3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE

IDENTIFIKASI SATUAN PANAS (HEAT UNIT) DAN SUHU DASAR PADA SETIAP TAHAPAN KEHIDUPAN Aedes aegypti (DIPTERA : CULICIDAE) Moh. Anwarul Fu ad B

III. METODE PENELITIAN. Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap

III. METODE PENELITIAN. Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap

BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian RAL (Rancangan Acak Lengkap), dengan 7 perlakuan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September - Oktober 2014 di

STATUS KERENTANAN NYAMUK Aedes aegypti TERHADAP INSEKTISIDA MALATION 5% DI KOTA SURABAYA. Suwito 1 ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi Fakultas

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

METODE PENELITIAN. Penelitian evaluasi ketahanan beberapa aksesi bunga matahari (Halianthus

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Syaratnya adalah hanya ada

BAB III METODE PERCOBAAN. Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan, yaitu perlakuan jenis

III. METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL ). Perlakuan yang diberikan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

Perilaku Bertelur Nyamuk Aedes aegypti pada Media Air Tercemar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorium. dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAB III METODE PENELITIAN. faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan 4 kali ulangan. Faktor pertama adalah

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat. Materi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

Bab III. Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen, karena

III. METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) atau completely randomized design yang

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Tahapan Penelitian Persiapan

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Proses ekstraksi

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit

PERANCANGAN PENGUSIR NYAMUK ELEKTRONIK SEBAGAI ALTERNATIF PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH

BAB III BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental laboratorik dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

MATERI DAN METODE. Materi

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

Pertumbuhan dan Reproduksi Lalat Musca domestica pada Berbagai Media Perkembangbiakan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2014 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen karena

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. jumlah tempat perindukan nyamuk yang mempengaruhi populasi larva Aedes

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

KEMAMPUAN REPRODUKSI NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN KEBERADAAN NYAMUK JANTAN PORMAN HERAWATI PURBA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penyiapan suspensi Sl NPV

3. METODE PENELITIAN

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitan the post test only control group design. 1) Larva Aedes aegypti L. sehat yang telah mencapai instar III

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Komponen Bioaktif, Jurusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Laboratorium Zoologi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

Pengaruh Halusan Biji Sirsak ( Annona muricata L.) Terhadap Angka Kematian Larva Nyamuk Culex sp. Riyanto *) Abstrak

UJI EFEKTIFITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amarylifolius) SEBAGAI LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes aegypti

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAB III METODA PENELITIAN. pengaruh ekstrak daun pepaya (Carica papaya) dalam menghambat proses

III. METODE PENELITIAN. Desain Penelitian pada penelitian ini adalah eksperimental dengan

Transkripsi:

3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dan di perumahan Muara Ciapus Bogor pada bulan Oktober - Januari 2006 3.2 Nyamuk Uji Nyamuk uji yang digunakan adalah nyamuk Aedes aegypti dewasa (strain Cikarawang), yang dipelihara di laboratorium (insektari) di FKH IPB. 3.3 Metode Penelitian Pada penelitian ini dilakukan pembiakan telur nyamuk Aedes aegypti sampai tumbuh dewasa. Untuk menghindari kesalahan dalam pemilihan telur nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk yang lain, maka sebelumnya dilakukan peneluran dari nyamuk Aedes aegypti dewasa, karena pada nyamuk dewasa lebih mudah dibedakan dengan nyamuk yang lain, misalnya Aedes albopictus. Setelah nyamuk bertelur maka baru dimulai pengukuran suhu. Penelitian pada stadium larva diberikan tiga perlakuan yang berbeda dan perlakuan suhu pada empat lokasi dengan suhu yang berbeda, kemudian dilakukan perhitungan heat unit dan suhu dasar. Untuk lebih terperincinya sebagai berikut : 1. Perlakuan pemberian makanan yang berbeda : a. Makanan pelet ikan, b. Makanan hati ayam yang direbus, dan c. Tanpa diberikan makanan. 2. Perlakuan suhu pada empat lokasi yang berbeda : a. Suhu di dalam ruangan insektarium, b. Suhu di luar insektarium, c. Suhu Muara Ciapus Bogor, dan d. Lemari berpendingin.

3. Perhitungan heat unit dan suhu dasar Nilai heat unit diperoleh dari pengurangan suhu lingkungan (Ta) dengan suhu dasar (Tb), kemudian dikalikan dengan jumlah hari yang diperlukan nyamuk Ae. aegypti untuk menyelesaikan satu tahapan pertumbuhan, sehingga diperoleh simpangan baku atau standar deviasi satuan panas terkecil. Suhu dasar diperoleh dari proses iterasi (percobaan yang diulang-ulang) dari berbagai suhu yang dicobakan. Pengukuran suhu lingkungan dilakukan setiap 12 jam sekali, tetapi pada stadium telur dilakukan setiap 6 jam sekali karena perubahan stadium telur ke larva cukup singkat. Setelah dewasa nyamuk diberikan pakan gula 10% (sumber glukosa) yang ditambahkan calsidol (vitamin B12) sebanyak 4-5 tetes, kemudian dimasukkan dalam botol kecil dan disumbat dengan kapas. Nyamuk Aedes aegypti akan menghisap glukosa lewat kapas tersebut. 3.4 Pengamatan Terhadap Perkembangan Aedes aegypti 3.4.1 Pengamatan Stadium Telur Pengamatan telur dilakukan setelah proses peneluran (oviposisi). Dalam hitungan hari proses oviposisi berlangsung kurang lebih selama 3-4 hari setelah nyamuk menghisap darah marmut. Untuk tempat bertelur nyamuk, yaitu disediakan gelas plastik kecil yang diberikan air kira - kira ¾ tinggi gelas tersebut. Kemudian disediakan kertas saring yang telah diberi ukuran dan dimasukkan ke dalam air pada gelas plastik tersebut, tetapi kertas saring tidak boleh semuanya tenggelam hanya ¾ yang ditenggelamkan. Telur - telur nyamuk akan diletakkan dikertas saring pada garis kotak - kotak berukuran 1 x 1 cm. Kertas saring diberi garis kotak - kotak bermaksud untuk mempermudah penghitungan jumlah telur dengan menggunakan mikroskop pada setiap kotak. Telur Aedes aegypti biasanya diletakkan terpisah satu persatu berbeda dengan Culex sp. yang diletakkan secara berkelompok. Telur Aedes aegypti akan menetas kurang lebih 1,26 hari (Chandler & Read 1961). Pengamatan dilakukan pada suhu yang berbeda, yaitu dalam suhu kamar, suhu lingkungan, suhu Muara dan lemari berpendingin.

Cara kerja dalam tahap pengamatan telur, yaitu telur yang akan ditetaskan dari tempat peneluran (rearing), kemudian ditaruh di dalam nampan yang berisi air beserta kertas saring tempat nyamuk meletakkan telur. Telur yang telah dipindahkan kemudian dihitung jumlahnya. Selanjutnya dipisahkan telur yang baik dengan yang jelek. Dalam penelitian ini dibutuhkan telur kurang lebih 300 butir telur yang baik, tetapi untuk menghindari kegagalan dalam penetasan maka di butuhkan 500 butir telur. Pada stadium telur, telur tersebut tidak membutuhkan makanan. 3.4.2 Pengamatan Stadium Larva Tahapan kedua setelah stadium telur adalah fase larva. Pada larva Aedes aegypti akan mengalami empat kali moulting, yaitu larva instar 1, instar 2, instar 3, dan instar 4 (Tabel 1). Perubahan larva instar satu ke tahapan selanjutnya dengan cara moulting, yaitu dengan cara melepaskan kulit bagian luar (cangkang). Pada tahapan larva pengamatan dilakukan dengan suhu yang berbeda, suhu kamar dan suhu lingkungan, serta pengukuran suhu yang diberikan perlakuan tanpa makanan di perumahan Ciapus Bogor. Perbedaan suhu ini akan memberikan gambaran tingkat kecepatan siklus nyamuk yang berbeda pula. Pada suhu di dalam insektarium akan lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan suhu di luar insektarium.

Tabel 1. Ciri-ciri Spesifik Pada Setiap Instar (Chandler & Read 1961) : No Stadium Ciri-ciri Khusus 1. Instar 1 Dalam waktu 2,64 hari, mempunyai ciri bulu-bulu protoraks berjumlah 5 pasang, sisik-sisik sisir, gigi pekten dan bulu-bulu sifon belum terlihat dengan jelas. 2. Instar 2 Dalam waktu 1,46 hari, mempunyai bulu-bulu protoraks berjumlah 7 pasang, sisik-sisik sisir, gigi pekten dan bulu-bulu sifon belum terlihat dengan jelas. 3. Instar 3 Dalam waktu 1,72 hari, mempunyai bulu-bulu kepala, bulu-bulu protoraks 7 pasang, sisik-sisik sisir, gigi pekten dan bulu-bulu sifon terlihat jelas dengan mikroskop. 4. Instar 4 Dalam waktu 6,16 hari, mempunyai bulu-bulu kepala bulu-bulu protoraks, sisik-sisik sisir, gigi pekten dan bulu-bulu sifon terlihat jelas sekali dengan mikroskop. Ciri-ciri khusus tersebut merupakan dasar pegangan dalam membedakan antara larva instar yang satu dengan yang lainnya. Cara pengamatan pada stadium larva, yaitu telur yang telah menetas menjadi larva dipisahkan ke tempat yang lain, kemudian diberikan tiga perlakuan yang berbeda, stadium larva biasanya aktif bergerak karena mempunyai pedal dan biasanya muncul kepermukaan karena pada tahap ini membutuhkan O 2 yang cukup untuk metabolisme tubuhnya dengan alat pernafasan yang disebut sifon. Setiap perlakuan pada lokasi yang berbeda dilakukan pencatatan suhu yang telah terbaca pada termometer (pengukur suhu). Pancatatan suhu dilakukan setiap 12 jam sekali, sehingga diharapkan diperoleh data yang akurat setiap perlakuan pada masing - masing lokasi yang berbeda.

3.4.3 Pengamatan Stadium Pupa Stadium pupa relatif pendek karena hanya berlangsung selama 1,33 hari dan mempunyai ciri : terompet (sifon) sebagai alat pernafasan, dayung (pedal) sebagai alat gerak (Chandler & Read 1961). Seperti stadium larva, pada stadium pupa juga dilakukan pencatatan suhu setiap 12 jam sekali pada setiap perlakuan pada tempat yang berbeda, yaitu suhu ruang (kamar) dan suhu luar (lingkungan). Ukuran kepala pupa lebih besar dari ukuran tubuhnya, biasanya kurang aktif bergerak, dan tidak begitu membutuhkan makanan. 3.4.4 Pengamatan Stadium Dewasa (Imago) Pengamatan pada stadium dewasa dimulai setelah stadium pupa selesai. Nyamuk dewasa dipindahkan dalam kandang nyamuk berukuran 40 x 40 cm yang berjumlah 6 buah, dengan perlakuan 3 buah kandang dalam suhu kamar dan yang lainnya pada suhu lingkungan. Dalam setiap kandang diisi 50 ekor nyamuk. Alat pencatat suhu diletakkan pada setiap kandang. Nyamuk dewasa akan memperoleh makanan dari gula (sumber glukosa) yang ditaruh dalam botol kecil. Botol tersebut ditutup dengan kapas supaya memudahkan nyamuk dalam menghisapnya. Untuk menjaga metabolisme tubuh nyamuk sebaiknya setiap 3-4 hari sekali nyamuk - nyamuk tersebut diberikan darah marmut, dengan cara memfiksirnya dalam kandang jepit, kemudian dimasukkan ke dalam kandang nyamuk. Suhu dicatat setiap 12 jam sekali dan dilakukan sampai jumlah populasi nyamuk berkurang. Jumlah nyamuk yang mati setiap harinya, diamati. 3.5 Analisis Data Hasil pengukuran morfologi pada setiap instar larva dan panjang periode larva hingga dewasa ditabulasi, dianalisis dengan ANOVA dan apabila berbeda nyata, dilanjutkan dengan analisis Duncan (α = 0,05). Penentuan heat unit dilakukan dengan rumus DH atau derajat hari (WMO 1981) berikut ini : HU = n(ta-tb), di mana HU : Heat unit atau satuan panas (derajat hari) n : Jumlah hari (hasil pengamatan) yang diperlukan untuk menyelesaikan satu tahap pertumbuhan atau perkembangan nyamuk

T a T b : Suhu lingkungan (hasil pengamatan) : Suhu dasar Suhu dasar didapatkan dari proses iterasi perhitungan dengan berbagai nilai suhu dasar yang dicobakan, sehingga mendapatkan nilai standar deviasi (simpangan baku) satuan panas minimum.