MONITORING LINGKUNGAN

dokumen-dokumen yang mirip
MONITORING LINGKUNGAN

MONITORING LINGKUNGAN

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia


ANALISIS VEGETASI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE KPH BANYUMAS BARAT

LAMPIRAN. Lampiran 1. Analisis vegetasi hutan mangrove mulai dari pohon, pancang dan semai berdasarkan

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

1. Pengantar A. Latar Belakang

II. METODOLOGI. A. Metode survei

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

III. METODOLOGI PENELITIAN

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

METODE PENELITIAN. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bagan Serdang Kecamatan Pantai

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

Struktur Dan Komposisi Vegetasi Mangrove Di Pulau Mantehage

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

PENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PENILAIAN NILAI KONSERVASI TINGGI RINGKASAN EKSEKUTIF

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm per tahun, rata-rata

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

ANALISIS STRUKTUR DAN STATUS EKOSISTIM MANGROVE DI PERAIRAN TIMUR KABUPATEN BIAK NUMFOR

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

Keanekaragaman Jenis dan Indeks Nilai Penting Mangrove di Desa Tabulo Selatan Kecamatan Mananggu Kabupaten Boalemo Provinsi Gorontalo

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

KOMPOSISI VEGETASI HUTAN MANGROVE DI PANTAI MOJO KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

ZONASI TUMBUHAN UTAMA PENYUSUN MANGROVE BERDASARKAN TINGKAT SALINITAS AIR LAUT DI DESA TELING KECAMATAN TOMBARIRI

Baharinawati W.Hastanti 2

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DALAM SISTEM AGROFORESTRI HASIL HUTAN BUKAN KAYU (HHBK) MULTI STRATA DI TAMAN HUTAN RAYA WAN ABDUL RACHMAN LAMPUNG

E ROUP PUROBli\1 .IURUSAN TEKNOLOGI BASIL HUTAN E C\KULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh :

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

ANALISIS VEGETASI DAN STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI TELUK BENOA-BALI. Dwi Budi Wiyanto 1 dan Elok Faiqoh 2.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Silvilkultur. Hasil Hutan Kayu. Pemanfaatan. Pengendalian. Areal.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

HASIL ANALISA VEGETASI (DAMPAK KEGIATAN OPERASIONAL TERHADAP TEGAKAN HUTAN)

DINAMIKA PERMUDAAN ALAM AKIBAT PEMANENAN KAYU DENGAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) MUHDI, S.HUT., M.SI NIP.

KATA PENGANTAR. Denpasar, Maret 2016 Kepala Balai, Ir. S y a f r i, MM NIP

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

Struktur Vegetasi Mangrove di Desa Ponelo Kecamatan Ponelo Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

REPORT MONITORING MANGROVE PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

FUNGSI FISIK MANGROVE SEBAGAI PENAHAN ABRASI DI PESISIR KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA

KUESIONER DI LAPANGAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

MONITORING LINGKUNGAN Monitoring dalam kegiatan pengelolaan hutan sangat diperlukan guna mengetahui trend/kecenderungan perkembangan vegetasi (flora), fauna maupun kondisi alam dengan adanya kegiatan pengelolaan hutan. Dari hasil monitoring tersebut dapat dipakai sebagai instrument guna mengetahui apakah pengelolaan hutan yang dijalankan PT BUMWI perlu ada koreksi atau tidak. Berdasar hasil monitoring lingkungan yang dilakukan pada tahun 2013 dihasilkan temuan sebagai berikut : 1. Kerapatan tegakan sekunder : 250 200 150 100 Berdasar hasil monitoring terhadap areal bekas tebangan (LOA) tahun 1988 s/d 1992 yang dilakukan pada tahun 2013, terlihat bahwa areal LOA blok 1988 s.d. 1992 setelah melalui kurun waktu 20-25 tahun telah menunjukkan proses pemulihan yang baik. Hal ini terindikasikan dengan tingginya kerapatan individu atau jumlah individu per hektar pada tingkat strata pohon (lihat gambar 1). 50 0 217 199 183 181 168 156 185 2013 AB 1988 1989 1990 1991 1992 Gambar 1. Kecenderungan kerapatan individu (N/ha) tingkat strata pohon pada areal LOA (1988 s.d. 1992) dan virgin forest (2013 dan AB). 2. Potensi : Berdasar hasil monitoring/uji petik standing stock pada Areal Bekas Tebangan (ABT) blok 1988 s.d. 1992 menunjukkan bahwa standing stock cukup tinggi dan pada saat telah masuk umur masak tebang di ujung daur (Et+30) diperkirakan potensi produksi sudah sama/mendekati potensi hutan primer (lihat gambar 2). 300 250 200 150 100 50 0 246.66 202.18 202.46 157.06 143.66 136.25 138.16 2013 AB 1988 1989 1990 1991 1992 Gambar 2. Kecenderungan potensi volume (m 3 /ha) tingkat strata pohon pada areal LOA (1988 s.d. 1992) dan virgin forest (2013 dan AB).

3. Struktur vegetasi Dinamika struktur vegetasi hutan mangrove digambarkan melalui analisis vegetasi berupa komposisi vegetasi dan Indek Nilai Penting (INP) dari hutan mangrove primer dan sekunder. Berdasar penelitian Muhamad Hardika Vindrianata (2012) di areal kerja PT BUMWI, menunjukkan bahwa komposisi vegetasi antara hutan sekunder dan primer tidak menunjukkan banyak perbedaan, bahkan jumlah Famili, Genus dan Jenis vegetasi lebih tinggi pada hutan sekunder dibanding hutan primer. Sedangkan INP tertinggi, baik pada hutan sekunder maupun primer didominasi oleh jenis yang sama, yaitu : Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorhiza, Bruguiera parviflora dan Ceriops decandra. Secara rinci digambarkan sebagai berikut : a. Komposisi vegetasi : Tabel 1. Komposisi Vegetasi Areal PT. BUMWI. Tingkat pertumbuhan No. Jumlah Semai Pancang Tiang Pohon Keterangan HS HP HS HP HS HP HS HP 1. Famili 6 3 6 2 4 2 4 3 HP = 2. Genus 8 5 8 4 6 4 6 5 HS = 3. Jenis 12 8 15 10 10 9 11 9 b. Jenis vegetasi dengan Indek Nilai Penting (INP) tertinggi : Tabel 2. Jenis Vegetasi dengan Indek Nilai Penting (INP) tertinggi Tingkat pertumbuhan Semai Pancang Tiang Pohon Keterangan Ra Bp Ra Bp Ra Ra Ra Ra Ra = R. apiculata Bp Ra Cd Ra Bp Bp Bp Bp Bp = B. parviflora Cd Cd Bp Cd Cd Cd Bg Bg Bg = B.gymnorhiza Cd = C. decandra

Demikian pula dari hasil monitoring pada LOA tahun 1988 s/d 1992 juga menunjukkan kecenderungan pemulihan hutan sekunder kembali seperti hutan primer. Indikator pulihnya tegakan adalah kerapatan individu per hektar pada lima blok tebangan pertama (blok 1988 s.d. 1992) dengan rerata mencapai 175 batang/ha dan rerata potensi volume yang mencapai 155,52 m 3 /ha. Susunan dominasi spesies pada areal bekas tebangan juga tidak berubah dari komposisi virgin forest. Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, dan Bruguiera parviflora yang merupakan jenis dominan pada virgin forest tetap merupakan jenis dominan pada lima blok tebangan pertama. 4. Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) Hasil pemantauan menunjukkan bahwa areal KPPN berada dalam kondisi utuh dan tidak terdapat gangguan dari pihak luar. Penutupan vegetasi berada dalam kondisi baik dan tidak terdapat penebangan maupun pembukaan lahan pada areal KPPN. Kondisi spesies yang butuh perhatian khusus yaitu Ceriops decandra (dengan status Near Threatened menurut Red List IUCN v 3.1 tahun 2012), namun kondisinya berada dalam kondisi optimal dengan kelimpahan dan distribusi yang tinggi pada seluruh tingkatan strata. 5. Kawasan Kantong Satwa Hasil pemantauan menunjukkan bahwa kawasan Kantong Satwa di S. Naramasa berada dalam kondisi baik. Tidak ditemukan kerusakan maupun gangguan di kawasan Kantong Satwa. Terdapat penambahan dua ekor spesies fauna maskot kus kus pohon (Phalanger orientalis) yang diselamatkan dari lokasi yang akan menjadi lokasi blok tebangan yaitu blok URKT 2013. Indeks keanekaragaman jenis Shannon Wiener (H ) untuk jenis komposisi fauna yang ditemukan cukup tinggi yaitu sebesar 3,11. Fauna yang terpantau adalah sebanyak 35 jenis fauna dengan jumlah individu sebesar 204 ekor fauna.

6. Kualitas air Penggunaan oli sebagai bahan pelicin pada kegiatan penyaradan kayu terlihat tidak mencemari dan tidak merusak kualitas air pada lokasi bekas tebangan. Rerata nilai ph dari seluruh titik sampel pada areal bekas tebangan adalah sebesar 7.23 sedangkan rerata nilai ph dari seluruh titik sampel pada virgin forest adalah sebesar 6.96. Nilai tersebut masih berada dalam kisaran ph netral (ph 7) dan tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan menurut Kepmen KLH No. KEP-02/MENKLH/I/1988 (ph 6,0 9,0). Siklus pasang surut diurnal pada kawasan Teluk Bintuni terlihat mampu menjadi sistem nature purification di ekosistem mangrove yang dikelola oleh PT. BUMWI. Selain itu, kontrol pembatasan penggunaan bahan pelicin sejauh ini cukup baik untuk mencegah agar tidak terjadi pencemaran pada areal tebangan. 7. Pemadatan/Penurunan Tanah Hasil pemantauan untuk sub komponen tanah menunjukkan bahwa pada areal bekas tebangan (ABT), khususnya pada lokasi Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) tidak terlihat pola penurunan permukaan tanah akibat kegiatan pemanenan kayu pada hutan mangrove, pada areal ABT rata-rata solum setebal 50 cm, sedang pada virgin forest setebal 54 cm. Bahkan terdapat lapisan tanah pada areal bekas tebangan yang lebih tinggi dibanding lokasi virgin forest di sekitar titik sampel. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penebangan kayu dan penyaradan dengan tenaga manusia (manual) tidak memberikan dampak negatif besar terhadap tanah. Pola yang digunakan untuk mengeluarkan kayu dari areal tebangan hanya menggunakan kuda-kuda ongkak tanpa mobilisasi alat berat sehingga dampak terhadap penurunan permukaan tanah sangatlah minimal.

8. Satwa liar Setelah melalui masa pemulihan tegakan selama rentang waktu 20 tahun, ekosistem mangrove telah kembali menjadi bentang lahan yang mampu mengakomodir kebutuhan habitat bagi jenis-jenis fauna yang menempati niche khas hutan mangrove. Indikatornya adalah tingginya nilai indeks Shannon Wiener (H ) untuk komposisi jenis flora di lokasi lima blok bekas tebangan pertama (blok 1988 s.d. 1992) yang berkisar pada angka indeks 2,9 3. Rerata jumlah jenis yang ditemukan pada areal LOA adalah sebanyak 32 spesies dan rerata jumlah individu yang ditemukan cukup melimpah yaitu mencapai 432 individu. 9. Abrasi/Pemunduran Garis Pantai Lokasi sampel untuk pemantauan abrasi adalah daerah yang paling beresiko terkena abrasi yaitu pantai Blok RKT 2009 yang berhadapan langsung dengan laut lepas. Abrasi yang terjadi pada pantai Blok RKT 2009 bukanlah abrasi yang disebabkan oleh kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu yang dilakukan PT. BUMWI. Abrasi pada lokasi tersebut adalah abrasi alam. Hasil pengukuran abrasi pada blok RKT 2009 selama 6 bulan menunjukkan angka 322 cm.