civil servant or the honorer empoyees who will be choosen as the part of the organization. Working culture in assessing employee s performance should be done by managers (the echelons one level higher) without any politics, family or any other relationship interventions. Keywords: Ministry of Health, Bureau of Planning and Budgeting, Bureaucracy Reformation, human resource, civil servant, career, job satisfaction, and organization commitment. xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal tahun 2000, Indonesia mengalami reformasi dalam hal pemerintahan yaitu adanya kebijakan desentralisasi. Perubahan tersebut tidak terlepas dari dunia internasional yang dalam 20 tahun terakhir desentralisasi merupakan fenomena politik dan kelembagaan di sebagian besar negara di seluruh dunia (United Cities and Local Government, 2007). Desentralisasi yang ada di Indonesia dilaksanakan hampir di semua bidang pemerintahan, termasuk desentralisasi di bidang kesehatan. Kebijakan desentralisasi tersebut merupakan konsekuensi dari desentralisasi secara politik yang menjadi inti dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Presiden RI, 1999). Kebijakan desentralisasi juga telah membawa paradigma baru bagi Kementerian Kesehatan. Sebelum adanya kebijakan desentralisasi, Kementerian Kesehatan merupakan lembaga birokrasi terpusat (top down) yang mengelola birokrasi pada negara terbesar nomor lima di dunia yang memiliki 27 provinsi dan 300 kabupaten yang saling berjauhan (Thomas et al., 1991). Pada kebijakan top down tersebut pembangunan kesehatan berbasis pemerintah pusat dan daerah hanya menerima program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Namun setelah ada kebijakan desentralisasi, program dan kebijakan kesehatan berdasarkan masukan dari pemerintah daerah (bottom up) dan pemerintah daerah diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam pembangunan kesehatan di daerahnya. Dengan adanya kebijakan desentralisasi maka juga membawa restrukturisasi organisasi dan pegawai di Kementerian Kesehatan. Dengan adanya restrukturisasi tersebut, Kementerian Kesehatan memiliki peran baru, yaitu lebih banyak sebagai coach daripada sebagai player (Jeppsson et al., 2003). 1
2 Walaupun ada kebijakan desentralisasi di bidang kesehatan, namun peran Kementerian Kesehatan sebagai pemerintah pusat bidang kesehatan masih memegang peranan penting. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara disebutkan bahwa Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden (Presiden RI, 2010a). Kementerian Kesehatan mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan di bidang kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian kesehatan menyelenggarakan 5 fungsi, beberapa diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang kesehatan dan mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya. Otoritas kesehatan di negara-negara berkembang sering menghadapi perubahan yang cepat dalam hal administratif, kebijakan dan sosial ekonomi. Perubahan lingkungan eksternal tersebut memiliki implikasi penting bagi peran perencana kesehatan (Fritzen, 2007b). Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas perencanaan dan penganggaran. Melakukan perencanaan dan penganggaran merupakan fungsi Kementerian Kesehatan dalam merumuskan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis bidang kesehatan. Pada tingkat pusat, skema perencanaan dan penganggaran berpedoman pada Undang- Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Presiden RI 2004) dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Sekretaris Negara RI 2003). Pada tahapan perencanaan dan penganggaran tingkat pusat, Presiden menetapkan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional dan Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang memuat kebijakan program, target dan indikator Kementerian Kesehatan termasuk kebijakan anggaran. Pada tahapan perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan melibatkan seluruh unit teknis Kementerian Kesehatan dan melibatkan
3 lintas sektor seperti Bappenas dan Kementerian Keuangan. Pada tahapan ini pulalah dilakukan sosialisasi maupun sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan memiliki fungsi strategis dalam perencanaan dan penganggaran bidang kesehatan. Oleh sebab itu Kementerian Kesehatan tidak terlepas dari perkembangan dan perubahan dunia internasional termasuk reformasi birokrasi di seluruh jajaran Kementerian Kesehatan. Kementerian Kesehatan juga harus melakukan perubahan-perubahan yang sesuai dengan situasi yang berkembang di dunia internasional (Unger et al., 2000). Oleh karenanya, reformasi pada administrasi dan sumber daya manusia di Kementerian Kesehatan sangat penting untuk dilaksanakan (Beaston-Blaakman et al., 2011). Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi briokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2010-2014 (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi). Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya untuk mencapai good governance. Pengalaman sejumlah negara menunjukkan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah negara (Kompasiana.com, 2011). Pada Lampiran Peraturan Presiden RI Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 (Presiden RI 2010b) dinyatakan bahwa pemerintah telah menegaskan akan pentingnya penerapan prinsip-prinsip clean government dan good governance yang secara universal diyakini menjadi prinsip yang diperlukan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Reformasi Birokrasi pada dasarnya adalah merupakan proses
4 menata ulang, mengubah, memperbaiki dan menyempurnakan birokrasi agar menjadi lebih baik, profesional, bersih, efisien, efektif dan produktif, sehingga dapat mewujudkan good governance dalam menjalankan tugas pelayanan publik. Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di Kementerian Kesehatan salah satunya adalah reformasi bidang sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia merupakan salah satu modal yang memegang peranan penting dalam keberhasilan instansi karena sumber daya manusia adalah makhluk yang memiliki pikiran, perasaan, kebutuhan dan pengharapan dalam kehidupannya. Hal tersebut harus mendapatkan perhatian bagi organisasi karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan loyalitas serta kecintaan terhadap pegawai dan organisasinya (Kevin, 2009). Membuat perubahan (reform) dan mempertahankan kinerja yang tinggi tidak dapat diperoleh di organisasi manapun tanpa adanya manajemen SDM yang baik (Martínez & Martineau, 1998). Untuk mewujudkan good governance tersebut, saat ini Kementerian Kesehatan sedang menerapkan Reformasi Birokrasi di seluruh level unit kerja, salah satunya adalah di Biro Perencanaan dan Anggaran. Reformasi birokrasi dilaksanakan di berbagai bidang, salah satunya adalah bidang sumber daya manusia. Langkah dan upaya yang telah diterapkan untuk bidang tersebut antara lain adalah telah dilaksanakannya sistem absensi kehadiran pegawai yang akan berkaitan dengan tunjangan kinerja pegawai. Penempatan pegawai juga sudah mulai berdasarkan job analysis yang disesuaikan dengan latar belakang pendidikan. Dalam menjalankan fungsi perencanaan dan penganggaran di Kementerian Kesehatan, maka sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1144/menkes/per/viii/2010, Biro Perencanaan dan Anggaran mempunyai tugas untuk melaksanakan koordinasi, penyusunan dan penetapan rencana strategis, kebijakan dan program serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Permenkes, 2010). Biro Perencanaan dan
5 Anggaran merupakan salah satu unit tingkat eselon 2 di lingkungan Sekretariat Jenderal. Sekretariat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Kesehatan. Dengan melihat tugas dan fungsi yang sangat penting tersebut, Biro Perencanaan dan Anggaran perlu menempatkan staf secara tepat, berkualitas dan sesuai dengan kompetensinya sehingga dapat bekerja secara profesional terutama dalam melaksanakan perannya sebagai perencana dan penyusun anggaran untuk Kementerian Kesehatan. Dengan beban kerja yang tinggi serta tuntutan profesionalisme dalam bekerja, maka diharapkan adanya kesempatan mengembangkan karir bagi pegawai sehingga dapat berkinerja dengan baik. Biro Perencanaan dan Anggaran banyak memiliki sumber daya manusia yang handal dengan latar belakang pendidikan yang baik. Beberapa tahun belakangan, di organisasi ini merekrut pegawai baru baik melalui jalur Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) maupun perpindahan pegawai antar unit kerja atau satuan kerja internal Kementerian Kesehatan. Pegawai yang merupakan perpindahan dari unit atau satuan kerja lain mengisi posisi yang ditawarkan di Biro Perencanaan dan Anggaran berdasarkan tawaran dari orang-orang terdekat mereka atau relasi. Namun, para pegawai yang potensial tersebut tidak banyak yang terinformasi tentang jenjang karir mereka sejak mereka bergabung menjadi anggota organisasi Biro Perencanaan dan Anggaran. Pengembangan karir, seperti program pelatihan yang terstruktur dan mendukung pekerjaan, juga belum pernah dilakukan. Sehingga banyak pegawai yang bekerja hanya merasa berkewajiban untuk mengerjakan pekerjaan tanpa mengetahui bagaimana jenjang karir mereka di masa mendatang, sehingga tidak banyak pegawai yang termotivasi untuk melakukan yang terbaik dalam melaksanakan pekerjaannya. Pada dasarnya, dengan adanya program pengembangan karir
6 untuk pegawai akan berkontribusi untuk peningkatan pemanfaatan pegawai agar organisasi dapat berjalan dengan efektif (Agba et al., 2010). Reformasi birokrasi yang telah mulai diterapkan di Kementerian Kesehatan belumlah membawa banyak perubahan sikap dan budaya kerja yang baik para pegawai di Biro Perencanaan dan Anggaran. Datang terlambat, tidak kreatif, menunggu pekerjaan, menghilang saat jam kantor, tidak peduli, tidak tuntas dan tidak maksimal saat bekerja, mengalihkan pekerjaan pada orang lain dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut masih terlihat di Biro Perencanaan dan Anggaran, sehingga belum banyak perubahan antara sebelum dan sesudah reformasi birokrasi diterapkan di Kementerian Kesehatan. Budaya kerja pegawai yang kurang baik tersebut akan dapat menghambat kinerja organisasi berjalan secara efektif. Dengan melihat adanya fenomena tersebut, maka penelitian ini penting dilakukan karena pada penelitian ini akan melihat jenjang karir dan kepuasan kerja para Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, khususnya di Biro Perencanaan dan Anggaran. Dengan adanya jenjang karir bagi pegawai, maka pegawai akan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang pekerjaan yang dilakukannya dan tahu apa yang harus dilakukan agar pekerjaannya dapat diselesaikan dengan baik. Adanya kepuasan bekerja, maka pegawai akan mempunyai rasa semangat untuk bekerja secara profesional dan berdedikasi tinggi dalam bekerja. Dengan adanya jenjang karir yang baik di tiap pegawai dengan kepuasan kerja yang tinggi maka diharapkan adanya komitmen organisasi yang baik di tiap pegawai. Jika pegawai memiliki komitmen organisasi yang rendah, maka dikhawatikan mereka akan kurang berkontribusi dengan baik untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan, namun jika pegawai memiliki komitmen organisasi yang tinggi maka pegawai akan selalu memilliki kemauan dan selalu berupaya untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaan dengan baik sehingga organisasi dapat berjalan dengan efektif.
7 B. Perumusan Masalah Biro Perencanaan dan Anggaran memiliki tugas dan fungsi yang sangat strategis bagi Kementerian Kesehatan. Beban kerja yang harus dijalankan juga sangat dinamis. Oleh karena itu perlu menempatkan sumber daya manusia (SDM) dengan tepat sesuai dengan kompetensinya sehingga dapat bekerja secara profesional. Bukan hanya penempatan yang tepat saja, namun komitmen pegawai terhadap organisasi juga perlu ditingkatkan. Komitmen yang tinggi dalam bekerja dapat mendukung tercapainya kinerja yang baik. Banyak faktor yang mempengaruhi komitmen pegawai dalam bekerja. Salah satunya adalah kesempatan pengembangan karir pegawai serta kepuasan para pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Dengan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh pengembangan karir terhadap komitmen organisasi para sumber daya aparatur di Biro Perencanaan dan Anggaran, Kementerian Kesehatan? 2. Bagaimanakah pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi para sumber daya aparatur di Biro Perencanaan dan Anggaran, Kementerian Kesehatan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisis faktor-faktor yang dapat meningkatkan komitmen organisasi para sumber daya aparatur di Biro Perencanaan dan Anggaran, Kementerian Kesehatan. 2. Tujuan Khusus Mengidentifikasi seberapa besar pengaruh pengembangan karir dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi para sumber daya aparatur di Biro Perencanaan dan Anggaran, Kementerian Kesehatan.
8 D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Biro Perencanaan dan Anggaran: a. Menjadi bahan masukan dalam menentukan kebijakan manajemen SDM Aparatur, terutama dalam hal pengembangan karir pegawai. b. Memberikan masukan untuk dapat meningkatkan komitmen kerja melalui kepuasan kerja. 2. Bagi peneliti: Sebagai pembelajaran dalam hal meniliti suatu permasalahan. E. Keaslian Penelitian Sepengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian tentang Jenjang Karir dan Kepuasan Kerja Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan, tetapi peneliti menemukan beberapa penelitian serupa sebagai berikut: 1. Penelitian berjudul Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi Pegawai Dinas Tataruang dan Bangunan Kota Makassar (Maruf et al., n.d.). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran apakah ada hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi dan seberapa kuat hubungannya antara 2 variabel tersebut. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah metode penelitiannya dan lokasi penelitian. Persamaannya adalah kedua penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitaf. 2. Penelitian berjudul Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasional dalam Mempengaruhi Kinerja Pegawai (Muhadi, 2007). Penelitian ini fokus pada pembuktian pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan terhadap komitmen organisasi serta pembuktian pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap komitmen organisasional,
9 dan kepuasan kerja serta komitmen organisasi signifikan berpengaruh dalam meningkatkan kinerja karyawan. Perbedaannya adalah bahwa pada penelitian Muhadi meneliti hingga hubungan antara komitmen organisasi dengan kinerja karyawan, sedangkan dalam penelitian fokus pada komitmen organisasi melalui kepuasan kerja dan jenjang karir karyawan. 3. Penelitian berjudul Hubungan antara Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi pada Pegawai di PT X (Ilona & Widyarto, 2006). Perbedaannya, penelitian Ilona dan Widyarto hanya meneliti hubungan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi, sedangkan penelitian ini meneliti hubungan kepuasan kerja dan jenjang karir terhadap komitmen organisasi. Pada penelitian Ilona menggunakan data accidental sampling dari populasi berjumlah 62 karyawan, sedangkan penelitian ini menggunakan data populasi dari seluruh karyawan sejumlah 70 orang. Persamaannya, kedua penelitian ini sama-sama menggunakan responden yang sama pada saat untuk uji validitas dan uji reabilitas kuesioner dengan responden pada saat penelitian. 4. Penelitian berjudul Pengaruh Kepuasan Kerja Pegawai terhadap Komitmen Pegawai di Lingkungan UPN Veteran Jawa Timur (Kustini, 2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap komitmen pegawai. Perbedaanya, pada penelitian Kustini menggunakan data sampling dengan menggunakan teknik analisis data menggunakan SEM analisis, sedangkan pada penelitian ini menggunakan teknik analisis multiple regresi linier. 5. Penelitian berjudul Analisis Pengaruh Peran Kepemimpinan dan Pengembangan karir terhadap Komitmen Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Pegawai (Wibowo, 2006). Perbedaannya, pada penelitian Wibowo fokus pada penelitian faktor peran kepemimpinan dan pengembangan karir terhadap komitmen organisasi dan kinerja karyawan oleh karena adanya turnover pegawai yang
10 tinggi. Sedangkan pada penelitian ini fokus pada hubungan jenjang karir dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi oleh karena banyaknya pegawai yang memiliki tugas pekerjaan tidak sesuai dengan bakat dan minatnya. 6. Penelitian berjudul Pengaruh Kepemimpinan, Komunikasi, Motivasi, Pengembangan Karir, dan Promosi Kelompok terhadap Kinerja Pegawai Kantor Sekretariat Daerah Kabupaten Sukoharjo (Mulyono, n.d.). Penelitian yang dilakukan oleh Mulyono ditemukan bahwa pengembangan karir tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai. Perbedaannya, penelitian Mulyono menggunakan 5 variabel indenpenden dan kinerja pegawai sebagai dependen variabelnya, sedangkan penelitian ini hanya menggunakan 2 variabel independen dan komitmen organisasi sebagai dependen variabelnya. Persamaannya, kedua penelitian sama-sama meneliti variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap variabel dependen, serta penelitian ini sama-sama dilakukan di instansi pemerintah.