PEMERIKSAAN IMMUNOGLOBULIN M ANTI SALMONELLA DALAM DIAGNOSIS DEMAM TIFOID

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

III. METODE PENELITIAN. cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Selatan dan 900/ /tahun di Asia (Soedarmo, et al., 2008).

KARAKTERISTIK HASIL PEMERIKSAAN IGM ANTI SALMONELA TYPHI DI LABORATORIUM SURYA HUSADHA DENPASAR PADA BULAN JUNI -NOVEMBER 2013

Choerunnisa N, Tjiptaningrum A, Basuki W Medical Faculty of Lampung University ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Farmaka Volume 4 Nomor 3 Suplemen 1 1

GAMBARAN GEJALA KLINIK, HEMOGLOBIN, LEUKOSIT, TROMBOSIT DAN WIDAL PADA PENDERITA DEMAM TIFOID DENGAN

Gambaran Hasil Uji Widal Berdasarkan Lama Demam pada Pasien Suspek Demam Tifoid

ABSTRAK. UJI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN TUBEX-TF DAN WIDAL TERHADAP BAKU EMAS KULTUR Salmonella typhi PADA PENDERITA TERSANGKA DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tiap tahunnya. Insiden tertinggi demam thypoid terdapat pada anakanak. kelompok umur 5 tahun (Handini, 2009).

Sakina Meta, Basuki Wiranto, Tjiptaningrum Agustyas, Soleha Tri Umiana Medical Faculty of Lampung University. Abstract

PEMERIKSAAN WIDAL SLIDE UNTUK DIAGNOSA DEMAM TIFOID. Agnes Sri Harti 1, Saptorini 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini berupa deskriptif pemeriksaan laboratoris. Penelitian dilakukan di

ABSTRAK. Pembimbing II : Penny S M., dr., Sp.PK., M.Kes

DIAGNOSIS DEMAM THYPOID DENGAN PEMERIKSAAN WIDAL ABSTRAK

Typhoid fever (Demam tifoid) disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi), bersifat akut dan umumnya menyerang sistem RES (re

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

PREVALENSI DEMAM TIFOID DENGAN TITER AGLUTININ O DAN H 1:320 MENGGUNAKAN UJI WIDAL PADA LABORATORIUM KLINIK NIKI DIAGNOSTIC CENTER TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

Karakteristik Klinis Pasien Demam Tifoid di RSUP Sanglah Periode Waktu Juli 2013 Juli 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, khususnya turunannya yaitu

ABSTRAK UJI VALIDITAS PEMERIKSAAN WIDAL TERHADAP KULTUR SALMONELLA SPECIES SEBAGAI PENUNJANG DIAGNOSIS DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

GAMBARAN KLINIS PENDERITA DEMAM TIFOID DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTABARU. Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

ISSN: E-JURNAL MEDIKA,VOL 6 NO 1,JANUARI 2017

BAB I. PENDAHULUAN. lainnya termasuk di Indonesia (Gasem et al., 2002; Vollaard et al., 2005; Prajapati

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN SEROLOGIS IgG-IgM PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DI RSUP SANGLAH PERIODE JULI-AGUSTUS 2014 ABSTRAK

Djaja Rusmana 1, Christine Sugiarto 2, Rinda Harpania Pritanandi 3 1. Bagian Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha 2

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah banyak. Penularannya dapat melalui kontak antar manusia atau melalui

PEMERIKSAAN RF (RHEUMATOID FACTOR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Demam tifoid disebut juga dengan Typus Abdominalis atau. Typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL JANUARI DESEMBER 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ketepatan Uji Tubex TF dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

PEMERIKSAAN RHEUMATOID FAKTOR PADA PENDERITA TERSANGKA RHEUMATOID ARTHRITIS. Agnes Sri Harti 1, Dyah Yuliana 2

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian penyakit Tifoid (Thypus) di masyarakat.

ABSTRAK PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PRIMER DAN SEKUNDER BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN SEROLOGIS DI RUMAH SAKIT BALIMED DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. (KLB). Penyakit ini termasuk common source yang penularan utamanya melalui

Perbandingan Pemeriksaan IgM Anti Salmonella typhi dengan Metode ICT dan ELISA pada Pasien Widal Positif

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang. menginfeksi lebih dari 90% populasi di dunia, baik yang

Ni Putu Eka Rosiana Dewi 1, A.A. Wiradewi Lestari 2, Wayan Sutirtayasa 2

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaginosis bakterial (VB) adalah suatu keadaan abnormal pada ekosistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dengan atau tanpa gangguan kesadaran yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 14

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang banyak menyebabkan kematian. Masalah tersebut menjadi

Interpretasi dan Aspek Legalitas Hasil. Pemeriksaan Laboratorium pada HIV/AIDS

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I Infeksi dengue adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARAKTERISTIK PENDERITA DEMAM TIFOIF DENGAN HASIL PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP DAN UJI WIDAL DI RSIA PURI BUNDA PERIODE OKTOBER JANUARI

ANALISIS IMUNOGENISITAS PROTEIN 58 kda Salmonella typhi. Sri Darmawati 1, Syaiful Anwar 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN DEMAM TIFOID DI RUANG MAWAR RSUD BANYUDONO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian. Apendisitis akut adalah penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut yang

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

DAFTAR ISI Halaman COVER... i SAMPUL DALAM... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv PERNYATAAN KEASLIAN... v ABSTRAK...

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

Hubungan Derajat Kepositifan TUBEX TF dengan Angka Leukosit pada Pasien Demam Tifoid

Transkripsi:

PEMERIKSAAN IMMUNOGLOBULIN M ANTI SALMONELLA DALAM DIAGNOSIS DEMAM TIFOID I Kadek Septiawan, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ABSTRAK Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi akut sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dapat di temukan di seluruh dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2003, diperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Penegakan diagnosis demam tifoid dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium dapat berupa pemeriksaan darah tepi, uji serologis, dan kultur atau biakan. Pemeriksaan Immunoglobulin M (IgM) anti Salmonella (tes TUBEX ) merupakan salah satu dari uji serologis baru yang lebih cepat dan akurat dalam mendiagnosis demam tifoid. Pemeriksaan ini merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana, cepat dan akurat dalam diagnosis infeksi akut demam tifoid karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM Anti-Salmonella dalam waktu beberapa menit. Kata Kunci: Demam tifoid, pemeriksaan IgM anti Salmonella EXAMINATION OF THE IMMUNOGLOBULIN M ANTI SALMONELLA IN DIAGNOSIS OF THYPOID FEVER I Kadek Septiawan, Sianny Herawati, I Wayan Putu Sutirta Yasa Departement of Clinical Pathology, Medical School, Udayana University/Sanglah Hospital Denpasar ABSTRACT Typhoid fever is an acute systemic infectious disease caused by Salmonella typhi, that can be found all over the world. According to the world health organization ( WHO ) 2003, is predicted there are about 17 million cases of typhoid fever in the entire world with incidence 600,000 cases of deaths every year. The diagnosis of typhoid fever is done clinically and by laboratory examination. Laboratory examination can be an examination of the blood test, serological test, and culture. Examination of the IgM anti Salmonella (TUBEX test) is one of the new serological test which more quickly and accurately in diagnose typhoid fever. This examination is competitive agglutination test, semi quantitative, simple, quick and very accurate in the diagnosis acute infection of typhoid fever as it only detects the antibodies IgM Anti- Salmonella in a few minutes. Keyword: typhoid fever, examination of the IgM anti Salmonella 1

PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi akut sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 1 Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang global. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini mempunyai gejala klinis yang membingungkan dengan penyakit demam infeksi yang lainnya. Menurut data WHO tahun 2003, diprediksikan sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan angka insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. 2 Di Indonesia kasus demam tifoid masih merupakan penyakit endemik. 3,4 Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadik yang terpencar-pencar di suatu daerah. 4 Frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Insiden demam tifoid di Indonesia bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Pada daerah pedesaan (Jawa Barat) insidennya sekitar 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan di daerah perkotaan ditemukan 760-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. 3 Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus demam tifoid. 1,2 Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. 1,3 Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai berat dan ada yang disertai dengan komplikasi. Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi dan atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu badan. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah tifoid (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. 3,4 Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dapat berupa pemeriksaan darah tepi, uji serologis, dan kultur atau biakan. Uji serologis digunakan 2

untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi uji Widal, tes TUBEX, metode enzyme immunoassay (EIA), metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan pemeriksaan dipstik. 1,2 Penegakan diagnosis demam tifoid harus dilakukan dengan cepat dan akurat agar penanganannya menjadi lebih efektif. 5 Diagnosis pasti demam tifoid ditegakkan bila ditemukan bakteri Salmonella typhi dalam biakan darah, urin, feses, atau sumsum tulang. Masalahnya pemeriksaan kultur memerlukan tenaga yang banyak dan waktu yang lama. 6 Uji serologis sekarang rutin dan luas digunakan dalam mendiagnosis demam tifoid sejak diperkenalkannya uji widal pada tahun 1896. Uji widal masih menjadi uji serologis rutin di berbagai daerah endemik, namun uji ini memiliki banyak kelemahan seperti rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). 1,5,6 Akhir-akhir ini sudah banyak ditemukan uji-uji serologis baru yang lebih cepat dan akurat dalam mendiagnosis demam tifoid. Pemeriksaan IgM anti Salmonella (tes TUBEX ) merupakan salah satu dari uji serologis tersebut yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal dan dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, lebih akurat, mudah dan sederhana. 1,6,7 PEMERIKSAAN IgM ANTI SALMONELLA Banyak cara pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Salah satu cara dalam penegakan diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan IgM Anti Salmonella. Pada jurnal ini akan dibahas tentang tes TUBEX yang merupakan nama produk dari pemeriksaan IgM Anti Salmonella. Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana, cepat (kurang lebih 5 menit) dan sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut demam tifoid karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM Anti- Salmonella dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. 1,2,8 Tes TUBEX yang diproduksi oleh IDL Biotech, Sollentuna, Sweden mengeksploitasi kemudahan dan kepraktisan seperti uji widal tetapi tes ini menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. 1,5,6 Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. 1,2 3

Sampel Pemeriksaan IgM Anti Salmonella atau tes TUBEX merupakan pemeriksaan serologis. Oleh karena itu sampel yang digunakan dalam pemeriksaan tersebut biasanya berupa serum. Serum diperoleh dari darah utuh yang dipisahkan setelah mengalami proses pemusingan. Serum disimpan pada suhu -20 O C sampai dilakukan analisis. Darah utuh diambil sebanyak 3 ml melalui venapuncture pada pasien yang dicurigai menderita demam tifoid. 9,10 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan antara lain: a. Satu set tabung yang berbentuk V dengan model khusus yang dapat menampung enam sampel dalam satu set tabung tersebut b. TUBEX Color Scale yang berisi skala warna sebagai panduan interpretasi hasil c. Mikropipet d. Brown reagent yang mengandung partikel-partikel magnetik yang dilapisi dengan antigen (Salmonella Typhi O9 lipopolysaccharide[lps]) e. Blue reagent yang mengandung partikel-partikel indikator yang berwarna biru dilapisi dengan monoklonal antibodi (mab) spesifik terhadap antigen Salmonella Typhi O9 LPS. 2,6,8 Prosedur Pemeriksaan Prosedur pengujian antibodi dari tes ini sesuai dengan instruksi pabrikannya (IDL Biotech) yaitu sebagai berikut: a. Penetesan Brown reagent sebanyak 25 µl pada tabung reaksi yang berbentuk V dengan jumlah dalam satu set terdapat enam tabung V identik. b. Penetesan sampel serum yang di uji ke dalam tabung tersebut sebanyak 25 µl atau sekitar satu tetes. c. Pencampuran selama 2 menit. d. Penetesan Blue reagent sebanyak 50 µl atau dua tetes. e. Pencampuran selama 2 menit. f. Meletakkan campuran reaksi tersebut pada penyangga magnet yang sudah tersedia untuk memisahkan partikel indikator warna yang berikatan dengan partikel magnetik dari partikelpartikel indikator yang tidak berikatan. g. Pembacaan hasil. 2,6,8 4

Interpretasi Hasil Pembacaan hasil tes TUBEX berdasarkan atas warna yang terlihat setelah reaksi pencampuran tersebut. Rentang warna yang muncul bisa dari merah hingga biru tua. Pada penyangga magnet sudah tercantum skala warna sebagai panduan pembacaan hasil. Terdapat 0 sampai 10 skor, skor 0 menunjukan semakin merah warna yang terlihat dan semakin negatif hasil yang didapat, sedangkan skor 10 menunjukan semakin biru warna yang muncul dan semakin positif hasilnya (Gambar 1). Kalau di spesifikkan angkanya, skor 0-2 menunjukan hasil yang negatif dan skor 3-10 menunjukan hasil yang positif. 2,6,8 Tes TUBEX mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella O9 dari serum pasien dengan kemampuan dari antibodi tersebut untuk menghambat ikatan antara partikel indikator yang dilapisi monoklonal antibodi dengan partikel magnetik yang dilapisi antigen (Salmonella Typhi LPS) tersebut (Gambar 2). 6,8 Mungkin timbul pertanyaan mengapa pada tes ini muncul warna merah untuk hasil yang negatif dan biru untuk hasil yang positif. Dasar pemikirannya berdasarkan atas prinsip dari tes TUBEX tersebut yaitu sebagai berikut. Jika seandainya serum sampel negatif terhadap antibodi Salmonella O9, partikel-partikel indikator yang dilapisi antibodi monoklonal akan berikatan dengan partikel-partikel magnetik yang dilapisi dengan antigen. Ketika diletakkan pada penyangga magnet, partikel-partikel magnetik mengendap pada bagian bawah tabung karena adanya reaksi magnetik antara partikel magnetik dengan penyangga magnet. Partikel-partikel indikator biru yang terikat dengan partikel magnetik juga ikut mengendap. Maka dari itu yang tersisa hanyalah warna merah yang merupakan latar belakang dari larutan tersebut. Latar belakang yang berwarna merah disebabkan karena adanya microspheres merah yang inert. Jika sebaliknya serum pasien mengandung antibodi Salmonella O9, antibodi tersebut akan berikatan dengan partikel magnetik dan mencegah partikel indikator berikatan dengan partikel magnetik. Partikel-partikel indikator biru yang tidak berikatan tersebut masih melayang-layang sehingga menimbulkan warna biru pada larutan tersebut. Rentang warnanya dari biru kemerah-merahan jika konsentrasi antibodi rendah, sampai biru tua jika konsentrasi antibodi tinggi (Gambar 3). 2,8 5

Gambar 1. Tes TUBEX Gambar 1 menunjukkan tabung reaksi yang berbentuk V dengan penyangga magnet di bawahnya serta skala warna. Gambar tersebut memperlihatkan kemungkinan hasil yang muncul, yang dapat dibaca pada skala warna. 6 Gambar 2. Ilustrasi Tes TUBEX. Ilustrasi bagaimana tes TUBEX bekerja dalam mendeteksi antibodi terhadap Salmonella Typhi O9. Gambar 2 menunjukkan bahwa partikel indikator yang dilapisi monoklonal antibodi (mab) dan partikel magnetik yang dilapisi antigen (O9 LPS) yang dihambat ikatannya oleh antibodi pasien. 6 6

Gambar 3. Prinsip kerja tes TUBEX. Gambar 3 kiri mununjukkan hasil tes yang negatif. Partikel indikator yang dilapisi antibodi monoklonal akan berikatan dengan partikel magnetik yang dilapisi dengan antigen. Gambar 3 kanan menunjukkan hasil tes yang positif. Antibodi pasien akan berikatan dengan partikel magnetik yang dilapisi dengan antigen dan mencegah partikel indikator berikatan dengan partikel magnetik. 10 Kelemahan Setiap tes pasti memiliki kelemahan dan keuntungan. Kelemahan dari tes TUBEX adalah sebagai berikut. a. Hasil tes bersifat subjektif karena hasil tes tersebut dibaca dengan mata telanjang. Pada reaksi yang kuat (skor 5 atau lebih tinggi) mungkin tidak menimbulkan masalah dalam pembacaan hasil tes karena interpretasi hasilnya pasti positif. Sedangkan pada reaksi yang lemah (skor 3 atau 4) memerlukan beberapa pertimbangan dalam menginterpretasikan hasilnya. b. Kesulitan dalam menginterpretasikan hasil pada spesimen hemolisis karena interpretasi hasil pada tes TUBEX berdasarkan atas perubahan warna. c. Tes TUBEX mungkin menghasilkan positif palsu pada orang yang terinfeksi Salmonella enterica serotype Enteritidis sehingga hasil ini menyebabkan penanganannya menjadi tidak tepat terutama dalam pemberian antibiotik. Hal ini disebabkan karena Salmonella Enteritidis yang merupakan group D non-typhoidal Salmonella memiliki kemiripan dengan Salmonella Typhi pada antigen O9. Akan tetapi, hal ini masih perlu penelitian lebih lanjut. 8,9,11 Keuntungan Keuntungan dari tes ini adalah sebagai berikut. a. Mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. 7

b. Pemeriksaannya sangat mudah, karena menggunakan satu langkah yang sederhana dan mudah dikerjakan. c. Hasil dapat diperoleh lebih cepat. Menurut penelitian Razel dkk (2006) di Filipina didapatkan hasil tes TUBEX menjadi tes serologi yang paling cepat dibandingkan dengan tes serologi lainnya yaitu TUBEX (5 menit) > SD Bioline (15 sampai 30 menit) > Mega Salmonella (2,5 sampai 3,0 jam) > Typhidot (2,5 jam). d. Sampel darah yang dibutuhkan hanya sedikit. e. Reliable (dapat dipercaya), karena menggunakan antigen 09-LPS yang dikenal sangat spesifik. Antigen O9 yang digunakan sangat spesifik karena immunodominant epitope pada antigen tersebut mengandung dideoxyhexose sugar yang sangat jarang terdapat di alam. f. Flexible, karena dirancang sangat cocok baik untuk penelitian maupun penggunaan laboratorium rutin diagnosis demam tifoid. g. Mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi Salmonella typhi. Penelitian Razel dkk (2006) di Filipina mendapatkan hasil tes TUBEX menjadi tes serologis yang paling bagus dalam mendiagnosis demam tifoid dibandingkan dengan tes serologis lainnya seperti Typhidot, SD Bioline, dan Mega Salmonella. Hal ini disebabkan karena tes TUBEX memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang paling tinggi yaitu sebesar 94,7% dan 80,4%. 7 Sedangkan penelitian oleh Sonja dkk (2004) di Vietnam Selatan mendapatkan hasil sensitivitas sebesar 78% (CI/Confidence interval = 65 sampai 88) dan spesifisitas sebesar 94% (CI = 71 sampai 100) dengan positive predictive value (PPV) = 98% (CI = 87-100) dan negative predictive value (NPV) = 59% (CI = 39-76). 9 Adapun penelitian yang terdahulu (Pak-Leong dkk,1998) pernah mendapatkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas tes ini mencapai 100%. 2,7,9,10 RINGKASAN Pemeriksaan IgM Anti Salmonella (tes TUBEX ) merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana, cepat dan sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut demam tifoid. Tes TUBEX mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella O9 dari serum pasien dengan kemampuan dari antibodi tersebut untuk menghambat ikatan antara partikel indikator yang dilapisi monoklonal antibodi dengan partikel magnetik yang dilapisi antigen. Sampel yang digunakan pada tes TUBEX ini adalah serum. Pada pemeriksaan ini diperlukan satu set tabung yang berbentuk V, TUBEX Color Scale, pipet, Brown reagent, dan 8

Blue reagent. Prosedur pengujian antibodi dari tes ini sangat sederhana. Pembacaan hasil tes TUBEX berdasarkan atas warna yang terlihat setelah reaksi pencampuran. Skor 0 menunjukan semakin merah warna yang terlihat dan semakin negatif hasil yang didapat, sedangkan skor 10 menunjukan semakin biru warna yang muncul dan semakin positif hasilnya. Hasil negatif jika skor 0-2 dan positif jika skor 3-10. Kelemahan dari tes TUBEX ini adalah hasil tes bersifat subjektif, kesulitan dalam menginterpretasikan hasil pada spesimen hemolisis, dan mungkin menghasilkan positif palsu pada orang yang terinfeksi Salmonella enterica serotype enteritidis. Sedangkan keuntungan dari tes ini adalah mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella typhi, pemeriksaannya sangat mudah, hasilnya diperoleh lebih cepat, sampel darah yang dibutuhkan hanya sedikit, reliable, flexible, dan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam mendeteksi Salmonella typhi.. DAFTAR PUSTAKA 1. Prasetyo RV, Ismoedijanto. Metode Diagnostik Demam Tifoid Pada Anak. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR/RSU Dr. Soetomo. Surabaya. Available from: URL: http://www.pediatrik.com/buletin/06224114418-f53zji.pdf. Accessed 11 januari 2011. 2. WHO. Diagnosis of typhoid fever. Background document : The diagnosis, treatment, and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18. Available from: URL : http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/ WHO_V%26B_03.07.pdf. Accessed 12 januari 2011. 3. Widodo D. Demam Tifoid. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.p.1752-57. 4. Demam Tifoid. In: Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W (eds). Kapita Selekta Kedokteran. 3 th ed. Jakarta : Media Aesculapius FKUI; 2001.p.421-425. 5. Mitra R, Kumar N, Trigunayat A, Bhan S. New advances in the rapid diagnosis of typhoid fever. African Journal of Microbiology Research. 2010; 4(16): 1676-1677. Available from: URL : www.academicjournals.org/ajmr/pdf/pdf2010/18aug/mitra%20et%20al.pdf.accessed 12 januari 2011. 9

6. Tam FCH, Ling TWK, Wong KT, Leung DTM, Chan RCY, Lim PK. The TUBEX test detects not only typhoid-spesific antibodies but also soluble antigens and whole bacteria. Journal of Medical Microbiology. 2008;57:316-323. Available from: URL : http://jmm.sgmjournals.org/cgi/reprint/57/3/316.pdf. Accessed 12 januari 2011. 7. Kawano RL, Leano SA, Agdamag DMA. Comparison of serological test kits for diagnosis of typhoid fever in the Philippines. Journal of Clinical Microbiology.2007;45(1):246-247. Available from: URL : http://jcm.asm.org/cgi/reprint/jcm.01403-06v1.pdf. Accessed 12 januari 2011. 8. Tam FCH, Leung DTM, Ma CH, Lim PL. Modification of the TUBEX typhoid test to detect antibodies directly from haemolytic serum and whole blood. Journal of Medical Microbiology.2008;57:1349-1353. Available from: URL : http://jmm.sgmjournals.org/cgi/reprint/57/11/1349.pdf. Accessed 12 januari 2011. 9. Olsen SJ, Pruckler J, Bibb W, Thanh NT, Trinh TM, Minh NT, Gupta A, Sivapalasingam S, Phuong PT, Chinh NT, Chau NV, Cam PD, Mintz ED. Evaluation of rapid diagnosis tests for typhoid fever. Journal of Clinical Microbiology. 2004;42(5):1885-1889. Available from: URL : http://jcm.asm.org/cgi/reprint/42/5/1885.pdf. Accessed 13 januari 2011. 10. Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M. One-step 2-minutes test to detect typhoidspesific antibodies based on particle separation in tubes. Journal of Clinical Microbiology. 1998;36:2271-2278. Available from: URL : http://jcm.asm.org/cgi/reprint/36/8/2271.pdf. Accessed 13 januari 2011. 11. Oracz G, Feleszko W, Golicka D, Maksymiuk J, Klonowska A, Szajewska H. Rapid diagnosis of acute salmonella gastrointestinal infection. Clinical Infectious Diseases. 2003;36:112-115. Available from: URL : http://cid.oxfordjournals.org/content/36/1/112.full.pdf. Accessed 14 januari 2011. 10