BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Rakyat. Jepang dalam perang Asia Timur Raya untuk mencapai

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN MASA PENDUDUKAN JEPANG DI AMBARAWA

BAB V PENUTUP. Penyeragaman pada tingkat atau jenjang pendidikan dilaksanakan secara

BAB I PENDAHULUAN. mengecap pahitnya penderitaan dalam sejarah masa lalunya sebagai bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Desember 1941, Jepang menyerang Honolulu, Hawai, negara bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap orangtua menginginkan yang terbaik

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

STRATEGI PENDIDIKAN BELANDA PADA MASA KOLONIAL DI INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. Desentralisasi Memengaruhi Profesionalisme Guru

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Tematik KELAS. Semester 2

Kegiatan Sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kegagalan suatu bangsa oleh sebab itu sejarawan perlu untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam interaksi belajar mengajar, metode-metode memegang peranan

SILABUS BAHASA JAWA KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR JAWA TENGAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PENGEMBANGAN, PEMBINAAN, DAN PELINDUNGAN BAHASA

Negara. Dengan belajar yang rajin dan tekun, merupakan contoh perwujudan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

BAB V PENUTUP. pendidikan Islam di Indonesia antara lain dibukanya pendidikan agama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan satu dari sekian banyak hal yang tidak dapat

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut, antara

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL ( KKM )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan anak usia dini yaitu anak yang berusia empat sampai dengan

Setiap Orang Membutuhkan Pengajaran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PROBLEMATIK SUBTANSI, CAKUPAN, DAN MATERI AJAR BAHASA INDONESIA DALAM KURIKULUM SEKOLAH DASAR DAN UPAYA MENGATASINYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dari penelitian ini secara deskriptif naratif. Tujuan penelitian ini yaitu

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pelajaran 9

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

Saudara Tidak Membutuhkan Meja Tulis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sejarah Pendidikan di Kota Medan. dari keluarg, masyarakat sekelilingnya. Perkembangan pendidikan saat ini ini

Kesehatan 39. Bab 4. Kesehatan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Pendidikan Nasional merupakan salah satu tujuan dari kemerdekaan

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR SERI DALAM PEMBELAJARAN MENULIS PARAGRAF KELAS VI SD YPKP 1 SENTANI, KABUPATEN JAYAPURA PAPUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI

APAKAH SAUDARA INGIN BERTUMBUH?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG

BAB IV PEMBAHASAN. A. Langkah-Langkah Yang Dilakukan Oleh Pondok Pesantren Al Huda. Dalam Menuntaskan Wajib Belajar 9 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

Indikator. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Materi Pokok dan Uraian Materi. Bentuk-bentukInteraksi Indonesia-Jepang.

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PELAYANAN GEREJA TUHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

WALIKOTA YOGYAKARTA PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap proses belajar mengajar di Sekolah Dasar khususnya, kelas I dan kelas

BAB IV ANALIS TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI DESA PRAMBATAN KIDUL KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN KUDUS

TANDA-TANDA KEHORMATAN UNDANG UNDANG. NOMOR 4 Drt. TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

31. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jepang-pun dapat dengan mudah masuk ke wilayah Indonesia. Jepang datang ke

Kami sering melakukan kegiatan bersama, yaitu

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1959 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UMUM MENGENAI TANDA-TANDA KEHORMATAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan senang terhadap aktivitas membaca, sehingga siswa mau melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

I PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (Djamarah dan Zain, 1996:53).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR,

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

BAB I PENDAHULUAN. dengan usia pada tiap-tiap tingkatnya. Siswa usia TK diajarkan mengenal

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAB II KONDISI OBJEKTIF DESA MARGAMULYA KEC. CILELES KAB. LEBAK. Kabupaten Lebak yang letaknya berada di kecamatan Cileles provinsi Banten Luas

Indikator Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Mendeskripsikan isi Puisi

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

BAB III HASIL PENELITIAN UPAYA GURU DALAM MELATIH KEMANDIRIAN ANAK USIA DINI DI TK PERTIWI PAGUMENGANMAS. A. Gambaran Umum TK Pertiwi Pagumenganmas

BAB V PENUTUP. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan

Lingkungan 51. Bab 5. Lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

PERATURAN DESA BOJONGGENTENG KECAMATAN JAMPANGKULON KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2017

Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SD/MI Kelas II

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat.

Saudara Membutuhkan Berita

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan

Transkripsi:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Penyelenggaraan Pendidikan Sekolah Rakyat Sekolah Rakyat merupakan lembaga pendidikan formal di tingkat sekolah dasar yang didirikan oleh pemerintahan Jepang tahun 1942. Pendidikan di tingkat Sekolah dasar ini diselengarakan dengan maksud untuk menanamkan jiwa Jepang dan membetuk kader atau generasi Indonesia yang pada akhirnya diharapkan akan membantu pemerintah Jepang dalam perang Asia Timur Raya untuk mencapai Kemenangan/Kemakmuran bersama Asia Timur Raya. Pendidikan Sekolah Rakyat mulai dibuka setelah beberapa bulan Jepang menguasai Indonesia. Pembukaan sekolah yang dimaklumatkan oleh Pemerintahan militer Jepang yang disebut dengan Gunseikanbu dikepalai oleh seorang pengawas yaitu Gunseikan. Secara bertahap pendidikan di tingkat sekolah dasar yang pada masa itu dikenal dengan sekolah rakyat mulai dibuka. Berdasarkan ketetapan dari Gunseikanbu tersebut dan dibawah pengawasan Departemen Naiseibu (Bagian pemerintahan Syuu) yang membawahi urusan-urusan pemerintahan di tingkat Syuu atau Residensi, salah satunya yakni menangani urusan Pengajaran, Departemen tersebut mulai mengatur pendidikan dari sekolah dasar (sekolah rakyat), sekolah menengah Pertama, hingga sekolah menengah atas secara bertahap. 20

Pendidikan sekolah dasar, merupakan salah satu bagian yang banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan militer Jepang sebagai sarana untuk mendoktrinasi massa. Ketika pendudukan dimulai, sebagian sekolah yang ada ditutup dan baru pada akhir April 1942 diputuskan untuk membuka kembali sekolah dasar pribumi dengan kurikulum baru. Melalui Oendang-Oendang No.12 yang dikeluarkan pada tanggal 22 April 1942, diumumkan bahwa seluruh sekolah pribumi, yaitu bekas volks school (sekolah desa), vervolg school (sekolah lanjutan), volledige tweede klas school (sekolah pribumi lengkap), dan meisjes vervolg school (sekolah lanjutan putri) diijinkan untuk dibuka kembali. Bekas pendidikan Barat, seperti Europeese Lagere School (ELS, sekolah Dasar Eropa), Holandsche Inlandsche School (HIS, sekolah pribumi Belanda), dan schakel School (sekolah penghubung) tidak diijinkan dibuka selama pendudukan Jepang (Aiko Kurusawa, 1993 :360). Berdasarkan wawancara dengan Doel Rachmad dinyatakan bahwa tanggal 15 Februari 2014, sekolah-sekolah yang dibuka pada masa kolonial Belanda di Ambarawa sudah ditutup dan sejak pemerintahan militer Jepang menduduki wilayah Ambarawa tahun 1942. Sekolah rakyat menjadi satu-satunya sekolah dasar bagi anak-anak di Ambarawa tanpa ada lagi suatu perbedaan yang menyolok sehingga semua anak dapat menyenyam pendidikan formal yang sama. Penyeragaman pendidikan (pengabungan sekolah-sekolah yang berbeda namun dalam jenjang pendidikan yang sama menjadi satu 21

sekolah) yang dilakukan oleh pemerintah Jepang, mengidentifikasi bahwa diskriminasi telah dihapus atau dihilangkan dalam sistem pendidikan. Diskriminasi dalam sistem pendidikan ataupun persekolahan telah diterapkan oleh pemerintahan Belanda sebelum Jepang menduduki Indonesia. Menurut Sartono Kartodirdjo dalam bukunya Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI penyeragaman pendidikan juga difungsikan agar memudahkan dalam pengawasan sekolah-sekolah tersebut (Sartono Kartodirdjo, 1975:170). Sejalan dengan itu maka peraturan yang dikeluarkan oleh Gunseikanbu dalam Osamu Seirei No.10 Bagian VIII Tentang mengoeroes dan mengawasi sekolah rak jat Pasal 27-32 (lihat lampiran 2, hlm 84), di jelaskan : sekolah rakyat merupakan sekolah yang berada di bawah pengawasan Syuutyookan/Tokubetu Sityoo serta Sityoo, Gaku-Ku (badan hukum dalam pendidikan di setiap daerah yang bentuk oleh Kentyoo dan diurus serta diawasi oleh Sontyoo, di dalam Gaku-Ku diangkat beberapa pegawai atas seijin Kentyoo, badan hukum ini dibentuk dengan maksud mengadakan pengawasan dan peninjauan sekolah-sekolah rakyat yang dilakukan oleh Son atau beberapa Gaku_Ku di dalam Son tersebut, kecuali daerah Kooti) dan guru-guru sekolah rakyat juga turut bertanggung jawab dalam kepengurusan sekolah rakyat. Untuk mengurus dan mengawasi sekolah rakyat, Gaku-Ku mengadakan Gaku-Ku Linkai (sidang pengurus Gaku-Ku) dan mengangkat Lin (pengurus) yang ditunjuk oleh Kutyoo, Kokumin Gakkootyoo dan Sontyoo yang bersangkutan di 22

dalam Gaku-Ku tersebut. Pada Si juga diadakan Kyooiku Sinkoo Linkai (badan untuk memajukan pendidikan) yang bertugas memecahkan masalah-masalah pendidikan yang terjadi di daerah-daerah di bawah pemerintahan Si serta mengadakan usaha-usaha yang mengarah kepada kemajuan pendidikan rakyat. Penjelasan tersebut memberikan gambaran tentang bagaimana mengawasi dan mengurus pendidikan sekolah rakyat di setiap daerah-daerah dibawah Si (pemerintahan kota), yang tidak hanya guru-guru di sekolah rakyat tersebut yang bertanggung jawab untuk mengurus tetapi tidak terlepas juga dari pengawasan pemerintahan ditingkat Syuu hingga Ku (lihat lampiran 2, hlm 84). Aturan-aturan tersebut dibentuk sebagai usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintahan Jepang, untuk memperluas pendidikan ditingkat sekolah dasar, dimana sekolah rakyat merupakan lahan yang paling subur untuk menanamkan paham atau pengaruh oleh pemerintahan Jepang. Pendidikan ditingkat sekolah dasar masa pendudukan Jepang ditempuh dalam kurun waktu 6 tahun. Undang-undang No.12 beserta aturan tentang sekolah (Sekolah Rakyat) menjelaskan bahwa pendidikan tingkat sekolah dasar mulai dibuka kembali pada tanggal 29 April 1942 terbagi menjadi 2 tipe (lihat lampiran 5 dan 6, hlm 87-88), yaitu a. Syotoo Kokumin Gakko (sekolah Pertama) yang setara dengan volks school atau sekolah desa masa pemerintahan Belanda, lama pendidikan 3 tahun. 23

b. Kokumin Gakko (sekolah rakyat), yang setara dengan vervolg school (sekolah lanjutan), volledige tweede klas school (sekolah pribumi lengkap) masa pemerintahan Belanda, lama pendidikan 6 tahun. Jika sebelumnya seorang murid telah menempuh pendidikan di sekolah desa/volks school masa pemerintahan Belanda selama 3 tahun maka ia dapat melanjutkan pendidikannya di Kokumin Gakko atau sekolah rakyat di kelas 4 sampai kelas 6 (Aiko Kurusawa, 1993:360). Sekolah rakyat menyedikan pendidikan selama 6 tahun yaitu kelas 1-3 dan kelas 4-6 tetapi dapat juga seorang murid yang telah lulus di sekolah pertama atau Syotoo Kokumin Gakko 3 tahun kelas 1-3 dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah rakyat di kelas 4-6. Setelah dikeluarkannya Osamu Seirei No.10 Bagian X Pasal 46-49, tingkat pendidikan atau susunan sekolah dasar yang terdapat 2 tipe yaitu sekolah pertama atau Syotoo Kokumin Gakko dan sekolah rakyat (Kokumin Gakko) dianggap Sekolah Rakyat yang terdiri dari 2 bagian (lihat lampiran 2, hlm 84), meliputi: a. Bagian pertama sekolah rakyat disebut Syootoka. Pada jenjang sekolah rakyat yang disebut Syootoka (bagian pertama) ini merupakan sekolah tahap pertama atau setara dengan sekolah dasar pada pendidikan jaman sekarang yakni kelas 1 sampai kelas 3, Syootoka harus ditempuh untuk dapat melanjutkan ke sekolah rakyat dibagian kedua. 24

b. Bagian kedua sekolah rakyat disebut Kootooka (bagian kedua). Setelah menyelesaikan pendidikan pada bagian pertama sekolah rakyat atau Syootoka maka dapat melanjutkan ke sekolah bagian kedua ini atau Kootooka. Kootooka merupakan sekolah lanjutan dari Syootoka yakni kelas 4 sampai kelas 6. Syootoka (bagian pertama) dan Kootooka (bagian kedua) merupakan suatu rangkaian pendidikan lanjutan di sekolah rakyat, namun dalam penyelenggaraan pendidikannya terkadang disetiap daerah hanya terdapat sekolah Syootoka (bagian pertama) dan Kootooka (bagian kedua) saja, dikarenakan keadaan didaerah masing-masing berbeda-beda. Lamanya pendidikan Syootoka (bagian pertama) dan Kootooka (bagian kedua) masing-masing 3 tahun. Syootoka (bagian pertama) ditempuh dalam waktu 3 tahun dan Kootooka (bagian kedua) juga ditempuh dalam waktu 3 tahun. Perbedaan sistem pendidikan serta pandangan mengenai tujuan pendidikan dengan pemerintahan Belanda, maka secara praktis buku-buku sekolah masa pemerintahan Belanda tidak digunakan, hanya pada awal berdiri sekolah-sekolah tahun 1942 masih dipergunakan. Pada tahun itu pula buku berbahasa belanda mulai dikaji serta diterjemahkan oleh para guru. Upaya tersebut ditujukan untuk menyediakan buku-buku pelajaran yang dipergunakan sebagai penunjang dalam kegiatan belajar mengajar agar selaras dengan kurikulum yang ditetapkan pemerintahan Jepang. 25

Penerbitan buku-buku sekolah oleh Kantor pengajaran berada dalam pengawasan pemerintahan militer pusat atau Gunseikanbu karena hanya buku terbitan Gunseikanbu dipakai sebagai buku pelajaran resmi sekolah-sekolah pada waktu itu. (lihat lampiran 1, hlm 83) Pada awal tahun 1944 masa pemerintahan Jepang, jumlah sekolah dan guru serta murid dibandingkan dengan akhir zaman Belanda (1939) dapat digambarkan pada tabel seperti dibawah ini: 26

Tabel 1 Jumlah Sekolah Dasar, Guru dan Murid pada tahun 1940 (1941) dan 1944 Jenis Sekolah A Sekolah Pertama (1944) Volk school (1941) Perbedaan B Sekolah Rakyat (1944) Vervolg + tweede (1944) Perbedaan C Sekolah swasta (1944) Sekolah Rakyat swasta: Vervolg + tweede (1941) Perbedaan Jumlah Sekolah 11.078 9.684 (perkiraan) + 1.394 (+14%) 2.102 1.588 (perkiraan) +514 (+32%) 1.603 727 +876 (+120%) Jumlah Guru 23.668-8.959-5.288 - Jumlah murid 1.806.233 1.225.289 +580.946 (+47%) 552.102 206.729 +345.373(+167%) 267. 625 82.889 +184.736(+223%) Total 1944 1940 Perbedaan 14.783 12.954 +1.829 (+14%) 37.915-2.625.960 1.475.610 +1.150.350(+78%) Keterangan : 1. Karena jumlah sekolah A dan B tahun 1940 tidak ada, disini dipakai data tahun 1941, pun tidak ada angka khusus didaerah Jawa, hanya ada agka untuk Hindia-Belanda. Sudah diketahui bahwa angka keseluruhan sekolah dasar pribumi dan muridnya di Jawa adalah sekitar 68% dari keseluruhan wilayah Hindia-Belanda. Karena jumlah sekolah untk setiap jenis di seluruh Hindia-Belanda diketahui, angka di Jawa dapat diperkirakan dengan mengambil 68%nya. Oleh karena pemikiran demikian, kalau dijumlahkan jumlah sekolah A, B dan C, angkanya tidak sesuai dengan 12.954 2. Murid pada zaman Belanda termasuk jumlah penduduk pribumi dan warga negara Asia, tetapi tidak jelas kelompok etnik apa yang tercakup ke dalam data zaman Jepang. 3. Perbedaan berarti peningkatan (+) atau penurunan (-) dibandingkan engan tahun 1940 4. Pada sekolah jenis C tidak begitu pasti mencakup apa, tetapi penulis menduga ia meliputi segala jenis sekolah dasar swasta. Sumber : Aiko Kurasawa, 1993:36) Meningkatnya minat bejalar di kalangan anak-anak disebabkan karena diterapkannya sistem baru didunia penddikan yang sangat berbeda dengan sistem yang digunakan oleh pemerintahan sebelumnya yang 27

mengadakan pendidikan tetapi masih dibatasi oleh sekat-sekat penentu pendidikan menurut golongan sosialnya. Berbeda dengan pendidikan masa pemerintahan Jepang yang memberikan kesempatan belajar kepada semua lapisan masyarakat di Indonesia secara umum. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa pendidikan sekolah pertama mengalami peningkatan dengan dibarengi oleh peningkatan jumlah murid. Peningkatan yang sangat tajam juga terjadi pada peningkatan jumlah sekolah rakyat yang mencapai (+32%) serta jumlah murid yang mencapai angka kenaikan sebesar (+167%), begitu pula dengan sekolah-sekolah swasta yang juga mengalami peningkatan baik jumlah sekolah maupun jumlah murid. Peningkatan jumlah rata-rata murid per sekolah di tahun 1940 sebanyak 113 dan di tahun 1944 mencapai 178 atau mengalami peningkatan 60%. Secara keseluruhan jumlah sekolah dasar meningkat 14%, serta jumlah murid meningkat 78%, dengan demikian dapat di artikan jumlah murid melebihi jumlah sekolah yang ada, hal ini mengidentifikasikan terjadinya penurunan fasilitas dan lingkungan pendidikan. Kesempatan belajar yang terbuka lebar bagi penduduk pribumi tanpa ada pembedaan status sosial dalam sistem persekolahannya serta didukung dengan biaya pendidikan yang diperoleh secara gratis, tetapi jika dikenakan biaya (tergantung kepada kebijakan sekolah rakyat di setiap daerah), biaya relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya pendidikan masa pemerintaan Belanda. Menurut penuturan Kadinem (wawancara, 05/10/2013) Pemungutan uang sekolah akan dipergunakan untuk 28

kebutuhan belajar murid/ siswa itu sendiri seperti Sabak (alas atau media untuk menulis) dan grip (alat yang yang digunakan untuk menulis, berbentuk panjang) yang merupakan kebutuhan vital bagi murid-murid di sekolah rakyat untuk menunjang proses belajar mengajar. Sabak beserta grip diberikan secara rutin dari pihak sekolah setiap 1 bulan sekali kepada murid di sekolah tersebut. Bukan hanya karena uang sekolah yang gratis dan lebih murah maka jumlah muridnya meningkat, tetapi lebih karena dorongan dari pemerintah. Kebijakan Jepang merangsang perhatian penduduk desa. Sadar akan suasana baru dibawah pemerintahan baru ini, dibawah tekanan kuat pimpinan desa, semakin banyak orang tua yang menyekolahkan anakanak mereka (Aiko Kurasawa, 1993:362). Seperti di desa yang berada di kecamatan Ambarawa), pendaftaran murid-murid sekolah rakyat dilakukan oleh Kepala Dusun/bekel (termasuk dalam pemerintahan Ku atau pemerintahan di tingkat kelurahan) setempat yakni dengan mendatangai rumah anak-anak yang telah cukup umur untuk bersekolah (kira-kira berusia 6 tahun ke atas) dengan maksud memerintahkan anak tersebut untuk bersekolah (wawancara Djaman, 04/02/2014). Tindakan yang dilakukan oleh Kepala Dusun atau bekel adalah wujud usaha yang dilakukan untuk memperluas pendidikan dengan mengajak/mendorong anak-anak didesanya untuk bersekolah. Peranannya dalam mendorong anak-anak di desa agar dapat bersekolah di Sekolah Rakyat adalah wujud pengabdian diri kepada pemerintahan Jepang. 29

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru menjadi sentral atau pusat dari pembelajaran. Keberadaan seorang guru menjadi sangat penting dalam proses mendidik murid-murid yang menjadi objek dalam mencapai tujuan pendidikan yang hendak dicapai sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintahan sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan. Seorang pendidik (guru) menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan bagi anak didiknya dalam sebuah aktivitas belajar. Peranan yang diemban oleh seorang guru tidak hanya sebatas sebagai seorang pengajar tetapi juga penentu keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan, karena itulah isi pengajaran haruslah disesuaikan dengan apa yang hendak dicapai dalam pendidikan itu sendiri. Dari tujuan pendidikan, guru mempunyai alur dalam mengajar untuk menentukan dan menciptakan metode pembelajaran yang sesuai untuk diimplementasikan kepada murid atau peserta didiknya kerena keberhasilan seorang pendidik dalam mendidik menjadi tolok ukur penentu keberhasilan dalam pendidikan. Pada masa pemerintahan Jepang, guru sebagai pendidik memilki peran untuk melaksanakan propaganda. Guru dipilih sebagai propagandis karena memiliki kemampuan berpidato yang baik. Media propaganda dilingkungan sekolah salah satunya adalah nyanyian. Aiko Kurusawa dalam bukunya yang berjudul Mobilisasi dan Kontrol mengemukakan bahwa secara garis besar lagu-lagu yang diajarkan diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori, di antaranya: 1. Meningkatkan semangat kerja 2. Meningkatkan semangat pertempuran 30

3. Meningkatkan kecintaan kepada tabah air sebagai anggota Asia Timur Raya Pemerintahan Jepang mengenalkan adat istiadat, bahasa dan semangat Jepang dengan membuka latihan/kursus bagi para guru. Hasil-hasil dari latihan/kursus yang di peroleh akan diajarkan kembali kepada sesama guru dan murid-mridnya. Pemerintah militer Jepang mengadakan latihan atau kursus guruguru di seluruh Jawa dan Madura sebagai bentuk indoktrinasi. Penanaman ideologi tentang kemakmuran bersama Asia Timur Raya/Hakko Iciu. Konsepsi Hakko Iciu sangat penting diajarkan kepada guru, hal itu dikarenakan guru sebagai pendidik akan mengarahkan pemikiran muridnya ke dalam cita-cita tersebut. Latihan atau kursus guru untuk pertama kalinya diadakan pada tanggal 1 Juni 1942 selama 1 bulan di Jakarta, yang diikuti oleh seluruh guru-guru di Jawa dan Madura sebanyak 122 orang. Guru-guru tersebut merupakan perwakilan dari guru Ken dan Si diseluruh Jawa dan Madura. Selama mengikuti pelatihan atau kursus, mereka mempelajari : a. Bahasa Nippon (Jepang) b. Adat istiadat Nippon (Jepang) c. Semangat Nippon (Jepang) = nyanyian dan tari-tarian Nippon, gerak badan, didikan Nippon, pidato Nippon dan lain sebagainya. d. Maksud peperangan besar di Pasifik 31

Pada tangal 22 Juli 1942 latihan/kursus guru yang kedua dilaksanakan selama 2 bulan, diikuti oleh kurang lebih 100 orang guru dari Jawa dan Madura (lihat lampiran 4, hlm 86). Latihan-latihan guru-guru untuk seluruh Jawa, merupakan suatu pilot project pemerintah militer Jepang. setelah selesai latihan, mereka dikembalikan ke daerah masing-masing. Mereka meneruskan hasil-hasil latihan yang diperolehnya kepada rekanrekan guru, murid-murid, dan juga masyarakat lingkungannya (Sartono Kartodirdjo, 1975:173). Di setiap sekolah rakyat di Ambarawa hanya terdapat 2 guru saja yang juga merangkap sebagai Kepala sekolah (wawancara Sukesi, 25/012014). Kepala sekolah di pilih diantara guru-guru yang ada di sekolah rakyat tersebut dan diangkat oleh Syuutyookan atau Tokobetu Sityoo. Guru-guru yang mengajar di sekolah rakyat harus memiliki ijazah sekolah rakyat tetapi jika tidak memiliki ijazah maka Syuutyookan atau Tokobetu Sityoo yang berwenang untuk mengangkatnya sebagai guru sekolah rakyat (lihat lampiran 1, hlm 83). Peraturan-peraturan yang menyangkut pengangkatan dan pemberhentian seorang guru dari jabatannya sebagai guru sekolah rakyat didasarkan atas keputusan Sityoo atau Kentyoo kemudian disahkan oleh Syootyookan. Di sekolah rakyat guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan saja, tetapi guru juga mengajarkan kedisiplinan serta budi pekerti kepada murid-muridnya. Penggunaan bahasa Indonesia yang lebih diutamakan dibandingkan bahasa daerah sebagai pengantar dalam pendidikan sekolah sempat 32

menjadi perdebatan di antara anggota-anggota komite Kyokan Seido Chosa Kai atau Komisi Menjelidiki Adat-Istiadat dan Tatanegara. Keputusan akhir yang diambil oleh pemerintah militer Jepang yakni penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di pendidikan sekolah diberikan terutama kepada murid-murid sekolah rakyat kelas 1-2 sedangkan kelas 3 sampai tingkatan pendidikan yang lebih digunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya. Keinginan Jepang untuk menyebarluaskan dan mengajarkan bahasa mereka kepada penduduk secara luas, dilakukan salah satunya dengan cara menjadikan bahasa Jepang sebagai mata pelajaran wajib dalam pendidikan sekolah. Kebijakan yang diambil pemerintah Jepang dimaksudkan agar murid-murid dapat memahami segala sesuatu atau semua yang terkait dengan Jepang (kehidupan, semangat dan kebudayaan Jepang). Pelajaran bahasa Jepang mulai diajarkan pada murid-murid sekolah rakyat di kelas 3 sampai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Di samping itu, mata pelajaran yang diajarkan adalah Bahasa Jawa, berhitung, Menulis, Pekerjaan tangan, Gerak badan (Taiso), seni suara/menyanyi, olahraga, menggambar, Budi pekerti, Sejarah, Ilmu bumi, Kebersihan dan Kesehatan, Badan Manusia, ilmu alam, Bahasa Nippon/Jepang, bahasa melayu Ditinjau dari mutu pendidikan sekolah-sekolah masa pendudukan Jepang, Sekolah Rakyat memberikan sedikit pengaruh terhadap perkembangan kecerdasan peserta didiknya. Waktu yang digunakan untuk kegiatan belajar di dalam kelas yang terbatas adalah penyebabnya. 33

Kegiatan di luar kelas yang lebih mengandalkan tenaga fisik banyak dikerahkan, seperti kerjabakti (kinro hoshi) di antaranya membersihkan tempat-tempat umum, menanam pohon jarak dan rami di halaman sekolah untuk melakukan kegiatan di luar kelas. Menjelang akhir kependudukan, kegembiraan dan minat terhadap pendidikan harus dihentikan akibat tekanan ekonomi dan murid-murid mulai drop out (Aiko Kurasawa, 1993:362). Keadaan yang semakin sulit memaksa murid-murid sekolah turun tangan untuk membantu orang tunya di sawah sehingga mereka terpaksa harus mengorbankan pendidikannya untuk dapat membantu orang tuanya demi memenuhi kepentingan akan wajib serah padi kepada Jepang (wawancara Karmi, 04/02/2014). Masa pendudukan Jepang terdapat diantaranya dua sekolah tingkat dasar atau sekolah rakyat di Ambarawa, yaitu : 1. Sekolah Rakyat Kranggan Menurut Kadinem (wawancara, 05/10/2013) Sekolah rakyat Kranggan terletak tidak jauh dari Kawedanan Ambarawa yang berada di desa Kranggan kecamatan Ambarawa. Gedung sekolah tersebut sekarang dijadikan sebagai toko roti dan oleh-oleh Elisa. Sekolah rakyat ini didirikan tahun 1942. Di tahun itu mulai di buka pendaftaran bagi calon murid-murid yang ingin bersekolah. Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan terbuka lebar bagi seluruh lapisan masyarakat. Kriteria anakanak yang diterima sebagai murid di sekolah rakyat adalah anak-anak yang telah berumur genap dan di atas 6 tahun. Tidak ada persyaratan 34

khusus untuk menjadi murid Sekolah Rakyat Kranggan. Calon murid dapat datang seorang diri atau bersama orang tua atau wali muridnya untuk mendaftar, selanjutnya guru akan mendata masing-masing calon murid dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut : a. Nama murid : (...) b. Tempat tinggal/alamat : (...) c. Tempat dan Tanggal Lahir : (...) d. Nama Orang Tua/Wali Murid 1) Nama Ibu : (...) 2) Nama Ayah/Bapak : (...) e. Pekerjaan : (...) Setelah semua data-data pribadi calon murid tersebut lengkap maka secara resmi murid tersebut sudah terdaftar menjadi murid di sekolah rakyat. Pendaftaran tersebut tidak dipungut biaya sedikitpun (gratis), tetapi setelah dimulainya ajaran baru maka murid-murid sekolah rakyat kranggan berkewajiban untuk membayar uang sekolah sebesar Rp. 3 yang dibayarkan setiap 1 bulan sekali. Pembayaran uang sekolah difungsikan untuk memenuhi keperluan sekolah murid-murid seperti sabak dan grip, yang diberikan oleh pihak sekolah setiap 1 bulan sekali. Gedung sekolah rakyat Kranggan masih sangat sederhana, bangunan sekolahnya hanya terbuat dari gedhek atau dinding yang terbuat dari anyaman bambu. Pembatas yang digunakan untuk memisahkan ruangruang kelas sebagai tempat belajar mengajar sama halnya dengan material bangunan sekolah yakni gedhek atau dinding yang terbuat dari anyaman 35

bambu. Maskipun keadaan sekolah sangat sederhana, tetapi sekolah ini memiliki pekarangan (lapangan) sekolah yang sangat luas yang digunakan untuk kegiatan belajar di luar kelas seperti olahraga, menanam jarak, upacara bendera, gerak badan atau taiso. Ruangan yang ada di sekolah rakyat meliputi 2 ruang digunakan untuk ruang kelas sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar dan satu ruangan digunakan untuk ruang guru dan tempat menyimpan berbagai alat-alat sekolah (alat olahraga, bukubuku pelajaran, dll), secara keseluruhan terdapat 3 ruang di sekolah rakyat/ SR Kranggan. Pada tahun 1942 sekolah rakyat Kranggan memiliki murid berjumlah kurang lebih 50 orang di kelas 1 dan jumlah tersebut cenderung tetap pada setiap kenaikan kelas (di kelas 2 dan 3), hanya ada beberapa murid yang keluar dengan berbagai alasan yang beragam. Murid-murid di sekolah rakyat tidak hanya anak-anak yang berumur 6 tahun saja, banyak murid yang berumur 6 tahun keatas (7-12 tahun). Kesempatan bersekolah yang terbuka lebar membawa dampak besar terhadap antusiasme belajar di kalangan anak-anak di Ambarawa yang meningkat pada tahun pertama dibukanya pendaftaran (tahun 1942) hingga menjelang akhir kependudukan 1945. Sukesi menjelaskan, dalam satu kelas yang berjumlah kurang lebih 50 orang didominasi oleh murid perempuan, dengan jumlah murid yang terhitung banyak ruang kelas sudah terlihat penuh karena tidak terlalu lebar. Namun hal tersebut tidak mengurangi semangat para murid untuk belajar. Sarana prasarana yang terdapat di 36

dalam kelas sebagai penunjang aktivitas belajar mengajar yakni papan tulis, buku-buku pelajaran, bangku beserta meja serta alat tulis untuk murid (sabak dan grip). Sebagian besar murid-murid di sekolah rakyat Kranggan adalah anak-anak yang berasal dari beberapa desa yang berada di sekitar sekolah yakni Desa Kupang, Panjang, Kranggan, Lodoyong. Tenaga pendidik/guru di dalam sekolah hanya ada dua. Seorang guru mengajar dua kelas yaitu kelas 1 dan kelas 2, sedangkan satu guru hanya mengajar di kelas 3 saja. Bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari menggunakan bahasa Jawa, bahasa Melayu juga diberikan sebagai pelajaran tambahan yang nantinya akan memudahkan para murid di kelas 3 untuk mengikuti pelajaran karena di kelas 3 bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa melayu (wawancara Kadinem, 22/012014). Kantor Pengajaran Pemerintah militer Jepang di Jawa pada tanggal 20 Oktober 2603 (1943), mendirikan komisi (penyempurnaan) bahasa Indonesia, atas desakan dari beberapa tokoh bangsa Indonesia. Tugas daripada komisi itu adalah menentukan terminologi, yaitu istilah-istilah modern, serta menyusun suatu tata bahasa normatif dan menentukan kata yang umum bagi bahasa Indonesia. Jepang merasa terpaksa harus memberi jalan kepada bangsa Indonesia untuk menyempurnakan bahasanya sendiri. Sikap yang demikian tersebut dapat dilihat setelah dibentuknya komisi bahasa Indonesia. Mereka tidak segera bekerja, baru setelah satu tahun kemudian mulai bekerja, itupun karena telah berkali-kali didesak, sehingga 37

Jepang mulai membuka kantor komisi bahasa Indonesia dengan peralatan dan staff yang sangat kurang. Keputusan-keputusan yang telah diambil oleh komisi bahasa Indonesia tidak pernah diumumkan oleh pemerintah balatentara Jepang. Akan tetapi berkat ketekunan anggota komisi, maka pada akhir kependudukan militer Jepang di Indonesia telah dapat ditetapkan kira-kira 7.000 istilah (Sartono Kartodirdjo, 1975:181). Perubahan-perubahan yang terjadi berdampak pada penggunaan buku-buku pelajaran yang sebelumnya telah diterbitkan menggunakan bahasa Melayu, oleh karena itu kantor pengajaran dan penerbitan resmi buku-buku pelajaran Gunseikanbu menerbitkan buku-buku panduan bahasa melayu ke bahasa Indonesia, dengan buku panduan tersebut para guru akan mudah memahami perubahan kata dalam bahasa Melayu ke bahasa Indonesia. 2. Sekolah Rakyat Pasekan Kegiatan belajar mengajar di sekolah rakyat Pasekan dilakukan di gedung sekolah yang sederhana. Berdasarkan ketetapan dalam Osamu Seirei No.10 tahun 2605/1944 Bagian VII Tentang Kelengkapan Sekolah pasal 24-26 (lihat lampiran 2, hlm 84), sekolah rakyat yang didirikan atau telah berdiri harus memenuhi kelengkapan penunjang untuk kegiatan belajar seperti pekarangan sekolah, alat-alat sekolah dan tempat berolahraga. Semua kelengkapan tersebut dipergunakan untuk berbagai macam kegiatan : 38

a. Menjalankan latihan keprajuritan b. Pendidikan rakyat c. Penjagaan daerah d. Penjagaan keamanan e. Usaha produksi f. Kesehatan atau untuk pekerjaan amal Sekolah rakyat Pasekan terletak di Jl. Ki Cogati 1 di Dusun Tambak Selo Desa Pasekan dan sekarang menjadi Sekolah Dasar Negeri 1 Pasekan. Gedung sekolah di SR Pasekan dilengkapi dengan Pekarangan yang sangat luas yang digunakan untuk melakukan upacara bendera, gerak badan atau taiso yang dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran di kelas dimulai, serta digunakan untuk berolahraga. Pada tahun 1942 sekolah rakyat Pasekan didirikan dengan jumlah murid yang sangat banyak, yaitu di kelas 1 pada tahun pertama sekolah berdiri terdapat kurang lebih 50 murid yang terdaftar di sekolah. Pada tahun berikutnya jumlahnya terus bertambah. Ruang kelas yang tidak memungkinkan untuk menampung jumlah murid dari seluruh Desa Pasekan yang terlalu banyak mengakibatkan beberapa murid harus bersekolah di sekolah rakyat yang berada di desa lain yang jarak tempuhnya sangat jauh dari dusun mereka seperti Sekolah Rakyat Kranggan (wawancara Djaman, 04/02/2014). Karmi menuturkan, ketika ia bersekolah hingga lulus di sekolah rakyat tidak ada pungutan biaya. Dalam aturan tentang perbendaharaan 39

sekolah yang dimuat dalam Osamu Seirei Bagian IX (lihat lampiran 2, hlm 84) telah dijelaskan biaya sekolah rakyat yang berada di bawah kekuasaan Si atau Gaku_ku akan di bebankan kepada Si atau Gaku_ku dikarenakan mendapatkan uang tunjangan dari pemerintah balatentara Jepang sebesar 4/10 dan Ken 3/10 dari biaya sekolah yang telah di tetapkan dan apabila ada pungutan sekolah maka harus berdasarkan ijin dari Kentyo. Meskipun tidak dipungut biaya, pihak sekolah tetap menyediakan segala kebutuhan penunjang belajar murid, seperti sabak dan grip. Mayoritas murid-murid sekolah rakyat Pasekan berasal dari dusun-dusun di kelurahan Pasekan seperti Tambak Selo, Kintelan, Kebon Sari, Kadipiro, dan lain-lain. Pendaftaran murid-murid sekolah rakyat Pasekan dilakukan oleh Kepala Dusun atau Bekel. Dengan mendatangi rumah anak-anak yang telah berusia 6 tahun ke atas dan meminta untuk bersekolah. Perintah Kepala Dusun atau Bekel untuk bersekolah, mengakibatkan hasil pembelajaran yang diterima murid sekolah rakyat Pasekan selama mengikuti pendidikan tidak maksimal walaupun semangat belajar mereka sangat tinggi. (wawancara Djaman, 04/02/2014). B. Sistem Pendidikan Sekolah Rakyat 1. Landasan Pendidikan Jepang menyadari pentingnya pendidikan, melalui pendidikan mentalitas dan cara berpikir masyarakat Indonesia dapat diubah dari mentalitas Eropa kepada alam pikiran Nippon serta akan tercipta kaderkader khususnya para pemuda sebagaimana yang diharapkan jepang. 40

Demikianlah, sekolah-sekolah menjadi tempat indoktrinasi Jepang. Menurut Jepang, dari pendidikan dibentuk kader-kader untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Adapun Kemakmuran Asia Timur Raya dikatakan tergantung kepada kemenangan perang Asia Timur Raya. Oleh karena itu segala usaha harus ditujukan kepada memenangkan perang itu (Sartono Kartodirdjo, Marwati Djoned Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, 2008: 92,95). Sejalan dengan hal itu landasan pendidikan masa pendudukan Jepang adalah Hakko Iciu (Kemakmuran bersama di Asia Timur Raya). Hakko Iciu merupakan suatu paham yang mengajak bangsa Indonesia untuk dapat meraih kemakmuran Asia Timur Raya bersama-sama bangsa Jepang yang mengatakan bahwa bangsa Jepang memiliki latar belakang nasib yang sama sebagai sesama bangsa Asia dan saudara tua bangsa Indonesia. Indoktrinasi Hakko Iciu di kalangan tenaga pendidik yang menjadi salah satu pelaksana propaganda, dilakukan oleh pemerintah Jepang pada bulan Juni selama 1 bulan di Jakarta kemudian disusul dengan pelatihan yang kedua di bulan selanjutnya yakni bulan Juli selama 2 bulan yang diikuti oleh perwakilan guru-guru disetiap Ken di seluruh Jawa dan Madura. Usaha-usaha tersebut ditujukan untuk mempersiapkan tenaga pendidik yang dapat mendidik serta mengarahkan pemikiran peserta didik atau murid nantinya agar senantiasa berbakti kepada 41

pemerintahan Jepang sehingga dengan mudah cita-cita Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dapat tercapai. Merujuk pada pernyataan di atas mengenai Hakko Iciu sebagai landasan pendidikan, maka dalam pendidikan umum khususnya di tingkat sekolah dasar atau Sekolah rakyat oleh pemerintahan Jepang telah dirumuskan tujuan pendidikan yang sejalan dengan Hakko Iciu. Aturanaturan dalam tujuan pendidikan sekolah rakyat dimuat dalam Osamu Seirei No. 10 Bagian 1 Pasal 1 (lihat lampiran 1, hlm 83), sebagai berikut : Kokimin Gakko atau (Sekolah Rakjat) diadakan dengan Maksoed oentoek megadjarkan ilmoe pengetahoean oemoem, berdasarkan tjiita-tjiita pembentoekan lingkoengan Asia Timoer Raja serta oentoek memberi latihan dasar, agar rakjat menjadi rakjat negara baroe jang akan dibentoek di kemoedian hari. (Tjahaja, 7 Sigatu 2605) Tujuan pendidikan yang didirikan oleh pemerintahan Jepang tidak terlepas dari kepentingannya unuk memenuhi tenaga kerja serta tenaga militer. Oleh sebab itu pembelajaran di sekolah rakyat mengajarkan ilmu pengetahuan umum namun hanya sebatas memberikan pengajaranpengajaran atau pembelajaran (pelatihan) dasar. Inti dari pembelajaran tersebut akan membentuk murid mempunyai jiwa dan semangat Jepang (Nippon Seishin) termasuk bushido yaitu berbakti kepada pemerintahan Jepang (pemimpin) dan orang tuanya. Pembelajaran tersebut akan diperoleh selama kegiatan belajar mengajar berlangsung penanaman sifat Jepang atas kepentingannya dapat diajarkan sejak anak bersekolah pada jenjang dasar pendidikan sekolah masa pendudukan Jepang ini yaitu sekolah rakyat. Dengan pendidikan 42

yang diselenggarakan, murid dibekali untuk menjadi kader yang dapat dibentuk dan dijadikan sebagai bagian dalam merealisasikan cita-cita Jepang atas Kemakmuran Asia Timur Raya. Dari barbagai macam konsep-konsep pendidikan, salah satunya adalah konsep pendidikan yang mencakup maksud atau tujuan pendidikan masa pendudukan Jepang, yaitu Education is the process by which the individual is taught loyalty and conformity by which the human mind is disciplined and devoloped maksud dari pernyataan tersebut yaitu Pendidikan adalah proses dimana individu diajarkan kesetiaan dan ketaatan, yang akan membentuk pemikiran manusia menjadi disiplin dan maju. Konsep pendidikan ini menekankan betapa pentingnya peran pendidikan dalam pembinaan manusia. Pendidikan diartikan sebagai proses pembinaan sikap mental dengan jalan atau cara melatih dan mengembangkannya ke arah nilai sikap yang diinginkan, yang dalam rumus konsep di atas yaitu nilai sikap kesetiaan dan ketaatan. Di negara totaliter monistis yaitu sistem politik pemerintah yang segala-galanya demi kepentingan negara dan monoisme kebudayaan atau kebudayaan tunggal, menetapkan bahwa pendidikan atau edukasi adalah satu dan sama dengan indoktrinasi, tujuan pendidikan membina manusia susila yang cakap diganti dengan pembinaan warganegara yang setia, taat tanpa syarat dan displin membaja. (Tim Dosen FIP-IKIP Malang, 1981: 83) 43

2. Peserta Didik Murid-murid siswa ekolah rakyat adalah anak-anak yang telah berumur genap 6 tahun ke atas. Pendaftaran murid sekolah rakyat (SR), dilakukan dengan cara : calon murid SR harus mendaftar terlebih dahulu ke sekolah seorang diri atau didampingi orang tua, kemudian calon murid akan dimintai keterangan mengenai data prbadi, setelah semua data-data sudah lengkap, secara resmi terdaftar menjadi murid SR. Sorotan utama pemerintahan Jepang selain dibidang politik, ekonomi dan sosial adalah bidang pendidikan, maka semua pihak yang menjadi bagian dari pemerintahan Jepang harus ikut mendorong kemajuan pendidikan, sebagai contoh di Sekolah Rakyat Pasekan di kecamatan Ambarawa. Menurut Djaman salah satu murid SR Pasekan, menuturkan bahwa kecenderungan anak-anak di Desa Pasekan yang tidak mau bersekolah. Hal ini berakibat bagi Kepala dusun untuk merekrut murid Sekolah Rakyat Pasekan. Dalam menjalankan peranannya kepala Dusun akan mendatangi rumah masingmasing anak yang telah genap berumur 6 tahun hingga 12 tahun untuk didaftarkan menjadi murid sekolah rakyat. Tekanan dari pemerintahan desa tersebut mengakibatkan anak-anak di desa tersebut menuruti apa yang telah diperintahkan kepala dusun untuk bersekolah. Mayoritas murid-murid sekolah rakyat berasal dari Desa-desa di sekitar sekolah rakyat yang didirikan. Dalam aturan Gaku-Ku dan aturan tentang mengadakan sekolah rakyat, pengadaan sekolah rakyat ditujukan untuk mendidik anak-anak yang berada di daerah yang bersangkutan, 44

selain itu dengan dibentuknya Gaku-Ku memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menjangkau sekolah tersebut, pengadaan sekolah rakyat berdasarkan Gaku-ku juga dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan dan penilikan yang dilakukan oleh Son atau beberapa Gakuku (pegawai-pegawai) di dalam Son tersebut. Pengawasan sekolah rakyat oleh Son ataupun Gaku-ku dilakukan satu bulan sekali setiap hari senin. Petugas yang melakukan peninjauan dan pengawasan disebut guru atau ndoro (tuan) Sinder (wawancara Karmi, 04/022014 dan Kadinem, 22/012014) Pendidikan masa pemerintahan Jepang berbeda dengan pendidikan masa Kolonial Belanda. Sekolah-sekolah pada masa Kolonial Belanda, memisahkan antara anak-anak pibumi dengan anak-anak dengan golongan sosial yang didasarkan pada keturunan, bangsa dan status seperti anakanak pribumi keturunan bangsawan, bangsa Belanda, bangsa Eropa dan bangsa timur asing. Sistem diskriminasi masih diterapkan pada masa ini sehingga bermacam-macam jenis sekolah didirikan untuk memberikan pendidikan yang berbeda-beda menurut golongan sosial. Pendidikan masa pemerintahan Jepang, semua anak-anak Indonesia diberi kesempatan belajar yang sama dalam satu macam jenis sekolah dengan jenjang pendidikan yang berbeda berdasarkan tingkatan sekolahnya. Kesempatan untuk belajar yang terbuka lebar mendapat sambutan yang positif dari seluruh masyarakat Indonesia, sesuai apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah Jepang, setiap anak-anak yang berumur 6 45

tahun ke atas dapat mendaftarkan dirinya untuk menjadi murid-murid di sekolah tingkat sekolah dasar. Peningkatan jumlah murid pada jenjang pandidikan sekolah rakyat (Lihat tabel 1, hlm 27). Meskipun terjadi peningkatan yang sangat signifikan dari jumlah murid, hal tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan jumlah sekolah dan jumlah guru. Lingkungan pendidikan dan fasilitas yang tidak mendukung tidak sepadan dengan banyaknya minat belajar di kalangan anak-anak di Indonesia yang mengakibatkan penurunan dalam bidang pendidikan. Meskipun mendapat tekanan dari pemerintahan desa untuk bersekolah, semangat belajar murid-murid sekolah rakyat senantiasa ditunjukkan ketika mereka bersungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di sekolah tersebut walaupun kurang maksimal (wawancara Djaman, 04/02/2014). 3. Kurikulum Sekolah Rakyat 3.1 Mata Pelajaran Selama 3 tahun masa belajar di sekolah rakyat, murid-murid menerima ilmu pengetahuan dasar, meliputi : 3.1.1 Membaca Murid-murid sekolah rakyat dikelas 1 diajarkan mengenal huruf-huruf Alfabet beserta mengeja yang dirangkai menjadi kata. Kelas 2 mulai membaca kalimat-kalimat yang panjang. Di kelas 3 murid diajarkan membaca bacaan-bacaan di buku-buku pelajaran. Dengan mambaca maka murid-murid dapat mengetahui pengertian- 46

pengertian dan maksud dari kata dalam bacaan dengan juga mendengar penjelasan dari guru. contoh bacaanya sebagai berikut : Kesekolah Pagi-pagi poekoel toejoeh si Abas bangoen. Iapoen teroes mandi. Badanja digosoknja dengan saboen. Sesoedah mandi, ia masoek keroemah. Dikenakanja pakaian jang bersih, laloe sembajang soeboeh. Lekas ia pergi kesekolah, sebab rumahnja djaoeh. Ditengah djalan ia bertemoe dengan si Amin. Bersama-sama mereka itoe berdjalan kesekolah. Setiba disekolah anak-anak soedah banjak dipekarangan. Poekoel sembilan mereka itoe disoeroeh goeroe masoek. (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 3) 3.1.2 Menulis Pelajaran menulis yang diajarkan oleh guru dimaksudkan agar murid-murid paham dan mampu menghafal huruf-huruf Alfabet, dengan di dikte (murid menulis kata ataupun kalimat yang diucapkan oleh guru) dan menulis halus (murid menyalin atau menulis kembali kalimat yang telah dicontohkan guru), tulisan yang dihasilkan harus berupa tulisan latin/tegak bersambung dan tulisan tersebut harus rapi (wawancara Kadinem, 22/01/2014) 3.1.3 Berhitung Dalam mempelajari ilmu pasti seperti berhitung. Guru terlebih dahulu memperkenalkan angka kemudian meningkat menjadi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Kegiatan pembelajaran berhitung, salah satunya dilakukan dengan cara awangan atau lisan (guru menyebutkan soal tanpa menuliskannya di papan tulis kemudian murid menjawab secara spontan). (wawancara Sukesi, 25/01/2014) 47

3.1.4 Bahasa Jawa Penggunaan Bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran juga dijadikan sebagai mata pelajaran, seperti nulis Jawa (menulis dengan huruf Jawa), moco (membaca huruf Jawa) bernyanyi lagu-lagu Jawa atau nembang Jawa (wawancara Djaman, 04/02/2014). 3.1.5 Sejarah Pelajaran sejarah diajarkan dengan menggunakan metode bercerita. Guru menyampaikan materi pembelajaran seperti halnya yang dilakukan pada mata pelajaran Budi pekerti. Dalam penyampaian pelajaran sejarah, guru sangat menghayati ketika bercerita kepada murid-muridnya sehingga para murid seakan ikut merasakan apa yang di ceritakan oleh gurunya, tidak jarang murid sampai meneteskan air mata. Pelajaran ini merupakan pelajaran yang paling berkesan di antara pelajaran yang lainnya karena pembawaan guru ketika bercerita membawa murid berimajinasi ke dalam cerita tersebut. (wawancara dengan Kadinem, 22/01/2014). Dari hasil wawancara dengan informan, materi pembelajaran sejarah kurang diketahui secara pasti oleh mereka (informan), tetapi dalam buku Tjerita Goeroe halaman 54 terdapat cerita tentang Sejarah bangsa Nippon yang sangat kuat dan gigih mempertahankan negaranya yang akan digempur oleh negara- 48

negara barat. Dengan semangat bushido yang ada dalam dada dan jiwa rakyat Nippon, bangsa Nippon tidak mudah untuk diruntuhkan sehingga bangsa Nippon berhasil mengalahkan bangsa barat (Rusia) meskipun dengan persenjataan yang sangat sederhana jika dibandingkan dengan persenjataan yang dimiliki bangsa Rusia, kekuatan bangsa Nippon hanya bertumpu pada semangat persatuan yang berakar dari bushido. 3.1.6 Bahasa Melajoe (Melayu) Bahasa melayu adalah bahasa Indonesia yang belum disempurnakan. Pelajaran bahasa melayu mulai diajarkan (tidak intensive) ketika murid duduk di bangku kelas 1 dan 2, meskipun bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Jawa tetapi bahasa melayu dasar juga diajarkan untuk memudahkan murid ketika mereka duduk di kelas 3, sebab bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran adalah bahasa melayu (bahasa Indonesia yang belum disempurnakan). Pembelajaran bahasa melayu ini meliputi, membaca, bercakap-cakap (menjawab pertanyaan dalam bacaan), menulis (menyalin kata dalam bacaan), menyusun dan membuat serta melengkapi kalimat, mendiskripsikan gambar. Sebagai contoh pelajaran bahasa melayu di dalam buku Pelajaran Bahasa Melajoe Jilid I untuk kelas 3 : 49

1. Batjalah peladjaran itoe baik-baik! Waktoe bermain-main Poekoel setengah doea belas kami keloear bermain-main. Senang hati kami waktoe itoe. Kami telah lama doedoek di bangkoe itoe. Saja bermain kelereng dengan kawan-kawan saja sekelas. Ada juga kawan yang menjepak-njepak bola. Siapa menjepak bola, haroes hati-hati benar. Kalau kena dinding, tentoe koetoer. Goeroe berdjalan-djalan melihat kami. Kami tidak boleh berkelahi. Kadang-kadang goeroe bermain dengan kami. (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 12) Dalam buku Lampiran Pelajaran Bahasa Melajoe A yang memuat tentang petunjuk menggunakan buku Pelajaran Bahasa Melajoe I untuk guru. Aturan dalam membaca bacaan yaitu sebagai berikut : a. Guru terlebih dahulu membaca bacaan yang ada dalam buku pelajaran tersebut sebagai contoh dalam pokok pelajaran II yaitu Waktoe bermain-main. Apabila guru menemukan kata-kata atau kalimat yang sukar atau kurang dimengerti oleh muridnya, maka guru harus menjelaskan arti dari kata atau kalimat tersebut dengan bahsa yang dapat dipahaami murid seperti menggunakan bahasa daerah yang digunakan sehari-hari. b. Selanjutnya guru meminta murid-muridnya untuk membaca kembali secara seksama. c. Setelah murid membaca kembali bacaan tersebut, guru menyuruh murid untuk meyalin kata-kata sukar yang telah disebutkan oleh guru ketika membaca bacaan tersebut. guru dapat menambah atau mengurangai jumlah atau banyaknya 50

kata dalam bacaan sesuai dengan keadaan dalam kelas masing-masing. 2. Salinlah Kata-kata ini : Keloear bermain-main, senang, kelereng, sekelas, menjepak-njepak, hati-hati. Berdjalan-djalan, melihat-lihat, berkelahi. (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 12) Setelah membaca, guru akan meminta muridnya untuk menyalin kata-kata sukar yang telah diucapkannya ketika membaca bacaan tersebut atau dapat juga menggunakan kata-kata sekar yang telah ada dalam buku pelajaran seperti yang ada dalam contoh latihan no 2 di atas. Aturan dalam menyalin kata sebagai berikut : a. Guru memakai kata yang akan di salin tersebut dengan mengubahnya ke dalam sebuah kalimat yang berbeda dari kalimat yang ada dalam bacaan, misalnya : kata keloear bermain-main dapat diubah dengan kalimat tiap hari minggoe kami keloear bermain-main di pekarangan roemah b. Guru mengucapkan kata itu dengan lantang (penekanan pada kata keloear bermain-main) c. Kemudian murid bersama-sama menirukan kata tersebut, guru harus memperhatikan kata yang diucapkan muridmurid itu. d. Murid harus melihat dan memperhatikan dengan teliti kata tersebut dalam buku pelajaran atau papan tulis. 51

e. Murid akan menutup matanya dan menyebut kata sukar itu sekali lagi ngan suara yang pelan (keloear bermain-main) f. Setelah itu barulah murid menulis kata itu di batu tulisnya (keloear bermain-main) g. Kemudian murid harus membandingkan kata itu dengan contohnya. Apabila terdapat kesalahan penulisan kata tersebut, murid harus memperbaikinya. (Lampiran Pelajaran Bahasa Melajoe A, 2603 : 5) 3. Bertjakap-tjakap a. Memboeat Kalimat (mendjawab Pertanyaan) : 1. Poekoel berapa kamoe keluar bermain? 2. Bagaimana hati kamoe waktoe itoe? 3. Apa kerdjamoe, sebelum keloear itoe? 4. Engkau bermain apa? 5. Dengan siapa engakau bermain? 6. Bermain apa anak-anak lain? 7. Apa jang ta boleh kotor? 8. Dimana goeroe waktoe itoe? 9. Mengapa ia dipekarangan? 10. Berapa kali kamoe bermain-main? 11. Apa goenanja bermain-main sesoedah beladjar? 12. Mengapa tak baik bermain kasar? b. Bertjerita : 1. Tjeritakan apa kerjamoe saat bermain. 2. Tjeritakanlah tentang pekarangan sekolahmoe. (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 13) Membuat kalimat (menjawab pertanyaan). Pertanyaanpertanyaan yang ada dalam buku itu (buku Pelajaran Bahasa Melajoe I) semuanya berhubungan dengan segala hal yang menyangkut pokok pelajaran yang telah dibaca oleh guru dan murid-murid. Dalam menjawab pertanyaan murid dapat mencari 52

jawaban tersebut dari bacaan yang terdapat dibuku. Selain itu ada juga pertanyaan yang jawabannya tidak ada dalam bacaan maka dari itu murid harus menjawab pertanyaan tersebut dengan berpikir sendiri untuk mentukan jawaban dari pertanyaan tersebut, misalnya pertanyaan no. 11 : Apa goenanja bermain-main sesoedah beladjar? Pertanyaan semacam ini dimaksudkan agar murid dapat mengembangkan pemikirannya ke arah berpikir yang lebih kritis. Bercerita terbagi atas 2 bagian, yaitu a. Menceritakan pokok pelajaran yang telah dibaca murid, misalnya pada tamrin bercerita atau bagian pelajaran bercerita no. 1 : Tjeritakan apa kerjamoe saat bermain. Murid akan menceritakan kembali aktivitas yang dilakukan saat bermain sesuai dengan bacaan yang telah dibaca dalam buku pelajarannya tersebut. b. Menceritakan hal lain yang berhubungan dengan pokok pelajaran tetapi lebih pada menceritakan hal yang pernah dilihat dan drasakan atau merupakan pengalaman pribadi murid itu sendiri, sebagai contoh pada tamrin bercerita atau bagian pelajaran bercerita no. 2 : Tjeritakanlah tentang pekarangan sekolahmoe. Dalam menceritakan tentang pekarangan sekolah maka murid akan cenderung menceritakannya berdasarkan apa yang diihatnya. 53

Dalam bercerita murid-murid harus dihimbau dan dibiasakan untuk menggunakan kata-kata mereka sendiri yang digunakan untuk bercerita (Lampiran Pelajaran Bahasa Melajoe A, 2603 : 6) 4. Soedahkanlah! 1. Dengan saboen kami... 2. Dengan kapoer goeroe... 3. Dengan djarum iboe... 4. Dengan bola moerid-moerid... 5. Dengan pisau kami... 6. Dengan batoe kami... 7. Dengan gajoeng orang... 8. Dengan mistar kami... 9. Dengan tali saja... 10. Dengan sapoe kakak... 11. Dengan moeloet kita... 12. Dengan mata kita... Misalnja : Dengan saboen kami mentjoetji. (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 14) Dari tamrin atau bagian pelajaran 4, murid-murid harus melengkapi kalimat-kalimat yang ada dalam pertanyaan, untuk melengkapi kalimat tersebut murid-murid harus mengetahui serta memahami kata-kata sukar yang belum diketahui oleh murid oleh karena itu dalam menjawab pertanyaan guru harus senantiasa membimbing murid-muridnya. 5. Tjarilah lawanja! 1. Keluar sekolah... 2. Ramboetnja pandjang... 3. Anak perempoean... 4. Kelas rendah... 5. Senang hati... Oempamanja : keloear sekolah masoek sekolah (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 14) 54

6. Boeatlah kalimat dengan kata-kata ini : Kotor berdjalan-djalan kadang-kadang sekelas kawan-kawan lama-lama senang hati soesah hati bermain-main melihat-lihat. Oempamanja : Tanganmoe kotor, tjoetjilah bersih-bersih! (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 15) 7. Boeatlah pertanjaan! Djawabnja kalimat-kalimat dibawah ini : 1. Badan saja digoesoek iboe. 2. Peladjaran itoe disalin si Kadir. 3. Bola itoe disepak si Ahmad. 4. Anak batoenja diruntjingkan. 5. Si sitti dimarahi iboe. 6. Kitab-kitab diboengkoes moerid. 7. Papan toelis dibersihkan moerid Misalnja : Apamoe digosok iboe? (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 16) 8. Balikanlah kalimat ini : 1. Ia menjiram boenga. Boenga... 2. Ia mentjaboet roempoet. Roempoet... 3. Ia mendjemoer kain. Kain... 4. Ia mengintai roesa. Roesa... 5. Ia menbelah kajoe. Kajoe... Misalnja : Ia mengambil air. Air diambilnja (Pelajaran Bahasa Melajoe, 2604 (1944): 31) Dalam soal-soal tamrin atau bagian pelajaran no. 5 (lima) sampai 8 (delapan ) diatas, murid-murid diminta mengarang menggunakan kalimat-kalimat pendek, guru bertugas untuk membimbing dan mengawasi murid-muridnya untuk sebisa mungkin tidak menggunakan kalimat terdapat dalam buku yang digunakan sebagai kegiatan belajar mengajar. Dalam buku Pelajaran bahasa Melajoe I juga dilengkapi dengan tamrin atau pelajaran mencari lawan kata, membuat atau melengkapi kalimat, dan lain sebagainya. Berdasarkan keterangan dari buku Lampiran Pelajaran Bahasa Melajoe A, tamrin atau bagian pelajaran itu dapat 55

diperluas atau ditambah lagi jika guru menghendakinya. Perluasan atau penambahan soal dalam setiap tamrin berdasarkan atas situasi dan kondisi yang ada didalam tiap-tiap kelas. 3.1.7 Seni suara/menyanyi Dalam mata pelajaran menyanyi, murid diajarkan nyanyinyanyian dalam bahasa Jawa (nembang Jawa) dan bahasa Jepang (wawancara Djaman, 04/02/2014). 3.1.8 Gerak Badan Kadinem menuturkan, setiap pagi sebelum masuk ke dalam kelas semua murid-murid dan guru di Sekolah Rakyat melakukan Gerak badan atau taiso (dalam bahasa Jepang). gerak badan atau taiso disebut juga dengan senam. 3.1.9 Olahraga Olahraga yang diajarkan adalah kasti dan sepakbola. Pekarangan sekolah yang luas sangat mendukung kedua olahraga tersebut (wawancara Kadinen, 5/10/2013). 3.1.10 Budi pekerti Pelajaran budi pekerti diajarkan oleh guru, salah satunya dengan metode bercerita, dimana seorang guru bercerita atau menyampaikan sebuah cerita atau dongeng kepada muridmuridnya. Isi cerita yang disampaikan adalah cerita-cerita berhubungan dengan budi pekerti sehingga murid-murid dapat meneladani tokoh-tokoh yang baik budi pekerti, kepintaran dan 56