BAB II KONSEP DASAR. disebabkan oleh beberapa macam penyakit (Murwani, 2009). Efusi pleura

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB II KONSEP DASAR. dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

BAB II KONSEP DASAR. oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan di rongga pleura (Somantri, parientalis yang bersifat patologis (Sularman, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura adalah keadaan dimana terjadi akumulasi cairan yang abnormal. dalam rongga pleura. (Tierney, 2002)

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA EFUSI PLEURA

BAB II KONSEP DASAR. baik transudat maupun eksudat.(smeltzer C Suzanne,2001) rongga pleural,antara lapisan visceral dan parietal.(mansjoer Arif,2001

BAB II KONSEP DASAR. viseralis dan pleura parietalis. (Sudoyo, Aru W. 2006) Efusi pleura adalah adanya cairan dalam rongga pleura.

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Mei 2007 jam : Jl. Menoreh I Sampangan Semarang

BAB III EFUSI PLEURA 1. DEFINISI 3,4 (1) Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar ml. a. Hidrotoraks b.

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pleura visceral yang membungkus paru-paru dan pleura parietal yang

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN NY. S DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI IGD RS HAJI JAKARTA

BAB III TINJAUAN KASUS. Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB III RESUME KEPERAWATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

BAB I PENDAHULUAN. kedua pleura pada waktu pernafasan. Penyakit-penyakit yang dapat

BAB III TINJAUAN KASUS

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

BAB I PENDAHULUAN. terjadi selama inspirasi, lapisan terluar mengembang; daya ini disalurkan

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

LAPORAN PENDAHULUAN. Kasus (Efusi Pleura)

Ekspertise Efusi Pleura

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

BAB I TINJAUAN TEORI. Suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah diastolic>90

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. MS DENGAN SYOK SEPTIK DI IGD RSUD WANGAYA TANGGAL 8 DESEMBER 2015

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan membahas tentang permasalahan yang

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya penurunan absorbsi cairan. Efusi dapat ditimbulkan oleh berbagai

BAB III ANALISA KASUS

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

LAPORAN KASUS BEDAH SEORANG PRIA 34 TAHUN DENGAN TUMOR REGIO COLLI DEXTRA ET SINISTRA DAN TUMOR REGIO THORAX ANTERIOR

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

BAB III TINJAUAN KASUS. RSUD dr. H. Soewondo Kendal pada tanggal 15 sampai dengan 18 April 2011.

A. lisa Data B. Analisa Data. Analisa data yang dilakukan pada tanggal 18 April 2011 adalah sebagai. berikut:

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat)

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

ASIDOSIS RESPIRATORIK

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DR.PIRNGADI MEDAN

Sistem Pernafasan Manusia

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

BAB III TINJAUAN KASUS

Pemeriksaan fisik paru (inspeksi dan palpasi) dr. Edi Nurtjahja,Sp.P

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada bab ini akan penulis paparkan hasil pengelolaan asuhan keperawatan pada klien

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

EMPIEMA. Rita Rogayah Dept. Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Zat Cair. Gas 12/14/2011

KELOMPOK III. Siti Rafidah K Sri Rezkiana andi L Nadia Intan tiara D Arsini Widya Setianingsih

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

Askep pada Pasien Efusi Pleura (KMB I)

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

ADHIM SETIADIANSYAH Pembimbing : dr. HJ. SUGINEM MUDJIANTORO, Sp.Rad FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MUHAMMADIYAH JAKARTA S t a s e R a d i o l o g i, R u

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. O DENGAN CKD ON HD DI RUANG HEMODIALISA BLUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Lampiran 1 FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI KOMUNITAS I. BIODATA IDENTITAS PASIEN

Universitas Sumatera Utara

CATATAN PERKEMBANGAN. vital. posisi semi fowler. tenang.

BAB III TINJAUAN KASUS. Pengkajian keperawatan dilakukan pada tanggal 30 Maret 2011 dengan hasil. Jenis kelamin : Perempuan

PENGKAJIAN PNC. kelami

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

BAB III TINJAUAN KASUS. Pada dasarnya penulis akan membicarakan tentang pelaksanaan asuhan

Transkripsi:

BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi pleura adalah adanya cairan dalam rongga pleura yang disebabkan oleh beberapa macam penyakit (Murwani, 2009). Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan abnormal dalam kavum pleura (Mansjoer, 2001). Efusi pleura, pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, biasanya merpakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Suddarth, 2001). Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absopsi di kapiler dari pleura viseralis (Muttaqin, 2008). B. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi Permukaan rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah bergerak dari satu rongga ke rongga lainnya. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong di antara kedua pleura, karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur. Setiap saat, jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar 1

oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis. Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial karena ruang ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 1997) (Muttaqin, 2008). Sumber : rhacting525.wordpress.com 2

2. Fisiologi Pleura merupakan membrane tipis yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda, yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, sebagai berikut : a. Pleura Viseralis Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 μm), di antara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedangkan lapisan terbawah tedapat jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brakialis serta kelenjar getah bening. Keseluruhan jarigan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. b. Pleura Parietalis Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal dan terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan mammaria interna, kelenjar getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rasa nyeri. Di tempat ini juga terdapat perbedaan temperature. Sistem pernafasan berasal dari nervus interkostalis 3

dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tetapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya. Cairan peura diproduksi oleh pleura paritalis dan di absorbsi oleh pleura viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui endotel kapiler dan di reabsorbsi oleh pembuluh limfe dan venula pleura. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut, karena biasanya di tempat ini hanya terdapat sedikit (10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga memudahkan kedua pleura tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara. Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membrane pleura viseralis melalui sistem limfatik dan vascular. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura viseralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid plasma. Cairan terbanyak di reabsorbsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang di reabsorbsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili di sekitar sel-sel mesotelial. (somantri, 2009) 4

C. Etiologi Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk cairan pleura dibagi menjadi : (somantri, 2009) 1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung congestif (gagal jantung kiri), sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatik), sindrom vena kava superior, tumor dan sindrom meigs. 2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan penyakit kolagen. 3. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan tuberculosis. Perbedaan cairan transudat dan eksudat No Jenis Transudat Eksudat 1. Warna Kuning pucat, jernih Jernih, keruh, purulen, hemoragik 2. Bekuan - - / + 3. Berat jenis < 1018 > 1018 4. Leukosit < 1000/ ul Bervariasi, > 1000/ ul 5. Eritrosit Sedikit Biasanya banyak 6. Hitung jenis MN ( limfosit/ mesotel ) Terutama polimorfonuklear ( PMN ) 7. Protein total < 50 % serum > 50 % serum 8. LDH < 60 % serum > 60 % serum 9. Glukosa = plasma = / < plasma 10. Fibrinogen 0,3-4 % 4-6 % atau lebih 11. Amilase - > 50 % serum 12. Bakteri - - / + 5

D. Patofisiologi Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 mmh2o. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun (misalya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat gagal jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru. (Muttaqin, 2008) Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan bebas cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi : 1. Adanya hambatan drainase limfatik dari rongga pleura. 2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura. 3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang berlebihan. 4. Adanya proses infeksi akan setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat. Infeksi pada tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernapasan menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini, akan timbul peradangan 6

saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfangitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permeabilitas membran. Permeabilitas membran akan meningkat dan akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberculosis paru melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening, sebab lain dapat juga diakibatkan dari robeknya ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Adapun bentuk cairan akibat efusi akibat tuberculosis paru adalah eksudat yang berisi protein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serosa, namun kadang-kadang bisa juga hemoragi. (Muttaqin, 2008) E. Manifestasi klinik Beberapa gejala disebabkan oleh penyakit yang mendasari. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritik. Efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. 1. Efusi luas : sesak napas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi diatas area yang terisi cairan, bunyi napas minimal atau tak terdengar dan pergeseran trakeal menjauhi tempat yang sakit. 2. Efusi ringan sampai sedang : dispnea bisa tidak terjadi. (Suddarth, 2001) 7

F. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari. 1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis dan menghilangkan dispnea. 2. Selang dada dan drainase water seal mungkin diperlukan untuk pacu motoraks (kadang merupakan akibat torasentesis berulang). WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. Tujuan pemasangan WSD : a. Memungkinkan cairan ( darah, pus ) keluar dari rongga pleura. b. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura. c. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat menyebabkan pneumotoraks. d. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura. 3. Obat dimasukkan ke dalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukkan cairan lebih lanjut. 4. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleurektomi dan terapi diuretik. (Suddarth, 2001) 8

Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001) 1. Thorakosentasis Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri, dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1 1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian. 2. Pemberian anti biotik, jika terdapat empiema. 3. Pleurodesis Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi kembali. 4. Tirah baring Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea akan semakin meningkat pula. 5. Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan. 6. Selang WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung. 9

Indikasi pemasangan selang dada : a. Pneumothoraks b. Hemothoraks c. Fistula bronkopleural d. Efusi pleura Indikasi pengangkatan selang dada : a. Satu hari setelah berhentinya kebocoran udara b. Drainase < 50-100 cc cairan per hari c. 1-3 hari pascaoperasi jantung d. 2-6 hari pascaoperasi torak e. Obliterasi rongga empiema f. Drainase serosanguinosa (keluarnya cairan serous) dari sekitar sisi pemasangan selang dada Komplikasi pemasangan WSD : a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia b. Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema 10

Gambar Pemasangan WSD a. Selang Dada Kebanyakan selang dada adalah multipenetrasi, selang transparan dengan petunjuk tanda radiopaque dan jarak/panjang selang. Ini memungkinkan dokter untuk melihat posisi selang dada pada foto rontgent. Selang dada dikategorikan sebagai pleural atau mediastinal bergantung pada lokasi ujung selang. Klien dapat dipasang lebih dari satu selang pada lokasi yang berbeda bergantung pada tujuan selang. Selang yang lebih besar (20-36 French) digunakan untuk mengalirkan darah atau drainase pleural yang kental. Selang yang lebih kecil (16-20 French) digunakan untuk membuang udara. 11

b. Sistem Drainase Selang dada bekerja sebagai drain untuk udara dan cairan. Agar tekanan intrapleural menjadi negatif, sebuah segel diperlukan pada selang dada untuk mencegah udara luar masuk ke sistem. Cara paling sederhana untuk melakukan ini yaitu dengan menggunakan drainase dalam air. 1. Sistem satu botol Merupakan sistem drainase dada yang paling sederhana. Sistem ini terdiri atas satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua lubang. Satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk sampai hampir dasar botol. Air steril dimasukkan kedalam botol sampai ujung selang yang kaku terendam 2 cm. Ini membuat segel air dengan menutup sistem bagian luar terhadap udara. Permukaan cairan lebih tinggi dari 2 cm akan membuat kesulitan bernapas karena klien mempunyai kolom cairan lebih panjang untuk bergerak saat bernapas. Tekanan lebih positif kemudian diperlukan untuk mengendalikan drainase keluar melalui segel air. Bagian atas selang dihubungkan pada kira-kira 6 kaki karet yang dilekatkan pada lubang akhir dari selang dada klien. Ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memungkinkan udara dari pleural keluar. Ini mencegah tekanan yang terbentuk pada area pleural. Kecuali pada ventilasi tertutup, masuknya sistem drainase dari pemasukan selang dada ke botol harus rapat. Tinggi cairan pada segel cairan meningkat selama pernapasan. Selama inspirasi, tekanan pleural menjadi lebih negatif menyebabkan 12

permukaan cairan pada selang meningkat. Selama ekspirasi, tekanan pleural menjadi lebih positif menyebabkan permukaan cairan turun. Bila klien bernapas dengan ventilasi mekanik yang terjadi adalah sebaliknya. Gelembung udara harus terlihat hanya dalam ruang segel di bawah air selama ekspirasi dimana udara dan cairan mengalir dari rongga pleural. Gelembung yang konstan menunjukkan kebocoran udara pada sistem atau fistula bronkopleural. 2. Sistem dua botol Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai wadah penampung, dan yang kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkan ke ventilasi udara. 3. Sistem tiga botol Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan dua botol. Cara ini merupakan yang paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan. Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang penting kedalaman selang dibawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ketiga harus cukup untuk menciptakan putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap, dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit klien. Untuk memeriksa kepatenan selang dada dan fluktuasi siklus pernapasan, penghisap harus dilepaskan pada saat itu juga. 13

Perbandingan sistem selang pada WSD Sistem Keuntungan Kerugian Satu Botol a. Penyusunan sederhana. b. Mudah untuk klien yang a. Saat drainase dada mengisi botol, lebih banyak kekuatan dapat berjalan. diperlukan untuk Dua Botol d. Mempertahankan water seal dalam tingkat konstan. e. Memungkinkan observasi dan pengukuran drainase yang lebih baik. memungkinkan udara dan cairan pleura keluar dari dada masuk ke botol. b.campuran darah drainase dan udara menimbulkan campuran busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase. c. Agar terjadi aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol. a. Menambah dead space pada sistem drainase yang berpotensi untuk masuk ke dalam area pleura. b. Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol. 14

c. Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada adanya kebocoran pleura. Tiga Botol Sistem yang paling aman untuk mengatur penghisapan. Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadi kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan. G. Komplikasi 1. Infeksi 2. Fibrosis paru (Mansjoer, 2001) H. Pengkajian fokus 1. Biodata Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Suku bangsa, Alamat, Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, dan Asuransi Kesehatan. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Sesak napas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk nonproduktif 15

b. Riwayat penyakit sekarang Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut. c. Riwayat penyakit dahulu Perlu ditanyakan pula, apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi. d. Riwayat penyakit keluarga pleura Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma,tb paru dan sebagainya. 3. Pola fungsional Gordon yang terkait a. Pola nutrisi dan metabolik Karena ada penimbunan cairan dalam rongga pleura terjadi penekanan lambung maka akan menimbulkan rasa penuh pada lambung sehingga terjadi nausea (mual dan muntah). b. Pola persepsi sensori dan kognitif Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan sehingga menimbulkan rasa nyeri. 16

c. Pola aktivitas dan latihan Karena terjadi penurunan fungsi alveoli maka pertukaran O 2 dan CO 2 terganggu sehingga suplai O 2 menurun yang menyebabkan hipoksia dan pasien akan kelelahan dan terjadi gangguan aktivitas. d. Pola Istirahat dan tidur Karena sesak nafas dan nyeri dada maka dapat mempengaruhi istirahat tidur. 4. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum : Pasien tampak sesak nafas b. Tingkat kesadaran : Composmentis c. TTV - RR : Takhipneu ( 24 x /menit) - N : Takhikardia ( 100 x/ menit) - S : Jika ada infeksi bisa hipertermia (suhu tubuh dapat mencapai 38 ºC) - TD : Bisa hipotensia (sistol 120 mmhg dan diastol 80 mmhg) d. Kepala : Mesochepal e. Rambut : Kurang bersih f. Mata : Conjungtiva anemis g. Hidung : Sesak nafas, cuping hidung h. Mulut : Mukosa bibir kering, kebersihan gigi kurang i. Dada : Gerakan pernafasan berkurang 17

j. Pulmo (paru-paru ) Inspeksi : Terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak nafas tampak penggunaan otot bantu nafas Palpasi Perkusi Auskultasi : Vokal Fremitus menurun : Pekak, redup : Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar diatas bagian yang terkena k. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris, Ictus cordis tidak tampak : Ictus teraba pada intercosta V2 : Konfigurasi jantung dengan bunyi normal, redup : Suara jantung dengan I-II murni l. Abdomen Inspeksi Palpasi Auskultasi Perkusi : Terlihat datar : Adanya nyeri tekan : Bising usus normal (5-35x/menit) : Bunyi tympani m. Kulit : Lembab, turgor kulit menurun n. Ekstremitas atas dan bawah Mengalami kelemahan untuk melakukan aktivitas (malaise) 5. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan torak sinar menunjukkan adanya Kesan adanya cairan b. Pungsi pleura Dilakukan pada iga ke 8 untuk pemeriksaan cairan yang ada di pleura 18

Hasil : cairan eksudat (hasil dari pembendungan), cairan eksudat (hasil dari peradangan) c. Torasentesis Mengambil cairan efusi dan untuk melihat jenis cairannya serta adakah bakteri dalam cairan d. Biopsi pleura Jika penyebab efusi adalah Ca untuk menunjukkan adanya keganasan e. GDA Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi gangguan mekanik pernafasan. dan kemampuan mengkompensasi PaCO 2 kadang-kadang meningkat PaO 2 mungkin normal atau menurun, saturasi O 2 biasanya menurun 19

I. Pathways Keperawatan Infeksi Penghambatan Tekanan osmotik drainase koloid plasma Peradangan Tekanan kapiler Transudasi cairan permukaan pleura meningkat intravakuler Pe Permeabilitas Tekanan hidrostatik Edema sumbatan Cavum pleura Adanya transudat EFUSI PLEURA Penekanan Abdomen Pola napas tidak efektif Penumpukan cairan dalam rongga pleura Ekspansi paru Gangguan pertukaran gas Pertukaran O2 dan CO2 Di alvioli Sesak napas Perfusi O2 ke jaringan Nyeri dada Nafsu makan Keletihan Gangguan rasa nyaman Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi Intoleransi aktivitas 20

I. Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigen pada alveoli 3. Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan penekanan rongga pleura oleh penimbunan cairan yang berlebih 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 ke jaringan 5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, anoreksia, mual muntah J. Intervensi dan Rasional 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura Tujuan : Pola nafas kembali efektif KH : a. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas b. Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal, RR normal (16-20 x/menit) Intervensi : a. Identifikasi faktor penyebab Rasional : Dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat 21

b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan serta melaporkan setiap perubahan yang terjadi Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien c. Observasi tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan) Rasional : Merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru d. Lakukan auskultasi suara napas 2-4 jam Rasional : Dapat menentukan kelainan suara napas pada bagian paru e. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam, penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efekif f. Baringkan klien dalam posisi duduk dengan kepala di tempat tidur ditinggikan 60-90 atau miringkan kearah sisi yang sakit Rasional : Penurunan diafragma dapat memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal, miring kearah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi paru dapat maksimal g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O 2 dan obat-obatan serta foto thorax Rasional : Dapat menurunkan beban pernapasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia 22

h. Kolaborasi untuk tindakan thorakosentesis Rasional : Untuk menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigen pada alveoli Tujuan : tidak ada gangguan pertukaran gas KH : - PO 2 : 85-100 mmhg. - PCO 2 : 35-45 mmhg - Tidak ada dyspnea - Tidak takipneu Intervensi : a. Observasi pernafasan Rasional : Peningkatan pernafasan mengarah pada peningkatan kebutuhan oksigen b. Posisikan kepala klien lebih tinggi Rasional : Membantu pengembangan ekspansi paru c. Anjurkan klien untuk tidak banyak beraktivitas Rasional : Peningkatan aktivitas akan meningkat kebutuhan O 2 d. Kolaborasi pemeriksaan GDA Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat gangguan dalam pertukaran gas 23

3. Gangguan rasa nyaman nyeri dada berhubungan dengan penekanan pada rongga pleura oleh penimbunan cairan yang berlebih Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang atau hilang KH : Ekspresi wajah rileks, keluhan nyeri berkurang atau hilang, TTV normal Intervensi: a. Kaji perkembangan nyeri Rasional : Untuk mengetahui terjadinya komplikasi b. Ajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam Rasional : Untuk meringankan nyeri c. Beri posisi yang nyaman Rasional: Untuk memberikan rasa nyaman d. Ciptakan lingkungan yang tenang Rasional: Untuk meringankan nyeri e. Kolaborasi pemberian analgesik Rasional : Untuk meringankan nyeri 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 ke jaringan. Tujuan : Klien toleran terhadap aktivitas KH : Klien tidak tampak kelelahan, mampu beraktivitas, tidak ada dyspnea saat aktivitas 24

Intervensi : a. Observasi pernafasan klien Rasional : Peningkatan pernafasan mengarah pada peningkatan kebutuhan oksigen b. Posisikan klien pada semi fowler Rasional : Meningkatkan pengembangan paru c. Anjurkan klien untuk banyak tirah baring Rasional : Untuk mengurangi sesak nafas d. Kolaborasi pemberian oksigen nasal atau masker Rasional : Memenuhi kebutuhan oksigen paru dan jaringan 5. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah, intake tidak adekuat Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh KH : Nafsu makan meningkat, porsi habis, BB tidak turun drastis Intervensi : a. Observasi nafsu makan klien Rasional : Porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu makan belum baik b. Beri makan klien sedikit tapi sering Rasional : Meningkatkan masukan secara perlahan c. Beritahu klien pentingnya nutrisi Rasional : Klien dapat memahami dan mau meningkatkan masukan nutrisi d. Pemberian diit TKTP Rasional : Peningkatan energi dan protein pada tubuh sebagai pembangun 25