BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Asia (Adair, 1972 dalam Maroudi, 1984). Di Indonesia, beras

Prinsip pengawetan. Mencegah/memperlambat kerusakan mikrobial. Mencegah/memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Usus sapi merupakan bagian dalam hewan (jeroan) sapi yang dapat. digunakan sebagai sumber bahan makanan hewani. Sebagian masyarakat

I. PENDAHULUAN. Bubur buah (puree) mangga adalah bahan setengah jadi yang digunakan sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

TINJAUAN PUSTAKA. dari pada daging domba dan sapi sehingga tingkat konsumsi daging itik di

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

MODUL 5 PIZZA IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu pizza ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang lembut, rasa dan aroma khas ikan.

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah sektor yang sangat berpengaruh pada perkembangan

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

%, laktosa 4,80 % dan mineral 0,65 % (Muchtadi dkk., 2010).

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

INOVASI PEMBUATAN SUSU KEDELE TANPA RASA LANGU

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

: Laila Wahyu R NIM :

LEMBAR KUESIONER PENILAIAN SENSORIS PRODUK SUSU UHT FULL CREAM PADA RESPONDEN DEWASA

TINJAUAN PUSTAKA. berat kering beras adalah pati. Pati beras terbentuk oleh dua komponen yang

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

KATA PENGANTAR. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah membantu menuangkan gagasan ini.

Karakteristik mutu daging

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

LAPORAN TUGAS AKHIR OPTIMASI PEMBUATAN COCOGURT MENGGUNAKAN FERMENTOR SERTA KULTUR CAMPURAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang dilalui garis khatulistiwa, negara kita Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. baik disebabkan oleh pengaruh cuaca, serangan serangga maupun mikroba

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

Waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng makanan tergantung pada:

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

BAB I PENDAHULUAN. iklim dan aktivitas fisik (Almatsier 2004). pangan untuk dikonsumsi. Selain dari faktor pengetahuan dan faktor

I. PENDAHULUAN. sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat. dikatakan rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sale pisang merupakan salah satu produk olahan pisang masak konsumsi

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

BAB I PENDAHULUAN. Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia,yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. daerah Palangka Raya, yaitu laboratorium Balai POM (Balai Pengawas

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

A. Penggunaan. B. Alat dan Bahan. Berikut ini alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan selai. 1. Alat

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bahan alam yang mudah diperoleh dan dapat diupayakan

Pengolahan dengan suhu tinggi

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

STERILISASI COCKTAIL NENAS DALAM CUP PLASTIK. Fachraniah, Elfiana, dan Elwina *) ABSTRAK

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bukan hidup untuk makan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah jenis tanaman sayur umbi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

Sosis ikan SNI 7755:2013

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian

Pendinginan dan Pembekuan. Kuliah ITP

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani. 1. Pengertian Pengawetan Bahan Nabati dan Hewani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang mudah dimasak

BAB I PENDAHULUAN. asam asetat Acetobacter xylinum. Nata terbentuk dari aktivitas bakteri Acetobacter

3. METODOLOGI PENELITIAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

BABI PENDAHULUAN. Sosis merupakan produk olahan hewani dengan nilai g1z1 yang tinggi

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang sehat, dengan vegetarian. Makanan vegetarian saat ini mulai digemari oleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. dalam negeri maupun ekspor. Hewan ini sangat digemari, terutama di negaranegara

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

MATA PELAJARAN : PRAKARYA SEMESTER : II Tema : Pengolahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Ulangan 1 Ulangan 2 (%)

BAB I PENDAHULUAN. Beras adalah salah satu bagian paling penting di dunia untuk konsumsi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Pengalengan nasi beserta lauk telah dilakukan di Filipina. Di Filipina nasi dan sosis babi kaleng diproduksi untuk kebutuhan anggota militer saat bertugas. Produk dengan isi seberat 400 gram dikemas dalam kaleng berdimensi 307 409 dan proses termal pada temperatur 115,60C selama 75 menit. Produk tersebut tergolong pangan dengan tingkat asam rendah (ph > 4,6) meskipun nasi ditanak menggunakan air yang ditambahkan asam asetat (0,01%). Kenampakan dan tingkat kematangan nasi sama seperti nasi yang ditanak pada umumnya serta tekstur nasi tidak terlalu lengket. Penambahan asam asetat dalam penyiapan nasi menyebabkan resistensi beras saat proses termal dan karena itu memperpanjang waktu sterilisasi untuk produk dapat mencapai sterilitas secara komersial (Azanza, 2003). Pengalengan nasi sudah dilakukan sejak beberapa dekade (Willison, 1926). Permasalahan yang sering kali muncul dalam pengalengan nasi adalah butir-butir nasi menjadi lengket satu sama lain (membentuk aglomerat) dan juga dengan permukaan dalam kaleng setelah proses sterilisasi. Di samping itu, tekstur nasi mengalami perubahan menjadi keras setelah penyimpanan selama dua bulan (Wilbur, 1938). Beras perlu direndam selama 30 menit di dalam air yang diasamkan (dengan penambahan asam asetat hingga ph 5 5,5) lalu dimasak setengah matang selama 5 menit dalam air yang diasamkan. Kemudian, nasi setengah matang di masukkan bersama larutan emulsi (5% w/w minyak biji kapas, 0,5% w/w Tween 60 (polyoxyethylene sobitan monostearate), dan sisanya air dengan ph 5-5,5) ke dalam kaleng berukuran 303 406 lalu dilakukan seaming dan dilanjutkan proses sterilisasi selama 60 menit pada 2400F (1150C) menggunakan retort. Dengan metode ini, terutama pada pemasakan dengan larutan emulsi, akan dihasilkan nasi 1

yang terpisah-pisah antar butirannya, dengan tingkat keterpisahan antar butiran yakni mencapai 89% (Ferrel & Richmond, 1959). Pre-treatment beras yang digunakan sebelum pengalengan dilakukan oleh Tollefson dan Bice (1972). Beras yang dipakai ialah beras parboiled. Sebanyak 0,9 kg beras dimasak sambil diaduk dalam air (suhu 800C) yang ditambahkan 0,15 ml asam asetat glasial dan 15 ml mono- atau digliserida, lalu penirisan dan pemasukan 300 gram dalam kaleng berdimensi 300 407. Pada 25 menit pemasakan (kadar air 62,1%) dihasilkan nasi dengan tekstur setelah dimasak yang paling baik. Untuk produk makanan kaleng asam rendah diperlukan proses pemanasan yang lebih intens (Hersom dan Hulland, 1980). Pangan asam rendah harus mendapatkan proses termal minimal pada Fo 3 (temperatur 121,10C selama 3 menit), yang dikenal sebagai pemasakan botulinum, atau pada proses termal yang setara. Untuk menghindari risiko kerusakan makanan kaleng oleh bakteri termofilik pembentuk spora yang diproduksi di daerah iklim tropis/panas maka proses termal yang diberikan perlu ditingkatkan, contohnya adalah Fo > 10 (Stannard, 1997). Evaluasi tentang migrasi senyawa logam berat pada daging babi dengan cairan daging dalam kaleng selama penyimpanan telah dilakukan oleh Buculei et al. (2013). Evaluasi tentang jenis dan karakteristik bakteri pembusuk pada produk makanan kaleng berbasis daging telah dilaksanakan oleh Andre et al. (2013). Namun, informasi mengenai umur simpan produk makanan kaleng yang terdiri atas bahan yang heterogen sangat terbatas, terutama produk tanpa porsi cairan. Dengan proses pengalengan diharapkan nasi dan rendang daging sapi mempunyai umur simpan yang lebih panjang, penggunaannya praktis, dan dapat dinikmati setiap saat dimana pun. Di sisi lain, pemanfaatan bahan baku lokal (daging sapi, beras, santan dan rempah-rempah) dalam pembuatannya dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Penetuan lama sterilisasi (untuk menjamin sterilitas secara komersial) melalui pendekatan Fo (sterilization value) pada produk yang mengandung cairan biasa dilakukan, namun cukup sulit untuk produk campuran (heterogen) seperti 2

pada nasi dengan lauk rendang daging karena masing-masing mempunyai konduktivitas termal dan faktor penyebab kerusakan yang berbeda (Anonim, 2006). Oleh karena itu, uji coba lama sterilisasi pada beberapa interval waktu dapat dilakukan untuk mengetahui sifat mikrobiologi produk nasi dan lauk rendang daging yang dikemas dalam wadah kaleng. Waktu yang lebih panjang mengindikasikan lebih besar pengurangan jumlah mikrobia namun dikhawatirkan produk mengalami over cooked yang menurunkan kualitas organoleptik dan penerimaan konsumen. Pada penelitian ini hendak diamati pengaruh lama proses sterilisasi baik terhadap perubahan populasi mikrobia, profil kimia, maupun kenampakan, aroma, dan tekstur nasi beserta rendang daging selama penyimpanan. Dengan demikian, dapat dihasilkan salah satu alternatif produk pangan darurat dengan tingkat akseptabilitas dan stabilitas yang tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan energi dan gizi korban bencana secara praktis dan aman. 1.2. Perumusan Masalah Keterbatasan bahan makanan dan sulitnya penyiapan makanan di daerah yang terkena bencana menyebabkan kurangnya asupan enegi dan zat gizi serta dapat berdampak negatif bagi kesehatan. Penanggulangan melalui alternatif produk pangan darurat yakni nasi dan lauk rendang daging sapi dalam kemasan kaleng (untuk selanjutnya disebut nasi rendang kaleng) diharapkan dapat menjadi solusi dan pilihan cepat serta aman bagi korban bencana. Permasalahan yang timbul dalam pembuatan nasi rendang kaleng kaleng adalah: a. Bagaimana jenis minyak pada saat penyiapan nasi kaleng mempengaruhi sifat organoleptik nasi. b. Bagaimana kestabilan sifat organoleptik nasi rendang kaleng selama penyimpanan. c. Bagaimana pengaruh lama sterilisasi terhadap kualitas mikrobiologi nasi rendang kaleng. 3

d. Berapa lama nasi rendang kaleng dapat bertahan selama penyimpanan dan masih mempunyai kualitas yang baik secara mikrobiologi. e. Apakah proses sterilisasi mempengaruhi karakteristik kimia nasi rendang kaleng. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat dalam pembangunan gizi dan kesehatan: a. Mengurangi risiko terserang penyakit akibat mengkonsumsi makanan yang penyajiannya kurang higienis. b. Meningkatkan kualitas gizi melalui asupan makanan yang mengandung kalori dan gizi yang mencukupi. 2. Manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi: a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terkait aplikasi proses termal dalam pengalengan nasi beserta lauk rendang. b. Umur simpan dapat diprediksi melalui pendekatan mikrobiologi. 1.4. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah menentukan proses termal yang paling efektif dan efisien pada pembuatan nasi rendang kaleng agar dapat menghasilkan produk pangan darurat dengan akseptabilitas dan kualitas gizi tinggi serta stabil selama penyimpanan. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui pengaruh formula penanakan nasi kaleng terhadap sifat organoleptik. b. Mengevaluasi sifat organoleptik nasi rendang kaleng selama penyimpanan. c. Mengevaluasi kualitas mikrobiologi nasi rendang kaleng yang disterilisasi selama 10, 20, dan 30 menit. 4

d. Mengevaluasi perubahan profil kadar asam lemak bebas dan protein terlarut nasi rendang kaleng selama penyimpanan. e. Memprediksi umur simpan nasi rendang kaleng. f. Mengevaluasi nilai gizi nasi rendang kaleng sebagai produk pangan darurat. 5