METODE SEDERHANA PENENTUAN DIMENSI GEOTEXTILE TUBE (GEOTUBE) SEBAGAI STRUKTUR PELINDUNG PANTAI

dokumen-dokumen yang mirip
METODOLOGI PENENTUAN PARAMETER TEKNIS GEOTEXTILE TUBE (GEOTUBE) SEBAGAI STRUKTUR PELINDUNG PANTAI

Staf pengajar Program Studi Teknik Kelautan, FT Unhas,

Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

Bab 3. Metodologi. Sebelum membahas lebih lanjut penggunaan single tube dalam aplikasi

METODE FLOATING OBJECT UNTUK PENGUKURAN ARUS MENYUSUR PANTAI

PEMODELAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG SISI MIRING DENGAN VARIASI PELINDUNG LAPISAN INTI PADA UJI LABORATORIUM DUA DIMENSI ABSTRAK

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

KARAKTERISTIK GERUSAN DASAR DI SEKITAR STRUKTUR TIANG BULAT AKIBAT ARUS OLEH GELOMBANG*

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SEDIMENTASI PADA SALURAN UTAMA BENDUNG JANGKOK Sedimentation Analysis of Jangkok Weir Main Canal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

Bab 1. Pendahuluan. langsung dengan air permukaan ). tanah pada proses erosi dapat menimbulkan masalah yang signifikan bila

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL

STUDI MENGENAI PERANCANGAN CAMPURAN BETON DENGAN GRADASI BERCELAH MENGGUNAKAN PEMODELAN PERILAKU RANGKAIAN PEGAS SERI

PERENCANAAN REVETMENT MENGGUNAKAN TUMPUKAN BRONJONG DI PANTAI MEDEWI JEMBRANA

Augustinus NRP : Pembimbing : Ny. Winarni Hadipratomo, Ir. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

DESAIN STRUKTUR PELINDUNG PANTAI TIPE GROIN DI PANTAI CIWADAS KABUPATEN KARAWANG

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL BANDUNG 2004 ABSTRAK

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pelabuhan, fasilitas pelabuhan atau untuk menangkap pasir. buatan). Pemecah gelombang ini mempunyai beberapa keuntungan,

METODE PENGUJIAN KADAR RONGGA AGREGAT HALUS YANG TIDAK DIPADATKAN

BAB V RENCANA PENANGANAN

STUDI EKSPERIMEN AGRADASI DASAR SUNGAI PADA HULU BANGUNAN AIR

TAHANAN CABUT TULANGAN BAJAPADA TANAH BERPASIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STABILITAS BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG BATU BRONJONG

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS TINGGI MUKA AIR PADA PERKUATAN TANAH DAS NIMANGA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

STABILITAS STRUKTUR PELINDUNG PANTAI AKIBAT PEMANASAN GLOBAL

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

PENGARUH REMBESAN DAN KEMIRINGAN LERENG TERHADAP KERUNTUHAN LERENG

BAB IV METODE PENELITIAN

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

APLIKASI GEOTUBE SEBAGAI KONSTRUKSI ALTERNATIF PENANGGULANGAN EROSI AKIBAT GELOMBANG PASANG BONO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Fakultas Teknik Program Studi S-1 Teknik Sipil Laboratorium Struktrur Dan Bahan Kontruksi

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBANDINGAN FILLER PASIR LAUT DENGAN ABU BATU PADA CAMPURAN PANAS ASPHALT TRADE BINDER UNTUK PERKERASAN LENTUR DENGAN LALU LINTAS TINGGI

Jurnal Rancang Bangun 3(1)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH VARIASI LAPISAN DASAR SALURAN TERBUKA TERHADAP KECEPATAN ALIRAN ABSTRAK

PERENCANAAN BANGUNAN PEMECAH GELOMBANG (PENGAMAN PANTAI LABUHAN) DI KABUPATEN SUMBAWA

Perencanaan Bangunan Pengaman Pantai Untuk Mengatasi Kemunduran Garis Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan

DEBIT ALIRAN AIR TANAH MELALUI PIPA BERPORI

UJI MODEL GEOMETRI KONSTRUKSI PELINDUNG KOLAM PELABUHAN BIRA KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEDIMENTASI PADA SALURAN PRIMER GEBONG KABUPATEN LOMBOK BARAT Sedimentation on Gebong Primary Chanel, West Lombok District

KAJIAN OPTIMASI KUAT TEKAN BETON DENGAN SIMULASI GRADASI UKURAN BUTIR AGREGAT KASAR. Oleh : Garnasih Tunjung Arum

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB VI PEMILIHAN ALTERNATIF BANGUNAN PELINDUNG MUARA KALI SILANDAK

ANALISIS TIMBUNAN PELEBARAN JALAN SIMPANG SERAPAT KM-17 LINGKAR UTARA ABSTRAK

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA. Jurusan Teknik Sipil Skripsi Sarjana Teknik Semester Ganjil tahun 2005/2006

OPTIMALISASI DERMAGA PELABUHAN BAJOE KABUPATEN BONE

PENGARUH BAHAN TAMBAHAN PLASTICIZER TERHADAP SLUMP DAN KUAT TEKAN BETON Rika Sylviana

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH VARIASI PANJANG LEMBARAN GEOTEKSTIL DAN TEBAL LIPATAN GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN FISIK LERENG PASIR KEPADATAN 74%

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI EKSPERIMEN KAPASITAS TARIK DAN LENTUR PENJEPIT CONFINEMENT KOLOM BETON

Kajian Hidro-Oseanografi untuk Deteksi Proses-Proses Dinamika Pantai (Abrasi dan Sedimentasi)

BAB III LANDASAN TEORI

POLA EROSI DAN SEDIMENTASI SUNGAI PROGO SETELAH LETUSAN GUNUNG MERAPI 2010 Studi Kasus Jembatan Bantar Kulon Progo

PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPIS DAN JARAK ANTARLAPIS VERTIKAL GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN LERENG PASIR KEPADATAN 74%

ANALISA KAJIAN TEGANGAN BETON DENGAN CAMPURAN SERAT AMPAS TEBU (BAGGASE) ABSTRAK

Studi Lanjut Mengenai Faktor Granular Tinggi pada Perancangan Beton Cara Dreux Gorrise

BAB II. Tinjauan Pustaka

PERENCANAAN GROIN PANTAI TIKU KABUPATEN AGAM

PEMANFAATAN LUMPUR LAPINDO SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR BETON

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pemeriksaan Bahan

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

PENGARUH SIFAT FISIK AGREGAT TERHADAP RONGGA DALAM CAMPURAN BERASPAL PANAS

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

PENGARUH BENTUK AGREGAT TERHADAP KUAT DESAK BETON NON PASIR. Oleh : Novi Andhi Setyo Purwono & F. Eddy Poerwodihardjo. Intisari

Studi Mengenai Keberlakuan Pengaruh Permukaan Spesifik Agregat terhadap Kuat Tekan dalam Campuran Beton

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN. Disusun oleh : DHANANG SAMATHA PUTRA L2A DWI RETNO ANGGRAENI L2A Disetujui pada : Hari : Tanggal : November 2009

KAJIAN PENGGUNAAN SERAT PLASTIK TERHADAP KUAT TARIK BELAH DAN KUAT TEKAN PADA CAMPURAN BETON TANPA AGREGAT KASAR

Transkripsi:

Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 METODE SEDERHANA PENENTUAN DIMENSI GEOTEXTILE TUBE (GEOTUBE) SEBAGAI STRUKTUR PELINDUNG PANTAI Chairul Paotonan Staf Pengajar Program Studi Teknik Kelautan, Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 Telp. 0411-585637, email: paotonan_ch@yahoo.com. Abstrak Beberapa tahun terakhir, material untuk bangunan pantai mulai sulit diperoleh dan relative mahal menyebabkan pergeseran penggunaan material konvensional ke material yang lebih murah dan mudah diperoleh seperti material geosintetik. Material geosintetik yang semakin meningkat penggunaannya akhir-akhir ini adalah geotextile tube (geotube). Permasalahannya, metode penentuan parameter teknis geotube belum tersedia pedoman bakunya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji metode penentuan dimensi geotube. Penelitian dimulai dari pengembangan teori, pembuatan model geotube dan pelaksanaan eksperimen. Parameter yang divariasikan adalah jenis dan faktor pengisian (fill factor,f F) pasir pengisi. Pasir yang digunakan adalah pasir Patehan, Laboratorium dan Tanjung An. Sedangkan factor pengisian ditetapkan 1,0; 0,9; 0,8; 0,7 dan 0,6. Pengukuran tinggi dan lebar geotube dilaksanakan pada dua kondisi, yaitu kondisi kering dan kondisi terendam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang baik antara dimensi geotube dengan nilai F F. Teori yang dikembangkan untuk menentukan dimensi geotube bersesuaian dengan data eksperimen untuk nilai F F besar dari 0,8 (80%) dan pasir dengan gradasi yang baik. Persamaan 4 dan 5 dapat digunakan untuk menentukan dimensi geotube. Tinggi geotube di air lebih kecil dibandingkan di udara. Hasil yang diperoleh pada Persamaan 4 dan 5 harus ditambahkan 5% jika geotube terendam dalam air. Kata Kunci Geotube, struktur pantai, parameter teknis. PENDAHULUAN Indonesia adalah negara kepulauan dengan bentangan pantai lebih dari 81.000 km. Dengan bentangan pantai yang cukup besar tersebut, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Permasalahannya, pantai di Indonesia banyak mengalami kerusakan, berupa erosi dan abrasi pantai. Salah satu solusi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan membangun struktur bawah air. Struktur bawah air adalah struktur dengan elevasi puncak berada di bawah muka air. Struktur pantai dapat dibuat dari berbagai macam material, baik material alam, buatan atau kombinasi antar keduanya. Dalam beberapa tahun terakhir, kelangkaan material untuk bangunan-bangunan pantai, terutama material konvensional telah terjadi. Hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran penggunaan material konvensional ke material yang lebih murah dan mudah diperoleh. Salah satu material yang menjadi pilihan saat ini adalah material geosintetik. Material geosintetik yang semakin meningkat penggunaannya akhir-akhir ini adalah geobag dan geotextile tube (geotube). Geobag dan geotube dapat dibuat dari material geotekstil woven dan geotekstil non woven. Geotube merupakan salah satu bentuk aplikasi dari material geotekstil yang berbentuk seperti sebuah silinder panjang dengan berbagai ukuran panjang, lebar dan tinggi sesuai kebutuhan dan kondisi di lapangan. Geotube dapat diisi dengan material pengisi seperti pasir, kerikil dan mortar serta dapat diaplikasikan sebagai groin, pemecah gelombang lepas pantai, dan perkuatan tebing pantai. 233

Metode Sederhana Penentuan Dimensi Geotextile Tube (Geotube) sebagai Struktur Pelindung Pantai Penggunaan material geosintetik untuk bangunan-bangunan pantai dan bangunan sipil lainnya memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah mudah diperoleh sesuai dengan ukuran yang dikehendaki karena tersedia di pasaran, relatif murah dari segi harga, ringan sehingga biaya transportasi ke lokasi pembangunan murah, dan mudah dalam pembangunan serta dapat menggunakan tenaga lokal sehingga tergolong teknologi berbasis komunitas (community base technology). Dengan keunggulan yang dimiliki oleh geotube tersebut, maka aplikasinya pun sudah mulai meningkat baik di luar maupun di dalam negeri. Sebagai contoh penggunaan geotube sebagai struktur pengaman pantai dapat dilihat pada Gambar 1. (a) Gambar 1. Geotube yang dibangun di (a). Pantai Lombang, Indramayu - Jawa Barat, dan (b). Pantai Yucatan - Mexico (Paotonan dkk, 2011). Beberapa penelitian yang terkait dengan penggunaan material geotube sebagai struktur pantai diantaranya adalah Pilarczyk (1998, 2000) dan menyampaikan bahwa salah satu pertimbangan desain geotube adalah stabilitas geotube. Secara teoritik, stabilitas geotube tergantung pada kondisi hidrodinamika dan dimensi struktur. Jika dimensi struktur yang tersedia mampu untuk mengimbangi gaya pengganggu dari gelombang dan arus, maka geotube akan stabil, dan sebaliknya. Oleh sebab itu, Shin E.C dan Oh Y.I. (2007) melakukan kajian melalui pemodelan fisik di laboratorium untuk meneliti stabilitas dari geotube. Paotonan, dkk, 2011, mengkaji secara teoritis stabilitas geotube dari serangan gelombang laut sebagai struktur bawah air untuk melindungi pantai pasir buatan dan melaporkan bahwa, semakin besar ukuran geotube, stabilitasnya semakin baik. Disampaikan pula bahwa semakin kecil nilai perbandingan antara tinggi geotube dengan lebarnya (hg/lg), stabilitas geotube semakin baik. Paotonan, dkk (2011), juga telah melakukan kajian eksperimental tentang profil pantai di belakang geotube sebagai struktur bawah air untuk melindungi pantai pasir buatan. Paotonan, dkk melaporkan bahwa semakin tinggi struktur, semakin baik dalam melindung pantai. Hal ini ditandai dengan semakin tinggi struktur, kemunduran garis pantai semakin kecil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara fungsional ukuran geotube memegang peranan penting. Hasil dari Paotonan, dkk dapat dijadikan acuan awal penentuan ukuran geotube untuk kondisi gelombang yang diketahui. Namun, bagaimana cara membuat geotube sesuai dengan ukuran yang direkomendasikan berdasarkan desain teknis belum diketahui. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk melakukan kajian tentang tata cara penentuan ukuran dari geotube tersebut. (b) 234

Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 Pada latar belakang telah disampaikan bahwa ukuran geotube memegang peranan pentung dalam hal kinerja struktur tersebut. Sayangnya, dari beberapa penelitian terdahulu belum ada kajian tentang bagaimana cara penentuan ukuran geotube tersebut. Sebagai contoh, berdasarkan perencanaan yang didasarkan pada kondisi hidrodinamika pantai, diperoleh bahwa tinggi struktur dan lebar struktur yang baik adalah hg dan lg. Permasalahannya, bagaimana cara membuat geotube dengan ukuran tersebut sebab acuannya belum ada. Secara teoritis, tinggi dan lebar geotube yang terbentuk akan sangat tergantung pada jumlah sedimen pengisi. Apakah pengisiannya penuh (100%) atau kurang?. Pengisian 100% dan kurang dari itu, akan memberikan ukuran geotube yang berbeda pula. Selain itu, diameter pasir pengisi juga akan berpengaruh terhadap ukuran geotube. Hal lain yang juga akan berpengaruh adalah kondisi pengisian apakah terendam atau kering. Oleh sebab itu, sebagai masalah pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh faktor pengisian geotube (fill factor, FF), diameter pasir pengisi dan bagaimana kondisi pengisian terhadap ukuran geotube. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor pengisian (fill factor, FF), diameter pasir pengisi dan kondisi pengisian terhadap ukuran geotube. Manfaat yang diperoleh adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan awal dalam menentukan ukuran geotube. Dimensi Geotube Geotube sebagai struktur pantai, dapat digunakan sebagai pemecah gelombang, groin, maupun sebagai perkuatan tebing pantai. Geotube dapat didesain dengan elevasi puncak berada di bawah muka air dan muncul ke permukaan. Apabila geotube digunakan sebagai pemecah gelombang atau groin, maka ukuran atau dimensinya harus ditetapkan dengan pertimbangan bahwa geotube mampu untuk menahan gaya gelombang dan arus. Salah satu parameter teknis geotube yang sangat penting adalah perbandingan antara tinggi geotube dan lebar geotube (hg/lg), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Parameter teknis geotube. Perbandingan antara tinggi geotube dengan lebar geotube dipengaruhi oleh factor pengisian (fill factor, FF) pada saat pengisian geotube. Jika faktor pengisian sempurna atau 100%, maka geotube yang terbentuk akan berbentuk lingkaran sehingga nilai hg dan lg adalah sama. Jika factor pengisian dikurangi, misalnya 90% dari volume total, maka nila hg akan turun, namun nilai lg naik. Factor lain yang berpengaruh terhadap nilai hg dan lg adalah kondisi geotube, apakah geotube terendam atau kering. Geotube yang diisi pasir 235

Metode Sederhana Penentuan Dimensi Geotextile Tube (Geotube) sebagai Struktur Pelindung Pantai pada kondisi kering dan basah akan memberikan parameter teknis yang berbeda. Selain kedua variable tersebut, diameter pasir juga akan berpengaruh terhadap nilai hg dan lg. Namun demikian, pengaruh dari masing-masing variable tersebut terhadap nilai hg dan lg belum diketahui. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan pengujian di laboratorium untuk meneliti pengaruh ketiga variable tersebut terhadap nilai hg dan lg. Solusi Analitis Penentuan Dimensi Geotube Geotube adalah struktur yang berbentuk seperti tabung atau silinder yang terbuat dari material geosintetik (geotextile), baik woven maupun non woven. Geotube berbentuk silinder dengan luas potongan melintangnya adalah lingkaran. Jika diameter geotube pada saat terisi penuh (FF = 100%), maka luas dan keliling potongan melintang geotube (AG dan KG) masing-masing dirumuskan: 2 d A G (1) 4 K G d (2) Dengan demikian, pada saat geotube diisi penuh (FF = 100%), maka akan diperoleh ukuran struktur hg dan lg adalah sama, yaitu d (hg = lg = d, untuk FF =100%). Sementara itu, pada saat geotube tidak terisi atau kosong (nilai FF = 0), maka diperoleh: hg = 0 dan d l G (setengah dari keliling geotube) (3) 2 Dari batasan di atas, maka tinggi dan lebar geotube masing-masing dapat dirumuskan seperti berikut: dan F h F xd F (4) l G G F d 2. F e F (5) Dengan β adalah suatu konstanta yang harus ditentukan secara selisih kuadrat terkecil. Perlu diketahui bahwa formula di atas, berlaku untuk pasir dengan gradasi yang cukup baik, sehingga porositasnya sangat kecil. Apabila porositas besar, kemungkinan besar formula di atas berbeda. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hidrologi dan Hidraulika Pusat Studi Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada. Penelitian dimulai dari pembuatan model geotube. Setelah model geotube tersedia, selanjutnya geotube diisi pasir. Jumlah variasi pasir yang digunakan adalah 3 variasi, yaitu pasir Patehan dengan diameter rerata, D50 = 0,334 mm, pasir Tanjung An dengan diameter rerata, D50 = 1,61 mm, serta pasir Laboratorium dengan diameter rerata D50 = 0,72 mm. Dari masing-masing jenis pasir tersebut, diisikan ke dalam 236

Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 geotubbe dengan factor pengisian (fill factor, FF), masing-masing 100%, 90%, 80%, 70% dan 60%. Adapun pengisian geotube dan penimbangan berat pasir pengisi dapat dilihat pada Gambar 3. (a) Gambar 3. (a). Pengukuran berat pasir pengisi, (b). Pengisian pasir ke dalam geotube. Setiap variasi fill factor untuk masing-masing jenis pasir, tinggi hg dan lebar lg dari geotube diukur. Pada nilai FF = 90%, pengukuran tinggi dan lebar geotube dilaksanakan pada dua kondisi, yaitu kondisi kering dan kondisi terendam. Pengukuran tinggi dan lebar geotube dapat dilihat pada Gambar 4. (b) (a) Gambar 4. (a). Pengukuran dimensi struktur di udara, (b). Pengukuran dimensi struktur terendam. (b) HASIL DAN BAHASAN Telah dijelaskan pada metode penelitian bahwa pasir pengisi geotube yang digunakan terdiri dari tiga jenis pasir, yaitu pasir pantai Patehan, Daerah Istimewa Yogyakarta, pasir Pantai Tanjung Ann Lombok, Nusa Tenggara Barat dan jenis yang ketiga adalah pasir laboratorium yang berasal dari Inggris. Berdasarkan hasil pengujian masing-masing jenis pasir di laboratorium, diperoleh distribusi ukuran butirannya seperti pada Gambar 5. 237

% Lolos Metode Sederhana Penentuan Dimensi Geotextile Tube (Geotube) sebagai Struktur Pelindung Pantai 120 100 80 Pasir T. Ann Pasir Laboratorium Pasir Patehan 60 40 20 0 0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 Diameter (mm) Gambar 5. Distribusi ukuran pasir Pantai Patehan. Gambar 5, memperlihatkan bahwa diameter rerata pasir Pantai Patehan, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah D50 = 0,334 mm. Untuk pasir pantai Tanjung Ann, Lombok, Nusa Tenggara Barat diperoleh diameter rerata adalah D50 = 1,61 mm. Sedangkan untuk pasir Laboratorium, diameter reratanya adalah 0,71 mm. Dengan demikian, diperoleh bahwa pasir Tanjung Ann lebih kasar dibanding pasir Laboratorium dan Pasir Patehan. Pasir yang paling halus adalah pasir Patehan. Berdasarkan Persamaan 4 dan 5, maka secara teoritis nilai dari hg, lg dan hg/lg sebagai fungsi FF dapat dihitung dan hasilnya disajikan dalam Gambar 6. Sebagai catatan, setelah Persamaan 5 dievaluasi dengan beberapa kondisi batas yang telah ditetapkan sebelumnya, diperoleh nilai β yang sesuai adalah 0,45. Dengan demikian Persamaan 5 dapat ditulis: l G d 2 0,45. F e F (5) 15 12 hg lg hg/lg h G ; l G ; h G /l G 9 6 3 0 0 0.25 0.5 0.75 1 F F Gambar 6. Hubungan antara h G, l G, dan h G/l G dengan nilai F F secara teoritis. 238

Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 Berdasarkan data pengukuran nilai hg dan lg pada beberapa nilai FF, diperoleh grafik hubungan antara FF dengan hg, lg, dan disajikan pada Gambar 10. Hubungan antara nilai data FF dengan hg/lg, disajikan pada Gambar 7. 10 8 6 h G ; l G 4 hg P. Patehan hg P. Tanjung An hg P. Laboratorium 2 lg P. Patehan lg P.Tanjung An lg P. Laboratorium 0 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 F F Gambar 7. Hubungan antara nilai data F F dengan h G dan l G untuk semua jenis pasir. 1.3 1.1 0.9 hg/lg P. Patehan hg/lg P. Tanjung An hg/lg P. Laboratorium h G /l G 0.7 0.5 0.3 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 F F Gambar 8. Hubungan antara nilai data F F dengan h G/l G untuk semua jenis pasir. Jika grafik hubungan antara nilai FF dan nilai hg/lg yang diperoleh secara teoritis, disatukan dalam grafik yang sama dengan hubungan antara nilai FF dan hg/lg yang diperoleh berdasarkan data eksperimen, maka diperoleh suatu perbandingan antara hasil teoritik dan eksperimental seperti yang perlihatkan pada Gambar 9. 239

Metode Sederhana Penentuan Dimensi Geotextile Tube (Geotube) sebagai Struktur Pelindung Pantai 1 hg/lg P. Patehan 0.8 hg/lg P. Tanjung An hg/lg P. Laboratorium Poly. (hg/lg Teoritik) h G /l G 0.6 0.4 0.2 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 FF Gambar 9. Perbandingan hasil teoritis dengan eksperimental hubungan antara nilai F F dengan h G/l G. Dari Gambar 7 diperoleh bahwa perbedaan nilai hg dan lg antara jenis pasir yang satu dengan jenis pasir yang lain cenderung sangat kecil atau tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh karena jenis pasir yang digunakan didasarkan pada diameter rerata, bukan gradasi. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5, yang memperlihatkan bentuk distribusi sedimen yang hampir sama untuk semua jenis pasir. Perbedaannya hanya terletak pada besar butiran pasir. Bentuk distribusi pasir yang relatif sama akan memberikan porositas pasir yang sama, sehingga sifat saling mengisi antar butiran akan sama pula. Oleh karena perbedaan nilai hg dan lg untuk masing-masing jenis pasir sangat kecil, maka perbedaan nilai hg/lg masing-masing pasir pun menjadi sangat kecil (Gambar 8). Sementara itu, Gambar 9 menunjukkan bahwa nilai hg/lg untuk nilai FF tetap secara teoritis dan eksperimen laboratorium cukup dekat pada rentang nilai FF 0,8 sampai 1,0 (pengisian 80-100%). Sementara itu, untuk nilai FF lebih kecil dari 0,8 kecenderungan penyimpangan nilai hg/lg untuk data menyimpang dari teoritisnya cukup besar. Berdasarkan Gambar 9, diperoleh bahwa pasir dengan nilai hg/lg secara teoritis yang paling mendekati nilai hg/lg berdasarkan data eksperimen adalah nilai hg/lg pasir Patehan. Hal ini dikarenakan pasir Patehan gradasinya sedikit lebih baik dibandingkan dengan dua jenis pasir lainnya. Oleh sebab itu dari hasil penelitian ini dapat disarikan bahwa agar dalam penentuan dimensi geotube yang diwakili oleh nilai hg/lg tidak terlalu jauh menyimpang dari teoritisnya maka sebaiknya menggunakan pasir dengan gradasi yang baik (well gradation). Pada metode penelitian, disampaikan bahwa pengukuran dimensi geotube, dilakukan pada dua kondisi, yaitu pada kondisi kering dan kondisi terendam (basa). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perendaman geotube terhadap dimensi geotube pada nilai faktor pengisian konstan. Berdasarkan hasil pengukuran dimensi geotube pada factor pengisian FF = 0,9, hasilnya disajikan pada Tabel 1. 240

Jurnal Riset dan Teknologi Kelautan (JRTK) Volume 10, Nomor 2, Juli - Desember 2012 Tabel 1. Perbandingan dimensi geotube pada saat di udara dan terendam dalam air untuk nilai F F = 0,9. Pasir Kondisi Terendam % h h G l G h G/l G h G l G h G/l G Patehan 5.90 8.60 0.69 5.70 8.70 0.66 0.045003 Inggris 6.10 8.40 0.73 5.80 8.50 0.68 0.060366 T.Ann 6.20 8.30 0.75 5.90 8.30 0.71 0.048387 Tabel 1 memperlihatkan bahwa terjadi perubahan nilai hg/lg pada saat pengukuran di udara dan di dalam air. Dari ketiga jenis pasir, memperlihatkan bahwa tinggi geotube di udara lebih besar dibandingkan tinggi geotube pada saat terendam. Hal ini dikarenakan pada saat pasir terendam, berat per butiran meningkat, sehingga geotube mengalami penyusutan tingginya. Dengan demikian, dalam penentuan dimensi geotube harus memperhitungkan kemungkinan pengurangan tingginya pada saat geotube telah terendam. Berdasarkan Tabel 1, diperoleh bahwa rata-rata penyusutan tinggi struktur sekitar 5% dari tinggi struktur pada saat di udara. Oleh sebab itu, jika menggunakan Persamaan (4) dan (5), maka hasilnya harus dikurangi 5%. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal. Faktor pengisian berpengaruh signifikan terhadap dimensi geotube yang terbentuk, yang representasikan oleh nilai hg/lg. Semakin besar nilai FF, semakin besar nilai hg/lg. Dalam penelitian ini, karakteristik sedimen tidak signifikan pengaruhnya, sebab gradasi pasir pengisi yang digunakan cenderung sama antara satu jenis pasir dengan pasir lainnya. Teori yang dikembangkan, yaitu Persamaan 4 dan 5, dapat digunakan untuk memprediksi dimensi geotube. Berdasarkan hasil penelitian, Persamaan 4 dan 5 akan mendekati hasil eksperimen untuk nilai fill factor, FF lebih kecil dari 0,8 (8)%) dan gradasi pasir pengisi yang baik. Jika geotube terendam dalam air, maka hasil yang diperoleh pada Persamaan 4 dan 5 harus ditambahkan 5% dari hasil yang diperoleh dengan menggunakan Persamaan tersebut. Ucapan Terimakasih Melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada DIKTI atas bantuan biaya penelitian yang diberikan dan kepada Universitas Gadjah Mada atas fasilitas laboratorium untuk melaksanakan penelitian ini. DAFTAR PUSATAKA Paotonan C, Yuwono N, Triatmadja R and Triatmodjo B, (2011), Theorectical Approoach of Geotextile Tube Stability as a Submerged Coastal Structure,: Proceedings of International Conference on Water Related Risk Management, Jakarta, Indonesia, pp. 191 198. Paotonan C, Yuwono N, Triatmadja R and Triatmodjo B, (2011), Two Dimensional Physical Modeling of Sediment Loss Through a Submerged Coastal Structure,: 241

Metode Sederhana Penentuan Dimensi Geotextile Tube (Geotube) sebagai Struktur Pelindung Pantai Proceedings of International Conference on Water Related Risk Management, Jakarta, Indonesia, pp. 199 206. Paotonan C, Yuwono N, dan Triatmadja R (2010), Aplikasi Pemecah Gelombang Bawah Air untuk Melindungi Daerah Pantai dari Abrasi dan Erosi Gelombang Laut,: Prosiding Seminar Nasional Teknik Sumber Daya Air, Bandung Pilarczyk, K.W., (1998). Stability Criteria for Geosystems an Overview. In: Proceedings of the Sixth International Conference on Geosynthetics, Atlanta, USA, vol. 2. pp. 1165 1172. Pilarczyk, K.W., (2000). Geosynthetics and Geosystems in Hydraulic and Coastal Engineering. A.A. Balkema, Rotterdam. Shin E.C and Oh Y.I, (2007), Coastal Erosion Prevention by Geotextile Tube Technology, Geotextiles and Geomembranes, vol. 25, pp264-277. 242