BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat bertugas. Produk dengan isi seberat 400 gram dikemas dalam kaleng berdimensi 307 409 dan proses termal pada temperatur 115,60C selama 75 menit. Produk tersebut tergolong pangan dengan tingkat asam rendah (ph > 4,6) meskipun nasi ditanak menggunakan air yang ditambahkan asam asetat (0,01%). Kenampakan dan tingkat kematangan nasi sama seperti nasi yang ditanak pada umumnya serta tekstur nasi tidak terlalu lengket. Penambahan asam asetat dalam penyiapan nasi menyebabkan resistensi beras saat proses termal dan karena itu memperpanjang waktu sterilisasi untuk produk dapat mencapai sterilitas secara komersial (Azanza, 2003). Pengalengan nasi sudah dilakukan sejak beberapa dekade (Willison, 1926). Permasalahan yang sering kali muncul dalam pengalengan nasi adalah butir-butir nasi menjadi lengket satu sama lain (membentuk aglomerat) dan juga dengan permukaan dalam kaleng setelah proses sterilisasi. Di samping itu, tekstur nasi mengalami perubahan menjadi keras setelah penyimpanan selama dua bulan (Wilbur, 1938). Beras perlu direndam selama 30 menit di dalam air yang diasamkan (dengan penambahan asam asetat hingga ph 5 5,5) lalu dimasak setengah matang selama 5 menit dalam air yang diasamkan. Kemudian, nasi setengah matang di masukkan bersama larutan emulsi (5% w/w minyak biji kapas, 0,5% w/w Tween 60 (polyoxyethylene sobitan monostearate), dan sisanya air dengan ph 5-5,5) ke dalam kaleng berukuran 303 406 lalu dilakukan seaming dan dilanjutkan proses sterilisasi selama 60 menit pada 2400F (1150C) menggunakan retort. Dengan metode ini, terutama pada pemasakan dengan larutan emulsi, akan dihasilkan nasi 1
yang terpisah-pisah antar butirannya, dengan tingkat keterpisahan antar butiran yakni mencapai 89% (Ferrel & Richmond, 1959). Pre-treatment beras yang digunakan sebelum pengalengan dilakukan oleh Tollefson dan Bice (1972). Beras yang dipakai ialah beras parboiled. Sebanyak 0,9 kg beras dimasak sambil diaduk dalam air (suhu 800C) yang ditambahkan 0,15 ml asam asetat glasial dan 15 ml mono- atau digliserida, lalu penirisan dan pemasukan 300 gram dalam kaleng berdimensi 300 407. Pada 25 menit pemasakan (kadar air 62,1%) dihasilkan nasi dengan tekstur setelah dimasak yang paling baik. Untuk produk makanan kaleng asam rendah diperlukan proses pemanasan yang lebih intens (Hersom dan Hulland, 1980). Pangan asam rendah harus mendapatkan proses termal minimal pada Fo 3 (temperatur 121,10C selama 3 menit), yang dikenal sebagai pemasakan botulinum, atau pada proses termal yang setara. Untuk menghindari risiko kerusakan makanan kaleng oleh bakteri termofilik pembentuk spora yang diproduksi di daerah iklim tropis/panas maka proses termal yang diberikan perlu ditingkatkan, contohnya adalah Fo > 10 (Stannard, 1997). Evaluasi tentang migrasi senyawa logam berat pada daging babi dengan cairan daging dalam kaleng selama penyimpanan telah dilakukan oleh Buculei et al. (2013). Evaluasi tentang jenis dan karakteristik bakteri pembusuk pada produk makanan kaleng berbasis daging telah dilaksanakan oleh Andre et al. (2013). Namun, informasi mengenai umur simpan produk makanan kaleng yang terdiri atas bahan yang heterogen sangat terbatas, terutama produk tanpa porsi cairan. Dengan proses pengalengan diharapkan nasi dan rendang daging sapi mempunyai umur simpan yang lebih panjang, penggunaannya praktis, dan dapat dinikmati setiap saat dimana pun. Di sisi lain, pemanfaatan bahan baku lokal (daging sapi, beras, santan dan rempah-rempah) dalam pembuatannya dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Penetuan lama sterilisasi (untuk menjamin sterilitas secara komersial) melalui pendekatan Fo (sterilization value) pada produk yang mengandung cairan biasa dilakukan, namun cukup sulit untuk produk campuran (heterogen) seperti 2
pada nasi dengan lauk rendang daging karena masing-masing mempunyai konduktivitas termal dan faktor penyebab kerusakan yang berbeda (Anonim, 2006). Oleh karena itu, uji coba lama sterilisasi pada beberapa interval waktu dapat dilakukan untuk mengetahui sifat mikrobiologi produk nasi dan lauk rendang daging yang dikemas dalam wadah kaleng. Waktu yang lebih panjang mengindikasikan lebih besar pengurangan jumlah mikrobia namun dikhawatirkan produk mengalami over cooked yang menurunkan kualitas organoleptik dan penerimaan konsumen. Pada penelitian ini hendak diamati pengaruh lama proses sterilisasi baik terhadap perubahan populasi mikrobia, profil kimia, maupun kenampakan, aroma, dan tekstur nasi beserta rendang daging selama penyimpanan. Dengan demikian, dapat dihasilkan salah satu alternatif produk pangan darurat dengan tingkat akseptabilitas dan stabilitas yang tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan energi dan gizi korban bencana secara praktis dan aman. 1.2. Perumusan Masalah Keterbatasan bahan makanan dan sulitnya penyiapan makanan di daerah yang terkena bencana menyebabkan kurangnya asupan enegi dan zat gizi serta dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Penanggulangan melalui alternatif produk pangan darurat yakni nasi dan lauk rendang daging sapi dalam kemasan kaleng (untuk selanjutnya disebut nasi rendang kaleng) diharapkan dapat menjadi solusi dan pilihan cepat serta aman bagi korban bencana. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan nasi rendang kaleng kaleng adalah: a. Bagaimana jenis minyak pada saat penyiapan nasi kaleng mempengaruhi sifat organoleptik nasi. b. Bagaimana kestabilan sifat organoleptik nasi rendang kaleng selama penyimpanan. c. Bagaimana pengaruh lama sterilisasi terhadap kualitas mikrobiologi nasi rendang kaleng. 3
d. Berapa lama nasi rendang kaleng dapat bertahan selama penyimpanan dan masih mempunyai kualitas yang baik secara mikrobiologi. e. Apakah proses sterilisasi mempengaruhi karakteristik kimia nasi rendang kaleng. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat dalam pembangunan gizi dan kesehatan: a. Mengurangi risiko terserang penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang penyajiannya kurang higienis. b. Meningkatkan kualitas gizi melalui asupan makanan yang mengandung kalori dan gizi yang mencukupi. 2. Manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi: a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terkait aplikasi proses termal dalam pengalengan nasi beserta lauk rendang. b. Umur simpan dapat diprediksi melalui pendekatan mikrobiologi. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah menentukan proses termal yang paling efektif dan efisien pada pembuatan nasi rendang kaleng agar dapat menghasilkan produk pangan darurat dengan akseptabilitas dan kualitas gizi tinggi serta stabil selama penyimpanan. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui pengaruh formula penanakan nasi kaleng terhadap sifat organoleptik. b. Mengevaluasi sifat organoleptik nasi rendang kaleng selama penyimpanan. c. Mengevaluasi kualitas mikrobiologi nasi rendang kaleng yang disterilisasi selama 10, 20, dan 30 menit. 4
d. Mengevaluasi perubahan profil kadar asam lemak bebas dan protein terlarut nasi rendang kaleng selama penyimpanan. e. Memprediksi umur simpan nasi rendang kaleng. f. Mengevaluasi nilai gizi nasi rendang kaleng sebagai produk pangan darurat. 5