BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

dokumen-dokumen yang mirip
HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

HUKUM ACARA PEMBUBARAN RIANA SUSMAYANTI, SH.MH

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Muchamad Ali Safa at

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

MAHKAMAH KONSTITUSI. Oleh: Letjen TNI (Purn) H. AchmadRoestandi, S.H. BANDUNG -JUNI

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

RINGKASAN PUTUSAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

I. UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Susunan Hakim Konstitusi Dalam Psl 24C ayat (3) UUD 1945, MK memiliki 9 orang hakim konstitusi yang ditetapkan o/ Presiden.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KISI KISI UJIAN MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2014/2015. Nomor Soal. Makna Negara

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik. Pada masa Orde Baru hanya dikenal pembekuan pengurus pusat partai politik. Alasan pembubaran partai politik pada masa Orde Lama adalah terkait ideologi, dasar dan tujuan negara, serta ancaman terhadap keamanan dan keutuhan wilayah negara. Ideologi pada masa Orde Lama adalah konsepsi nasakom Nasakom. Pada masa Reformasi, alasan pembubaran partai politik adalah jika menganut dan atau menyebarkan paham Komunisme/Marxisme- Leninisme. Selain itu, pembubaran partai politik juga dapat dilakukan berdasarkan alasan (a) ideologi; (b) asas; (c) tujuan; (d) program; serta (c) kegiatan partai yang bertentangan dengan UUD 1945. Pada masa Orde Lama, pembubaran partai politik menjadi wewenang Presiden. Pengadilan, yaitu MA, hanya memberikan pertimbangan yang sifatnya tidak mengikat. Hal itu hampir sama dengan prosedur pembekuan pengurus pusat partai politik pada masa Orde Baru. Pada masa Orde Lama juga terdapat proses pengakuan partai politik yang mengakibatkan pembubaran partai politik. Partai politik diwajibkan menyampaikan laporan kepada Presiden disertai persyaratan yang diperlukan. Presiden mengeluarkan keputusan menerima atau menolak pengakuan partai politik. Sedangkan pada masa reformasi, pembubaran partai politik menjadi wewenang lembaga peradilan, yaitu MA dan selanjutnya berdasarkan Perubahan UUD 1945 menjadi wewenang MK. Dengan demikian terdapat perbedaan dalam hal peran pemerintah dan pengadilan dalam proses pembubaran partai politik. Pada masa Orde Lama, pembubaran partai politik menjadi wewenang pemerintah, yaitu Presiden. Pengadilan, dalam hal ini MA, hanya memberikan pertimbangan atas 381

382 permintaan Presiden. Hal itu hampir sama dengan mekanisme pembekuan pengurus pusat partai politik pada masa Orde Baru yang menjadi wewenang Presiden dengan pertimbangan MA. Pada masa Reformasi terjadi pergeseran. Wewenang memutus pembubaran partai politik dimiliki oleh pengadilan, yaitu MA dan selanjutnya MK. Pemerintah hanya berperan sebagai pemohon. Salah satu aspek pembubaran partai politik yang belum diatur adalah akibat hukum dari pembubaran partai politik. Dari berbagai peraturan perundangundangan pembubaran partai politik yang pernah berlaku, hanya pada masa Orde Lama yang mengatur akibat hukum pembubaran partai politik. Apabila suatu partai politik dibubarkan atau dinyatakan sebagai partai terlarang maka anggota partai yang duduk di lembaga perwakilan rakyat dianggap berhenti sebagai anggota badan-badan tersebut. Pada masa Orde Baru dan Reformasi tidak ada ketentuan yang mengatur akibat hukum pembubaran partai politik. 2. Selama kurun waktu 1959 hingga 2004 terdapat beberapa kali praktik pembubaran partai politik. Pada masa Orde Lama praktik pembubaran terjadi dalam bentuk tidak diakuinya 5 (lima) partai politik yang telah ada sebelumnya karena dinilai tidak memenuhi syarat dalam peraturan yang berlaku, pembubaran 2 (dua) partai politik melalui keputusan Presiden dengan alasan terlibat pemberontakan, dan pembekuan 1 (satu) partai politik yang tidak pernah dicairkan kembali selama periode Orde Lama dengan alasan memecah-belah persatuan nasional. Pada awal masa Orde Baru, terdapat 1 (satu) partai politik yang dibubarkan namun tidak menggunakan aturan hukum yang berlaku pada saat itu. Pembubaran dan pelarangan tersebut terjadi dengan alasan ancaman keamanan negara serta ideologi partai yang dibubarkan dinilai bertentangan dengan Pancasila dan para penganutnya telah beberapa kali berupaya merobohkan kekuasaan yang sah. Selain itu, pada awal Orde Baru juga terjadi pembekuan 1 (satu) partai politik dengan alasan memiliki keterkaitan edngan partai yang telah dibubarkan. Tindakan pembekuan ini tidak dikenal dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu. Selain itu, pada masa awal Orde Baru juga terdapat kebijakan penyederhanaan melalui fusi partai politik yang mengakibatkan pembubaran partai-partai politik yang melakukan fusi

383 menjadi 2 (dua) partai politik dan satu golongan karya. Kebijakan tersebut dilanjutkan dengan pembatasan dan pengekangan kebebasan partai politik. Sedangkan pada masa reformasi, terdapat praktik dua gugatan pembubaran satu partai politik ke MA yang diajukan oleh beberapa individu dan organisasi non pemerintah. Gugatan tersebut satu diputus tidak dapat diterima karena pelanggaran yang dituduhkan masih dalam proses persidangan di tingkat pengadilan negeri, dan satu gugatan ditolak karena dinilai tidak cukup bukti. Selain praktik tersebut, juga terdapat Maklumat Presiden yang membekukan satu partai politik sambil menunggu putusan pengadilan karena dianggap menghalangi proses reformasi total. Namun maklumat tersebut dinyatakan bertentangan dengan hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum oleh Fatwa MA dan Ketetapan MPR. Dengan demikian dalam kurun waktu 1959 hingga 2004 telah terjadi 3 (tiga) pembubaran partai politik, 2 (dua) pembekuan partai politik yang berakibat sama dengan pembubaran, dan 3 (tiga) upaya pembubaran partai politik namun tidak berujung pada pembubaran. Tiga pembubaran partai politik terjadi masing-masing 2 (dua) pada masa Orde Lama yang dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku saat itu dan 1 (satu) pada masa Orde Baru yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu. Pembekuan partai politik terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru tanpa memiliki dasar hukum. Sedangkan 3 (tiga) upaya pembubaran partai politik terjadi pada masa Reformasi, 2 (dua) dilakukan melalui pengadilan sesuai aturan hukum yang berlaku dan 1 (satu) upaya oleh Presiden melalui maklumat. 3. Pengaturan partai politik di masa yang akan datang bertujuan untuk menjamin dan melindungi kebebasan berserikat, sekaligus melindungi kostitusi, kedaulatan negara, serta keamanan nasional. Pengaturan partai politik sebaiknya dibuat dengan menggabungkan unsur-unsur dari paradigma libertarian, political market, managerial, progressive, dan pluralist. Pengaturan tersebut diharapkan dapat mewujudkan sistem kepartaian yang sesuai dengan model demokrasi di Indonesia, yaitu sistem multi partai sederhana dengan beberapa partai dominan.

384 Dari berbagai bentuk pembubaran yang pernah ada dalam peraturan dan praktik, yang sesuai dengan UUD 1945 serta prinsip negara hukum dan demokrasi, yaitu pembubaran oleh putusan pengadilan berdasarkan prinsip due process of law dan free and fair trial. Berdasarkan UUD 1945, pengadilan yang berwenang membubarkan partai politik adalah MK. Alasan pembubaran partai politik di masa yang akan datang sebaiknya diatur lebih detail berdasarkan tujuan adanya pengaturan pembubaran partai politik yaitu untuk menjamin hak kebebasan berserikat, melindungi konstitusi, kedaulatan negara, serta keamanan nasional. Berdasarkan hal tersebut alasanalasan pembubaran di masa yang akan datang dapat ditentukan meliputi, bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi, melanggar nilai dan prinsip dasar konstitusional, hendak mengubah dan/atau mengganti UUD 1945 dengan jalan paksa atau kekerasan, bermaksud menggantikan tatanan demokrasi berdasarkan UUD 1945 dengan tatanan otoritarianisme atau fasisme, mengambil alih kekuasaan atau mempengaruhi kebijakan dengan cara kekerasan, melanggar kebebasan dasar dan hak asasi manusia, menerima bantuan pihak asing tanpa seijin pemerintah, memberi bantuan kepada pihak asing tanpa seijin pemerintah, membahayakan persatuan dan kesatuan serta integritas wilayah nasional, membahayakan kedaulatan negara, membahayakan eksistensi dan kemerdekaan negara, mendirikan organisasi yang bersifat militer atau paramiliter, atau organisasi rahasia, menghasut atau mendukung sentimen rasial, agama, etnis, dan kedaerahan yang dapat menimbulkan konflik sosial, menggunakan cara-cara kekerasan dalam menjalankan aktivitasnya. Permohonan pembubaran partai politik di masa yang akan datang dapat diajukan oleh sejumlah anggota DPR dan/atau DPD selain pemerintah. Selain itu, partai politik dapat menjadi pemohon kepada MK khusus terhadap keputusan pembubaran atau yang mengakibatkan bubarnya partai politik tersebut. Hal itu sebagai wujud perlindungan terhadap kebebasan berserikat terhadap keputusan yang sewenang-wenang sesuai dengan prinsip equal treatment under the law.

385 Ketentuan lain yang perlu diatur di masa mendatang adalah pemeriksaan persidangan dan akibat hukum pembubaran partai politik. Pemeriksaan persidangan meliputi penentuan dan acara pemeriksaan bukti-bukti yang meliputi bukti dokumen fakta yang dapat dilakukan berdasarkan acara pidana. Sedangkan akibat hukum yang perlu diatur adalah terkait dengan status partai politik, sanksi bagi pengurus dan anggota tertentu yang terlibat dan bertanggungjawab terhadap pelanggaraan, status anggota lembaga perwakilan dan pejabat dari partai politik yang dibubarkan, serta harta kekayaan partai politik. 7.2. SARAN 1. Ketentuan terbaru yang mengatur partai politik, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, tidak banyak mengalami perubahan dari ketentuan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2001. Di masa yang akan datang perlu diatur lebih detail mengenai alasan-alasan pembubaran dan prosedur pembubaran yang meliputi penambahan pemohon anggota DPR dan/atau DPD serta partai politik selain pemerintah, serta akibat hukum pembubaran partai politik. Selain itu juga perlu diatur kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus partai politik tingkat daerah atau oleh organisasi sayap politik. Sedangkan mengenai persidangan pembubaran partai politik, perlu diatur lebih detail mengenai acara pemeriksaan di dalam perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008, diberlakukan ketentuan mengenai parliamentary treshold. Namun, suatu partai politik yang tidak dapat mengikuti pemilihan umum karena tidak lolos verifikasi KPU, ataupun mengikuti pemilihan umum tetapi tidak dapat memenuhi ketentuan parliament treshold, tidak memiliki konsekuensi pembubaran. Di beberapa negara, pembubaran dapat dilakukan terhadap partai politik yang untuk beberapa kali tidak dapat mengikuti pemilu atau tidak dapat menempatkan wakilnya di DPR. Alasan ini dapat diterapkan dengan dasar pemikiran bahwa partai tersebut tidak dapat menjalankan fungsi utamanya dan tidak memperoleh dukungan masyarakat. Namun, pembubaran karena alasan tersebut harus tetap

386 memberikan hak bagi anggota partai yang dibubarkan melanjutkan eksistensi organisasinya berdasarkan aturan organisasi yang bersifat umum, bukan partai politik. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai akibat hukum partai politik terutama terkait dengan pertanggungjawaban anggota atau pengurus terhadap pelanggaran partai politik. Selain itu, juga perlu dilakukan penelitian mengenai akibat hukum pembubaran terhadap status anggota lembaga perwakilan dan pejabat publik dari partai yang dibubarkan, terkait dengan cara pemilihan dan hubungan hukum antara partai politik, anggota yang sedang menjabat, serta lembaga-lembaga negara di mana anggota tersebut menjabat.