BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

ekonomi K-13 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL K e l a s A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER Tujuan Pembelajaran

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

Permintaan dan Penawaran Uang

Perekonomian Indonesia

Keseimbangan di Pasar Uang

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter

TUJUAN KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan Moneter & Bank Sentral

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

I. PENDAHULUAN. makro, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

Kebijakan Moneter dan Fiskal

Perekonomian Indonesia

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN AGREGAT DI SUMATERA BARAT

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

ekonomi Kelas X KEBIJAKAN MONETER KTSP A. Kebijakan Moneter Tujuan Pembelajaran

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

SISTEM EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Kebijakan Pemerintah KEBIJAKAN PEMERINTAH. Kebijakan Pemerintah. Kebijakan Pemerintah 4/29/2017. Tujuan

VII. SIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN MONETER DALAM PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara tahun 2008 sampai tahun 2010 kurang stabil (lihat tabel 1.1 dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

By Nina Triolita, SE, MM. Pengantar Bisnis Pertemuan Ke 7

Bab 2. Otoritas Moneter dan Kebijakan Moneter

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

CROWDING OUT DI INDONESIA

KEBIJAKAN FISKAL DAN KEBIJAKAN MONETER. Oleh : Muhlisin

1. PENDAHULUAN. makro. Kebijakan moneter ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaran

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Tingginya laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama ini

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PASAR UANG & PASAR BARANG (Keseimbangan Kurva IS-LM)

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi namun faktor-faktor ini di luar kontrol

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

KESEIMBANGAN EKONOMI Melihat lebih mendalam keseimbangan Pendapatan Nasional yang ditentukan oleh Pengeluaran Agregat ( Pendekatan Keynesian )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Nilai Tukar Riil dan Nilai Tukar Nominal

Keseimbangan Umum IS-LM

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

Teori Ekonomi Keynes: Pasar Uang dan Pasar Tenaga Kerja

ANALISIS PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN TINGKAT SUKU BUNGA TERHADAP PERMINTAAN AGREGAT DI INDONESIA

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter

Wulansari Budiastuti, S.T., M.Si.

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya

Pertemuan ke: 04 KEBIJAKAN MONETER: EKSPRESI FUNGSI STABILISASI DAN SUSTAINIBILITAS DALAM POLITIK KEUANGAN NEGARA

BAB I PEMBAHASAN KESEIMBANGAN PASAR DALAM EKONOMI MAKRO A. KESEIMBANGAN PASAR EKONOMI MIKRO INDIVIDU

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

PENGARUH JUMLAH UANG BEREDAR DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) INDONESIA

FLUKTUASI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DI KOTA PADANGSIDIMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam ilmu ekonomi dikenal istilah pasar keuangan. Pasar keuangan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

SILABUS. Mata Kuliah Ekonomi Makro I Dosen Nano Prawoto, SE. M.Si. Hunting Ext. 184

JUMLAH UANG BEREDAR DAN KEBIJAKAN MONETER

I. PENDAHULUAN. terlepas dari kegiatan ekonomi internasional. Kegiatan ekonomi internasional

BAB I PENDAHULUAN. Resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 dan kebijakan moneter yang kurang

KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY

BAB II TINJAUAN LITERATUR

III. KERANGKA TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH TEORI EKONOMI 2 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

BAB 7 KEBIJAKAN MONETER DAN KEBIJAKAN FISKAL

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada bapak Endra. Yuafanedi Arifianto ST. selaku dosen Pengantar Ekonomi dan juga berbagai

II. KERANGKA PEMIKIRAN. Uang didefinisikan sebagai sesuatu yang diterima secara umum dalam

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Blog:

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

DERIVASI FUNGSI DAN KURVA IS

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SAP )

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

I. PENDAHULUAN. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika setelah

PASAR BARANG dan Kurva IS (Keseimbangan Sektor Riil) Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

BABI PENDAHULUAN. Fenomena yang sangat penting di perhatikan oleh pemerintah baik negara

PEMBAHASAN SOAL UJI COBA PRA UN KABUPATEN

SISTEM MONETER DI INDONESIA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan kebijakan fiskal terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi regional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2.1 Studi Empiris Sebelumnya Dalam studi yang dilakukan oleh Priadi Asmanto dan Soebagyo (2007) mengenai analisis pengaruh kebijakan moneter dan kebijakan fiskal regional terhadap stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Timur dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan model regresi data panel. Dapat disimpulkan bahwa kondisi krisis ekonomi dan kebijakan baru (otonomi daerah) memiliki pengaruh yang berarti terhadap stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Timur. Kemudian selama periode penelitian juga menunjukkan bahwa keseluruhan variabel kebijakan moneter dan kebijakan fiskal secara bersamasama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi regional di Jawa Timur. Seiring dengan teori dari kelompok Keynesian, pertumbuhan ekonomi atau perluasan kegiatan ekonomi lebih banyak ditentukan oleh permintaan efektif yang dibentuk oleh pengeluaran konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor 25

26 bersih. Khusus pengeluaran pemerintah, upaya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara operasional dilaksanakan melalui kebijakan fiskal di mana pengeluaran pemerintah ditentukan secara otonom (autonomous expenditure) (Arief, S.,1993: 181-182). Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Antasari Putra dan Dhanie Nugraha (2006) mengenai analisis pengaruh kebijakan fiskal dan kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia periode tahun 1975-2005 menyimpulkan bahwa perubahan yang terjadi pada variabel pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, menurut Milton Friedman dari kelompok monetaris menganggap bahwa jumlah uang beredar sangat berperan penting dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi dan faktor yang dominan dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi berasal dari sektor moneter. Selain itu, kenaikan tingkat harga umum akan menurun bersamaan dengan tingkat bunga uang setelah terjadinya pertambahan jumlah uang yang beredar dalam jumlah besar yang pada akhirnya akan memperbesar output nasional (Arief, S.,1993: 181-182). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Jaka Sriyana (2001) mengenai dampak ekspansi fiskal terhadap inflasi: studi empiris dengan pendekatan error correction model (ECM). Metode yang digunakan adalah model error correction model (ECM). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah selama ini membawa dampak pada peningkatan laju inflasi.

27 2.2 Landasan teori Teori yang dibahas pada bab ini mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan kebijakan fiskal serta hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi kebijakan moneter dan kebijakan fiskal melalui pendekatan Aggregate Supply, Aggregate Demand dan analisis kurva IS-LM. 2.2.1 Kebijakan Moneter 2.2.3.1 Pengertian Kebijakan Moneter Kebijakan moneter (Monetary Policy) adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah atau otoritas moneter dengan menggunakan peubah jumlah uang beredar (money supply) dan tingkat bunga (interest rates) untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat (aggregate demand) dan mengurangi ketidakstabilan di dalam perekonomian. Dalam kebijakan moneter, pemerintah juga dapat melakukan pengendalian terhadap jumlah uang beredar, kredit dan sistem perbankan (Nanga, 2005: 180). Implementasi dari kebijakan moneter dalam kebijakan moneter secara ekspansioner yaitu kebijakan moneter yang dilakukan melalui peningkatan jumlah uang beredar (Ms) dan/atau penurunan tingkat bunga (i) dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat di dalam perekonomian, ataupun dalam kebijakan moneter secara kontraksioner yaitu kebijakan moneter yang dilakukan melalui pengurangan jumlah uang beredar (Ms) dan/atau peningkatan tingkat bunga (i) dengan tujuan untuk mengurangi permintaan agregat di dalam perekonomian.

28 2.2.3.2 Instrumen Kebijakan Moneter Menurut Pohan (2008), Instrumen kebijakan moneter terbagi menjadi 4 (empat) yaitu sebagai berikut: a. Cadangan wajib (reserve requirement) Merupakan ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat-alat likuid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil persentasenya, semakin besar kemampuan bank memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin besar persentasenya, semakin berkurang kemampuan bank untuk memberikan pinjaman. Oleh karena itu, pinjaman perbankan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar. b. Operasi Pasar Terbuka (OPT) Operasi pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. OPT dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang juga akan mempengaruhi tingkat suku bunga. c. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bakn sentral kepada bankbank. Dengan menetapkan tingkat diskonto yang tinggi diharapkan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral, yang akan mengurangi jumlah uang beredar. Begitu pula sebaliknya.

29 d. Foreign Exchange Intervention Merupakan kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa. e. Moral Suasion Imbauan ini bersifat tidak mengikat, tetapi sebagai lembaga yang kredibel imbauan bank sentral yang memiliki dampak cukup efektif dalam kebijakan moneter. 2.2.3.3 Indikator Kebijakan Moneter Menurut Pohan (2008), umumnya indikator kebijakan moneter ada 2 (dua) hal yaitu suku bunga dan atau uang beredar. Kedua variabel tersebut mempunyai dua fungsi yakni sebagai sasaran menengah dan indikator. a. Tingkat Suku Bunga Kebijakan moneter yang menggunakan suku bunga sebagai sasaran antara akan menetapkan tingkat suku bunga yang ideal untuk mendorong kegiatan investasi. Apabila suku bunga menunjukkan kenaikan melampaui angka yang ditetapkan, maka bank sentral akan segera melakukan ekspansi moneter agar suku bunga turun sampai tingkat yang ditetapkan. b. Uang Beredar (Monetary Aggregate) Kebijakan moneter yang menggunakan monetary aggregate atau uang beredar sebagai sasaran menengah yang mempunyai dampak positif berupa harga yang stabil.

30 2.2.3.4 Peranan Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan salah satu bagian integral dari kebijakan ekonomi makro. Kebijakan ini ditujukan untuk mendukung tercapainya sasaransasaran ekonomi makro yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga, pemerataan pembangunan dan keseimbangan neraca pembayaran. Dengan kata lain, melalui kebijakan moneter diharapkan dapat dicapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat pengangguran dan inflasi yang rendah serta perkembangan keseimbangan neraca pembayaran yang mantap (Iswardono, 1994: 126). 2.2.3.5 Jalur Kebijakan Moneter Jalur kebijakan moneter ini berkaitan dengan uang dan pendapatan nasional. Bukti empiris menunjukkan adanya 3 (tiga) jalur kebijakan moneter, yaitu (Iswardono,1994: 129): a. Suku Bunga Menurut model Keynes, suku bunga merupakan satu-satunya jalur kebijakan moneter atau dikenal dengan transmisi mekanisme Keynes yaitu perubahan JUB akan mennyebabkan perubahan suku bunga yang diikuti oleh perubahan investasi dan pada akhirnya merubah pendapatan nasional. Menurut Friedman, suku bunga mempunyai pengaruh pada semua jenis pengeluaran baik itu pengeluaran untuk barang-barang konsumsi tahan lama maupun barang-barang yang lainnya.

31 b. Pagu Kredit Suku bunga dalam hal ini merupakan salah satu bentuk provisi dalam perjanjian utang. Dengan adanya perubahan pagu kredit diharapkan kebijakan moneter akan berpengaruh pada permintaan aggregat meskipun suku bunga dianggap konstan. c. Kekayaan Adanya dampak dari kekayaan yang berpengaruh kepada konsumsi sehingga adanya pengaruh uang terhadap kekayaan seseorang, akan mempengaruhi konsumsi dan pendapatan seseorang. 2.2.3.6 Kebijakan Moneter dalam Pendekatan Model IS-LM Menurut Mankiw (2000), kerangka umum yang sering dipergunakan dalam menganalisa interaksi simultan antara permintaan dan penawaran baik pasar barang dan pasar uang adalah kerangka IS-LM yang mampu mempengaruhi tingkat pendapatan atau output. Dalam teori kebijakan moneter juga digunakan pendekatan agregate supply (AS), agregate demand (AD) serta analisis IS-LM dari pasar barang dan jasa, dan pasar uang. Dalam hal ini model IS-LM digunakan untuk menganalisis pengaruh atau dampak dari suatu perekonomian makroekonomi terhadap perekonomian (Nanga, 2005: 153). Pada prinsipnya, model IS-LM merupakan pengembangan dari model silang Keynes (Keynesian cross) tentang pendapatan nasional.

32 Untuk melihat interaksi antara pasar barang dan pasar uang dapat dilihat pada skema di bawah ini (Nanga, 2005: 155): Gambar 2.1 Struktur Model IS-LM Sumber: Nanga, Makroekonomi, 2005 Pendekatan dengan model IS-LM merupakan bagian penting dari makroekonomi modern karena suatu kebijakan moneter yang dikeluarkan otoritas moneter mempengaruhi kegiatan ekonomi dan interaksinya dengan kebijakan fiskal (perubahan di dalam pengeluaran pemerintah dan pajak) untuk menghasilkan suatu tingkat output agregat tertentu. Model IS-LM memiliki beberapa asumsi yaitu: 1. Perekonomian hanya terdiri atas dua sektor yaitu sektor riil (pasar barang dan jasa) dan sektor moneter (pasar uang). 2. Tingkat bunga merupakan faktor penghubung antar pasar barang dan pasar uang. 3. Pengeluaran konsumsi bergantung pada pendapatan disposable. 4. Permintaan investasi bergantung pada tingkat bunga dan pendapatan. 5. Pengeluaran pemerintah bersifat eksogen.

33 6. Tingkat harga diasumsikan ditentukan secara eksogen. 7. Permintaan akan uang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan tingkat bunga. 8. Jumlah uang beredar bersifat eksogen, di mana besarnya ditentukan oleh otoritas moneter. 2.2.3.7 Dampak kebijakan Moneter dengan Pendekatan Kurva IS-LM dan Kurva AD-AS Dampak kebijakan moneter secara ekspansif dalam kerangka model IS-LM dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 2.2a: Kebijakan moneter ekspansif dalam model IS-LM Sumber: Nanga, 2005: 187 Gambar 2.2a menunjukkan bahwa dengan adanya kenaikan jumlah uang beredar (Ms) dari Ms 0 menjadi Ms 1, telah menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan dari LM 0 (Ms 0 ) menjadi LM 1 (Ms 1 ). Dengan kurva IS yang tertentu, menyebabkan kurva LM bergeser ke kanan sehingga mendorong tingkat bunga (i) turun dari i 0 menjadi i 1, dan pendapatan (Y) akan naik dari Y 0 ke Y 1.

34 Gambar 2.2b: Kebijakan moneter ekspansif dalam model AD-AS Sumber: Nanga, 2005: 187 Pada gambar 2.2b, menjelaskan kebijakan ekspansif dengan pendekatan AD- AS. Pada gambar tampak adanya kenaikan di dalam jumlah uang beredar telah menyebabkan kurva permintaan agregat (AD) bergeser ke kanan dari AD 0 (Ms 0 ) ke AD 1 (Ms 1 ) yang mengakibatkan tingkat harga (P) naik dari P 0 ke P 1, dan pendapatan (Y) juga naik dari Y 0 ke Y 1. Sebaliknya berdasarkan gambar 2.3a, kebijakan moneter secara kontraktif pada model IS-LM menunjukkan pengurangan dari jumlah uang beredar (Ms) dari Ms 0 ke Ms 1, telah menyebabkan kurva LM bergeser ke kiri dari LM 0 (Ms 0 ) menjadi LM 1 (Ms 1 ). Akibatnya kurva LM bergeser ke kiri sehingga tingkat bunga (i) naik dari i 0 menjadi i 1, dan pendapatan (Y) akan turun dari Y 0 ke Y 1. Kebijakan moneter secara kontraktif dalam kerangka model IS-LM dapat dilihat pada gambar berikut ini:

35 Gambar 2.3a: Kebijakan moneter kontraktif dalam model IS-LM Sumber: Nanga, 2005: 188 Gambar 2.3b: Kebijakan moneter kontraktif dalam model AD-AS Sumber: Nanga, 2005: 188 Pada gambar 2.3b, menunjukkan apabila pemerintah melakukan kebijakan moneter kontraktif dengan pendekatan AD-AS. Pada gambar tampak adanya kenaikan di dalam jumlah uang beredar telah menyebabkan kurva permintaan agregat (AD) bergeser ke kiri dari AD 0 (Ms 0 ) ke AD 1 (Ms 1 ) yang mengakibatkan tingkat harga (P) naik dari P 0 ke P 1, dan pendapatan (Y) juga naik dari Y 0 ke Y 1.

36 2.2.4 Kebijakan Fiskal 2.2.4.1 Pengertian Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal (fiscal policy) adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui manipulasi instrumen fiskal seperti pengeluaran pemerintah (G) dan/atau pajak (T) yang ditujukan untuk mempengaruhi tingkat permintaan agregat di dalam perekonomian (Nanga, 2005: 179). 2.2.4.2 Jenis Kebijakan Fiskal Jenis kebijakan fiskal dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu: a. Kebijakan fiskal Aktif (discretionary fiscal policy) adalah kebijakan di mana pemerintah melakukan perubahan tingkat pajak atau program-program pengeluarannya. Hal ini dapat bersifat ekspansif ataupun kontraktif. Kebijakan fiskal ekspansif adalah kebijakan fiskal yang dilakukan melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G) dan/atau penurunan penerimaan pajak (T), yang bertujuan untuk meningkatkan permintaan aggregat di dalam perekonomian. Kebijakan fiskal yang kontraktif adalah kebijakan fiskal yang dilakukan melalui pengurangan pengeluaran pemerintah (G) dan/atau peningkatan penerimaan pajak (T) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat permintaan aggregat di dalam perekonomian (Nanga, 2005: 179).

37 b. Kebijakan Fiskal Pasif (nondiscretionary fiscal policy) Kebijakan Fiskal Pasif ini dapat juga disebut sebagai penstabil otomatis yaitu segala sesuatu yang menurunkan marginal propencity to spend dari pendapatan nasional, sehingga dapat mengurangi besarnya pengganda (Nanga, 2005: 180). 2.2.4.3 Peranan Kebijakan Fiskal Menurut Kuncoro (1995), peranan kebijakan fiskal adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, pemerataan pendapatan, dan mengalokasikan sumber daya manusia khususnya untuk fungsi stabilitas dan pemerataan akan lebih efektif apabila dilakukan oleh pemerintah pusat. Fungsi alokasi akan lebih efektif jika dilakukan oleh pemerintah daerah. 2.2.4.4 Kebijakan Fiskal dengan Pendekatan Kurva IS-LM dan Kurva AD-AS Dampak kebijakan fiskal terhadap perekonomian terbagi atas dua yaitu kebijakan fiskal secara ekspansif, di mana kebijakan yang dilakukan melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G) dan/atau penurunan penerimaan pajak (T) dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat (AD) di dalam perekonomian. Kebijakan fiskal secara ekspansif dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Nanga, 2005: 183&184): Berdasarkan pada gambar 2.4a di bawah ini, menjelaskan kebijakan ekspansif dalam pendekatan IS-LM. Kenaikan di dalam pengeluaran pemerintah (G) menyebabkan kurva IS bergeser ke kanan dari IS 0 (G 0 ) ke IS 1 (G 1 ) juga

38 mengakibatkan tingkat pendapatan (Y) naik dari Y 0 ke Y 1, dan tingkat bunga (i) juga naik dari i 0 ke i 1. Gambar 2.4a: Kebijakan fiskal ekspansif dalam model IS-LM Sumber: Nanga, 2005: 183 Gambar 2.4b: Kebijakan fiskal ekspansif dalam model AD-AS Sumber: Nanga, 2005: 183 Pada gambar 2.4b, menjelaskan kebijakan fiskal ekspansif dalam pendekatan AD-AS. Dengan adanya peningkatan pengeluaran pemerintah, maka dengan kurva

39 AS tertentu permintaan agregat (AD) naik dan bergeser ke kanan dari AD 0 (G 0 ) ke AD 1 (G 1 ) sehingga mengakibatkan tingkat harga (P) dari P 0 ke P 1 dan tingkat output (Y) dari Y 0 ke Y 1 mengalami peningkatan. Dampak kebijakan fiskal yang kedua adalah kebijakan fiskal kontraktif. Kebijakan ini dilakukan untuk mengurangi pengeluaran pemerintah (G) dan/atau meningkatkan penerimaan pajak (T), yang bertujuan untuk menurunkan tingkat permintaan agregat di dalam perekonomian (Nanga, 2005: 183&185). Berikut gambar mengenai kebijakan fiskal secara kontraktif: Gambar 2.5a: Kebijakan fiskal kontraktif dalam model IS-LM Sumber: Nanga, 2005: 185 Pada gambar 2.5a di atas, ketika pengeluaran pemerintah (G) mengalami penurunan, maka dalam asumsi ceteris paribus akan menyebabkan kurva IS turun dan bergeser ke kiri yaitu dari IS 0 (G 0 ) ke IS 1 (G 1 ). Selanjutnya menyebabkan tingkat bunga (i) maupun pendapatan (Y) akan mengalami penurunan yaitu i 0 ke i 1 dan Y 0 ke Y 1.

40 Gambar 2.5b: Kebijakan fiskal kontraktif dalam model AD-AS (Nanga, 2005: 185) Gambar 2.5b, terjadinya kebijakan fiskal kontraktif dalam model AD-AS akibat adanya penurunan pengeluaran pemerintah (G). Bergesernya permintaan agregat (AD) ke kiri dari AD 0 (G 0 ) ke AD 1 (G 1 ) mengalami penurunan. Dengan adanya kurva AD ke kiri mengakibatkan baik tingkat harga (P) maupun tingkat pendapatan (Y) masing-masing mengalami penurunan yaitu dari P 0 ke P 1 dan Y 0 ke Y 1. 2.2.5 Hubungan Kebijakan Moneter dan Kebijakan Fiskal Dalam gambar 2.6, dijelaskan bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga, pasar uang dan surat berharga tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, sedangkan tingkat bunga akan mempengaruhi permintaan agregat. Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat dan penawaran agregat, di mana permintaan agregat dan penawaran agregat akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa.

41 Hubungan kebijakan moneter dan kebijakan fiskal dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.6 Hubungan Kebijakan moneter dan Kebijakan Fiskal