FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH, KABUPATEN KAMPAR, 2005/2006

dokumen-dokumen yang mirip
BEBERAPA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN NANGA ELLA HILIR KABUPATEN MELAWI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

METODE PENELITIAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Analisis Univariat

BAB I PENDAHULUAN. Turki dan beberapa Negara Eropa) beresiko terkena penyakit malaria. 1 Malaria

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MUARA KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA PADA KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertempat di wilayah kerja puskesmas Motoboi Kecil

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

KUESIONER ANALISIS FAKTOR KEJADIAN RELAPS PADA PENDERITA MALARIA DI KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2010

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

I. PENDAHULUAN. dan ibu melahirkan serta dapat menurunkan produktivitas tenaga kerja (Dinkes

Promotif, Vol.3 No.2, April 2014 Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN I DOKUMENTASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten Gorontalo pada bulan 30 Mei 13 Juni Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey analitik dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS KOELODA KECAMATAN GOLEWA KABUPATEN NGADA PROVINSI NTT

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MAYUMBA PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Kayubulan Kecamatan Limboto terbentuk/lahir sejak tahun 1928 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Unnes Journal of Public Health

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

DETERMINAN PERILAKU MASYARAKAT, LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN PESAWARAN

Faktor-faktor kejadian malaria

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH FAKTOR PRILAKU PENDUDUK TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBELANG KECAMATAN TOULUAAN SELATAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

Yurike Gitanurani¹, Dina Dwi Nuryani² Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Malahayati

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

HUBUNGAN UPAYA PENCEGAHAN GIGITAN NYAMUK DENGAN KEBERADAAN KASUS MALARIA DI PUSKESMAS BONTOBAHARI

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

C030 PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN MIMIKA

PERILAKU MASYARAKAT DAN KEJADIAN MALARIA DI DESA PULAU LEGUNDI KECAMATAN PUNDUH PEDADA KABUPATEN PESAWARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

Elly Yane Bangkele*, Ari Krisna**

Faktor Perilaku yang Berpengaruh terhadap Kejadian Malaria di Daerah Endemis Malaria

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

This document was created by Unregistered Version of Word to PDF Converter BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia disetiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

FAKTOR RISIKO UPAYA MENGHINDARI GIGITAN NYAMUK TERHADAP KEJADIAN DBD DI PUSKESMAS PATTINGALLOANG MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan kesehatan. Tugas utama sektor kesehatan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI PUSKESMAS GOGAGOMAN KOTA KOTAMOBAGU.

Kata kunci: DBD, Menguras TPA, Menutup TPA, Mengubur barang bekas

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.5/ Januari 2017; ISSN X,

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

POLA SPASIAL DAN ANALISIS KEJADIAN MALARIA DI PULAU KAPOPOSANG KAB. PANGKEP TAHUN Irma Muslimin, Arsunan Arsin, Rasdi Nawi. Abstrak.

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIK)

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap ketahanan nasional, resiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

Transkripsi:

64 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN KAMPAR KIRI TENGAH, KABUPATEN KAMPAR, 2005/2006 Erdinal 1, Dewi Susanna 2, Ririn Arminsih Wulandari 2 1. Mahasiswa Pascasarjana, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 2. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: dsusanna@ui.edu Abstrak Kecamatan Kampar Kiri Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Kampar yang mempunyai angka penderita malaria klinis yang tertinggi (AMI = 79,19) dari 18 (delapan belas) kecamatan yang berada di Kabupaten Kampar. Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk anopheles, sp sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan dan salah satu dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian di Indonesia, serta dapat menimbulkan kerugian di bidang sosial ekonomi. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar. Sebagai kasus adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dengan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah malaria positif, sedangkan kontrol adalah pasien yang berkunjung tanpa gejala malaria klinis, dan hasil pemeriksaan darah negatif. Jumlah kasus dan kontrol masing-masing sebanyak 69 kasus. Faktor-faktor yang diteliti adalah tempat perkembangbiakan nyamuk, pemeliharaan ternak besar, pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, pemakaian kawat kasa, dan pemakaian bahan penolak nyamuk (repelen). Dari hasil penelitian ini diketahui ada lima variabel yang berhubungan dengan kejadiaan malaria, yaitu tempat perkembangbiakan nyamuk dengan nilai p = 0,006 (OR 2,8 ; 95 CI 1,381 5,512), pemeliharaan ternak besar nilai p = 0,001 (OR 3,2 ; 95 CI 1,650 6,693), pemakaian kelambu nilai p = 0,017 (OR 2,4 ; 95 % CI 1,226 4,845), penggunaan obat anti nyamuk nilai p = 0,026 (OR 2,3; 95% CI 1,158 4,564), dan penggunaan kawat kasa nyamuk nilai p = 0,027 (OR 2,3 ; 95% CI 1,153 4,513). Dari hasil analisis multivariat didapatkan faktor yang paling dominan adalah pemeliharaan ternak besar, dan diikuti oleh tempat perkembangbiakan nyamuk, dan pemakaian obat anti nyamuk. Abstract Factors related to malaria prevalence in Kampar Kiri Tengah Sub District, Kampar District, Riau Province in 2005 2006. Kampar Kiri Tengah Sub-District has the highest number of malaria patients (AMI: 79,19) out of 18 sub-district in Kampar district. Malaria is caused by Plasmodium and transmitted out by anopheles sp mosquitoes. Until now, malaria is a major health problem in Indonesia and is one of the top ten high fatality diseases in Indonesia, and detrimental to socio-economic field. This study utilizes a case control research design and the objective was to find out the factors related to the occurrence of malaria disease in Kampar Kiri Tengah Sub-District, Kampar District. The case group consists of patients who visited health centre and showed clinical symptoms of malaria and whose blood examination result was positive. The control group consisted of patients who do not have clinical symptoms of malaria and the blood examination is negative. The number of case group and control group is 69 patients, respectively. Factors studied are mosquito breeding sites, living next to large cattle barns, the use of bed net, anti-mosquito chemical, wire netting, and repellent. The result of the study suggested that there are five variables related to occurrence of malaria, namely mosquito breeding sites with p value = 0,006 (OR 2,8 ; 95% CI 1,381-5,512), living next to large cattle with p value = 0,001 (OR 3,2 ; 95% CI 1,650-6,693), the use of bed net with p value = 0,017 (OR 2,4 ; 95% CI 1,226 4,845), the use of anti-mosquito chemicals with p value = 0,026 (OR 2,3; 95% CI 1,158 4,564) and the use of wire netting with p value = 0,027 (OR 2,3 ; 95% CI 1,153 4,513). Multivariate analysis showed that most dominant factors is living next to large cattle, followed by mosquito breeding sites and the use of anti-mosquito chemical. Keywords: malaria, annual malaria incidence, multivariate analysis 64

65 1. Pendahuluan 64 Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Penyebaran malaria di dunia sangat luas yakni antara garis bujur 60 di utara dan 40 di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara yang beriklim tropis dan sub tropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41 % dari penduduk dunia 1. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan 1,5 s/d 2,7 juta kematian, terutama di Afrika sub Sahara. Wilayah di dunia yang kini sudah bebas malaria adalah Eropa, Amerika Utara, sebagian besar Timur Tengah, sebagian besar Karibia, sebagian besar Amerika Selatan, Australia dan Cina 2. Malaria ditularkan oleh nyamuk dan dalam perkembangannya, nyamuk memerlukan tempat perindukan. Nyamuk mempunyai empat stadium dalam perkembangannya, yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Stadium larva dan pupa berada di dalam air. Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, banyak dijumpai di luar Pulau Jawa-Bali terutama di daerah Indonesia bagian timur. Pada beberapa daerah termasuk Jawa, malaria masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Selama periode 2000 2004, angka endemis malaria di seluruh tanah air cenderung menunjukkan peningkatan. Di Pulau Jawa dan Bali, Annual parasite insidence (API) selama periode waktu 1995 2000 per 1000 penduduk meningkat pesat dari 0,07 (1995), 0,08 (1996), 0,12 (1997), 0,30 (1998), 0,52 (1999), dan 0,81 (2000) Pada tahun 2002 API turun dari 0,47 dan menjadi 0,32 pada tahun 2003 per 1000 penduduk 3. KLB malaria selama periode 1998 2003 telah menyerang di 15 propinsi yang meliputi 84 desa endemis dengan jumlah penderita 27.000 dengan 368 kematian 4. Propinsi Riau merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang mempunyai wilayah endemis malaria. Di propinsi ini, dari tahun ke tahun jumlah kasus belum menunjukan adanya pemulihan, hal ini dapat dilihat dari tahun 2002 sebesar 6,03, tahun 2003 sebesar 6,80, dan tahun 2004 sebesar 6,03 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan angka malaria masih tinggi bila dibandingkan dengan target nasional yaitu satu per 1000 penduduk 5. Kabupaten Kampar adalah endemis malaria, Annual Malaria Incidence (AMI) pada tahun 2002 sebesar 8,57 per 1000 penduduk, tahun 2003 sebesar 8,66 per 1000 penduduk, dan pada tahun 2004 sebesar 6,18 per 1000 penduduk. Kampar Kiri Tengah merupakan wilayah dengan angka malaria AMI tertinggi di Kabupaten Kampar yaitu sebesar 79,19 per 1000 penduduk pada tahun 2004 6. Faktor-faktor yang dianggap berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar yaitu faktor lingkungan (tempat perkembangbiakan nyamuk, dan pemeliharaan ternak besar), dan faktor perilaku adalah pemasangan kawat kasa nyamuk, pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, dan pemakaian repelen. Pemakaian kelambu waktu tidur setiap malam mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadiaan malaria 7,8,9. Penggunaan kawat kasa nyamuk mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria 7, dan pemakaian repelen mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria 10,11. Faktor lingkungan meliputi tempat perkem-bangbiakan nyamuk, dan pemeliharaan ternak besar. Memelihara ternak besar mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian malaria 7,8,9. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar Propinsi Riau pada tahun 2005/2006. Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengetahui gambaran distribusi kasus dan kontrol malaria. 2. Mengetahui hubungan tempat perkembangbiakan nyamuk dengan kejadian malaria. 3. Mengetahui hubungan pemeliharaan ternak besar dengan kejadian malaria. 4. Mengetahui hubungan pemasangan kawat kasa dengan kejadian malaria.

66 5. Mengetahui hubungan pemakaian kelambu dengan kejadian malaria. 6. Mengetahui hubungan pemakaian obat anti nyamuk dengan kejadian malaria. 7. Mengetahui hubungan pemakaian repelen dengan kejadian malaria. 2. Metode Penelitian Desain penelitian ini menggunakan case control study. Kasus adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas dengan gejala malaria klinis (demam, menggigil, secara berkala dan sakit kepala) dengan hasil pemeriksaan sediaan darah adalah Plasmodium positif. Kontrol adalah pasien yang berkunjung ke puskesmas tanpa adanya gejala malaria klinis (demam, menggigil, secara berkala dan sakit kepala), dan dalam pemeriksaan sediaan darah Plasmodium negatif. Subyek adalah anggota masyarakat yang datang berkunjung ke Puskesmas Kampar Kiri Tengah dari bulan Desember 2005 sampai bulan April 2006. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian malaria, sedangkan variabel independennya adalah : Adanya tempat perkembangbiakan nyamuk (TPN) Tidak adanya pemeliharaan ternak besar Tidak adanya pemasangan kawat kasa nyamuk Tidak adanya pemakaian kelambu Tidak adanya pemakaian obat anti nyamuk Tidak adanya pemakaian repelen Data yang telah diperoleh dilakukan analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti baik kasus maupun kontrol dan analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel indenpenden (tempat perkembangbiakan nyamuk, pemeliharaan ternak besar, pemasangan kawat kasa nyamuk, pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, dan pemakaian repelen) dengan kejadian malaria, dengan menggunakan Chi Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05, dengan ketentuan hubungan dikatakan bermakna jika nila p < 0,05, dan tidak bermakna jika nilai p 0,05, serta melihat besarnya nilai Odds Ratio (OR). Analisis multivariat dilakukan untuk melihat variabel yang paling dominan. Tahapan dalam analisis multivariat meliputi pemilihan kandidat variabel multivariat. 3. Hasil dan Pembahasan Kelompok kasus yang sekitar tempat tinggalnya yang terdapat tempat perkembangbiakan nyamuk berjarak kurang dari 2 km sebesar 66,7 %, ebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar (42,2 %) yang di sekitar tempat tinggalnya terdapat tempat perkembangbiakan nyamuk. Proporsi kasus yang tidak memelihara ternak besar di sekitar tempat tinggalnya sebesar 68,1 %, lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (39,1 %). Proporsi kasus yang tidak memasang kawat kasa nyamuk pada lubang ventilasi luar rumahnya sebesar 57,9 %, lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (37,7 %). Proporsi kasus yang tidak memakai kelambu waktu tidur sebesar 52,2 %, lebih besar jika dibandingkan dengan di kelompok kontrol (34,8 %). Proporsi kasus yang tidak memakai obat anti nyamuk waktu tidur sebesar 65,2 %, lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol (44,9 %). Proporsi kasus yang tidak memakai repelen waktu keluar rumah pada malam hari sebesar 60,0 %, lebih besar dibandingkan kelompok kontrol (42,6 %). Pada analisis bivariat didapatkan hasil seperti tabel di atas, hubungan antara tempat perkembangbiakan nyamuk dengan kejadian malaria berdasarkan tabulasi silang (uji chi square) diperoleh nilai p = 0,006 yang berarti ada hubungan bermakna antara tempat perkembangbiakan nyamuk dengan kejadian malaria.

67 Dalam uji tersebut diperoleh Odds Ratio (OR) 2,8 dengan confidence interval (CI) 95 % 1,381 5,512, hal ini berarti responden yang di sekitar rumahnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk mempunyai risiko 2,8 kali untuk terserang malaria dibandingkan dengan responden yang di sekitar tempat tinggalnya tidak ada tempat perkembangbiakan nyamuk. Analisis hubungan antara memelihara ternak besar dengan kejadian malaria berdasarkan tabulasi silang, hasil uji chi Square menunjukkan p = 0,001 yang secara statistik ada hubungan yang bermakna antara memelihara ternak besar dengan kejadian malaria. Dalam uji tersebut diperoleh nilai Odds Ratio 3,3 dengan confidence interval (CI) 95% 1,650 6,693, yang artinya responden yang disekitar tempat tinggalnya tidak ada memelihara ternak besar mempunyai risiko sebesar 3,3 kali dibandingkan dengan responden yang disekitar tempat tinggalnya ada ternak besar. Analisis hubungan antara penggunaan kawat kasa nyamuk dengan kejadian malaria berdasarkan tabulasi silang (uji chi square), diperoleh nilai p = 0,027 yang berarti secara statistik mempunyai hubungan yang bermakna. Dalam uji tersebut diperoleh Odds Ratio 2,3 dengan confidence interval (CI) 95 % = 1,153 4,513 dengan responden yang tidak memasang kawat kasa nyamuk mempunyai risiko terkena malaria sebesar 2,3 kali dibandingkan dengan responden yang memasang kawat kasa nyamuk. Analisis hubungan antara pemakaian kelambu dengan kejadian malaria berdasarkan tabulasi silang, didapatkan hasil uji p = 0,017 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pemakaian kelambu dengan kejadian malaria. Dalam uji tersebut diperoleh Odds Ratio 2,4 dengan confidence interval (CI) 95 % = 1,226 4,845, dengan kata lain responden yang mempunyai kebiasaan tidur tidak memakai kelambu mempunyai risiko terkena malaria 2,4 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang mempunyai kebiasaan tidur memakai kelambu. Analisis hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria berdasarkan tabulasi silang (uji chi square) diperoleh nilai p = 0,026, ini berarti secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian obat anti nyamuk dengan kejadian malaria. Dalam uji tersebut diperoleh Odds Ratio (OR) 2,3 dengan confidence interval (CI) 95 % = 1,158 4,564, dengan kata lain responden tidur pada malam hari tidak memakai obat anti nyamuk mempunyai risiko 2,3 kali untuk terkena malaria dibandingkan dengan responden yang menggunakan obat anti nyamuk waktu tidur. Analisis hubungan antara pemakaian repelen dengan kejadian malaria berdasarkan tabulasi silang (uji chi square), diperoleh nilai p = 0,245 (p>0,05) yang berarti secara statistik tidak mempunyai hubungan bermakna antara responden yang tidak menggunakan repelen dengan kejadian malaria. Analisis univariat dan bivariat dari 6 variabel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 1. Pemilihan variabel kandidat dengan analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 2. Dari Tabel 3 terlihat bahwa variabel pemakaian repelen mempunyai nilai p > 0,05, sehingga dikeluarkan dari kandidat model dan diperoleh model akhir sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3. Hasil di atas baik untuk variabel tempat perkembangbiakan nyamuk, pemakaian obat anti nyamuk, dan pemeliharaan ternak besar mempunyai nilai p < 0.05 (signifikan), berarti ke tiga variabel tersebut yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian malaria. Logit p (malaria) = -4,228 + 0,890 (TPN) + 1,038 (ternak besar) + 0,814 (obat anti nyamuk). Tabel 1. Distribusi kasus dan kontrol dengan Kejadian Malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah, Kabupaten Kampar Propinsi Riau, 2005/2006 Kasus (n=69) Kontrol No. Variabel/Kategori (n=69) Total OR 95% CI Nilai p n % n % 1 TPN Ada 46 66,7 29 42,0 75 2,8 1,381-5,512 0,006 Tidak 23 33,3 40 58,0 63

68 2 Pemeliharaan ternak besar Tidak 47 68,1 27 39,1 74 3,2 1,650-6,693 0,001 Ada 22 31,9 42 60,9 64 3. Pemasangan kawat kasa Tidak 40 57,9 26 37,7 66 2,3 1,153-4,513 0,027 Ada 29 42,1 43 62,3 72 4. Pemakaian kelambu Tidak 39 52,2 24 34,8 63 2,4 1,226-4,845 0,017 Ada 30 47,8 45 65,2 75 5. Pemakaian obat anti nyamuk Tidak 45 65,2 31 44,9 76 2,3 1,158-4,564 0,026 Ada 24 34,8 38 55,1 62 6. Pemakaian repelen Tidak 15 60,0 20 42,6 35 2,0 0,755-5,435 0,245 Ada 10 40,0 27 57,4 37 Tabel 2. Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Independen dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar Propinsi Riau Tahun 2005/2006 Variabel -2 Log-Likelihood G Nilai p Tempat Perkembangbiakan Nyamuk 162,777 8,532 0,006 Pemeliharaan Ternak Besar 179,479 11,829 0,001 Pemasangan Kawat Kasa Nyamuk 185,577 5,732 0,027 Pemakai Kelambu 84,682 6,626 0,017 Pemakaian Obat Anti Nyamuk 185,526 5,782 0,026 Pemakaian Repelen 90,985 1,998 0,245 Tabel 3. Model Akhir Analisis Multivariat Regresi Logistik Antara Variabel Kandidat dengan Kejadian Malaria Di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Kabupaten Kampar Propinsi Riau Tahun 2005/2006 Variabel B P Wald OR 95 % CI Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Pemeliharaan Ternak Besar Pemakaian Obat Nyamuk Constanta 0,890 1,038 0,814-4,228 0,017 0,005 0,029 2,435 2,824 2,258 1,169-5,068 1,360-5,865 1,088-4,686-2 Log Likelihood = 168,986 G = 22,323 Nilai p = 0,000 Persamaan model regresi logistik tersebut dapat digunakan untuk memprediksi probabilitas kejadian malaria. Bila dilakukan interaksi antara masing-masing variabel (tempat perkembangbiakan nyamuk, pemeliharaan ternak besar, dan pemakaian obat anti nyamuk) didapatkan nilai p > 0,05.

69 Dari telaah pustaka diketahui bahwa terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan kejadiaan malaria, yaitu faktor tempat perkembangbiakan nyamuk, pemeliharaan ternak besar, pemasangan kawat kasa nyamuk, pemakaian kelambu, pemakain obat anti nyamuk. Dari hasil penelitian terhadap tempat perkembangbiakan nyamuk responden yang di sekitar tempat tinggalnya ada tempat perkembangbiakan nyamuk dengan jarak kurang dari 2 (dua) km mempunyai risiko 2,8 kali untuk terserang malaria dibandingkan dengan yang di sekitar tempat tinggalnya tidak ada tempat perkembangbiakan nyamuk dengan nilai p = 0,006 dan OR 2,8 dengan CI (1,381-5,512). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suharmasto 8 di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Rustam 9 di Sarolangan, Jambi dan Markani 11 di Kabupaten Barito Selatan, yang menyatakan hal yang sama yaitu ada hubungan antara tempat perkembangbiakan nyamuk yang berjarak kurang dari 2 kilometer dengan kejadian malaria. Dari hasil penelitian terhadap pemeliharaan ternak besar, responden yang tidak ada memelihara ternak besar di sekitar tempat tinggalnya mempunyai resiko 3,2 kali untuk terkena malaria, dengan nilai p = 0,001 dan OR 3,2 dengan CI (1,650-6,693). Tempat perindukan nyamuk di Kecamatan Kampar Kiri Tengah ini adalah berupa parit, kolam dan bekas galian yang tidak dimanfaatkan atau ditinggalkan begitu saja. Dengan demikian intervensi yang perlu dilakukan adalah melakukan survei jentik dan nyamuk dewasa pada TPN tersebut secara rutin, melakukan penyuluhan agar masyarakat tetap membersihakan lingkungan perumahan terutama TPN di sekitar rumahnya yang berjarak kurang dari 2 kilometer dan menertibkan para penggali lubang agar selalu menutup atau menimbun setiap kali melakukan penggalian. Dari hasil penelitian terhadap pemasangan kawat kasa nyamuk di ventilasi rumah, responden yang tidak memasang kawat kasa di ventilasi rumahnya mempunyai risiko 2,3 kali, dengan nilai p = 0,027 dan OR 2,3 dengan CI (1,153-4,513). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Subki7di Kabupaten Belitung, Suharmasto8, Alim10 di Kabupaten Indragiri Hilir, dan Markani 11 Kabupaten Barito Selatan. Hal ini menunjukkan bahwa pencegahan gigitan nyamuk dengan menggunakan kawat kasa di setiap rumah sangat dianjurkan sesuai dengan program Departemen Kesehatan 4. Dari hasil penelitian terhadap pemakaian kelambu, responden yang tidak memakai kelambu waktu tidur pada malam hari mempunyai risiko 2,4 kali dengannilai p = 0,017 dan OR 2,4 dengan CI (1,226-4,845). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suharmasto8 di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Rustam9 di Sarolangan, Jambi dan Markani11 di Kabupaten Barito Selatan. Pemakaian kelambu adalah salah satu usaha untuk menghindari gigitan nyamuk yang diharapkan dapat menurunkan kejadian malaria. Hal ini menunjukkan bahwa pencegahan gigitan nyamuk dengan menggunakan kelambu sangat dianjurkan sesuai dengan program Departemen Kesehatan 4. Dari hasil penelitian terhadap pemakaian obat anti nyamuk, responden yang tidak memakai obat anti nyamuk waktu tidur pada malam hari mempunyai risiko 2,3 kali, dengan nilai p = 0,026 dan OR 2,3 dengan CI (1,158-4,564). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Subki 7 di Kabupaten Belitung, Suharmasto 8, Alim 10 di Kabupaten Indragiri Hilir. Upaya ini adalah upaya yang sangat mudah dilakukan oleh masyarakat. Obat anti nyamuk ini dapat berupa obat nyamuk bakar untuk mengusir nyamuk, obat semprot untk membunuh nyamuk, obat oles untuk melindungi dari gigitan nyamuk dan atau jenis lainnya. Pada penelitian ini faktor pemakaian repelen tidak mempunyai hubungan bermakna dengan nilai p > 0,05. kejadian ini mungkin disebabkan kurangnya jumlah responden yang keluar malam melakukan suatu aktivitas jumlah tidak mencukupi untuk dianalisis. Sehingga didapatkan nilai p = 0,245 dan OR 2. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suharmasto8 dan Alim10 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pemakaian repelen dengan kejadian malaria. Hal yang dapat menjelaskan dalam penelitian ini adalah adanya kebiasaan masyarakat yang menggunakan repelen hanya pada saat mereka akan keluar rumah, sedangkan proporsi responden yang keluar rumah hanya 15 orang utuk kelompok kasus dan 20 orang untuk kelompok kontrol. 4. Kesimpulan dan Saran Faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian malaria adalah tempat perkembangbiakan nyamuk dengan nilai p = 0,006 (2,8 ; 1,381-5,512), dan pemeliharaan ternak besar dengan nilai p = 0,001 (3,2 ; 1,650-6,693). Faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria sebanyak 3 variabel, pemasangan kawat kasa nyamuk dengan nilai p = 0,027 (2,3 ; 1,153-4,513), pemakaian kelambu dengan nilai p = 0,017

70 (2,4; 1,226-4,845), dan pemakaian obat anti nyamuk dengan nilai p = 0,026 (2,3 ; 1,158-4,564). Faktor yang dominan berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Kampar Kiri Tengah Propinsi Riau adalah pemeliharaan ternak besar (2,824; 1,360-5,865), diikuti oleh tempat perkembangbiakan nyamuk (2,435; 1,169-5,068), dan pemakaian obat anti nyamuk (2,258; 1,088-4,686). Berdasarkan hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah ada lima variabel yang mempunyai hubungan dengan kejadiaan malaria, maka dengan itu dapat dikekamukan beberapa saran berikut:. Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar Perlu dilaksanakan secara rutin survei nyamuk anopheles untuk mengetahui angka kepadatan nyamuk, dan tempat perkembangbiakan nyamuk, serta melakukan identifikasi nyamuk tersebut untuk diketahui species anopheles yang dominan sebagai vektor. Untuk Puskesmas a. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat seperti pengajian, arisan-arisan, posyandu tentang penyakit malaria dan upaya pencegahannya (melalui pemakaian kelambu, pemakaian obat anti nyamuk, pemasangan kawat kasa, pemeliharaan ternak besar, dan meniadakan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk di sekitar tempat tinggal yang mempunyai jarak kurang dari 2 km). b. Melakukan pemeriksaan sediaan darah tebal secara berkala kepada mereka yang berisiko terkena malaria, untuk mendeteksi secara dini kasus penularan malaria, dengan melibatkan posyandu, polindes, dan pos obat desa. Untuk Masyarakat a. Agar menggunakan kelambu waktu tidur terutama pada malam hari. b. Memakai obat anti nyamuk waktu tidur pada malam hari. c. Kepada masyarakat yang rumahnya dekat dengan perkembangbiakan nyamuk, hutan, sawah dan rawah dianjurkan untuk memasang kawat kasa di ventilasi rumah. d. Perlu memelihara ternak besar disekitar tempat tinggal karena merupakan cattle barrier sehingga sebelum nyamuk menggigit manusia dia terlebih dahulu mengigit binatang. e. Agar dibudayakan pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk di tempat perkembangbiakan nyamuk Daftar Acuan 1. WHO, 2000. WHO Expert Committe on Malaria, Twentieth Report, World Health Organization Tehnical Report Series 892, Geneva : 94 hal. 2. Harijanto P.N.Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan Penanganan, EGC. Jakarta. 2000; xx + 293 hlm. 3. Achmadi, UF. Peran Lintas Sektoral dalam penanggulangan penyakit yang Ditularkan Nyamuk Vektor di Indonesia. Buku Prosiding Seminar Peringatan Hari Hari Nyamuk IV-2004, Surabaya, 21 Agustus 2004. 2004. 4. Departemen Kesehatan R.I. Laporan Pelatihan Dinamika Penularan dan Faktor Resiko Malaria bagi Petugas Propinsi-Kabupaten Regional Sumatera, Palembang, 15-29 Oktober 2003. Sub Direktorat Malaria. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. 2003. 5. Dinas Kesehatan Propinsi Riau. Profil Kesehatan Propinsi Riau. Dinkes Propinsi Riau, Pekanbaru. 2004. 6. Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. Profil KesehatanKampar. Dinkes Kabupaten Kampar, Bangkinang. 2004. 7. Subki, S. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian Malaria di Puskesmas Membalong, Guntung dan Manggar Kabupaten Belitung, 2000. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2000. 8. Suharmasto. Faktor lingkungan dan perilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Simpang, Tanjung Lengkayap dan Talang Karet Kabupaten OKU, 2000. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2000. 9. Rustam. Faktor-faktor lingkungan dan Perilaku yang berhubungan dengan kejadian malaria pada penderita yang mendapat pelayanan di Puskesmas Kabupaten Sarolangun Propinsi jambi tahun 2002. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2002. 10. Alim, R. Hubungan Ladang Berpindah dengan Kejadian Malaria di Kabupaten Indragiri Hilir, 2003. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2003. 11. Markani. Dinamika penularan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian malaria di Kecamatan Dusun Hilir Kabupaten Barito Selatan. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2004.