BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA PONTIANAK DENGAN METODE LOCATION QUOTIENT, SHIFT SHARE DAN GRAVITASI

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan penghitungan kemiskinan multidimensi anak di Provinsi Sulawesi

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

2/8/2010. Fajar Budi S ( ) Prof.Dr.Ir. Udisubakti C., M.Eng.Sc. Naning Arianti W., ST. MT.

Keterkaitan Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Timur

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

BERITA RESMI STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Salah satu komponen esensial dari pembangunan adalah pembangunan ekonomi Penentuan target pembangunan ekonomi perlu melihat kondisi atau tingkat

ARAHAN PENGEMBANGAN PUSAT PERTUMBUHAN WILAYAH PENGEMBANGAN IV KABUPATEN BEKASI ABSTRAK

ANALISIS STRUKTUR PEREKONOMIAN, SEKTOR UNGGULAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI KOTA MALANG TAHUN SKRIPSI

Okto Dasa Matra Suharjo NRP Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

DAFTAR PUSTAKA. Adisasmita, R Pembangunan Pedesaan Dan Perkotaan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

BAB V PENUTUP. menghasilkan beberapa kesimpulan, yaitu: di Kabupaten Sukoharjo adalah sebagai berikut:

STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA

OLEH GUBERNUR SULAWESI TENGGARA GORONTALO, 3 MARET 2013

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI KABUPATEN BOMBANA LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, yaitu upaya peningkatan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju. kepada tercapainya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Boks 1 POTENSI KELAPA DALAM DI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS POTENSI EKONOMI DAN POLA DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA SKRIPSI. Oleh : FAJAR ANDY ARIS MUNANDAR

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan dengan metode

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

Model Pengembangan Infrastruktur Transportasi Laut untuk Percepatan Ekonomi Pulau (Studi Kasus : Pulau Bawean)

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2

PENGARUH PELABUHAN TANJUNG TEMBAGA TERHADAP PEREKONOMIAN KAWASAN HINTERLAND

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN PELABUHAN TANGLOK GUNA MENDUKUNG PENGEMBANGAN SEKTOR EKONOMI DI KABUPATEN SAMPANG TUGAS AKHIR (TKP 481)

MLI j = W n+1,j = L i X i

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

I. PENDAHULUAN. lainnya dapat hidup dan beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24

Klaster Pengembangan Industri Berbasis Perkebunan dalam Pengembangan Wilayah di Provinsi Aceh

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan

ANALISIS POTENSI SUBSEKTOR PERTANIAN DALAM MENINGKATKAN PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH PROPINSI RIAU SKRIPSI

BAB IV ANALISIS SUB SEKTOR POTENSIAL DALAM MENDUKUNG FUNGSI KOTA CILEGON

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PENOPANG PEREKONOMIAN BANGKA BELITUNG

Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam. sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam.

DAFTAR PUSTAKA. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun Kabupaten Karimun Dalam Angka BPS. Karimun.

IVAN AGUSTA FARIZKHA ( ) TUGAS AKHIR PW PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH MELALUI KETERKAITAN SEKTORAL DI KABUPATEN LUMAJANG

ANALISIS POTENSI SEKTOR BASIS DI KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

PERKEMBANGAN EKONOMI KOTA MEDAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI KAWASAN PESISIR SEKITARNYA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Dari satu periode ke

POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN PEMBANGUNAN DI SULAWESI TENGGARA H. NUR ALAM GUBERNUR SULAWESI TENGGARA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Perhatian terhadap pelaksanaan desentralisasi fiskal telah berlangsung baik di

BERITA RESMI STATISTIK

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005).

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

ANALISIS PERTUMBUHAN DAN DAYA SAING SEKTOR- SEKTOR PEREKONOMIAN KABUPATEN TASIKMALAYA PADA ERA OTONOMI DAERAH TAHUN

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. membentuk kerja sama antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk

PERUMUSAN STRATEGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERBASIS SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN SIDOARJO

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

Penentuan Alternatif Lokasi Pengembangan Kawasan Agroindustri Berbasis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Lamongan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

BAB IV PRIORITAS DAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB V PENUTUP. di Kabupaten Alor, maka dapat di simpulkan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA ALIRAN SUMBERDAYA UNGGULAN DALAM UPAYA PENGEMBANGAN WILAYAH HINTERLAND (Studi Kasus : Pulau Semau, Propinsi Nusa Tenggara Timur) TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KEPULAUAN SANGIHE

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

BOKS 1. Posisi Daya Saing Kabupaten/Kota Di Sulawesi Tenggara

MODEL PERMINTAAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN BAJOE-KOLAKA

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah tidak terlepas dari

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI DI KABUPATEN BLORA TAHUN

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

5. PENUTUP. A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sektor unggulan yang terbentuk dari penggabungan analisa Location Quotient dan Shift Share dapat dikategorikan kedalam sektor yang diprioritaskan dan sektor yang potensial. Sektor yang potensial merupakan sektor yang memiliki keunggulan dan daya saing yang baik dalam lingkup Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk sektor yang potensial adalah sektor yang memiliki salah satu kriteria yaitu hanya memiliki keunggulan atau memiliki daya saing yang baik. Berdasarkan kriteria sektor unggulan tersebut, dapat diketahui bahwa semua kabupaten/kota memiliki sektor unggulan. 2. Keterkaitan ekonomi setiap kabupaten/kota dapat digambarkan melalui adanya keterkaitan sektor ekonomi di wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara. Keterkaitan sektor ekonomi tersebut terdiri dari keterkaitan ke depan dan keterkaitan ke belakang. Dari nilai keterkaitan tersebut dapat diketahui ketergantungan dan pengaruh setiap sektor terhadap pertumbuhan ekonomi Propinsi Sulawesi Tenggara. Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang baik menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang prioritas dan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Propinsi Sulawesi Tenggara. Sektor yang menjadi sektor prioritas di Propinsi Sulawesi Tenggara adalah sektor industri pengolahan; sektor angkutan dan komunikasi. 3. Pola keterkaitan ekonomi kabupaten/kota dapat dibedakan atas sektor utama primer, sekunder dan tersier. Pola tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua pola, yaitu pola sektor 153

154 primer-sekunder-tersier dan pola sektor sekunder-tersier. Pola keterkaitan yang paling banyak terbentuk adalah pola sekunder-tersier. Pola yang tercipta dapat dilihat pada gambar berikut : PETA POLA KETERKAITAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI PETA POLA KETERKAITAN EKONOMI Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Keterangan: Ketera Ibukota Propinsi Ibukota Kabupaten/Kota Primer-Sekunder-Tersier Sekunder-Tersier Pusat Hinterland Sumber : Hasil Analisa

155 Pola yang terbentuk menunjukkan adanya hubungan keterkaiatan yang bersifat kausal. Dimana keterkaitan yang ada menunjukkan tidak adanya hubungan timbal balik antar sektor ekonomi. 4. Keterkaitan ekonomi yang terbentuk didasarkan pada potensi ekonomi setiap daerah dengan mempertimbangkan aspek infrastruktur transportasi di setiap daerah. Dengan asumsi tinjauan infrastruktur yang berlaku sesuai dengan kondisi eksisting. Kondisi eksisting infrastruktur transportasi tersebut ditinjau berdasarkan ketersediaan prasarana, moda transportasi yang melayani pergerakan orang dan barang serta intensitas pelayanan moda transportasi. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan terkait hasil penelitian adalah: 1. Kerjasama yang menjadi sasaran agar pertumbuhan ekonomi setiap kabupate/kota dan wilayah dapat terwujud, hal yang perlu turut dipertimbangkan adalah aspek aksesibilitas, dalam artian jarak yang akan ditempuh dan kerja sama yang tercipta lebih mengutamakan hubungan kerjasama antardaerah yang memiliki aksesibilitas lebih baik sehingga kerjasama yang dihasilkan akan efisien dari sudut pandang biaya transportasi. 2. Harus adanya upaya pemerataan pertumbuhan ekonomi dengan memprioritaskan pengembangan pada sektor yang menjadi unggulan terutama sektor yang memiliki peranan dalam pertumbuhan ekonomi di setiap kabupaten/kota dan juga disesuaikan dengan potensi alam yang dimiliki masingmasing kabupaten/kota. Dengan adanya pengembangan sektor unggulan dan potensi alam tersebut diharapkan semua kabupaten/kota memilki sektor dominan yang menjadi generator pertumbuhan ekonomi.

156 3. Diperlukan adanya integrasi antar kawasan dengan prinsip kerjasama antar kabupaten/kota dengan menciptakan fungsi masing-masing kabupaten/kota yang anntinya dapat saling melengkapi. Karena dengan fungsi yang saling melengkapi akan meningkatkan interaksi antar wilayah agar dapat saling mendukung dalam proses pertumbuhan wilayah. Pembagian fungsi wilayahnya adalah sebagai berikut: a. Daerah fungsi perdagangan dan jasa (sektor tersier), yang terdiri dari Kota Kendari dan Kota Bau-Bau, berfungsi sebagai kawasan pusat pemerintahan, serta pusat kegiatan perdagangan dan jasa yang mengelola dan memasarkan hasil-hasil pertanian dan industri dari daerah hinterland-nya. b. Daerah fungsi industri pengolahan (sektor sekunder), dikembangkan pada Kabupaten Kolaka. Kegiatan industri yang dikembangkan harus mempunyai keterkaitan (linkage) dengan sektor primer di sekitarnya dan bersifat ramah lingkungan. c. Daerah fungsi sektor primer (pertanian dan pertambangan dan penggalian), untuk fungsi primer pertanian diarahkan untuk mengoptimalkan potensipotensi sektor pertanian yang ada di Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Konawe Selatan. Kabupaten Buton, Kabupaten Bombana, Kabupaten Muna dan Kabupaten Wakatobi. Sektor pertanian di setiap kabupaten/kota tersebut merupakan sektor yang memiliki kontribusi besar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, baik di kabupaten/kota itu sendiri maupun ekonomi wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk sektor pertambangan dan penggalian diarahkan pada Kabupaten Konawe, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Wakatobi. Sektor pertanian sangat perlu dipertahankan dan dikembangkan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi

157 dan peningkatan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar kontribusi pendapatan Propinsi Sulawesi Tenggara ditopang oleh sektor peretanian dan juga sebagian besar masyarakat di propinsi ini memiliki mata pencaharian disektor pertanian. pengembangan sektor primer ini harus dilakukan dengan tetap menjaga dan memelihara keseimbangan dan kelestarian lingkungan, terutama terkait dengan pengembangan sektor pertambangan dan penggalian. Dengan adanya pembagian fungsi yang jelas dan saling melengkapi di atas, diharapkan perkembangan wilayah juga akan lebih merata dan meminimalkan dominasi Kota Kendari dan Kota Bau-Bau seperti yang terjadi selama ini sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk di kawasan hinterland. 3. Peningkatan aksesibilitas antar kabupaten/kota untuk mendukung kerjasama yang efisien terutama bagi kabupaten/kota yang memiliki hubungan kerjasama untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi antar daerah yang menjalin kerjasama. Peningkatan aksesibilitas tersebut dapat berupa : Perlu adanya penambahan jaringan jalan sehingga ada jaringan jalan alternatif yang menghubungakan antar dua kabupaten/kota dengan tujuan menambah akses masuk dan keluar dari suatu kabupate/kota. Sedangkan untuk jaringan jalan yang sudah ada diperlukan adanya peningkatan kapasitas dan kelas jalan agar dapat meningkatkan daya tarik kerjasama antar kabupaten/kota dalam hubungannya dengan faktor kemudahan aksesibilitas. Penambahan jaringan jalan ini dapat dilakukan pada daerah-daerah yang aksesnya terhadap daerah lain masih terbatas. Kawasan yang perlu mendapat perbaikan dan penambahan jaringan jalan adalah kawasan utara dari Propinsi Sulawesi Tenggara. Misalnya akses yang menghubungkan Kabupaten Kolaka Utara dengan

158 kabupaten/kota lainnya hanya terdiri dari satu jaringan jalan dengan kelas jalan arteri. Dan di dukung dengan jaringan jalan lokal. Jalan yang menghubungkan antar kabupaten/kota di Propinsi Sulawesi Tenggara terdiri hanya satu jaringan jalan dengan fungsi primer, selebihnya adalah jaringan jalan dengan fungsi kolektor dan lokal. Hal inilah yang perlu ditingkatkan dengan cara meningkatkan kelas jalan yang ada di seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara dimana jaringan jalan yang strategis untuk menghubungkan antar kabupaten/kota sebaiknya kelas jalannya dinaikkan. Misalnya saja jaringan jalan yang tadinya berfungsi kolektor dinaikkan kelasnya menjadi jalan arteri, begitu juga jaringan jalan lokal yang memiliki fungsi strategis dalam mendukung kerjasama antar kabupaten/kota seharusnya dinaikkan kelas jalannya menjadi jalan kolektor. Perlu juga pengoperasian pelabuhan laut yang selama ini belum dioperasikan untuk melayani jalur pelayaran antar pulau. Pengoperasian pelabuhan laut ini juga harus didukung dengan diberlakukannya rute angkutan laut antar daerah atau pulau yang selama ini belum diberlakukan. Pelabuhan laut yang selama ini belum digunakan untuk pelayaran antar pulau/antar kabupaten/kota dan perlu segera diberdayakan adalah pelabuhan laut yang ada di Kabupten Wakatobi (pelabuhan Wanci) dan Kabupaten Bombana (pelabuhan Boepinang dan pelabuhan Kasipute) Mempercepat realisasi pembangunan beberapa pelabuhan penyeberangan antar pulau. Pelabuhan yang telah direncanakan ini ada di Kabupaten Bombana (penyeberangan internal kabupaten), Kabupaten Muna (penyeberangan internal kabupaten dan lintas kabupaten/kota) dan Kabupaten Konawe Selatan (penyeberangan lintas kabupaten/kota).

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, R. 2008. Pengembangan Wilayah : Konsep dan Teori. Yogyakarta : Graha Ilmu Alkadri, dkk. 1999. Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah: Konsep Dasar, Contoh Kasus, dan Implikasi Kebijakan,Edisi Revisi. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Antara, Made. 2005. Keterkaitan Usaha Kecil Sektor Pariwisata Dengan Sektor-Sektor Ekonomi Lainnya Di Provinsi Bali: Suatu Pendekatan Model Input-Output. Bali : Universitas Udayana BPS Propinsi Jawa Timur, 2007 : Tabel Input-Output Propinsi Jawa Timur Tahun 2006. BPS Propinsi Jawa Timur, Surabaya BPS Propinsi Sulawesi Tenggara, 2001 : Tabel Input-Output Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2000. BPS Propinsi Sulawesi Tenggara, Kendari Budiharsono, Sugeng, 2001: Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : Pradnya Paramita Hendayana, Rachmat. 2003. Aplikasi Metode Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Bogor : Informatika Pertanian Vol 12. Desember Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Erlangga 159

160 Nugroho, I. Dan Rochimin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta : LP3ES Pamungkas, Adjie. 2004. Laporan Penelitian : Aplikasi Model Multidimensional Scaling dalam Menilai Kesamaan Karateristik Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Timur. Surabaya : ITS Rondinelli, D. A. 1985. Appllied Methods of Regional Analysis. Westview Press Saptana. 2005. Keunggulan Komparatif-Kompetitif Dan Strategi Kemitraan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian RI. Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media Sumihardjo.T, (2008), Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Melalui Pengembangan Daya Saing Berbasis Potensi Daerah. Penerbit Fokusmedia Tarigan, R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris. Jakarta : Ghalia Indonesia Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer. Yogyakarta : UPP STIM YKPN

161 Website : Digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s2/sip5/2004/jiunkpe-ns-s2-2004- 01502001-6183-pdrb-chapter2.pdf. (didownload tanggal 13 Januari 2009) www.antara.co.id/arc/2007/7/2/penduduk-miskin-per-maret- 2007-turun-2-13-juta/ (didownload tanggal 20 Desember 2008) www.bps.go.id/sector/ipm/table1.shtml (didownload tanggal 20 Desember 2008) http://www.damandiri.or.id/file/aryssuharyantoipbbab4.pdf (didownload tanggal 20 Maret 2009) www.mokarawo.netfirms.com/opini.html (didownload tanggal 5 Januari 2009) www.sultra.bps.go.id/ www.sultra.go.id