US$ cent/lb) 14 12 1 8 6 4 Grafik I.2. HARGA EKSPOR KARET, MINYAK SAWIT, KOPI 2 Jan '99 Jan' Jan' 1 Jan' 2 Jan'3 Jan'4 Jan'5 Minyak Sawit Kopi Robusta Karet 7 6 5 4 3 2 1 Minyak Sawit (US$ cent/lb) Dalam tahun 25, perekonomian dunia juga dibayangi oleh resiko melebarnya kesenjangan global. Pertumbuhan ekonomi AS yang didorong oleh kebijakan moneter dan fiskal yang longgar selama beberapa tahun terakhir telah meningkatkan defisit anggaran dan defisit neraca transaksi berjalan AS. Sejak tahun 21, defisit anggaran dan defisit transaksi berjalan AS meningkat masing-masing dari 1,5 persen dan 3,8 persen PDB pada tahun 21 menjadi 3,9 persen dan 5,7 persen PDB pada tahun 24. Dalam tahun 25, defisit transaksi berjalan AS diperkirakan mencapai sekitar 6 persen PDB. Meningkatnya defisit transaksi berjalan AS yang tinggi menimbulkan kekuatiran terhadap meningkatnya resiko ketidakstabilan moneter internasional dan sistem keuangan global yang pada gilirannya dapat memberi dampak negatif terhadap perekonomian dunia. Fenomena kesenjangan global dapat dilihat pada Boks I.1. BOKS I.1. KESENJANGAN GLOBAL Kesenjangan global yang merupakan fenomena ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir ini bersumber dari meningkatnya ketidakseimbangan perdagangan antara AS yang terus mengalami defisit neraca transaksi berjalan dengan negara-negara Asia dan pengekspor minyak yang mengalami surplus. Defisit neraca perdagangan AS yang terus I 2

meningkat tersebut dibiayai oleh arus modal ke AS. Besarnya defisit transaksi berjalan AS yang pada tahun 25 diperkirakan sekitar USD 7 8 miliar tersebut telah menimbulkan kekuatiran terhadap kemungkinan terjadinya ketidakstabilan moneter dan keuangan internasional. BESARNYA KESENJANGAN GLOBAL. Selama 5 tahun terakhir ini, defisit neraca transaksi berjalan AS meningkat sangat tinggi. Dalam tahun 24 defisit neraca transaksi berjalan AS mencapai 5,7 persen PDB dan pada tahun 25 diperkirakan meningkat menjadi lebih dari 6 persen PDB. Pada tahun 21, neraca transaksi berjalan AS masih berimbang. Defisit transaksi berjalan dan anggaran AS dapat dilihat pada Grafik I.3. % terhadap PDB 4 2-2 -4-6 Grafik I.3. DEFISIT TRANS. BERJALAN & ANGGARAN AS 199 1992 1994 1996 1998 2 22 24 Trans. Berjln. Anggaran Sementara itu, negara-negara mitra dagang AS antara lain Jepang, China, dan negaranegara emerging Asia lainnya terus mencatat surplus neraca transaksi berjalan sejak krisis Asia tahun 1997-98 dan diperkirakan mencapai USD 4 miliar pada tahun 25. Dengan meningkatnya harga minyak dunia, negara-negara pengekspor minyak juga diperkirakan mengalami surplus neraca transaksi berjalan sebesar USD 35 miliar. Dalam pada itu, kondisi neraca transaksi berjalan negara-negara Eropah relatif konstan dengan sedikit surplus. Pembiayaan defisit neraca transaksi berjalan AS sebagian besar berasal dari fixed income dalam bentuk portfolio bond dan surat berharga yang berasal dari akumulasi cadangan devisa bank sentral luar negeri. PENYEBAB MENINGKATNYA DEFISIT TRANSAKSI BERJALAN AS. Beberapa faktor utama yang meningkatkan defisit neraca transaksi berjalan AS adalah sebagai berikut. Pertama, menurunnya tabungan masyarakat. Tabungan masyarakat (neto) menurun sangat tajam yaitu dari 8 persen pada tahun 198an menjadi kurang dari 2 persen pada tahun 25. Ketidakseimbangan antara tabungan dan investasi masyarakat ini diperkirakan ikut mendorong meningkatnya defisit neraca transaksi berjalan AS dan menjadikan AS sebagai negara pengutang terbesar di dunia dengan kewajiban sekitar 2 25 persen PDB AS. Kedua, kebijakan fiskal AS yang ekspansif sejak tahun 21. Dalam tahun 24, defisit anggaran AS mencapai sekitar 4 persen PDB. Dengan tingkat tabungan investasi masyarakat negatif sekitar 1 persen, defisit anggaran AS merupakan penyumbang terbesar dari defisit transaksi berjalan. Menurunnya tabungan masyarakat disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, ekspektasi positif terhadap perekonomian AS dalam jangka panjang yang kemudian meningkatkan ekspektasi terhadap pendapatan masyarakat, mendorong konsumsi masyarakat, dan I 3

pada gilirannya menurunkan tabungan masyarakat. Sementara itu produktivitas di AS yang tinggi dan menggambarkan return terhadap investasi yang tinggi tetap memberi daya tarik yang kuat bagi masuknya modal ke AS dan memungkinkan AS untuk membiayai neraca transaksi berjalannya. Kedua, kebijakan moneter yang longgar yang mengakibatkan rendahnya suku bunga riil selama beberapa tahun sebelumnya. Ketiga, penggelembungan harga-harga aset (asset price bubbles) yang memberi wealth effects dan pada gilirannya meningkatkan konsumsi dan menurunkan tingkat tabungan masyarakat. RESIKO BERLANJUTNYA KESENJANGAN GLOBAL. Secara ringkas defisit neraca transaksi berjalan yang terus meningkat diperkirakan tidak akan berkelanjutan. Salah satu kekuatiran yang kemungkinan timbul adalah terjadinya reaksi yang berlebihan terutama dalam bentuk pembalikan modal (capital reversal) ke luar dari AS. Apabila kondisi ini terjadi diperkirakan terjadi gejolak yang luar biasa dalam stabilitas moneter, keuangan, dan perdagangan dunia. Nilai tukar dolar AS terhadap mata uang kuat dunia lainnya dapat merosot drastis yang memberi dampak negatif besar terhadap perekonomian AS pada khususnya serta perekonomian dunia pada umumnya. LANGKAH POKOK MENGURANGI MELEBARNYA KESENJANGAN GLOBAL. Mengingat resikonya yang besar terhadap stabilitas ekonomi dunia, beberapa langkah pokok ditempuh untuk mengurangi melebarnya kesenjangan global meliputi tiga kebijakan pokok. Pertama, mempercepat konsolidasi fiskal di Amerika Serikat. Salah satu prioritas utama kebijakan fiskal dalam negeri AS dalam jangka menengah adalah mengurangi defisit anggaran dan diharapkan dapat mencapai anggaran berimbang pada tahun 21. Dalam kaitan itu, rencana anggaran AS tahun 26 disempurnakan pada sisi pengeluaran dan penerimaan. Sisi pengeluaran diperketat, dan sisi penerimaan ditingkatkan termasuk dengan mengurangi pengecualian pajak (tax exemption), meningkatkan pajak energi, mengenakan tambahan pajak pertambahan nilai (value added tax) atau pajak penjualan. Dengan kebijakan tersebut diperkirakan defisit neraca transaksi berjalan akan menurun sebesar 2 persen dalam jangka waktu 1 tahun dan kewajiban luar negeri AS akan menurun lebih dari 1 persen dalam periode yang sama. Kedua, meningkatkan fleksibilitas nilai tukar di negara-negara Asia. Dengan kebijakan ini diharapkan impor negara-negara kawasan Asia dari AS meningkat yang pada gilirannya akan mengurangi kewajiban luar negeri AS. Kebijakan ini perlu disertai dengan upaya untuk meningkatkan permintaan domestik di negara-negara Asia yang berbeda satu sama lain. Di negara-negara yang tingkat investasinya rendah, kebijakan ditekankan pada upaya untuk mendukung peningkatan investasi termasuk reformasi sektor keuangan, mengurangi berbagai hambatan yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, serta memperbaiki iklim ketenagakerjaan. Ketiga, melakukan perubahan struktural di negara-negara Eropa dan Jepang. Reformasi struktural diarahkan untuk memperbaiki daya saing, meningkatkan akumulasi modal dan mengurangi distorsi di pasar tenaga kerja yang secara keseluruhan akan meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan Jepang. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan ini akan memperbaiki sektor eksternal, meningkatkan nilai tukar mata uang, serta memberi spillover effects pada pertumbuhan ekonomi dunia. I 4

Dalam kaitan itu, sejak pertengahan tahun 24, kebijakan moneter AS memberi tekanan pada stabilitas moneter. Secara bertahap suku bunga Fed Funds dinaikkan 13 kali hingga menjadi 4,25 persen pada pertengahan bulan Desember 25. Perubahan kebijakan ini memberi pengaruh pada perubahan nilai tukar mata uang dunia dan akan menaikkan suku bunga internasional. Upaya untuk mengurangi kesenjangan global juga dilakukan oleh Pemerintah China dengan melakukan revaluasi nilai tukar Yuan terhadap dolar AS. Perkembangan suku bunga Fed Funds sejak pertengahan tahun 199 Desember 25 dapat dilihat pada Grafik I.4. (%) Grafik I.4. SUKU BUNGA FED FUNDS 8 7 6 5 4 3 2 1 13-Jul-9 13-Sep-91 15-Nov-94 24-Agt-99 27-Jun-1 21-Sep-4 Dalam kecenderungan suku bunga internasional yang meningkat, kinerja bursa-bursa saham di dunia tetap terjaga. Pada akhir Desember 25, Indeks Nikkei di Jepang, Indeks Strait Times di Singapura, dan Indeks Hang Seng di Hongkong meningkat masingmasing sebesar 4,2 persen, 13,6 persen, dan 4,5 persen dibandingkan akhir tahun 24. Sementara itu Indeks Dow Jones di New York menurun,6 persen dalam periode yang sama. Perkembangan indeks saham sejak awal tahun 2 pada beberapa bursa terkemuka di dunia dapat dilihat pada Grafik I.5. 12 Grafik I.5. INDEKS SAHAM BURSA INTERNASIONAL 25 New York 11 1 9 8 7 6 Jan' Jan' 1 Jan' 2 Jan'3 Jan'4 Jan'5 New York Tokyo Hongkong 1825 16 1375 115 925 7 Tokyo, Hongkong B. MONETER, PERBANKAN, DAN PASAR MODAL Meningkatnya harga minyak dunia dan kenaikan suku bunga internasional memberi tekanan pada stabilitas moneter di dalam negeri. Harga minyak dunia yang terus meningkat sejak paruh kedua tahun 24 menuntut disesuaikannya harga BBM I 5

dalam negeri. Pada awal Maret 25 harga BBM di dalam negeri dinaikkan rata-rata sebesar 29 persen. Kenaikan harga BBM ini memberi dorongan terhadap inflasi bulan Maret 25. Selanjutnya dalam triwulan II dan III/25, stabilitas moneter di dalam negeri tertekan dengan ekspektasi kenaikan lebih lanjut suku bunga Fed Funds dan meningkatnya kebutuhan devisa untuk impor BBM. Pada bulan Agustus 25 suku bunga Fed Funds dinaikkan 25 bps menjadi 3,5 persen serta pada bulan September, November, dan Desember 25 dinaikkan lagi masing-masing sebesar 25 bps sehingga menjadi 4,25 persen pada pertengahan Desember 25. Tekanan eksternal yang berat, respon kebijakan suku bunga di dalam negeri yang relatif lambat serta kekuatiran terhadap ketahanan fiskal dengan meningkatnya beban subsidi BBM selanjutnya melemahkan nilai tukar rupiah. Pada akhir Juni 25 rupiah mencapai Rp 9.713,- per dolar AS atau melemah 2,3 persen dibandingkan akhir bulan sebelumnya. Pelemahan rupiah terus berlangsung, hingga menjelang akhir Agustus 25, nilai tukar rupiah melewati Rp 1.,- per USD. Hubungan antara suku bunga riil dengan nilai tukar rupiah diberikan pada Boks I.2. BOKS I.2. KURS DAN SUKU BUNGA RIIL Melemahnya kurs rupiah sudah terjadi sejak akhir Mei 24 saat pertama kali dinaikkannya suku bunga Fed Funds sebesar 25 bps dari 1 persen. Kurs rupiah pada akhir Mei 24 mencapai Rp 9.21 per USD atau melemah 6,3 persen dibandingkan akhir bulan sebelumnya. Dalam bulan Juni 24, rupiah melemah lagi mencapai Rp 9.4 per USD. Kebijakan moneter yang dikeluarkan bulan Juli 24 untuk menyerap kelebihan likuiditas dengan meningkatkan Giro Wajib Minimum (GWM) mampu menahan pelemahan rupiah pada tahun 24. Selanjutnya suku bunga Fed Funds terus meningkat secara bertahap hingga mencapai 3,5 persen pada akhir bulan Agustus 25. Kenaikan suku bunga Fed Funds tidak hanya berpengaruh pada rupiah, tetapi juga pada mata uang lainnya yang menganut nilai tukar mengambang seperti Yen Jepang dan Bath Thailand. Dibandingkan mata uang lainnya, rupiah mengalami penurunan yang lebih besar. Dibandingkan akhir April 24 (saat sebelum terbentuknya ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Funds), kurs Bath pada akhir Juni 25 hanya melemah sebesar 3,1 persen dan Yen sebesar,8 persen; sedangkan rupiah melemah sebesar 12,1 persen. Selanjutnya pada akhir Juli 25, Bath dan Yen menguat; sedangkan rupiah masih melemah. Kepercayaan terhadap rupiah terkait dengan besarnya suku bunga riil yaitu suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi. Sejak bulan April 24, suku bunga riil, yang dicerminkan oleh suku bunga deposito 1 bulan, bernilai negatif kecuali pada empat bulan terakhir tahun 24. Pergerakan suku bunga riil dan kurs rupiah diberikan pada Grafik I.6. Menanggapi perubahan kebijakan moneter AS yang sebelumnya longgar ke arah yang ketat, respon suku bunga di dalam negeri lamban. Suku bunga SBI 1 bulan hanya I 6

meningkat dari 7,33 persen pada bulan April 24 menjadi 8,25 persen pada bulan Juni 25 (kenaikan,9 persen) dengan kenaikan yang baru dilakukan pada bulan April 25. Sementara itu suku bunga Thailand (proksi suku bunga deposito 3 bulan) sudah meningkat sebesar 1,7 persen dengan kenaikan yang bertahap searah dengan kenaikan suku bunga internasional. Respon suku bunga SBI dan suku bunga deposito Bath Thailand dapat dilihat pada Grafik I.7. Kurs (Rp/US$) 7 8 9 1 11 Grafik I.6. SUKU BUNGA RIIL DAN KURS RUPIAH 12 Jan' Jan' 1 Jan' 2 Jan'3 Jan'4 Jan'5 15 11 7 3-1 -5 Suku Bunga Riil Deposito (%) Kurs (Rp/US$) Suku Bunga Riil Deposito Deposito Bath Thailand 3 Bulan [%] 5,5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 Grafik I.7. RESPON SUKU BUNGA Mar Mei Jul Sep Nov Jan'5 Mar Mei Jul Sep 12,5 12 11,5 11 1,5 1 9,5 9 8,5 8 7,5 7 Suku Bunga SBI 3 Bulan [%] Deposito Bath 3 Bulan Suku Bunga SBI 3 Bulan Fed Funds Kenaikan suku bunga yang lambat dalam ekspektasi inflasi yang tinggi setelah kenaikan harga BBM awal Maret 25 mengakibatkan rendahnya suku bunga riil untuk SBI dan bahkan negatif untuk suku bunga deposito. Dengan ekspektasi laju inflasi sebesar 8 persen, suku bunga riil SBI hanya sekitar,25 persen dan suku bunga riil deposito 1 bulan bahkan negatif sebesar 1 persen. Suku bunga riil deposito yang negatif ini mengakibatkan turunnya kepercayaan terhadap rupiah dan sangat rentan terhadap kepanikan masyarakat. Suku bunga yang rendah tersebut juga tidak mencerminkan kebijakan moneter yang responsif untuk mengurangi tekanan inflasi yang makin besar. Suku bunga riil seharusnya lebih besar dari kondisi normal untuk menampung risk premium yang makin besar. Kebijakan moneter yang dikeluarkan pada tanggal 3 Agustus 25 mampu menahan pelemahan rupiah. Kebijakan yang berintikan kenaikan suku bunga SBI menjadi 9,5 persen dan kenaikan suku bunga penjaminan baik dalam rupiah maupun USD mampu menahan pelemahan rupiah yang sempat menyentuh Rp 12.,.- per USD menjadi Rp 1.4,- per USD pada penutupan 3 Agustus 25. I 7

Nilai tukar rupiah relatif stabil pasca Kebijakan 3 dan 31 Agustus 25. Dalam rangka menahan melemahnya rupiah, pada akhir Agustus 25 suku bunga SBI 1 bulan dinaikkan 75 bps menjadi 9,5 persen dan kepastian kenaikan harga BBM dimajukan dari rencana semula pada awal tahun 26 menjadi awal Oktober 25 dengan mengupayakan tersalurnya program kompensasi yang telah direncanakan (pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pedesaan) dan bantuan langsung tunai yang pendataannya selesai akhir September 25 serta penyampaian rencana kebijakan di bidang energi, fiskal, dan investasi. Rincian kebijakan moneter tanggal 3 Agustus 25 dan agenda ekonomi tanggal 31 Agustus 25 dapat dilihat pada Boks I.3. KEBIJAKAN MONETER 3 AGUTUS 25 BOKS I.3. KEBIJAKAN 3 DAN 31 AGUSTUS 25 DALAM RANGKA MENJAGA STABILITAS RUPIAH Langkah-Langkah Segera (a) Menaikkan BI rate sebesar 75 bps menjadi 9,5 persen berlaku sejak 3 Agustus 25; (b) Menaikkan suku bunga FASBI 7 hari sebesar 1 bps menjadi 8,5 persen berlaku sejak 31 Agustus 25; (c) Menyerap likuiditas secara maksimal melalui FTL dengan variable rate tender; (d) Menaikkan suku bunga maksimum penjaminan simpanan untuk bulan September 25 (a) Rupiah: 1 bulan menjadi BI rate+5 bps; dan (b) Valas: dari 3 persen menjadi 4,25 persen; (e) Menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan dengan LDR; (f) Menaikkan imbalan jasa giro yang semula 3 persen menjadi 5,5 persen untuk seluruh tambahan GWM di atas 5 persen. Langkah-Langkah Berikutnya (a) Menyediakan fasilitas swap dengan BI dalam rangka hedging; (b) Melakukan intervensi valas dengan instrumen swap jangka pendek; (c) Menyempurnakan ketentuan kehati-hatian dalam transaksi devisa antara lain melalui pengaturan margin trading dan penyesuaian PDN; (d) Meningkatkan pengawasan intensif terhadap bank atas transaksi valas tanpa underlying transaction termasuk pengenaan sanksi sesuai aturan yang berlaku. AGENDA EKONOMI 31 AGUSTUS 25 Energi: Menaikkan harga BBM setelah penyampaian dana kompensasi BBM kepada masyarakat miskin. Moneter: Sebagaimana kebijakan moneter 3 Agustus 25. Fiskal: Memastikan bahwa APBN Tahun 25 berkelanjutan, terkelola, dan sehat dengan menutup defisit melalui penerbitan obligasi dalam negeri dan internasional, privatisasi BUMN, dan divestasi saham aset. Investasi: Mempercepat realisasi investasi. Pasca gejolak rupiah akhir Agustus 25, kebijakan suku bunga responsif dalam mengurangi tekanan inflasi dan menjaga stabilitas rupiah. BI rate secara cepat I 8

ditingkatkan berturut-turut menjadi 1, persen pada bulan September 25 dan 11, persen pada bulan Oktober 25, dan dinaikkan lagi menjadi 12,25 persen dan 12,75 persen pada awal November dan Desember 25. Pada bulan Oktober November 25, kurs rupiah relatif stabil pada sekitar Rp 1.,- per USD. Dengan perkembangan ini dalam keseluruhan tahun 25, rata-rata kurs rupiah mencapai sekitar Rp 9.75 per USD. Laju inflasi meningkat dengan melemahnya rupiah, kenaikan harga BBM di dalam negeri dan tingginya ekspektasi terhadap inflasi. Dalam rangka mengurangi membengkaknya defisit APBN Tahun 25, pada tanggal 1 Oktober 25 harga BBM di dalam negeri dinaikkan rata-rata (sederhana) sebesar 127 persen. Melemahnya rupiah, meningkatnya ekspektasi terhadap inflasi, dan kenaikan harga BBM di dalam negeri memberi dorongan terhadap inflasi yang besar pada bulan Oktober 25. Pada bulan Oktober 25, laju inflasi mencapai 8,7 persen (m-t-m). Laju inflasi yang tinggi pada bulan Oktober 25 merupakan kombinasi antara cost push yang terkait kenaikan harga BBM dan demand pull yang terkait dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh awal November 25. Rincian unsur-unsur pendorong inflasi pada bulan Oktober 25 dapat dilihat pada Boks I.4. BOKS I.4. DORONGAN INFLASI BULAN OKTOBER 25 Laju inflasi bulan Oktober sebesar 8,7 persen (m-t-m) terutama didorong oleh kenaikan biaya (cost push) yang terutama berasal dari kenaikan harga BBM 1 Oktober 25 serta dorongan permintaan (demand pull) dengan dekatnya perayaan hari Raya Idul Fitri. Sumbangan inflasi terbesar bulan Oktober 25 berasal dari kelompok pengeluaran (a) transpor, dan jasa keuangan; (b) perumahan, air bersih, gas dan bahan bakar; serta (c) bahan makanan berturut-turut sebesar 4,17 persen, 1,94 persen, dan 1,78 persen. Tingginya laju inflasi pada bulan Oktober 25 berasal dari kenaikan harga BBM (bensin, minyak tanah, dan solar) yang secara total menyumbang 3,47 persen serta angkutan dalam kota dan antar kota yang secara total menyumbang 2, persen. Kelima jenis barang dan jasa ini menyumbang sebesar 5,47 persen (63 persen dari laju inflasi sebesar 8,7 persen) yang tercakup dalam 2 kelompok pengeluaran yaitu: (a) perumahan, air bersih, gas dan bahan bakar serta (b) transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Pada inflasi kelompok bahan makanan, sumbangan terbesar berasal dari cabe merah (,51 persen), beras (,28 persen), dan ikan segar (,22 persen). Sedangkan pada inflasi kelompok makanan jadi, sumbangan terbesar berasal dari nasi dan lauk pauk (,1 persen) dan mie (,8 persen). Sementara itu kelompok pengeluaran (a) sandang; (b) kesehatan; serta (c) pendidikan, rekreasi, dan olah raga tidak mengalami kenaikan harga yang berarti. Tingginya laju inflasi bulan Oktober 25 juga didorong oleh permintaan musiman terkait dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1426H awal November 25. Pada akhir I 9

bulan Oktober 25, posisi uang primer mencapai Rp 256,9 triliun atau naik 14,5 persen dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya. Kenaikan ini terutama didorong oleh uang beredar di masyarakat (kertas dan logam) sebesar 21,8 persen; sedangkan giro bank pada BI meningkat sebesar 3,6 persen. Laju inflasi menurut kelompok dan sub kelompok pengeluaran yang inflasinya lebih besar dari 5 persen serta sumbangannya terhadap inflasi dapat dilihat pada tabel berikut. LAJU INFLASI BULAN OKTOBER 25 Kelompok/Sub Kelompok (>5%) Bahan Makanan - Padi-padian, Umbi-umbian, dan Hasilnya - Daging dan Hasil-hasilnya - Ikan Segar - Sayur-sayuran - Kacang-kacangan - Buah-buahan - Bumbu-bumbuan Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar - Bahan Bakar, Penerangan, dan Air Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan - Transpor - Sarana dan Penunjang Transpor Sumber: BPS Inflasi (m-t-m) 7,24 5,2 5,2 6,92 7,91 5,57 5,32 29,1 3,21 7,4 22,18 1,84,95 1,4 28,57 41,69 5,29 SUMBANGAN KELOMPOK PENGELUARAN THD INFLASI OKTOBER 25 Kelompok Sumbangan Bahan Makanan 1,78 Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau,57 Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 1,94 Sandang,11 Kesehatan,4 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga,9 Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 4,17 INFLASI 8,7 Sumber: BPS Pada bulan November 25, laju inflasi (m-t-m) mencapai 1,31 persen terutama didorong oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan. Sedangkan pada bulan Desember 25 terjadi deflasi sebesar,4 persen terutama disebabkan oleh menurunnya harga kelompok bahan makanan sebesar 1,34 persen. Dengan perkembangan ini, laju inflasi dalam tahun 25 (y-o-y) mencapai 17,1 persen. Selanjutnya dalam rangka mengurangi biaya tinggi sebagai akibat dari kenaikan harga BBM dan sekaligus meningkatkan daya saing usaha dikeluarkan Paket Insentif 1 Oktober 25 mencakup beberapa rencana tindak di bidang fiskal, perdagangan, dan perhubungan. Rincian dari Paket 1 Oktober 25 dapat dilihat pada Boks I.5. I 1

BOKS I.5. PAKET INSENTIF 1 OKTOBER 25 Dalam rangka mengurangi biaya tinggi dan meningkatkan daya saing usaha terutama setelah kenaikan harga BBM dikeluarkan paket insentif di bidang fiskal, perdagangan, dan perhubungan. DI BIDANG FISKAL: (a) Status PPN atas produk primer dirubah menjadi barang tidak kena pajak berlaku sejak Januari 26; (b) Bea masuk bahan baku dan komponen industri alat-alat berat dibebaskan efektif November 25; (c) Bea masuk gula diringankan, raw sugar dari Rp 55/kg menjadi Rp 25/kg, gula rafinasi dan gula putih masing-masing dari Rp 79/kg menjadi Rp 53/kg, efektif November 25; (d) Bea masuk atas engine assy untuk angkutan umum dibebaskan; (e) Bea masuk converter kits untuk energi dibebaskan; (e) Pengenaan PNBP transaksi ekspor impor ditunda 3 bulan sejak November 25; (f) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dinaikkan 1 persen, Januari 26; (g) Tarif mobil kendaraan penumpang umum diturunkan, efektif November 25; (h) Pembatalan perda mengenai pajak dan retribusi yang menghambat dunia usaha dipercepat. DI BIDANG PERDAGANGAN: (a) Verifikasi teknis impor untuk garam kebutuhan farmasi, tire cord, filter cloth, kain goni, dan karung goni, dibebaskan, efektif Oktober 25; (b) Penyelundupan dikurangi dengan menambah jalur prioritas dan jalur hijau kepada importir produsen serta jalur merah kepabeanan untuk importir umum, efektif Oktober 25; serta (c) SKA diperketat. DI BIDANG PERHUBUNGAN: (a) Jembatan timbang dikurangi dari 127 menjadi 64, efektif Oktober 25; (b) Harga CHC diturunkan dan surcharge ditetapkan tidak lebih dari 5 persen, efektif Oktober 25; (c) 36 perda sektor perhubungan tentang dispensasi kelebihan beban angkutan kendaraan di jembatan timbang dibatalkan, efektif Oktober 25. Kinerja pasar modal tetap terjaga. Kinerja pasar modal di Bursa Efek Jakarta tetap terjaga meskipun sempat menurun pada saat rupiah melemah menjelang akhir Agustus 25. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sempat menurun di bawah 1. menjelang akhir Agustus 25. Pada akhir bulan Agustus 25, IHSG di BEJ ditutup pada tingkat 1.5,1. Langkah-langkah untuk menjaga stabilitas rupiah menguatkan kembali kepercayaan terhadap pasar modal. Pada akhir Desember 25, IHSG di BEJ ditutup pada tingkat 1.162,6 atau 16,2 persen lebih tinggi dibandingkan akhir tahun 24. Perkembangan kurs rupiah harian dan IHSG di BEJ bulan Januari Desember 25 diberikan pada Grafik I.8. I 11

Kurrs (Rp/US$) 9 92 94 96 98 1 12 14 16 18 11 Grafik I.8. KURS RUPIAH HARIAN DAN IHSG-BEJ 3-Jan-5 1-Feb-5 18-Mar-5 22-Apr-5 3-May-5 4-Jul-5 8-Aug-5 14-Sep-5 2-Oct-5 1-Dec-5 124 12 116 112 18 14 1 96 92 88 84 IHSG di BEJ Kurs Rupiah IHSG di BEJ Suku bunga di dalam negeri meningkat untuk mengurangi tekanan inflasi dan menjaga stabilitas rupiah. Dalam rangka meredam gejolak nilai tukar rupiah, suku bunga SBI 1 bulan pada akhir Agustus dinaikkan sebesar 75 bps menjadi 9,5 persen. Pada bulan September dan Oktober 25, suku bunga SBI dinaikkan lagi menjadi 1 persen dan 11 persen. Selanjutnya untuk menjaga kepercayaan terhadap rupiah dengan tingginya laju inflasi bulan Oktober 25, BI rate dinaikkan lagi pada awal November 25 dan awal Desember 25 masing-masing sebesar 125 bps dan 5 bps menjadi 12,25 persen dan 12,75 persen. Kenaikan BI rate juga diikuti oleh kenaikan suku bunga penjaminan dan suku bunga dalam dolar AS. Sejalan dengan pola kenaikan ini, suku bunga deposito 1 bulan meningkat menjadi 1,4 persen pada akhir Oktober 25, lebih tinggi 4 bps dibandingkan akhir tahun 24. Suku bunga kredit meningkat menyesuaikan kenaikan suku bunga pinjaman. Kenaikan suku bunga deposito yang cukup tinggi mendorong kenaikan suku bunga kredit secara cepat. Pada bulan Oktober 25, suku bunga kredit modal kerja dan kredit investasi meningkat menjadi 15,18 persen dan 14,92 persen; lebih tinggi masingmasing sebesar 177 bps dan 87 bps dibandingkan akhir tahun 24. Peningkatan suku bunga kredit yang lebih lambat dari bunga pinjaman ini dimungkinkan dengan masih adanya selisih antara suku bunga pinjaman dan suku bunga simpanan (spread). Pada bulan Oktober 25, selisih antara suku bunga kredit modal kerja dengan suku bunga deposito 3 bulan sebesar 5,8 persen; lebih tinggi dari Desember 22 (4,2 persen). Perkembangan suku bunga SBI, deposito 3 bulan, serta kredit modal kerja sampai bulan Desember 25 dapat dilihat pada Grafik I.9. [%] 22 18 14 1 6 Grafik I.9. PERKEMBANGAN SUKU BUNGA 2 Jan' Jan' 1 Jan' 2 Jan'3 Jan'4 Jan'5 Kredit Modal Kerja Deposito 3 Bulan SBI (1 bulan) I 12

Penyaluran kredit perbankan tetap tinggi dalam kecenderungan suku bunga yang meningkat. Sampai dengan akhir Oktober 25, posisi kredit perbankan mencapai Rp 678,4 triliun atau naik 29,1 persen dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya. Dengan perkembangan ini, loan-to-deposit ratio (LDR) meningkat menjadi 54,8 persen pada akhir Oktober 25 atau naik 485 bps dibandingkan akhir tahun 24. Kenaikan kredit perbankan lebih didorong oleh kredit konsumsi. Meskipun meningkat, kenaikan kredit perbankan lebih didorong oleh kredit konsumsi. Pada akhir Oktober 25, kredit konsumsi tumbuh sebesar 43, persen dibandingkan bulan yang sama tahun 24. Kenaikan kredit konsumsi yang terjadi sejak tahun 2 mengakibatkan peranannya meningkat dari 1,3 persen pada akhir tahun 1996 (sebelum krisis) menjadi 3, persen pada akhir Oktober 25. Dilihat dari sektor ekonomi, kredit lebih banyak disalurkan kepada sektor industri, perdagangan, serta jasa-jasa. Pertumbuhan kredit perbankan dan komposisi kredit perbankan Desember 1996 dan Oktober 25 dapat dilihat pada Grafik I.1 dan Grafik I.11. %, y-o-y Grafik I.1. PERTUMBUHAN KREDIT PERBANKAN 6 5 4 3 2 1-1 -2 Jan' 2 Jul Jan'3 Jul Jan'4 Jul Jan'5 Jul Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi 1% Grafik I.11. KOMPOSISI KREDIT PERBANKAN 8% 6% 4% 2% % Des 1996 Oktober Kredit Investasi Kredit Modal Kerja Kredit Konsumsi Non-performing loan (NPL) meningkat sejak bulan Mei 25. Pada akhir Agustus 25, NPL meningkat tajam menjadi Rp 51,7 triliun dari Rp 25, triliun pada bulan Maret 25. Peningkatan NPL ini terutama disebabkan oleh kenaikan kredit dalam kriteria kurang lancar dan macet. Dalam bulan Oktober 25, NPL membaik, menjadi Rp 49,8 triliun, atau turun 3,8 persen dibandingkan bulan Agustus 25. Perkembangan NPL sejak Januari 23 dapat dilihat pada Grafik I.12. I 13

NPL (%) 8 7 6 5 4 3 Grafik I.12. NON-PERFORMING LOAN PERBANKAN 2 Jan'3 Jul Jan'4 Jul Jan'5 Jul NPL (%) NPL (Rp Triliun) 7 6 5 4 3 2 1 NPL (Rp Triliun) C. NERACA PEMBAYARAN Dalam perekonomian dunia tahun 25 yang cenderung melambat, penerimaan ekspor meningkat cukup tinggi. Dalam 11 bulan pertama tahun 25, total ekspor mencapai US$ 77,3 milliar, atau naik 19, persen dibandingkan periode yang sama tahun 24. Kenaikan penerimaan ekspor tersebut didorong oleh ekspor migas dan non migas yang meningkat masing-masing sebesar 21,5 persen dan 18,3 persen. Meningkatnya penerimaan ekspor migas didorong oleh harga minyak mentah yang tinggi di pasar dunia. Dalam 11 bulan pertama tahun 25, rata-rata harga ekspor minyak mentah Indonesia di pasar internasional mencapai US$ 53,3 per barel; lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 24 (US$ 37,6 per barel). Sementara itu penerimaan ekspor non-migas didorong oleh ekspor hasil pertanian, industri, dan pertambangan yang meningkat berturut-turut sebesar 25,2 persen, 12,7 persen, dan 75,5 persen. Selain oleh kenaikan volume, penerimaan ekspor non-migas juga didorong oleh harga komoditi yang membaik terutama komoditi pertambangan. Kegiatan ekonomi di dalam negeri meningkatkan kebutuhan impor. Dalam 11 bulan pertama tahun 25, impor meningkat menjadi US$ 52,7 miliar, naik 26,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 24. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan non-migas yang masing-masing naik sebesar 52,6 persen dan 18,4 persen. Dari penggunaannya, kenaikan impor terutama didorong oleh barang modal, bahan baku/penolong, dan barang konsumsi yang berturut-turut naik sebesar 3,7 persen, 26,3 persen, dan 24,7 persen. Perkembangan ekspor dan impor dapat dilihat pada Tabel I.1, Grafik I.13, dan Grafik I.14. I 14

Tabel I.1. RINGKASAN PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR (US$ miliar) Okt Nov Pertumb Jan-Nov Jan-Nov 25 25 (%) 24 25 EKSPOR 7,76 6,83-12, 64,87 77,29 Migas 1,82 1,6-12,1 14,31 17,39 Nonmigas 5,94 5,23-12, 5,56 59,9 - Pertanian 2,26 2,83 - Industri 44,36 49,99 - Pertambangan 4,3 7,8 IMPOR 4,79 4,4-15,7 41,55 52,69 Migas 1,53 1,22-2, 1,53 16,8 Nonmigas 3,26 2,81-13,8 31,2 36,61 Penggunaan Barang Konsumsi,43,4-6,7 3,4 4,24 Bhn Baku/Penolong Barang Modal Sumber: BPS 3,72,65 3,5,59-17,9-9,4 32,4 5,74 4,94 7,5 Pertumb (%) 19,1 21,5 18,5 25,1 12,7 75,5 26,8 52,6 18, 24,7 26,3 3,6 U S $ M ilia r 25 2 15 1 5 Grafik I.13. PERKEMBANGAN EKSPOR 1995:1 1997:1 1999:1 21:1 23:1 25:1 Total Ekspor Non-Migas Hasil Industri Total, Bhn Bk/Penolong (US$ Miliar) 16 12 8 4 Grafik I.14. PERKEMBANGAN IMPOR 1995:1 1997:1 1999:1 21:1 23:1 25:1 Total Impor Bhn Baku/Penolong Barang Modal 3 2,25 1,5,75 Barang Modal (US$ miliar) Peranan pariwisata dalam menyumbang devisa diperkirakan menurun. Sampai dengan 11 bulan pertama tahun 25, arus wisatawan asing yang masuk melalui 13 pintu utama turun sebesar 8,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 24. Penurunan diperlunak dengan arus wisatawan asing ke Jakarta yang meningkat sebesar 1, persen. Bom Bali Kedua 1 Oktober 25 memberi pengaruh bagi arus wisatawan asing ke Bali. Pada bulan Oktober dan November 25, arus wisatawan asing melalui Bandara Ngurah Rai masing-masing turun 48,8 persen dan 22, persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini lebih besar dibandingkan bulan yang sama tahun 24 yang hanya menurun sebesar 9, persen dan 13, I 15

persen. Perkembangan arus wisatawan asing sampai dengan triwulan III/25 dapat dilihat pada Grafik I.15. 13 Pintu Utama (Ribu Orang) Grafik I.15. ARUS WISATAWAN ASING 14 13 12 11 1 9 8 7 6 21:1 22:1 23:1 24:1 25:1 Ngurah Rai (Denpasar) 13 Pintu Utama 55 5 45 4 35 3 25 2 15 Ngurah Rai (Ribu Orang) Dalam tiga triwulan pertama tahun 25, surplus neraca transaksi berjalan serta neraca modal dan finansial masing-masing sebesar US$,4 miliar dan US$,5 miliar. Dalam tiga triwulan pertama tahun 25, kondisi neraca transaksi berjalan dihadapkan pada kebutuhan impor yang meningkat lebih tinggi dibandingkan penerimaan ekspor serta masih tingginya defisit pada jasa-jasa. Sementara itu neraca transaksi modal dan finansial dihadapkan pada terbatasnya investasi langsung serta tingginya pembayaran utang luar negeri swasta. Khusus dalam triwulan II/25, investasi langsung (neto) mengalami surplus sebesar US$ 2,2 miliar terutama didorong oleh masuknya penyertaan saham Phillips Morris yang pencatatannya digolongkan sebagai investasi langsung. Selanjutnya dalam triwulan III/25, investasi portfolio mengalami surplus sebesar US$ 2,3 miliar. Pada akhir November 25, jumlah cadangan devisa mencapai US$ 33,2 miliar, bertambah sebesar US$ 3,1 miliar dibandingkan akhir September 25. Ringkasan neraca pembayaran sampai dengan triwulan III/25 dapat dilihat pada Tabel I.2. Tabel I.2. RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN (US$ miliar) 2 21 22 23 24 Tw. I 25 Tw. II Tw. III Transaksi Berjalan 7,99 6,9 7,82 8,1 3,11 1,17 -,8 -, Transaksi Modal dan Finansial Transaksi Modal Transaksi Finansial - Investasi Langsung - Investasi Portfolio - Investasi Lainnya -7,9 - -4,55-1,91-1,44-7,62 - -2,98 -,25-4,4-1,1 -,15 1,22-2,47 -,95 - -,6 2,25-2,6 2,61 2,61 1,2 3,14-1,55,12 -,39,73-1,1 -,46-2,17-1,54-1,1,87 -,6 2,34-1,53 Total Selisih Perhitungan Lalu Lintas Moneter,9 3,82-3,92 -,72 1,71 -,99 6,72-1,69-5,3 7,16-3,5-3,65 5,72-4,78-1,51 1,28 -,93 -,86-1,25 -,23 -,35,87-4,2 1,48 MEMORANDUM ITEM Cadangan Devisa 29,39 28,2 Sumber: Bank Indonesia, 3 November 25 29,25 27,53 36,32 36,3 33,87 3,32 I 16

D. KEUANGAN NEGARA Bencana alam dan badai Tsunami serta perubahan lingkungan eksternal terutama meningkatnya harga minyak dunia dan suku bunga internasional menuntut perubahan APBN Tahun 25 sebanyak dua kali. Perubahan pertama dilakukan secara parsial dengan memasukkan pembiayaan untuk program rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh serta program kompensasi BBM. Adapun perubahan kedua dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan asumsi ekonomi makro yang mendasari penyusunan APBN. Perubahan kedua APBN Tahun 25 dilakukan untuk mengamankan APBN Tahun 25 dari tekanan harga minyak dunia yang meningkat tajam sejak triwulan II/25. Dengan konsumsi BBM pada tahun 25 yang diperkirakan sebesar 65,6 juta kiloliter, tanpa adanya pengurangan, beban subsidi BBM diperkirakan mencapai Rp 113,7 triliun (4,3 persen PDB) serta defisit anggaran mencapai Rp 46,1 triliun (1,7 persen PDB). Dengan beban subsidi BBM yang sangat besar tersebut, Panitia Anggaran DPR RI 2 September 25 dan Rapat Paripurna DPR RI 27 September 25 menyepakati subsidi BBM pada tahun 25 sebesar Rp 89,2 triliun (3,4 persen PDB) dan defisit anggaran sebesar Rp 24,9 triliun (,9 persen PDB). E. PERTUMBUHAN EKONOMI Dalam tiga triwulan pertama tahun 25, perekonomian tumbuh 5,8 persen (y-o-y). Meskipun pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen tersebut relatif tinggi, namun cenderung melambat. Pada triwulan IV/24, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,7 persen, kemudian melambat menjadi 6,1 persen pada triwulan I/25, 5,8 persen pada triwulan II/25, dan 5,3 persen pada triwulan III/25. Dari sisi permintaan, dalam tiga triwulan pertama tahun 25, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh permintaan eksternal yang bersumber dari ekspor non-migas yang pada gilirannya menjaga investasi dan sektor industri pengolahan tumbuh cukup tinggi. Dalam tiga triwulan pertama tahun 25, ekspor barang dan jasa tumbuh sebesar 9,5 persen dan pembentukan modal tetap bruto meningkat sebesar 12,4 persen. Sementara itu, permintaan domestik relatif rendah daya dorongnya terhadap perekonomian. Konsumsi masyarakat hanya tumbuh sebesar 3,7 persen serta pengeluaran pemerintah sebesar,6 persen antara lain karena kelambatan pencairan APBN Tahun 25. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor industri pengolahan terutama non-migas yang tumbuh sebesar 6,8 persen serta sektor tersier terutama pengangkutan dan komunikasi; perdagangan, hotel, dan restauran; serta keuangan dan jasa perusahaan yang masing-masing tumbuh sebesar 13,3 persen; 9,2 persen, dan 8,4 persen. Sementara itu sektor pertanian hanya I 17

tumbuh 1,7 persen antara lain karena berkurangnya luas lahan pertanian. Ringkasan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan III/25 dapat dilihat pada Tabel I.3. PDB PDB Migas PDB Non-migas Menurut Sektor Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Industri Migas Industri Non-Migas Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Menurut Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa Sumber: Diolah dari BPS Tabel I.3. RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI (persen perubahan, y-o-y) 21 22 23 3,8-5,3 5,1 4,1,3 3,3-6,2 4,9 7,9 4,6 4,4 8,1 6,6 3,2 3,5 7,6 6,5,6 4,2 4,4-1,3 5,1 3,2 1, 5,3 2,5 5,7 8,9 5,5 3,9 8,4 6,4 3,8 3,8 13, 4,7-1,2-4,2 4,9-2,9 5,8 4,3 -,9 5,3,8 6, 5,9 6,7 5,3 11,6 7, 3,9 3,9 1, 1, 8,2 2,7 24 5,1-4,4 6,2 4,1-4,6 6,2-4,6 7,7 5,9 8,2 5,8 12,7 7,7 4,9 4,9 1,9 15,7 8,5 24,9 25 Tw 1-3 5,8-4,5 6,8 1,7 -,8 5,8-1,7 6,8 8,8 7,2 9,2 13,3 8,4 4,9 3,7,6 12,4 9,5 14,1 Perkembangan Sisi Pengeluaran. Lemahnya daya dorong konsumsi rumah tangga antara lain tercermin menurunnya indeks keyakinan konsumen dan perdagangan eceran (retail). Dalam bulan Oktober 25, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang dikumpulkan oleh Danareksa Research Institute mencapai 89,5; menurun dari 17,5 pada akhir Desember 24. Indeks yang sama yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Indeks Keyakinan Konsumen yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia pada bulan September 25 turun menjadi 9,1 dari 119,1 pada Desember 24. 1 Bahkan dalam bulan Oktober 25 turun lagi menjadi 76,9. Indeks perdagangan riil eceran yang dikumpulkan oleh Bank Indonesia juga menunjukkan kecenderungan menurun sejak bulan April 25. Perkembangan kepercayaan konsumen dan retail bulan Januari Oktober 25 dapat dilihat pada Grafik I.16. 1 Indeks keyakinan konsumen di bawah 1 menunjukkan pesimisme konsumen dari pandangannya terhadap kondisi saat ini dan ekspektasi mendatang. I 18

Indeks Keyakinan Konsumen) Grafik I.16. INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN DAN RETAIL 14 22 12 2 1 18 8 16 6 14 4 12 2 1 Jan'4 Apr Jul Okt Jan'5 Apr Jul Okt IKK (BI) IKK (DRI) Perdagangan Eceran Indeks Perdagangan Eceran (Riil) Meskipun terjadi perlambatan, konsumsi masyarakat tetap tumbuh. Indikasi ini tercermin dari penjualan mobil dan sepeda motor. Dalam sepuluh bulan pertama tahun 25, penjualan mobil meningkat sebesar 18,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 24, dan dalam sebelas bulan pertama tahun 25 penjualan sepeda motor meningkat sebesar 22,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 24. Disamping meningkat, penjualan mobil dan sepeda motor telah melebihi tingkat sebelum krisis. Perkembangan penjualan mobil dan sepeda motor dapat dilihat pada Grafik I.17. Mobil (ribu unit) Grafik I.17. PENJUALAN MOBIL DAN SEPEDA MOTOR 18 16 14 12 1 8 6 4 2 1997:1 1999:1 21:1 23:1 25:1 135 12 15 9 75 6 45 3 15 Sepeda Motor (ribu unit) Mobil Sepeda Motor Investasi masih terjaga. Kegiatan investasi sebagian tercermin dari realisasi Izin Usaha Tetap (IUT) yang dikeluarkan oleh BKPM dan Instansi Penanaman Modal Daerah. Meskipun realisasi IUT yang dikeluarkan oleh BKPM dan Instansi Penanaman Modal Daerah hanya menyumbang sekitar 15, persen (23) dalam pembentukan modal tetap bruto, perkembangannya searah dengan dinamika investasi yang tercermin pada neraca pendapatan nasional. Dalam keseluruhan tahun 25, realisasi investasi yang tercermin dari izin usaha tetap (IUT) PMDN yang telah dikeluarkan oleh BKPM dan Instansi Penanaman Modal Daerah berjumlah 214 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 3,7 triliun, naik 1,9 persen dibandingkan tahun 24; sedangkan izin usaha tetap PMA berjumlah 99 proyek dengan nilai investasi sebesar US$ 8,9 miliar atau naik 93,7 persen dibandingkan tahun 24. Ringkasan Izin Usaha Penanaman Modal yang I 19

dikeluarkan oleh BKPM dan Instansi Penanaman Modal Daerah dapat dilihat pada Tabel I.4. Tabel I.4. RINGKASAN IZIN USAHA PENANAMAN MODAL 24 25 IZIN USAHA TETAP PMDN Jumlah Proyek 129 214 Nilai (Rp miliar) 15264,7 3665, PMA Jumlah Proyek 544 99 Nilai (US$ juta) 461,1 8914,6 Sumber: BKPM Kenaikan (%) 65,9 1,9 67,1 93,7 Meningkatnya kegiatan investasi juga tercermin dari impor barang modal serta meningkatnya penjualan semen dan listrik. Dalam 11 bulan pertama tahun 25, impor barang modal naik sebesar 35,3 persen; sedangkan penjualan semen dan listrik masing-masing meningkat sebesar 5, persen dan 7,6 persen. Perkembangan penjualan semen dan listrik sampai dengan triwulan III/25 dapat dilihat pada Grafik I.18 dan Grafik I.19. Semen (Juta Ton) 1 9 8 7 6 5 4 Grafik I.18. PENJUALAN SEMEN 3 1996:1 1998:1 2:1 22:1 24:1 Total (Miliar KWH) Grafik I.19. PENJUALAN LISTRIK 28 26 24 22 2 18 16 14 12 1996:1 1998:1 2:1 22:1 24:1 Total Listrik kepada Industri 12 11 1 9 8 7 6 5 4 Industri (Miliar KWH) Perkembangan Sisi Produksi. Rendahnya pertumbuhan sektor pertanian terutama disebabkan oleh sub-sektor tanaman bahan makanan dan kehutanan yang dalam tiga triwulan pertama tahun 25 hanya tumbuh,4 persen dan negatif 3,6 persen. I 2

Sedangkan sub-sektor perkebunan; peternakan dan hasil-hasilnya; serta perikanan tumbuh di atas 3 persen. Pertumbuhan sub-sektor tanaman pangan yang melambat antara lain disebabkan oleh menurunnya luas panen padi. Dalam angka ramalan III Produksi Padi dan Palawija Tahun 25 (BPS) luas panen padi di Jawa dan luar Jawa pada tahun 25 diperkirakan berkurang masing-masing sebesar 1, persen. Sementara itu, pertumbuhan industri pengolahan non-migas terutama didorong oleh sub-sektor industri alat angkut, mesin, dan peralatan; industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; industri semen dan barang galian nonlogam; serta industri kertas dan barang cetakan yang masing-masing tumbuh 12,9 persen, 1,7 persen, 7, persen, dan 5,7 persen. Ringkasan pertumbuhan sektor pertanian dan industri pengolahan non-migas diberikan pada Tabel I.5. Tabel I.5. RINGKASAN PERTUMBUHAN SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI NONMIGAS (%) 21 22 23 24 25 Tw 1-3 SEKTOR PERTANIAN -Tanaman Bahan Makanan 1,5 2,6 3,6 3,7,4 -Tanaman Perkebunan 9,9 5, 4,4 4,5 4,3 -Peternakan dan Hasil-hasilnya 8,4 5,8 4,5 4,7 3,3 -Kehutanan 2,3 2,1,7 1,5-3,6 -Perikanan SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN NONMIGAS 4,8 2, 8,5 5,6 5,3 -Mknan, Mnman &Tembakau 1,1,2 2,7 1,7 3,7 -Tekstil, Brg Kulit, & Alas Kaki 3,4 3,2 6,2 4,2 1,1 -Brg Kayu & Hsl Hutan Lainnya,5,6 1,2-2, -,4 -Kertas & Barang Cetakan -4,8 5,3 8,4 7,7 5,7 -Ppk Kimia & Brg dari Karet,5 4,7 1,7 9,1 1,7 -Semen & Brg Galian Nonlogam 19,1 6,6 7,1 9,6 7, -Logam Dasar Besi dan Baja -1, -1,3-8, -2,7-5,2 -Alat Angkut, Mesin, & Peralatan 17,2 18,1 8,9 17,7 12,9 -Brg Lainnya Sumber: Diolah dari BPS 12,6-11,1 17,7 15,1 3,9 F. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi sejak triwulan III/24 belum mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai guna menampung tambahan angkatan kerja serta mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Pengangguran terbuka yang dalam tahun 1997 berjumlah 4,2 juta orang (4,7 persen dari total angkatan kerja) terus meningkat. Pada bulan Februari dan Oktober 25, jumlah angkatan kerja yang bekerja sebesar 94,9 juta jiwa dan 95,7 juta jiwa atau bertambah sebesar 1,8 juta jiwa dan 2,9 juta jiwa dibandingkan bulan Agustus 24. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta pada bulan Februari dan Oktober 25 masing-masing sebesar bagi 1,2 juta jiwa dan 2, juta jiwa dibandingkan bulan Agustus 24. Dengan pertambahan angkatan kerja yang lebih besar dari lapangan kerja baru yang tercipta, pengangguran terbuka pada bulan Februari 25 meningkat menjadi 1,8 juta orang I 21

(1,3 persen) dan pada bulan Oktober 25 diperkirakan menjadi 11,6 juta orang (1,8 persen). Jumlah penduduk miskin masih cukup besar. Meningkatnya jumlah pengangguran dan tekanan terhadap stabilitas moneter di dalam negeri diperkirakan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan hasil Susenas Februari 25, jumlah penduduk miskin mencapai 35,1 juta jiwa (16, persen), menurun dibandingkan tahun 24 (36,1 juta jiwa atau sekitar 16,6 persen jumlah penduduk). Meningkatnya laju inflasi sejak Maret 25 diperkirakan berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin. G. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN NERACA PEMBAYARAN KESELURUHAN TAHUN 25 Berdasarkan perkembangan sampai dengan bulan Desember 25, gambaran pertumbuhan ekonomi dan neraca pembayaran dalam keseluruhan tahun 25 adalah sebagai berikut. Dalam keseluruhan tahun 25, pertumbuhan ekonomi diperkirakan dapat mencapai 5,6 5,7 persen. Dengan perkembangan yang sampai tiga triwulan pertama tahun 25 perekonomian tumbuh sebesar 5,8 persen, dalam keseluruhan tahun 25 perekonomian diperkirakan tumbuh sekitar 5,6 5,7 persen. Dalam triwulan IV/25, konsumsi masyarakat diperkirakan melambat dibandingkan triwulan sebelumnya (y-o-y); pengeluaran pemerintah diperkirakan tetap tinggi; pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa diperkirakan melambat karena siklus musiman. Dengan perkiraan tersebut, pertumbuhan ekonomi dalam triwulan IV/25 diperkirakan mencapai 5, 5,4 persen (y-o-y) dan dalam keseluruhan tahun 25 diperkirakan mencapai 5,6 5,7 persen. Pola pertumbuhan ekonomi sampai dengan akhir tahun 25 dapat dilihat pada Tabel I.6. dan Grafik I.2. Tabel I.6. PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 25 (persen perubahan, y-o-y) 24 25 Tw. I*) Tw. II*) Tw. III*) Tw. IV Konsumsi Masyarakat 4,9 3,2 3,6 4,4 3,8 Konsumsi Pemerintah 1,9-8,6-5,7 16,1 13,1 PMTB 15,7 13,7 14,5 9,2 7,9 Ekspor Barang dan Jasa 8,5 13,3 12,7 3,4 3,7 Impor Barang dan Jasa 24,9 15,6 17,9 9,3 8,3 PDB 5,1 6,1 5,8 5,3 5,4 * Realisasi Total 3,8 4,1 11,2 8, 12,5 5,7 I 22

Pertumbuhan PDB, Konsumsi RT (%) Grafik I.2. PERTUMBUHAN EKONOMI 1 9 8 7 6 5 4 3 2 1 22:1 23:1 24:1 25:1 PMTB Konsumsi RT PDB 2 15 1 5-5 Pertumbuhan PMTB (%) Neraca pembayaran dalam keseluruhan tahun 25 tetap terjaga. Dalam keseluruhan tahun 25, impor nonmigas diperkirakan tumbuh jauh lebih tinggi (19,7 persen) dibandingkan ekspor nonmigas (17, persen). Dengan perkembangan ini surplus neraca transaksi berjalan dalam keseluruhan tahun 25 diperkirakan sekitar US$ 3,4 miliar, lebih tinggi dari realisasi tahun 24 (US$ 3,1 miliar). Sementara itu neraca modal dan finansial diperkirakan menurun menjadi defisit US$ 1,3 miliar; lebih rendah dari tahun 24 (surplus US$ 2,6 miliar). Dengan perkiraan ini, cadangan devisa pada akhir tahun 25 diperkirakan sebesar US$ 33,8 miliar. 2 2 Bank Indonesia, 3 November 25. I 23