BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4.1 Potongan Tranversal pada tahap awal ( 2 jalur-4 lines)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KONDISI EKSISTING KOTA SURABAYA

LAPORAN AKHIR RINGKASAN VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TARIF TOL

National Summit 2009

Konservasi Energi pada Sektor Rumah Tangga

INOVASI BIROKRASI DALAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

National Summit 2009 KOMISI : PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR Oktober Percepatan Pembangunan Infrastruktur

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk.

LATAR BELAKANG PESERTA JADWAL DAN LOKASI PELAKSANAAN. Lampiran Surat Nomor : Tanggal :

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T.

ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL PASURUAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURABAYA - MADURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Risiko Yang Mempengaruhi Public Private Partnership Pada Proyek Pembangunan Pasar di Surabaya. Carla Widha P

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah menyebabkan

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Pendahuluan. Rumusan Masalah. Tujuan Penelitian. Pengumpulan Data. Analisis Data

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, program pembangunan lebih menekankan pada penggunaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL GEMPOL-PANDAAN

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BAB I Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN KOTABARU LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

12-5. Gambar 1.4 Volume Lalu Lintas Jalan-Jalan Utama. Studi Sektoral (12) TRANSPORTASI DARAT

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

Kebijakan & Strategi. :. KEBIJAKAN Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Marga yaitu :

KONSOLIDASI TRANSPORTASI PERKOTAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB III METODOLOGI. Bagan Alir Penelitian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR PUSTAKA. Heldman Kim, 2005, Project Manager s Spotlight on Risk Management, Harbour Light Press, San Fransisco.

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODOLOGI. Persiapan. Pengamatan Pendahuluan. Identifikasi Masalah. Alternatif Pendekatan Masalah. Pengumpulan Data Data Primer Data Sekunder

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR PELABUHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

EXECUTIVE SUMMARY STUDI KELAYAKAN TERMINAL TERPADU INTERMODA DAN ANTARMODA DI KETAPANG BANYUWANGI

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Neg

Intisari Air Bersih Kabupaten Lamongan

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Kegiatan investasi berhubungan dengan pengelolaan aset

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BABI PENDAHULUAN. Infrastruktur adalah tulang punggung sebuah perekonomian dari suatu negara,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN M E M U T U S K A N : NOMOR : KM 81 TAHUN 2004

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Analisis Kelayakan Proyek. Muhammad Taqiyyuddin Alawiy, ST., MT Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

PEMBANGUNAN JALAN TOL LINGKAR LUAR KOTA SURABAYA GUNADI SISWO PAMUNGKAS

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga pembangunan prasarana transportasi sangat menentukan dalam

Gambaran Umum Kondisi Daerah

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. a. Meningkatkan pelayanan transportasi laut nasional. c. Meningkatkan pembinaan pengusahaan transportasi laut

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

29 7 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Profil Proyek Jalan ini akan menghubungkan Bandara Internasional Juanda Surabaya di bagian selatan dengan pelabuhan tanjung perak pada bagian utara dengan melewati daerah timur surabaya 4.1.1 Aspek Teknis Jalan ini memiliki panjang 23,1 km, jumlah jalur adalah empat lajur dan tahap kedua adalah enam jalur. Luas masing-masing saluran adalah 3,5 m. Ukuran untuk di dalam bahu jalan lebar 0,5 m dan di luar bahu jalan adalah 2m. Jalan ini direncanakan untuk menampung lebih dari 8 ton, dengan struktur kongkret. Tingkat kecepatan kendaraan diperkirakan untuk 80 km / jam Kita bisa melihat ditetapkan sebagai berikut: Gambar 4.1 Potongan Tranversal pada tahap awal ( 2 jalur-4 lines) Gambar 4.2 Potongan Tranversal pada tahap akhir ( 2 jalur-6 lines) Sumber : (F/S) Surabaya East Ring Road Bantuan Teknis Evaluasi Penerusan Proyek Jalan Tol, PT. Perentjana Jaya, DGH, March 2006), March 2006 4.1.2 Bagian Selatan Jalan ini dibangun pada dua fitur geografis utama yang berbeda. Bagian selatan jalan yang terdapat di bidang pertanian yang diwakili oleh akuakultur di daerah pesisir

30 7 timur. Bagian selatan di sektor pertanian diharapkan untuk kelas dengan rata-rata 3 meter tinggi tanggul. Bagian selatan disediakan di perbatasan antara daerah pemukiman dan pertanian karena sebagian besar wilayah pesisir disebut sebagai kawasan konservasi. 4.1.3 Bagian Utara Bagian utara jalan akan belajar di daerah perkotaan setelah pertukaran Suramadu, daerah urban diharapkan sebagai jembatan beton tinggi 25 meter. Dalam kasus bagian utara, garis tengah setelah Suramadu terjadi sepanjang kanal bernama Pegilikan mempertimbangkan potensi lokasi dermaga hanya untuk jembatan. Tempat pertemuan dan jangka waktu pertukaran studi juga meliputi dua sambungan (link antara jalan tol) dan empat simpang susun (link antara jalan tol dan rute biasa). Kedua simpang disediakan dalam keluaran 3-kaki dan terletak di jalan menuju link studi Waru - Juanda bagian dan Waru (Aloha) - Wonokromo - Tj Perak masingmasing bagian.lokasi simpang susun adalah Kedung Baruk, Laguna, dan Kenjeran. Suramadu. Lokasi simpang susun yang direncanakan mengingat sambungan ke jalan biasa, yang merupakan jalan akses utama ke pusat kota timur daerah. 4.2. Penggunaan Lahan. TJ. Perak Zone Industrial BUSINESS CENTRE ZONE INDUSTRIAL Gambar 4.3 Penggunaan lahan eksisting di Surabaya Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum, 2010, et BAPPEDA Kota Surabaya

31 7 Gambar ini menunjukkan penggunaan lahan saat ini di Kota Surabaya. Kegiatan Ekonomi utama perusahaan / terkonsentrasi di utara, dekat pelabuhan Tanjung Perak, dan tidak ada daerah lain di dasar dan khusus, kecuali untuk zona industri berdekatan dengan pelabuhan. Selain itu, tidak ada hirarki jalan yang jelas diberikan kepada jaringan jalan yang ada.karena alasan di atas, daerah pusat kota yang sangat padat selama waktu puncak. Basis kebijakan utama dari rencana pembangunan adalah untuk mendesentralisasikan kegiatan komersial atas area pusat ke barat, timur dan selatan kota untuk mengurangi kemacetan di daerah pusat dan mencapai pertumbuhan yang seimbang di seluruh kota.dalam rencana pengembangan, wilayah kota dibagi menjadi dua belas (12) unit perencanaan dan jaringan jalan dirancang untuk menghubungkan setiap unit perencanaan.pembangunan proyek-proyek dalam dan luar kota secara singkat dijelaskan di bawah ini (Bahkan jika proyek luar kota tidak termasuk dalam Rencana Tata Ruang Kota). Gambar 4.4 Denah teritorial kota Surabaya (2015) Sumber : Kementrian Pekerjaan Umum dan, 2010, dan BAPPEDA Kota Surabaya.

Gambar 4.5 Konsep hubungan Surabaya dengan daerah lain Sumber: Direktorat Pusat Perencanaan Wilayah, Direktorat Jenderal Perencanaan Wilayah, Kementrian Pekerjaan Umum, Agustus 2003 32 7

33 7 Dari gambar di atas terlihat peran penting Surabaya dengan kota lainnya Kita bisa melihat bahwa pengembangan kota Surabaya dan sistem transportasi sangat berhubungan, baik kota dekat di sekitarnya baik yang ada di sebuah pulau Jawa dan pulau Madura. Kota - kota di pulau Jawa antara lain Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Mojokerto, Malang, Pasuruan, Probolinggo Lumajang. Kota-kota di Pulau Madura: Bangkalan, Sampang, Pamekasan Sumenep 4.2.1 Alasan Pemilihan wilayah Rencana pembangunan di daerah ini karena memiliki beberapa alasan: Penggunaan tanah, pembangunan jalan tol lingkar timur diharapkan untuk merangsang pembangunan daerah Surabaya timur yang masih kurang standar. Perbaikan kondisi lingkungan, polusi udara dan kebisingan di kawasan pusat akan berkurang karena lalu lintas yang ada di tengah akan berkurang. Peningkatan lalu lintas kota, jalan raya ini akan menjadi bypass di utara dan selatan, kepadatan lalu lintas yang diharapkan pada area pusat akan berkurang. Selain itu, diharapkan bisa menjadi alternatif untuk memasuki atau meninggalkan kota. Jalan ini akan menghubungkan beberapa infrastruktur strategis: Bandar Udara Juanda, Pelabuhan Tanjung Perak, Kawasan Industri SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut) dan kawasan perumahan PIER (Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER) 4.3 Biaya Proyek Berdasarkan hasil perhitungan studi kelayakan menunjukkan bahwa total biaya konstruksi 5.028.821 juta rupiah. Jika Anda mencari harga, diketahui bahwa item yang terbesar adalah untuk pembangunan kebutuhan sebagian besar anggaran digunakan untuk sampai tanah dan struktur beton. Tabel 4.1. Biaya keseluruhan proyek No. Pekerjaan Harga (Juta Rupiah.) 1. Biaya Pengadaan Tanah 728,628 2. Biaya konstruksi 2,665,062 3. Biaya Operasi 25,277

34 7 4. Peralatan 6,775 5. Desain dan biaya pengawasan 35,040 6. Imprévus 134,517 7. Eskalasi 420,384 8. PPN dan biaya terkait lainya 411,806 9. Bunga 420,384 10. Biaya Total Proyek 5,028,821 Sumber : (F/S) Surabaya East Ring Road Bantuan Teknis Evaluasi Penerusan Proyek Jalan Tol, PT. Perentjana Jaya, DGH, March 2006), March 2006 4.4. Evaluasi Ekonomi dan Keuangan Laporan penelitian menunjukkan fissibilité proyek ini secara ekonomi layak dengan IRR (internal rate of return Ekonomi) 25,8%, tetapi mengingat analisis proyek ini tidak cukup menarik secara finansial bagi investor (TRI Keuangan 13,4% dan 15,7% ROE), sehingga analisis lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan sistem yang memadai untuk pembangunan seperti Kemitraan Publik Swasta atau skema lain yang didukung oleh pemerintah. 4.5 Dampak Pembangunan Jalan Tol Penggunaan jalan sebagai kontrol jalur akses, seperti jalan tol yang diusulkan, dan banyak memiliki berbagai efek pada berbagai sektor ekonomi dan orang-orang dan tidak hanya pada daerah pembangunannya, tetapi juga pada bagian lain seluruh wilayah atau negara. Dampak sosio-ekonomi yang diakibatkan oleh pembangunan jalan dapat secara luas diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar, efek langsung dan tidak langsung. Efek langsung untuk pengguna jalan mendapatkan manfaat langsung berupa menghemat waktu dan biaya perjalanan dan dapat dievaluasi terutama pada basis moneter sampai batas tertentu, sedangkan efek tidak langsung yang paling sering direpresentasikan sebagai dampak terhadap pembangunan daerah dan nasional. Indonesia mempunyai tujuan untuk pembangunan nasional dan regional, penekanan yang lebih besar harus ditempatkan pada pembangunan daerah atau efek tidak

35 7 langsung daripada efek langsung dan biaya pelaksanaan di jalan tol. Pembangunan Daerah membawa berbagai manfaat bagi seluruh bangsa, dan jika kebijakan yang tepat dan mendukung rencana investasi pembangunan jalan, pembangunan daerah dapat diatasi secara efektif dan adil. 4.5.1 Dampak Langsung Pengurangan waktu perjalanan: ini adalah pengaruh yang paling signufikan dari jalan baru yang akan didapatkan dengan mengurangi jarak tempuh dan waktu karena kecepatan dan tingkat pelayanan dibandingkan dengan jalan biasa lainnya. Penghematan biaya operasi kendaraan: kontribusi terhadap penghematan energi termasuk bahan bakar dan konsumsi pelumas dan tabungan lainnya kendaraan di ban, suku cadang, pemeliharaan dan layanan pasokan pada konsumsi modal dasar, serta di tingkat nasional. Meningkatkan keamanan: lebih aman untuk lalu lintas jalan merupakan hal penting bagi pengguna jalan dan untuk masyarakat secara keseluruhan. Manfaat ini mungkin sebagian dinyatakan dalam basis moneter, tapi dampak sosial lebih berpengaruh. Lebih nyaman dan aman berkendara: Dengan instalasi pelayanan yang tinggi lalu lintas tidak terganggu, diharapkan bahwa perjalanan di jalan akan lebih nyaman dan aman bagi pengguna jalan dengan kelelahan sopir berkurang dan efek lainnya. Mengurangi kemacetan di jalan biasa: manfaat ini bukan untuk pengguna fasilitas baru, tapi untuk driver pada rute yang ada. Dengan mengalihkan sebagian volume lalu lintas di jalan biasa ke fasilitas pelayanan tingkat tinggi baru, diharapkan kemacetan di jalan biasa akan dikurangi. Selain itu, fasilitas jalan baru memiliki fungsi daerah bypass built-up, melalui lalu lintas 4.5.2 Dampak Regional Peningkatan pembangunan nasional: Promosi kegiatan ekonomi di pedesaan dan lokal, termasuk industri, manufaktur, pertanian, pariwisata dan kegiatan komersial merupakan tugas penting dalam proses perencanaan pembangunan nasional. Jalan tol memainkan peran penting untuk mencapai tujuan ini, mengakibatkan kegiatan redistribusi berlebihan berkerumun di daerah

36 7 metropolitan. Ini merupakan lanjutan penciptaan permintaan melalui investasi di jalan, meningkatkan produktivitas, meningkatkan kegiatan distribusi ekonomi, meningkatkan pendapatan pajak, meningkatkan ekspor, meningkatkan populasi dan pendapatan di daerah pedesaan dan memperkuat identitas nasional. Peningkatan Taraf Hidup: fasilitas infrastruktur jalan yang lebih baik akan menghasilkan pembesaran hidup dan kesempatan kerja, penyediaan layanan regional, seperti perawatan kesehatan dan sistem pendidikan dan efisien dalam hal pemulihan bencana alam 4.6. Pengadaan Tanah Pengadaan tanah menjadi permasalahan yang cukup rumit dan mengganggu dalam proyek-proyek pemerintah yang memerlukan tanah yang luas. Umumnya permasalahan tanah adalah berlkaitan dengan :Sertifikasi tanah, Konflik antar antar pewaris, keengganan pemilik tanah menjual tanah, batas tanah, harga belum sesuai. Menurut Hasundungan (2010), setidaknya ada 6 penyebab ketidaklancaran pengadaan tanah : 1. Lamanya Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) dari Bupati /Walikota atau Gubernur 2. Waktu pengukuran dan penerbitan peta bidang tanah oleh kantor BPN membutuhkan waktu lama, kadang ada spekulan yang mendirikan bangunan semi permanen setelah invetarisasi selesai. 3. Waktu pelaksanaan musyawarah yang cukup lama (120 hari) 4. Ketersediaan petugas panitia pengadaan tanah sangat terbatas 5. Ketersediaan dana untuk pembebasan lahan 6. Pelepasan tanah sesuai peraturan instansi Dengan adanya hal hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan Perpres No. 36 tahun 2005, jo perpres no. 25 tahun 2006. Yang mengatur ketersediaan tanah untuk fasilitas public, termasuk infrastruktur, mempercepat proses pembebasan tanah untuk guna kepentingan publik. Disamping hal tersebut diberlakukan pula kebijakan land capping yaitu kepastian beban biaya yang harus ditanggung oleh investor. Jika terjadi kenaikan harga tanah yang melewati batas maksimum yang ditanggung oleh investor akan ditangggung oleh pemerintah.

377 4.7 Tipe dan Resiko dalam skema PPP : Selain reisiko di atas juga terdapat beberapa risiko lainnya, seperti politik dan risiko hukum, risiko desain, dan risiko force majeure. Jika dilihat dari risiko yang mungkin terjadi dalam beberapa skema pendanaan di atas, tabel alokasi risiko yang diperoleh sebagai berikut: Tabel 4.2 Jenis Resiko yang dihadapi dalam proyek PPP No. GRUP RISIKO RISIKO-RISIKO 1. Risiko Politik dan Hukum a. Gangguan stabilitas politik dan keamanan regional b. Pemutusan atau pembatalan kontrak c. Expropriation d. Penegakan kebijakan dan peraturan lingkungan e. Perubahan hukum dan peraturan yang terkait dengan proyek f. Perubahan hukum dan peraturan yang berhubungan dengan bisnis (termasuk kebijakan pajak dan tata cara akuntansi) g. Penundaan dan proses yang lama dalam pembuatan keputusan, perijinan, dan persetujuan oleh pemerintah h. Pembatalan perijinan dan persetujuan yang telah diberikan oleh pemerintah i. Kegagalan koordinasi antara Departemen Pekerjaan Umum dan Pemerintah j. Ketidakmampuan pemerintah untuk melaksanakan kewajiban-

38 7 kewajiban yang telah tertuang dalam kontrak 2. Risiko Ekonomi dan Keuangan a. Pembatasan transaksi modal b. Risiko nilai tukar (termasuk devaluasi nilai mata uang local, fluktuasi nilai tukar asing) c. Perubahan biaya konstruksi terhadap fluktuasi mata uang d. Perubahan biaya impor peralatan operasional dan material terhadap fluktuasi mata uang e. Perubahan finance cost increase terhadap fluktuasi mata uang f. Fluktuasi suku bunga g. Biaya konstruksi yang meningkat akibat inflasi h. Kenaikan biaya operasional dan perawatan terhadap inflasi i. Penerimaan dari masyarakat j. Ketidakmampuan untuk membayar yang dialami oleh subkontraktor atau anggota 3. Risiko Desain a. Kesalahan spesifikasi tender b. Inovasi c. Kesalahan desain kontraktor d. Perubahan desain atas permintaan pemerintah e. Ketidaktepatan asumsi-asumsi geoteknik pada tahap desain berdasarkan informasi yang diberikan oleh Departemen Pekerjaan Umum f. Penundaan persetujuan

39 7 mengakibatkan kenaikan biaya g. Mengikuti regulasi atau aturan pemerintah 4. Risiko Land Acquisition a. Penundaan proses land acquisition b. Penundaan untuk memindahkan warga yang tergusur c. Klaim dan protes dari warga terhadap proses land acquisition 5 Risiko Konstruksi a. Risiko penyelesaian yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan desain atas permintaan salah satu pihak b. Risiko penyelesaian dengan permintaan salah satu untuk menunda konstruksi c. Peningkatan biaya terhadap kesalahan kontraktor d. Kenaikan biaya konstruksi akibat perubahan spesifikasi keselamatan yang dikehendaki e. Kenaikan biaya terhadap perubahan regulasi yang berhubungan dengan lingkungan f. Permasalahan yang berkaitan dengan kualitas pekerja, material, dan jalan untuk memenuhi kriteria kinerja g. Permasalahan dengan subkontraktor h. Cacat kewajiban i. Perubahan kondisi cuaca j. Permasalahan pekerja k. Kema2tian atau kecelakaan pada proyek

40 7 6. Risiko Traffic Demand dan Revenue 7. Operation and Maintenance Risk l. Intervensi dari pihak ketiga seperti: pendemo, NGO terhadap rute rencana dan konstruksi a. Volume trafik lebih rendah dari yang diharapkan b. Kesalahan dalam mensosialisasikan sistem tarif c. Kenaikan tarif tidak terjadi d. Adanya penolakan terhadap kenaikan tarif berdasarkan volume trafik e. Kesalahan dalam meningkatkan akses jalan lokal sehingga menghalangi kenaikan trafik f. Pengembangan pada jalan yang lain mengakibatkan penurunan trafik g. Pengembangan pada moda transportasi yang lain mengakibatkan penurunan trafik h. Perubahan terhadap rencana pengembangan jaringan i. Pengguna yang tidak membayar penggunaan jalan tol a. Kebaikan upah pekerja b. Kenaikan biaya operasi c. Kenaikan biaya impor d. Perubahan terhadap level of service yang ditentukan oleh pemerintah e. Permintaan yang turun dan kenaikan biya akibat perubahan cuaca yang tidak diharapkan f. Ketidaksesuain dengan persyaratan operasional dan perawatan pihak

41 7 8. Force Majeure swasta g. Dampak negatif lingkungan terhadap operasional Jika beberapa jenis resiko di atas dialokasikan berikut : maka didapatkan tabel sebagai Table 4.3 Alokasi Resiko Untuk Proyek PPP No. Model Pembiayaan Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko Keuanga kepemili Pasar Konstruk Operasi n kan si 1 Murni Publik Publik Publik Publik Publik Publik 2. Contrat du O & M Publik Publik Publik Publik Swasta 3. DBO. Publik Publik Publik Swasta Swasta 4. DBL Publik Publik Swasta Swasta Swasta 5. Inversée BOO Publik Swasta Swasta Swasta Swasta 6. BOT Swasta Swasta Swasta Swasta Swasta Sumber : Formation Study Surabaya East Ring Road, Mars 2007 4.8 PPP Untuk Jalan Tol Lingkar Luar Kota Surabaya Dalam mempertimbangkan pembagian risiko pada Tabel di atas, kita dapat melakukan analisis sebagai berikut: Sistem BOT, semua resiko ditanggung oleh sektor swasta dalam perhitungan F / S (komputasi Keuangan) dalam hal proyek ini tidak menarik bagi swasta. (Keuangan IRR Finansial 13,4% dan 15,7% ROE), proyek ini sangat beresiko untuk dikerjakan sendiri oleh pihak swasta. Seperti terlalu banyak tanggung jawab dan kewajiban disebabkan oleh sektor publik, Murni Layanan dan O & M model kontrak atau opsi prioritas

742 Pengembalian model BOO, yang sejauh ini tidak cukup menguatkan bukti, tidak dapat direkomendasikan sangat. Oleh karena itu, model PPP yang kemungkinan dapat diterapkan untuk proyek DBL (Design-Build-Lease) atau DBO (Design-Build- Operate). Perbedaan terbesar antara DBL dan DBO adalah siapa yang mengambil risiko pasar selama operasi. Jika risiko tersebut terutama dilakukan oleh sektor swasta, sering kasus DBL. Jika diambil di 100% oleh sektor publik, dapat menjadi DBO Dengan DBL dan DBO, hubungan kontrak antara publik dan swasta sangat mirip. Sektor kedua peran yang persis sama dengan DBL dan DBO jika tahap proposal sebelum perdagangan, sektor publik sebagai majikan dan sektor swasta sebagai kontraktor konstruksi. Menurut pendapat saya, lebih menarik untuk sektor swasta untuk bekerja sama dan memastikan proyek berjalan sesuai jadwal, pemerintah dapat menggunakan skema DBO, pemerintah bertanggung jawab jika ada risiko pasar. Pemerintah akan membiayai desain dan konstruksi jalan, sedangkan untuk operasi dan pemeliharaan akan diberikan kepada sektor swasta dan perusahaan publik. Menurut hasil operasi dan pemeliharaan dilakukan, biaya operator.