dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

Oleh. Firmansyah Gusasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE DI MADURA DENGAN MEMANFAATKAN CITRA DARI GOOGLE EARTH DAN CITRA LDCM

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

I. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

STUDI TENTANG DINAMIKA MANGROVE KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN DATA PENGINDERAAN JAUH

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh : Firman Setiawan, Rama Wijaya dan Noir P. Poerba

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

Identifikasi Dinamika Spasial Sumberdaya Mangrove di Wilayah Pesisir Kabupaten Demak Jawa Tengah

ANALISIS PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KABUPATEN BARRU

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman Online di: /ejournal-s1.undip.ac.id/index.

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan

JURNAL KELAUTAN, VOL. 3, NO. 2, OKTOBER, 2013 : ISSN :

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di

ANALISIS KONVERSI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN km. Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya laut yang menimpah baik dari

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pantai km serta pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2, sehingga

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

KAJIAN MORFODINAMIKA PESISIR KABUPATEN KENDAL MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH MULTI SPEKTRAL DAN MULTI WAKTU

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah.

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

Perubahan Luasan Mangrove dengan Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh Di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Interpretasi Citra Satelit Landsat 8 Untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali

adalah untuk mengendalikan laju erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup sampai pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

PEMANFAATAN CITRA SATELIT LANDSAT DALAM PENGELOLAAN TATA RUANG DAN ASPEK PERBATASAN DELTA DI LAGUNA SEGARA ANAKAN. Oleh : Dede Sugandi *), Jupri**)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

1. Pengantar A. Latar Belakang

PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM PEMBANGUNAN SEKTOR KELAUTAN SERTA PENGEMBANGAN SISTEM PERTAHANAN NEGARA MARITIM

PENDAHULUAN Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 18 Juni 2014

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

Transkripsi:

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI SALAH SATU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS DI DELTA SUNGAI WULAN KABUPATEN DEMAK) Septiana Fathurrohmah 1, Karina Bunga Hati 2, Bramantiyo Marjuki 3 1 Program Magister Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Daerah Aliran Sungai, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada 3 Pusat Pengolahan Data, Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta. Email : septianafath@gmail.com, karinabungahati@yahoo.co.id, b_marjuki@pu.go.id ABSTRAK Indonesia memiliki wilayah pesisir cukup luas dengan garis pantai terpanjang keempat di dunia, yaitu mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Wilayah pesisir tersebut menyimpan potensi sumberdaya yang melimpah. Salah satu sumberdaya yang dimiliki oleh sebagian wilayah pesisir Indonesia adalah hutan mangrove. Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, fungsi sosial dan ekonomi, serta fungsi fisik. Oleh karenananya, diperlukan pengelolaan yang optimal terhadap hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Aplikasi pengelolaan hutan mangrove dapat dilakukan melalui interpretasi visual citra penginderaan jauh untuk mengetahui persebaran komunitas vegetasi mangrove di suatu wilayah. Apabila data penginderaan jauh yang digunakan bersifat multitemporal, maka dapat diaplikasikan untuk kegiatan monitoring, seperti monitoring perubahan luasan, monitoring perubahan distribusi tutupan lahan, dan lain sebagainya. Seiring dengan perkembangannya, saat ini, teknik penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan teknik Sistem Informasi Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui berbagai aplikasi. Sebagai contoh aplikasi tersebut, dalam penelitian ini dilakukan kegiatan monitoring perubahan luas dan distribusi tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak melalui interpretasi visual data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh yang digunakan adalah Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010. Selanjutnya, dilakukan pula pemetaan tingkat kerapatan mangrove menggunakan teknik Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) pada Citra ALOS tahun 2010. Kata kunci : pengelolaan, mangrove, penginderaan jauh PENDAHULUAN Indonesia memiliki wilayah pesisir yang cukup luas dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang ke empat di dunia. Selaras dengan wilayah pesisirnya yang luas, Indonesia menyimpan potensi sumberdaya alam pesisir yang luar biasa dengan keanekaragaman ekosistem. Berbagai ekosistem seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan estuaria dapat ditemui di berbagai wilayah pesisir Indonesia. Sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir, hutan mangrove memiliki fungsi ekologis,fungsi sosial dan ekonomis, serta fungsi fisik. Hutan mangrove merupakan daerah tempat hidup dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai organisme seperti udang, kepiting, ikan, burung, dan mamalia. Selai itu, secara ekologis hutan mangrove juga menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnnya. Dari segi sosial ekonomi, produk hutan mangrove dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, pariwisata, dan sebagainya sehingga memberikan kontribusi dalam peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Secara fisik, hutan mangrove memberikan perlindungan kepada pantai dari gelombang besar, angin kencang, dan badai dari arah laut sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang dapat mumcul. Berbagai fungsi hutan mangrove tersebut memberikan andil bagi proses pembangunan terutama di wilayah pesisir. Hutan mangrove dengan berbagai hasilnya merupakan sumberdaya alam sebagai salah satu modal pembangunan. Sementara itu, fungsi fisik dan ekologisnya memberikan kontribusi bagi kelestarian lingkungan. Kenyataanya, kondisi hutan mangrove di Indonesia masih memprihatinkan. Berdasarkan data dari FAO (2007), luas hutan mangrove di Indonesia dari tahun 1980 hingga 2005 terus mengalami penurunan, yaitu dari 4.200.000 Ha menjadi 2.900.000 Ha. Dalam kurun waktu antara tahun 2000-2005, luas hutan mangrove di Indonesia mengalami penurunan sebesar 50.000 Ha atau sekitar 1,6 %. Mengingat akan fungsi pentingnya, maka diperlukan pengelolaan hutan mangrove yang optimal agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat diminimalisir. Di dalam kegiatan pengelolaan, sangat diperlukan adanya basis data yang memadai. Basis data ini dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan, termasuk dalam pengelolaan hutan mangrove. Pengelolaan hutan mangrove dapat dipermudah dengan memanfaatkan aplikasi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Seiring dengan perkembangannya, saat ini, integrasi antara teknik penginderaan jauh dengan teknik Sistem Informasi Geografis semakin membantu dalam penyediaan basis data spasial mangrove melalui berbagai aplikasi. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian ini dimaksudkan untuk menerapkan beberapa aplikasi teknik penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan SIG dalam penyediaan basis data untuk pengelolaan hutan mangrove. Sebagai contoh studi adalah hutan mangrove di area Delta Sungai Wulan Kabupaten Demak. METODE PENELITIAN Penelitian ini meliputi dua kegiatan, yaitu penerapan aplikasi penginderaan jauh dan SIG untuk memonitoring perubahan tutupan lahan mangrove dan aplikasi penginderaan jauh dan SIG untuk mengetahui kerapatan tajuk hutan mangrove. Monitoring perubahan tutupan lahan mangrove dilakukan melalui interpretasi visual data penginderaan jauh multitemporal, yaitu Citra Landsat TM tahun 1994, Citra Landsat ETM tahun 2002, dan Citra ALOS tahun 2010. Perubahan tutupan lahan mangrove dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pada analisis kualitatif, perubahan tutupan lahan mangrove disajikan secara spasial berupa peta distribusi tutupan lahan mangrove. Dengan disajikan secara bersamaan, maka peta distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun pengamatan yang berbeda akan memberikan informasi lokasi-lokasi di mana terjadi perubahan tutupan lahan mangrove, baik berupa penambahan maupun pengurangan mangrove. Secara kuantitatif, monitoring perubahan tutupan lahan mangrove diidentifikasi melalui perubahan 85

luas pada masing-masing tahun pengamatan. Perhitungan luas tutupan lahan mangrove tersebut dilakukan menggunakan fasilitas calculate geometry pada Software ArcGis 9.3. Analisis kerapatan tajuk dilakukan menggunakan metode Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). NDVI merupakan pengukuran keseimbangan antara energi yang diterima dengan energi yang dipancarkan oleh obyek di bumi. Ketika diterapkan pada komunitas tumbuhan, indeks tersebut menetapkan nilai untuk mengetahui seberapa hijau suatu area yang dapat mengekspresikan jumlah keberadaan vegetasi dan tingkat kesehatan atau kekuatan pertumbuhannya (Meneses-Tovar, 2011). Dalam penelitian ini, analasis NDVI dilakukan menggunakan software ENVI 4.7 dengan Citra ALOS tahun 2010 sebagai sumber data. Untuk penilaian tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove, digunakan kriteria yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan DIrektorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2005) dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Kriteria tersebut disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk 0,43 NDVI 1,00 Kerapatan tajuk lebat 0,33 NDVI 0,42 Kerapatan tajuk sedang -1,0 NDVI 0,32 Kerapatan tajuk jarang Sumber : Departemen Kehutanan (2005) HASIL DAN PEMBAHASAN Deskrispsi Daerah Penelitian Daerah penelitian merupakan area Delta Sungai Wulan. Area ini terletak di bagian utara wilayah pesisir Kabupaten Demak. Secara administrasi, Delta Sungai Wulan terletak di Kecamatan Wedung, meliputi sebagian Desa Berahan Wetan dan Desa Berahan Kulon. Oleh karena delta bersifat dinamis, maka penentuan area delta yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada batas terluar area delta pada tiap-tiap tahun pengamatan. Dengan demikian, semua lahan mangrove di area delta pada semua tahun pengamatan dapat tercakup dalam batasan area penelitian. Secara geografis, area Delta Sungai Wulan yang telah dibatasi terletak di antara 448913-454249 mt dan 9251320-9257328 mu. Area tersebut mencakup luasan 1731, 73 Hektar. Analisis Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Analisis perubahan tutupan lahan mangrove pada penelitian ini dilakukan pada tiga tahun pengamatan, yaitu tahun 1994, 2002, dan 2010. Berdasarkan interpretasi visual terhadap data penginderaan jauh, didapatkan informasi luas tutupan lahan mangrove pada tiaptiap tahun pengamatan. Pada tahun 1994, luas tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan adalah 785,03 Hektar. Sementara itu, luas tutupan lahan mangrove pada tahun 2002 adalah 472,65 Hektar. Dari tahun 1994, luasan tersebut mengalami penurunan sebesar 39,79%. Dibandingkan tahun 2002,, tutupan lahan mangrove pada tahun 2010 mengalami peningkatan, yaitu menjadi 553,71 Hektar. Meski demikian, bertambahnya luasan tersebut tidak cukup banyak (17%) sehingga belum mencapai luasan yang sama dengan tahun 1994. Informasi luas dan perubahan luas tutupan lahan mangrove tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Kriteria Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove Berdasarkan Nilai NDVI Tahun Persen Luas Tutupan Lahan Mangrove (Ha) Perubahan (%) Keterangan 1994 785,03 - - 2002 472,65 39,79 Berkurang 2010 553,71 17,15 Bertambah Sumber : Analisis Secara visual, tutupan lahan mangrove disajikan ke dalam peta sehingga dapat diketahui distribusinya. Berdasarkan polanya, tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan pada tahun 1994 cenderung membentuk poligon-poligon yang relatif luas dengan bentuk kurang teratur. Paling luas, poligon tutupan lahan mangrove ditemui di ujung percabangan delta bagian utara. Pola tersebut mengindikasikan bahwa hutan mangrove cenderung masih alami meskipun tidak merata. Kondisi yang berbeda ditemukan pada tahun 2002. Pada tahun ini, poligon-poligon tutupan lahan mangrove cenderung memiliki bentuk yang memanjang dengan lebar yang relatif sempit. Kondisi ini mengindikasikan adanya eksploitasi ataupun kerusakan hutan mangrove. Tutupan lahan mangrove yang luas di mana pada tahun 1994 dapat ditemukan di ujung delta bagian utara, pada periode ini tidak lagi ditemukan. Sebaliknya, pada tahun 2002, tutupan lahan mangrove di ujung selatan delta mengalami pertambahan seiring terjadinya perluasan area delta di lokasi tersebut. Pada tahun 2010, tutupan lahan mangrove membentuk pola yang berbeda dari kedua tahun pengamatan sebelumnya. Pada tahun ini, tutupan lahan mangrove membentuk poligon-poligon dengan sudut yang lebih tegas. Pola ini mengindikasikan adanya pengelolaan hutan mangrove dalam bentuk sylvofishery atau wanamina, yaitu model pengembangan tambak ramah lingkungan yang memadukan hutan/pohon (sylvo), dalam hal ini mangrove, dengan budidaya perikanan (fishery). Pengelolaan hutan mangrove model ini dimaksudkan untuk memadukan antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan ekologis atau kelestarian lingkungan. Dibandingkan area pada percabangan delta bagian utara ( wilayah Desa Berahan Wetan ), poligon-poligon tutupan lahan mangrove di area pada percabangan delta bagian selatan (wilayah Desa Berahan Kulon) relatif lebih luas. Perubahan distribusi tutupan lahan mangrove dapat diketahui dengan menyajikan peta distribusi tutupan lahan mangrove pada tahun pengamatan yang berbeda secara bersamaan. Sebagai hasil dari penelitian ini, peta perubahan distribusi mangrove dibedakan menjadi dua periode pengamatan, yaitu periode antara tahun 1994 hingga 2002 dan periode antara tahun 2002 hingga 2010. Gambar 1 memberikan informasi mengenai perubahan tutupan lahan mangrove antara tahun 1994 hingga 2002 secara spasial. Pada peta tersebut, perubahan tutupan lahan mangrove antara tahun 1994 hingga 2002 dideskripsikan menjadi tujuh lokasi. Dari ketujuh lokasi 86

tersebut, lima di antaranya merupakan lokasi di mana pengurangan lahan mangrove terjadi, sedangkan dua diantaranya merupakan lokasi di mana penambahan tutupan lahan mangrove terjadi. Gambar 1. Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 1994-2002 Berkurangnya tutupan lahan mangrove ditemukan terutama di area delta bagian utara, baik di sekitar garis pantai yang berbatasan langsung dengan laut maupun di tengah delta. Tutupan lahan mangrove yang berkurang juga ditemukan di sekitar pangkal antara percabangan delta bagian utara dengan percabangan delta bagian selatan. Hal yang berbeda terjadi pada ujung percabangan delta bagian selatan. Di sekitar area ini, tutupan lahan mangrove justru terjadi dalam luasan yang cukup besar. Penambahan ini dapat terjadi terkait dengan adanya sedimentasi di Delta Sungai Wulan. Dibandingkan dengan kondisi delta pada tahun 1994, pada tahun 2002 terjadi perluasan dataran delta. Seiring bertambahnya luasan delta tersebut, maka bertambah pula akumulasi substrat sebagai lingkungan tumbuh komunitas mangrove. Gambar 2 menujukkan lokasi-lokasi di mana perubahan tutupan lahan mangrove pada periode antara tahun 2002 hingga 2010 terjadi. Pada periode ini, perubahan terjadi pada lebih banyak lokasi, akan tetapi luasan perubahan pada tiap-tiap lokasi cenderung lebih sempit. Berbeda dengan pengamatan periode tahun 1994 hingga 2002, pada periode ini lokasi di mana terjadi pertambahan luas tutupan lahan mangrove lebih banyak dibandingkan dengan lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung berkurang. Berkurangnya tutupan lahan mangrove dideskripsikan menjadi enam lokasi, sedangkan bertambahnya tutupan lahan mangrove dideskripsikan menjadi delapan belas lokasi. Lokasi di mana terjadi pengurangan tutupan lahan mangrove antara lain terdapat di ujung-ujung percabangan delta. Pengurangan tutupan lahan mangrove yang paling terlihat adalah di ujung percabangan delta sebelah utara. Ke arah daratan, pengurangan tutupan lahan mangrove terjadi di sekitar aliran sungai di Desa Berahan Wetan dan sedikit di sekitar aliran sungai di Desa Berahan Kulon. Sementara itu lokasi terjadinya pertambahan tutupan lahan mangrove diantaranya terdapat di sekitar percabangan Sungai Wulan saat mulai memasuki area delta. Selain itu, bertambahnya tutupan lahan mangrove juga terdapat di tepi area delta bagian selatan. Gambar 2. Peta Perubahan Tutupan Lahan Mangrove Periode Tahun 2002-2010 Berdasarkan interpretasi terhadap perubahan distribusi tutupan lahan mangrove pada kedua periode (tahun 1994-2002 dan tahun 2002-2010), maka diketahui bahwa lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung terus mengalai pengurangan adalah di ujung percabangan delta bagian utara, sedangkan lokasi di mana tutupan lahan mangrove cenderung terus megalami pertambahan adalah di tepi area delta bagian selatan. Sementara itu, di bagian tengah area delta dan di sekitar percabangan Sungai Wulan di mana pada periode antara tahun 1994 hingga 2002 mengalami penurunan luas tutupan lahan mangrove, pada periode antara tahun 2002 hingga 2010 justru mengalami pertambahan luasan. Meskipun tidak terlalu besar dan hanya terjadi pada area-area yang sempit, pertambahan tutupan lahan tersebut terjadi cukup merata. Analisis Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove 87

Informasi mengenai kerapatan tajuk merupakan salah satu hal yang penting dalam pengelolaan hutan mangrove. Di dalam Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan, kerapatan tajuk merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove selain jenis penggunaan lahan dan ketahanan tanah terhadap abrasi. Pada penelitian ini, kerapatan tajuk didapat dari analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) terhadap Citra ALOS dengan obyek yang dibatasi oleh peta persebaran tutupan lahan mangrove hasil analisis sebelumnya. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar hutan mangrove di Delta Sungai Wulan memiliki kerapatan tajuk jarang. Hutan mangrove dengan klasifikasi tersebut seluas 470, 1 Hektar atau mencapai 95,1%. Sementara itu, hutan mangrove yang memiliki kerapatan tajuk sedang hanya meliputi luas 22,18 Hektar atau sekitar 4,48%. Hutan mangrove yang memiliki kerapatan tajuk lebat hanya meliputi luas 2,11 Hektar atau sekitar 0,43%. Secara rinci, informasi tingkat kerapatan tajuk hutan mangrove di daerah penelitian disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Luas Mangrove Menurut Tingkat Kerapatan Tajuk Berdasarkan Nilai NDVI Nilai NDVI Tingkat Kerapatan Tajuk Luas (Ha) Persentase Luas (%) 0,43 NDVI 1,00 Kerapatan tajuk lebat 2,11 0,43 0,33 NDVI 0,42 Kerapatan tajuk sedang 22,18 4,48-1,0 NDVI 0,32 Kerapatan tajuk jarang 470,1 95,10 Sumber : Analisis Berdasarkan distribusinya, hutan mangrove dengan kerapatan tajuk jarang tersebar di seluruh area delta. Di bagian tengah delta, sebagian besar hutan mangrove memiliki kerapatan tajuk tersebut. Keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk sedang lebih banyak ditemukan di pinggir area delta, terutama pada percabangan delta bagian selatan. Hutan mangrove dengan kerapatan tajuk sedang hanya sedikit ditemukan di tengah area delta, yaitu di sekitar aliran sungai. Sementara itu, keberadaan hutan mangrove dengan kerapatan tajuk lebat hanya ditemukan di sebagian kecil tepi delta pada percabangan bagian selatan dan tepi aliran sungai dengan luasan lebih kecil. Kondisi di atas dapat mengindikasikan bahwa hutan mangrove yang terletak di pinggir delta dan berbatasan langsung dengan laut cenderung masih dalam kondisi alami, terutama di area percabangan delta bagian selatan. Meski demikian, pengaruh kekuatan gelombang dan arus dapat mempengaruhi tingkat kerapatan sehingga hanya memiliki kerapatan tajuk sedang. Sementara itu, pengaruh kegiatan manusia lebih banyak dilakukan pada mangrove yang terletak lebih ke arah darat atau di tengah-tengah area delta. Pada area ini, lahan mangrove banyak dikonversi menjadi lahan tambak. Secara spasial, distribusi hutan mangrove di daerah penelitian berdasarkan tingkat kerapatan tajuk disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Peta Tingkat Kerapatan Tajuk Hutan Mangrove di Area Delta Sungai Wulan KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, maka kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pada periode antara tahun 1994-2002, luas tutupan lahan mangrove di area Delta Sungai Wulan mengalami penurunan sebesar 39,79%, sedangkan pada periode antara tahun 2002-2010 mengalami kenaikan sebesar 17,15 %. 2. Berdasarkan distribusinya pada kedua periode, lokasi di mana tetap mengalami pengurangan tutupan lahan mangrove adalah di ujung percabangan delta bagian utara, sedangkan lokasi di mana tetap mengalami pertambahan adalah di tepi area delta bagian selatan. 3. Berdasarkan analisis NDVI, hutan mangrove di area delta Sungai Wulan sebagian besar memiliki tingkat kerapatan tajuk jarang (95,10%), hanya sedikit yang memiliki tingkat kerapatan sedang (4,48%) dan lebat (0,43%). 4. Berbagai aplikasi teknik penginderaan jauh dan SIG dapat mempermudah pembuatan basis data dalam rangka pengelolaan hutan mangrove sebagai salah satu sumberdaya dan modal pembangunan. 88

DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Jakarta : Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Departemen Kehutanan. FAO. 2007. The World s Mangroves 1980-2005, A Thematic Study Prepared in the Framework of the Global Forest Resources Assessment 2005. Rome : FAO Forestry Paper. Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor : IPB Press. Meneses-Tovar, C.L. 2011. NDVI as Indicator of Degradation.Unasy Iva 238, Vol.62, 2011/2. Mukhtar. 2009. Garis Pantai Indonesia Terpanjang Keempat di Dunia. http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/1048/garis-pantai- Indonesia-Terpanjang-Keempat-di-Dunia/?category_id=. (Diakses Tanggal :28 Mei 2013). Perdana, A.P. 2011. Tutorial Ringkas Identifikasi Ekosistem Mangrove dan Pemetaan Kerapatan Mangrove dari data Penginderaan Jauh. http://www.scribd.com/doc/62744013/gis-and-remote-sensing-for-mangrove-mapping (Diakses Tanggal : 20 Mei 2013). 89