Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN

dokumen-dokumen yang mirip
Press Release The Asia Pacific Regional Parliamentarian and CSO Forum on MDG Acceleration and the Post 2015 Development Agenda

Diskusi Post event Feedback G20 Summit. INFID, 3 Oktober 2013

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

PENDANAAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Departemen Internasional BANK INDONESIA 27 Januari 2017

Oleh Sugeng Bahagijo. International NGO Forum on Indonesian Development-INFID

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Proses dan Negosiasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs)

Pertama-tama, perkenanlah saya menyampaikan permohonan maaf dari Menteri Luar Negeri yang berhalangan hadir pada pertemuan ini.

Ministry of National Development Planning/Bappenas Kerjasama Pembangunan Internasional dalam Rangka Pelaksanaan SDGs di Indonesia

PENGANTAR PRESIDEN RI PADA SIDKAB TERBATAS BID. PEREKONOMIAN DI NUSA DUA, BALI, 28 MARET 2013 Kamis, 28 Maret 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

BENTUK KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL.

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

Statement INFID Menyambut UN High Level Event on MDGs, 25 September 2008

KERTAS POSISI MASYARAKAT SIPIL INDONESIA 1

Meninjau Kerjasama Pembangunan bagi Pembiayaan Kesejahteraan

OUTLINE SITUASI GLOBAL HASIL-HASIL TINDAK LANJUT DAN KORELASI DENGAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Kerja sama ekonomi internasional

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KETERANGAN PERS

Mobilisasi Sumber Daya untuk Transformasi Sosial: Tantangan Kita

Perumusan Strategi dan Posisi Indonesia Menghadapi G20 Turki Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI Jakarta, 3 Maret 2015

Perekonomian Suatu Negara

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

menjadi katalisator berbagai agenda ekonomi Cina dengan negara kawasan Indocina yang semuanya masuk dalam agenda kerja sama Cina-ASEAN.

BAB IX KONTROVERSI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) & UTANG LUAR NEGERI (ULN)

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

GROWTH AND RESILIENCY: THE ASEAN STORY. (Nugraha Adi) I. Latar Belakang

Diplomasi Ekonomi pada G20: Perkembangan pada Sherpa Track

Kerjasama Pembangunan Internasional: Dinamika Pembahasan Agenda Pembiayaan untuk Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia, G20 dan Komitmen Anti Korupsi

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL,

DEKLARASI BERSAMA TENTANG KEMITRAAN STRATEGIS ANTARA PERANCIS DAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

Implementasi SDGs di Tingkat Global dan Keterkaitannya dengan Isu Kekayaan Intelektual


Laporan Delegasi Indonesia pada High-level Dialogue Regional Economic Cooperation and Integration, UN-ESCAP 21 April 2017

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Oleh: Wahyu Susilo dalam Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs Jakarta, 6-7 Oktober 2015

CHAPTER 14. Asrofi Rama Saputra 11/316615/EK/18639

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

Proses Pembahasan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Tingkat Global. Kementerian Luar Negeri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang dicapai

Bismillahirrohmannirrohiim Assalamu alaikum Wr.Wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

BAB I PENDAHULUAN. < diakses 16 Juni 2016.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs): Refleksi dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Keterangan Pers Presiden RI pada Acara Kunjungan Kenegaraan Presiden Amerika Serikat, Selasa, 09 November 2010

KEDUDUKAN BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITs) DALAM PERKEMBANGAN HUKUM INVESTASI DI INDONESIA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Millenium Development Goals disingkat MDGs merupakan sebuah cita-cita

Masyarakat Sipil Indonesia untuk G20. Halal bi Halal,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Gambaran Umum G20. Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Multilateral dan Pembiayaan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

SIARAN PERS. Masyarakat Bisnis Indonesia dan Eropa Mengidentifikasi Peluang Pertumbuhan Menuju Perjanjian Kemitraan Ekonomi Uni Eropa Indonesia

HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN ( EMISI CO 2 ) DENGAN EKSPOR INDONESIA DALAM KERANGKA PERDAGANGAN DENGAN ASEAN5 +CHINA SKRIPSI. Oleh: Ayu Andria Sari

LAPORAN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN HIBAH

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

No ke luar Indonesia. Dengan adanya pusat-pusat pelarian pajak/perlindungan dari pengenaan pajak (tax haven), dan belum adanya mekanisme serta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai sebuah negara yang sedang berkembang, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

NOTA KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PK): TREN, PERMASALAHAN, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. (Weygandt et al., 2008). Keseluruhan proses akuntansi pada akhirnya akan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL. Bab 3

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Sambutan Pembukaan Gubernur Agus D.W. Martowardojo Pada Joint IMF-Bank Indonesia Conference. Development. Jakarta, 2 September 2015

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

Growth and poverty reduction in agriculture s three worlds. Disusun oleh: Restra Pindyawara Hanif Muslih Kahfi Maulana Hanung

PEMBENTUKAN ASEAN INFRASTRUCTURE FUND (AIF) Tabel 1: Perbandingan Global Cakupan Pelayanan Infrastruktur. (Nugraha Adi) I.

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

Kajian Tengah Waktu Strategi Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik

PERENCANAAN HIBAH (IMPLEMENTASI PP NO. 10/2011 & PERMEN PPN NO. 4/2011)

DPR TOLAK PEMBERIAN PINJAMAN KEPADA IMF

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WTO (World Trade Organization) tahun 2007

untuk memastikan agar liberalisasi tetap menjamin kesejahteraan sektor swasta. Hasil dari interaksi tersebut adalah rekomendasi sektor swasta yang

BAB V KESIMPULAN. Jepang merupakan salah satu negara maju dimana Official Development

BAB 1 PENDAHULUAN. besar pada sektor infrastruktur. Bagi sebagian pengambil kebijakan, kesuksesan

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap negara membutuhkan modal untuk membiayai proyek

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia terhadap

KEPUTUSAN PBB DAN BANK DUNIA MELUNCURKAN PRAKARSA ( STOLEN ASSET RECOVER ) UNTUK MEMBERANTAS KORUPSI

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

Transkripsi:

Background Paper PEMBIAYAAN UNTUK PEMBANGUNAN Pendahuluan Bakground Paper ini disusun sebagai informasi awal untuk memberikan gambaran mengenai posisi diskursus pembiayaan pembangunan saat ini. Diharapkan tulisan ini bisa menjadi bahan untuk menentukan tema atau fokus dalam melakukan advokasi ke depan baik di tingkat nasional maupun internasional, mengingat saat ini tengah disusun agenda pembangunan paska 2015 dan rencana konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai pembiayaan pembangunan yang akan digelar di tahun 2015 atau 2016. Ada dua area hal yang diulas dalam paper ini yaitu sumber sumber pembiayaan di luar Official Development Assitance (ODA) dan peran lembaga keuangan yang berkaitan dengan sumber sumber pembiayaan tersebut. Latar belakang Pertanyaan yang akan diulas dalam paper ini yaitu bagaimana perkembangan diskursus mengenai pembiayaan pembangunan dalam debat internasional saat ini?serta bagaimana peran lembaga keuangan internasional dalam situasi saat ini? Pertanyaan ini berkaitan dengan tengah dibahasnya agenda pembangunan paska 2015 oleh PBB. Perdebatan mengenai bagaimana agenda pembangunan setelah berakhirnya Millenium Development Goals (MDGs) telah dimulai sejak tahun 2012 saat PBB mengadakan Konferensi Pembangunan yang Berkelanjutan di Brazil atau dikenal dengan Rio+20 Summit. Sejak saat itu, berbagai forum diselenggarakan dengan melibatkan beragam multi stakeholder global dengan tujuan untuk mendapatkan masukan mengenai agenda pembangunan ke depan. Selain menyusun tujuan dan target pembangunan yang akan menjadi komitmen bersama, agenda lain yang tidak kalah penting yaitu mekanisme pelaksanaan (means of implementation) dari tujuan dan target pembangunan terutama terkait dengan kerjasama global. Hal ini didasarkan pada kenyataan di mana negara negara yang ada tidak memiliki kapasitas dan sumber daya yang sama, baik sumber daya keuangan, sumber daya manusia, maupun kemajuan tekhnologi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, kesepakatan mengenai mekanisme pelaksanaan terkait dengan skema kerjasama global amatlah penting. Pada saat yang sama, terjadi pergeseran peta politik dan ekonomi global akibat krisis berkepanjangan yang dialami negara negara maju dan juga tumbuhnya negara negara emerging seperti China, India, Rusia, Brazil dan juga Indonesia. Pergeseran ini juga membawa perubahan terhadap komitmen negara negara maju untuk memberikan bantuan berupa pinjaman luar negeri ke negara negara miskin dan berkembang. ODA yang selama ini diandalkan sebagai sumber

pembiayaan pembangunan terutama untuk tercapaianya MDGs kian berkurang dan tidak signifikan dibanding sumber sumber pembiayaan lainnya. ODA dan Perjalanan panjang pembiayaan pembangunan MDGs menetapkan pembiayaan untuk pembangunan menjadi agenda bersama yang tertuang dalam tujuan kedelapan yaitu kerjasama global. Di dalam goal delapan tersebut, terdapat empat indikator kerjasama global yaitu bantuan dari negara negara maju ke negara negara miskin dan berkembang dalam bentuk ODA atau pinjaman luar negeri, perdagangan terutama terkait dengan akses pasar, keberlanjutan pinjaman luar negeri, dan kerjasama farmasi untuk pemenuhan obat dasar bagi negara miskin dan berkembang. Dua tahun setelah MDGs disepakati menjadi komitmen global (2002), diadakan konferensi yang berlangsung di Monterrey, Meksiko, dengan agenda membahas pembiayaan untuk pembangunan. Tujuan utama dari konferensi tersebut yaitu untuk mobilisasi pendanaan untuk mencapai target MDGs. Konferensi tersebut kemudian menghasilkan konsensus di antara negara negara maju berupa komitmen bantuan dalam bentuk ODA kepada negara negara miskin sebesar 0,7% dari produk domestik bruto. Komitmen ini kemudian dikenal dengan Monterrey Concencus. Tiga tahun berikutnya (2005), OECD (Organization of Economic Cooperation and Development) mengadakan pertemuan di Paris yang bertujuan untuk melakukan harmonisasi di antara negaranegara maju dalam rangka meningkatkan efektivitas bantuan. Pertemuan Paris menghasilkan lima poin kerjasama terdiri atas ownership (kepemilikan), alignment (keterpaduan), harmonisation (harmonisasi), result based oriented (berdasarkan pada hasil), dan mutual accountability (akuntabilitas timbal balik). Lima pilar ini kemudian dikenal dengan Deklarasi Paris yang hingga saat ini digunakan sebagai acuan dalam kerjasama bantuan berupa pinjaman luar negeri. Beragam pertemuan yang diadakan tersebut untuk memastikan efektivitas bantuan agar dapat mendukung tujuan pembangunan millenium. Namun berdasarkan laporan PBB di tahun 2012 (tiga tahun sebelum berakhirnya MDGs), hanya lima negara yang menjalankan komitmennya yaitu Swedia, Norwegia, Luxemburg, Denmark, dan Belanda. Sementara sebagian besar tidak mencapai target yang diharapkan. Secara total, ODA ditahun 2011 sebesar 0,31% dari GDP, jauh di bawah konsensus Monterrey. Meskipun ODA dianggap tidak mampu memenuhi harapan global terkait dengan pembiayaan pembangunan, namun bagi negara negara miskin (least developed countries/ldcs) menganggap ODA masih diperlukan guna mendukung pembangunan di negara mereka.

Tabel 1: Gap komitmen ODA dan implementasinya Sumber: OECD Potensi Sumber Pembiayaan untuk Pembangunan High level Panel of Eminent Person on Post 2015 Development Agenda (HLPEP) yang dibentuk Sekjend PBB, Ban Ki Moon, dengan mandat menyusun agenda pembangunan paska 2015 menekankan dua sumber pembiayaan yaitu pertama, ODA dengan komitmen yang sama yaitu 0,7% dari GDP dan 0,15 sampai 0,20 total GDP negara negara maju untuk LDCs, dan kedua, mengurangi pelarian modal dan pajak termasuk mengembalikan aset yang dicuri. Dua sumber tersebut menggambarkan sumber pembiayaan diharapkan selain dari bantuan luar negeri, juga didapat dari mobilisasi sumber daya domestik. Dokumen tersebut menggambarkan pergeseran kekuatan ekonomi global akibat krisis yang terjadi di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Krisis yang mulai terjadi di tahun 2008 dan hingga kini masih belum pulih menyebabkan negara negara maju mengurangi ODA dan mendorong pencarian sumber sumber pembiayaan baru. Terdapat beberapa usulan yang mengemuka di berbagai forum internasional seperti G20, APEC, PBB mengenai pembiayaan pembangunan, mulai dari kerjasama perpajakan, meningkatkan investasi khususnya FDI (Foreign Direct Investment), transparansi industri ekstraktif, hingga pelibatan swasta dalam pembangunan melalui public private partnership (PPP). Berikut beberapa usulan terkait dengan pembiayaan pembangunan yang berkembang dalam berbagai fora tersebut. Tabel 3. Sumber pembiayaan pembangunan No. Potensi Keterangan 1. Mobilisasi sumber Pajak: OECD dan G20 tengah mendorong peningkatan daya domestik kerjasama perpajakan untuk mengatasi penghindaran pajak. (Domestik resource Hal ini mendapat dukungan dari masyarakat sipil mengingat mobilisation) potensi dana yang akan diperoleh jika kerjasama ini dilakukan. Berdasarkan laporan dari Global Integrity Network (2013), terdapat potensi penerimanaan global sebesar US$946.7 billion (Rp 11.460 triliun) dari sektor pajak yang hilang akibat pelarian pajak ke surga surga pajak (tax haven). Indonesia merupakan

sepuluh negara terbesar yang kehilagan potensi pendapatannya karena pelarian modal. Pendapatan dari industri ekstraktif: Pemerintah Indonesia secara khusus menyinggung ini di forum Asia Pacific Outreach Meeting on Financing for Development yang diselenggarakan oleh UNESCAP. Namun belum secara detail diurai bagaimana ini bisa ditingkatkan untuk mendukung pembangunan. 2. FDI dan PPP G20 dan APEC tengah mengodok skema long term financing for investment in infrastructure and SMEs. Skema ini untuk memperkuat pembiayaan terutama infrastruktur dan SMEs melalui PPP. Yang dilakukan G20 dan APEC adalah mendorong global enabling environment untuk PPP sekaligus adanya policy coordination untuk mendorong praktek PPP. Terkait dengan hal ini, masyarakat sipil global memberi perhatian yang serius karena dikhawatirkan skema ini dapat mempercepat kerusakan lingkungan dan juga konflik sosial. 3. Pasar keuangan Masyarakat sipil di tingkat internasional tengah mendorong FTT (Financial Transaction Cost) guna mengurangi dominasi sektor keuangan di perekonomian. Secara khusus G20 merupakan forum yang secara intens membahas regulasi di sektor keuangan, namun hingga saat ini belum ada kemajuan yang berarti selain terbentuknya Financial Stability Board (FSB). 4. Inklusi keuangan Isu inklusi keuangan di tingkat internasional berkembang seiring dengan berkembangnya perhatian terhadap SMEs akibat krisis keuangan di tahun 2008. Ide dasarnya untuk memperkuat akses permodalan SMEs agar mampu bersaing di pasar. Hanya saja, perhatian terutama OECD dan G20 lebih pada meningkatkan 5. Kerjasama selatanselatan, Triangular, dan kerjasama regional peran negara dibanding peran perbankan. Kerjasama Selatan Selatan ditandai dengan terbentuknya Asia Infrastructure Fund yang diinisiasi oleh China. Tujuan utamanya untuk mendukung pembiayaan infrastruktur. Masyarakat sipil memberikan perhatian ke hal ini karena skema pembiayaan yang diinisiasi China tidak disertai dengan framework perlindungan lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat yang akan terkena dampak dari pembangunan. 6. Remitansi Cadangan devisa dari remitansi terus meningkat seiring dengan pasar tenaga kerja yang makin terbuka. Isu terkait dengan yang berkembang di tingkat global ada dua yaitu menurunkan biaya remitansi hingga 5% dan meningkatkan remitansi agar dapat meningkatkan cadangan devisa seperti yang diulas di awal. 7. Pembiayaan untuk perubahan iklim (Climate Finance)

Peran Lembaga Keuangan Internasional Dalam konteks nasional, setelah dibubarkanya Consultative Group on Indonesia (CGI) seolah olah peran lembaga keuangan internasional terutama multilateral melemah karena forum multilateral yang mengurusi bantuan telah dibubarkan. Pembubaran CGI mendorong menguatnya kerjasama bilateral karena perjanjian bantuan langsung dilakukan secara bilateral. Namun yang sebenarnya, peran lembaga multilateral masih sangat besar dalam menentukan skema bantuan melaui pembentukan trust fund seperti PNPM Support Facility dan BaKTI yang dikoordinir oleh Bank Dunia. Pembentukan trust fund ini merupakan upaya harmonisasi antara multilateral dengan bilateral yang dikoordinir oleh lembaga keuangan internasional. Selain dalam konteks harmonisasi, lembaga keuangan internasional juga memberikan bantuan langsung ke pemerintah Indonesia. Mulai tahun 2000 an, bantuan Bank Dunia ditujukan pada perubahan kebijakan pembangunan yang tertuang dalam pinjaman Development Policy Loan (DPL). DPL inilah yang mengarahkan kebijakan di Indonesia termasuk juga dalam hal pembiayaan pembangunan seperti pajak, PPP, inklusi keuangan, juga remitansi. Selain kebijakan, DPL juga mendorong pembentukan kelembagaan seperti pembentukan Indonesia Infrastructure Fund dan lain sebagainya. Ditingkat regional, Asia Development Bank (ADB) lebih mendorong regional integrity khususnya di kawasan Asia termasuk ASEAN melalui paket paket pinjamannya. ADB juga melalui DPL, sama dengan Bank Dunia, mendorong perubahan kebijakan dan juga pembentukan kelembagaan terkait dengan area area pembiyaan pembangunan seperti PPP. Bisa dikatakan, lembaga keuangan internasional khususnya Bank Dunia dan ADB masih memiliki peranan besar terkait dengan pembiayaan pembangunan. 000