Tujuan Penelitian. Manfaat Penelitian
|
|
- Hartanti Agusalim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2 penciuman, dan alat indera yang sensitif untuk memilih air yang disukainya (Gunandini dan Gionar 1999). Selain air bersih ternyata air tercemar juga dapat menjadi tempat perindukan dan berkembang biak nyamuk Aedes aegypti (Agustina 2006). Nyamuk Aedes aegypti mampu bertelur 100 sampai 102 butir (Bahang 1978; Gunandini 2002). Nyamuk betina menghisap darah untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya pada proses perkembangan telur di dalam ovarium. Struktur anatomi mulutnya pun sangat mendukung karena nyamuk betina mempunyai mulut yang kokoh sehingga dapat menembus kulit manusia maupun hewan. Nyamuk betina Aedes aegypti menghisap darah mamalia, aves, reptilia, dan amfibia, sedangkan nyamuk jantan di alam hanya menghisap cairan tumbuhan (Christophers 1960). Keberhasilan reproduksi nyamuk sangat ditentukan oleh perkembangan dan kematangan sperma pada nyamuk jantan, serta perkembangan dan kematangan sel telur pada nyamuk betina (Ross 1984). Nyamuk betina walaupun melakukan sekali perkawinan, akan tetapi telur dapat dihasilkan terus menerus sampai beberapa kelompok telur karena pada saat terjadi perkawinan, sperma dari nyamuk jantan dipindahkan ke dalam spermateka (kantung sperma) nyamuk betina dan disimpan sampai diperlukan untuk fertilisasi. Spermateka tersebut berfungsi untuk menampung sperma yang dihasilkan oleh nyamuk jantan (Christopers 1960; Clements 2000). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan reproduksi nyamuk Aedes aegypti berdasarkan keberadaan nyamuk jantan, yang terdiri atas jumlah telur, jumlah kelompok telur dan daya tetas telur. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan reproduksi nyamuk Aedes aegypti berdasarkan keberadaan nyamuk jantan sehingga pengendalian terhadap nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan lebih didasari pada pengetahuan yang benar. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes aegypti Nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) termasuk ke dalam ordo Diptera famili Culicidae. Famili Culicidae mempunyai tiga sub famili yang penting dalam bidang kesehatan yaitu: Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres) dan Anophelinae (Anopheles) (Eldridge 2003). Di antara ketiga sub famili tersebut hanya sub famili Culicidae yang menjadi vektor virus Dengue yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
2 3 Menurut Service (1986) nyamuk Aedes aegypti diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Sub Ordo : Nematocera Famili : Culicidae Sub Famili : Culicinae Genus : Aedes Spesies : Aedes aegypti Morfologi Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam ordo Diptera di yang artinya dua sedangkan pteron yang artinya sayap sehingga dapat diartikan sebagai serangga yang mempunyai dua pasang sayap (Soulsby 1982). Nyamuk dewasa biasanya mempunyai panjang 3-4 mm dengan vena dan sisik sayapnya tersebar meliputi seluruh bagian sayap sampai ke ujung-ujungnya. Aedes aegypti berwarna hitam dengan loreng-loreng putih sepanjang toraks dan abdomen serta ring berwarna putih di kakinya (Christophers 1960; Kettle 1984) (Gambar 1). Kepalanya agak membulat dan hampir seluruhnya diliputi oleh sepasang mata majemuk yang hampir bersentuhan (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk dewasa memiliki skutelum trilobus, toraks yang ditutupi oleh skutum pada bagian dorsal yang berwarna keperak-perakan dan tiga pasang kaki yang panjang (Cheng 1974). Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti Sumber: Nyamuk Aedes aegypti betina mempunyai mulut yang panjang disesuaikan untuk menusuk dan menghisap darah. Menurut Clements (1963) untuk menghasilkan rata-rata 85.5 butir telur seekor nyamuk memerlukan sejumlah mg darah, telur tidak dapat dihasilkan bila jumlah darah yang dihisap kurang dari 0.5 mg. Mulut nyamuk jantan lebih pendek karena tidak menghisap darah melainkan menghisap madu dan sari-sari tumbuhan (Christophers 1960). Bagian mulut nyamuk betina terdiri atas labium pada bagian bawah yang mempunyai saluran, pada bagian atas terdapat labrum epifarings, hipofarings, sepasang mandibula seperti pisau dan maksila yang bergerigi (Christopher 1960). Antena pada nyamuk dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin Aedes aegypti. Antena nyamuk betina memiliki sedikit bulu sehingga disebut
3 4 antena pilose, sedangkan antena nyamuk jantan memiliki banyak bulu yang disebut antena plumose (Christopher 1960). Siklus Hidup Siklus hidup Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur, larva (jentik), pupa, dan dewasa (Gambar 2). Larva maupun pupa memerlukan air untuk kehidupannya, sedangkan telurnya dapat tahan hidup dalam waktu yang lama tanpa air meskipun harus tetap dalam lingkungan yang lembab (Hadi dan Koesharto 2006). Gambar 2 Siklus hidup Aedes aegypti Sumber: Telur Telur Aedes aegypti berwarna hitam, oval, tunggal dan berukuran ± 0.8 mm, biasanya diletakkan di dinding wadah air di bagian atas permukaan air (Christophers 1960) (Gambar 3). Telur akan menetas antara dua sampai tiga hari pada suhu 30 o C, tetapi membutuhkan tujuh hari pada suhu 16 o C (Hadi dan Soviana 2010). Keadaan optimum perkembangan telur sampai menjadi nyamuk dewasa sekurang-kurangnya selama sembilan hari (Soedarmo 1988). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002). Telur Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam waktu lama tanpa air bahkan sampai enam bulan (Christophers 1960). Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan hidup spesies dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Cahyati dan Suharyo 2006). Faktor yang menentukan menetas atau tidaknya telur dipengaruhi oleh temperatur air, sifat alami mikroflora di dalamnya, ada tidaknya zat pembusuk dalam air dan kadar keasaman atau kebasaan air (Soulsby 1982). Suhu air yang optimum untuk penetasan telur adalah o C (Soulsby 1982).
4 5 Gambar 3 Telur Aedes aegypti Sumber: Larva Larva nyamuk Aedes aegypti terdiri atas kepala, toraks dan abdomen (Kettle 1984). Kepala berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk, serta sikat mulut yang menonjol. Abdomen terdiri atas sembilan ruas yang jelas, dan ruas terakhir dilengkapi dengan tabung udara (sifon) sebagai alat pernafasan yang pendek dan menggembung (Hadi dan Koesharto 2006) (Gambar 4). Pada segmensegmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat pecten, adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara, pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1 sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala (Christophers 1960; Borror et al. 1992; Clements 2000). Larva memperoleh makanan dengan bantuan sikat mulut yang berfungsi untuk menghasilkan aliran air yang dapat membawa makanan ke dalam mulut (Soulsby 1982). Larva di alam tumbuh dengan memakan alga dan bahan-bahan organik. Makanan yang mengandung protein lebih disukai dari pada yang mengandung karbohidrat. Gambar 4 Larva nyamuk Aedes aegypti Sumber: Stadium larva terdiri dari empat instar dan berlangsung selama 7-9 hari (Brown 1979). Selama perkembangan larva terjadi pertambahan ukuran dari instar I-IV yaitu mm (Christophers 1960). Stadium larva terdapat dalam berbagai tempat aquatik yang mengandung air jernih seperti dalam bak mandi. Jika air terguncang larva menjadi sangat aktif, yakni membuat gerakan ke atas dan ke bawah. Jika sedang beristirahat larva akan diam dan tubuhnya membentuk sudut terhadap permukaan air (Borror et al. 1992). Larva dari Aedes hanya mempunyai sepasang batang rambut pada saluran pernafasan. Larva nyamuk bernafas terutama pada permukaan air melalui satu buluh pernafasan pada ujung posterior tubuh (Christopers 1960). Jangka waktu perkembangan larva tergantung pada suhu, keberadaan makanan, dan kepadatan larva dalam wadah (Cahyati dan Suharyo 2006). Larva
5 6 dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8 hari, kemudian berubah menjadi pupa (Hadi dan Koesharto 2006). Pupa Pupa merupakan stadium terakhir yang berada di dalam air. Bentuk pupa ini adalah stadium tanpa makan dan sangat sensitif dengan pergerakan air. Pupa mempunyai segmen-segmen pada bagian perutnya (strukturnya menyerupai dayung) sehingga terlihat menyerupai koma (Service 1986). Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang terompet pernafasan (Gambar 5). Pupa memiliki daya apung yang besar. Pupa biasanya istirahat di permukaan air dengan posisi statis tetapi dapat berenang dengan baik. Pupa akan berenang turun jika diganggu dengan mengibaskan ekornya yang berfungsi seperti dayung. Beberapa saat kemudian pupa akan mengapung kembali ke permukaan air. Pupa dan larva Aedes aegypti memiliki sifat fototropisme negatif dan sensitif terhadap getaran (Christophers 1960). Gambar 5 Pupa nyamuk Aedes aegypti Sumber: Stadium pupa berlangsung selama 1-2 hari (Hadi dan Koesharto 2006), namun stadium ini dapat menjadi lebih lama hingga sepuluh hari pada suhu rendah (<25 o C). Suhu lingkungan di bawah 10 o C tidak akan terjadi perkembangan menjadi dewasa (Hadi & Soviana 2010). Saat menetas kulit pupa akan tersobek (eklosi) oleh gelembung udara dan kegiatan bentuk dewasa yang berusaha keluar dari pupa (kettle 1984). Perbandingan jantan dan betina yang keluar akan sama yaitu 1:1 (Affandi 2001). Nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari pupa, baru kemudian disusul nyamuk betina dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang nyamuk sampai nyamuk betina keluar. Setelah nyamuk betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini nyamuk betina sebelum mencari darah. Waktu yang dibutuhkan dari telur menjadi nyamuk dewasa yaitu 9-12 hari (Hadi dan Koesharto 2006). Nyamuk Dewasa Nyamuk Aedes aegypti vektor demam kuning dan dengue, jarang berpergian jauh, kira-kira 2 km dari habitat larva (Mullen dan Durden 2002). Nyamuk setelah muncul dari pupa akan mencari pasangan dan melakukan perkawinan. Nyamuk jantan setelah melakukan perkawinan akan beristirahat, nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi cairan tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menghisap darah untuk perkembangan telurnya. Aktivitas menggigit nyamuk ini adalah pagi dan sore hari. Apabila telah menghisap darah nyamuk akan istirahat di tempattempat yang gelap dan sejuk, sampai proses penyerapan darah untuk
6 7 perkembangan telur selesai. Setelah itu nyamuk akan mencari tempat yang berair untuk bertelur. Setelah bertelur nyamuk akan mencari darah kembali untuk siklus bertelur berikutnya (siklus gonotrofik) yang berlangsung setiap 2-3 hari untuk daerah tropis seperti di Indonesia (Hadi dan Koesharto 2006). Sistem Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Sistem Reproduksi Betina Sperma dipindahkan dari nyamuk jantan ke nyamuk betina sekaligus dalam jumlah yang besar pada saat kawin. Sperma yang dipindahkan tersebut sebagian digunakan untuk fertilisasi dan sisanya disimpan oleh nyamuk betina di dalam spermateka (Ross 1984). Nyamuk Aedes aegypti betina dapat menggunakan sperma yang berasal dari beberapa nyamuk jantan untuk fertilisasi pada satu kelompok telurnya (Clements 1963). Sistem reproduksi bagian dalam nyamuk betina terdiri dari sepasang ovari, satu sistem saluran yang berperan sebagai tempat keluarnya telur-telur, dan kelenjar-kelenjar yang terkait. Masing-masing ovari tersebut terdiri dari sekelompok ovariol (Gambar 6). Gambar 6 Organ reproduksi nyamuk betina Telur berkembang di dalam ovariol pada ovarium nyamuk betina. Jumlah ovariol tiap-tiap ovarium dari 1 sampai 200 atau lebih, namun biasanya berkisar antara 4-8 (Borror et al. 1992). Banyak sel kecambah primer (oogonia) di dalam ovariol yang akan berkembang menjadi oosit. Oogonia tersebut terletak pada bagian ujung anterior ovariol yaitu germanium. Setelah nyamuk betina menghisap darah, oosit pada ovariol berkembang dengan cepat, membentuk kuning telur dan terbentuk telur yang matang. Kuning telur ini terdiri dari badan-badan protein (berasal dari protein-protein hemolim), butiran-butiran lemak dan glikogen (Borror et al. 1992). Produksi telur dikontrol oleh satu atau lebih hormon dari korpora allata, termasuk hormon juvenil yang akan mengontrol tahapan-tahapan awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Oosit-oosit lewat ke bawah melalui ovariol dan mengalami pemasakan ketika berjalan melewatinya. Urutan kurun waktu pemasakan oosit dicerminkan dalam urutan ruang di dalam ovariol (Borror et al. 1992). Telur yang telah matang disalurkan ke oviduk dengan dilapisi dua lapis korion (endokorion dan eksokorion). Korion berlubang-lubang
7 8 (mikrofil) yang berfungsi sebagai jalan masuk sperma ke dalam sel telur (Clements 1963). Nyamuk betina memiliki satu spermateka (kantung sperma) yang berukuran besar berfungsi untuk menampung sperma nyamuk jantan dan disimpan sampai diperlukan untuk fertilisasi (Christopers 1960). Sistem Reproduksi Jantan Sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, testes, dan kelenjar tambahan. Testes ditutupi oleh lemak tubuh dan terletak di segmen 5 dan 6 dorsolateral dari abdomen. Testes berjumlah dua buah dan masing-masing terdiri dari sekelompok buluh-buluh sperma atau folikel-folikel yang dikelilingi oleh selaput peritoneum (Gambar 7). Vas efferens merupakan buluh penghubung yang pendek tempat bermuaranya folikel sperma. Vas efferens berhubungan dengan satu deferens tunggal. Dua vas deferensia bersatu disebelah posterior untuk membentuk saluran ejakulasi media dan bermuara pada bagian luar penis (aedeagus) (Borror et al. 1992). Kantung-kantung semen merupakan sebuah divertikulum yang terdapat pada vas deferensia dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa. Cairan-cairan disekresikan oleh kelenjar-kelenjar tambahan dan membentuk satu kapsula yang mengandung sperma (spermatofor) (Borror et al. 1992). Bagian distal (anterior) dari folikel-folikel sperma testes merupakan tempat mulainya perkembangan sperma dan melanjutkan perkembangan ketika melewati vas efferens (Borror et al. 1992). Saat serangga mencapai tahapan dewasa biasanya proses spermatogenesis selesai (Borror et al. 1992). Gambar 7 Organ reproduksi nyamuk jantan Proses Perkawinan Perkawinan (mating) antara jantan dan betina dapat terjadi secara alamiah (nature mating) di alam dan disengaja (artificial mating) untuk kepentingan tertentu. Perkawinan secara alamiah terjadi berdasarkan insting nyamuk dewasa yang sudah dimiliki Aedes aegypti untuk mempertahankan eksistensinya di alam. Jantan akan terbang berlawanan arah angin sampai akhirnya tegak lurus dengan tepi nyamuk betina. Nyamuk jantan berhenti pada bagian belakang betina setelah mencapai bagian alat kelamin betina. Menurut Clements (1963), jantan akan mencoba menempel pada betina dan apabila tidak berhasil jantan akan
8 9 menghentikan pengejaran dan mencari betina yang lain. Perkawinan antara nyamuk jantan dan betina ini berlangsung di udara selama ± 30 detik (Kettle 1984). Frekuensi suara yang dihasilkan oleh nyamuk betina pada saat terbang lebih rendah dibandingkan jantan. Frekuensi suara yang dihasilkan nyamuk jantan mencapai 600 cs -1, sedangkan nyamuk betina berkisar antara cs -1 dan frekuensi tersebut akan menurun ketika perkawinan berlangsung (Becker et al. 2003). Volatil sex feromon merupakan tanda yang dapat merangsang nyamuk jantan untuk menemukan nyamuk betina. Hal tersebut dilakukan oleh antena plumose yang sangat sensitif terhadap suara yang dihasilkan oleh nyamuk betina. Saat nyamuk betina masuk ke dalam kawanan, nyamuk jantan akan langsung menangkap betina. Kopulasi merupakan hal yang komplek pada struktur reproduktif dari nyamuk betina dan jantan. Menurut Becker et al. (2003), kopulasi terjadi pada saat nyamuk betina dan nyamuk jantan keluar dari kawanan tersebut. Kopulasi juga dapat terjadi pada tempat-tempat yang sunyi atau dapat terjadi pada saat nyamuk betina sedang istirahat (Christophers 1960). Kopulasi dapat terjadi selama 12 detik sampai beberapa menit (Mullen dan Durden 2002) dan menurut Clements (1999) kopulasi dapat terjadi sempurna pada kandang yang kecil. Kopulasi biasanya memakan waktu kurang dari setengah menit untuk nyamuk jantan mendepositkan spermatozoa pada bursa kopulatrik nyamuk betina. Menurut Christophers (1960), nyamuk jantan dapat kawin beberapa kali, sedangkan nyamuk betina tidak. Perilaku Hidup Aedes aegypti Nyamuk Aedes aegypti bersifat antropofilik yaitu menyukai darah manusia dibandingkan darah hewan. Nyamuk Aedes aegypti menyukai tempat perindukan yang gelap, terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan tenang (Soegijanto 2006). Tempat perindukan (tempat nyamuk meletakkan telur) terletak di dalam maupun diluar rumah dan dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada lubang pohon dan pelepahpelepah daun (Soegijanto 2006). Nyamuk Aedes aegypti tertarik pada cahaya, pakaian berwarna gelap, manusia serta hewan. Ketertarikan tersebut disebabkan oleh kemampuan manusia dan hewan untuk mengeluarkan zat-zat seperti CO 2, beberapa asam amino, panas tubuh, bau badan atau keringat (Hadi dan Koesharto 2006). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Aedes aegypti Perkembangan Aedes aegypti dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, baik faktor yang berasal dari dalam seperti hormonal maupun faktor dari luar yaitu kondisi lingkungan (nutrisi, suhu, kelembaban, dan curah hujan). Hormon juvenil (neotenin) yang dihasilkan oleh corpus allata berperan dalam proses perkembangan larva menjadi pupa dan dapat digunakan untuk mematikan larva. Apabila kadar hormon juvenil yang dihasilkan tinggi maka larva tidak akan menjadi pupa karena hormon ini menghambat metamorfosis larva menjadi dewasa.
9 10 Nyamuk Aedes aegypti memerlukan nutrisi yang cukup untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan menghasilkan keturunan. Larva membutuhkan makanan yang cukup untuk mendukung perkembangannya menjadi pupa. Nyamuk Aedes aegypti betina memerlukan darah untuk pematangan telur (Meisch dan Lancaster 1986). Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti memerlukan suhu yang optimum berkisar antara o C, suhu yang terlalu tinggi (>35 o C) dapat meningkatkan mortalitas nyamuk (Martens 1997; Epstein et al. 1998). Kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti juga dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kelembaban udara yang disukai nyamuk yaitu >60% (Martens 1997). Apabila kelembaban udara rendah maka akan memperpendek umur nyamuk. Peningkatan kelembaban udara berbanding lurus dengan peningkatan kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998). Curah hujan juga mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula kepadatan nyamuk, namun sebaliknya curah hujan yang rendah akan mengurangi kepadatan nyamuk (Epstein et al. 1998). Curah hujan yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan nyamuk minimal 1.5 mm per hari (Martens 1997). Selain itu, perkembangbiakan nyamuk secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh faktor kepadatan penduduk yang bertambah setiap tahunnya, faktor perilaku, partisipasi dan pengetahuan masyarakat yang kurang dalam kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (Yudhastuti dan Anni 2005). METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari awal bulan Januari sampai akhir Juni Penelitian dan pengamatan dilakukan di Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Penelitian ini menggunakan nyamuk Aedes aegypti, telur nyamuk yang dibiakkan berasal dari laboratorium Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (IPHK). Indukan nyamuk diambil dari koloni hasil pemeliharaan laboratorium insektarium sebanyak 60 ekor nyamuk jantan dan 120 ekor nyamuk betina, pelet sebagai pakan larva, air gula dan marmut sebagai sumber pakan darah untuk nyamuk betina. Selain itu alat-alat yang digunakan adalah kandang berukuran 40x40x40 cm 3 sebanyak 6 kandang, kertas saring, kaca pembesar, aspirator, gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kapas, nampan, dan botol kecil serta hand counter.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin
HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Nyamuk Aedes aegypti
TINJAUAN PUSTAKA Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk Aedes termasuk ke dalam famili Culicidae dengan subfamili Culicinae. Genus Aedes memilki lebih dari 900 spesies (Kettle 1989). Secara morfologi nyamuk Aedes
Lebih terperinciKEMAMPUAN REPRODUKSI NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN KEBERADAAN NYAMUK JANTAN PORMAN HERAWATI PURBA
KEMAMPUAN REPRODUKSI NYAMUK Aedes aegypti BERDASARKAN KEBERADAAN NYAMUK JANTAN PORMAN HERAWATI PURBA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,
5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti
14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)
II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Taksonomi Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta :
Lebih terperinciBagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?
Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
19 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Telur Nyamuk Aedes aegypti yang telah diberikan pakan darah akan menghasilkan sejumlah telur. Telur-telur tersebut dihitung dan disimpan menurut siklus gonotrofik. Jumlah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti 2.2 Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bionomik Nyamuk Aedes aegypti Nyamuk termasuk kedalam ordo Diptera. Ordo Diptera terdiri dari 80 spesies yang tergolong kedalam 140 famili. Ordo ini termasuk juga dalam fillum Arthropoda.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Nyamuk Aedes sp tersebar di seluruh dunia dan diperkirakan mencapai 950 spesies. Nyamuk ini dapat menyebabkan gangguan gigitan yang serius terhadap manusia dan binatang,
Lebih terperinci3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Nyamuk Uji 3.3 Metode Penelitian
3 MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Insektarium, Laboratorium Entomologi, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciGambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila
I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati
Lebih terperinciBALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK
IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Nyamuk Dalam daur kehidupan nyamuk mengalami proses metamorfosis sempurna, yaitu perubahan bentuk tubuh yang melewati tahap telur, larva, pupa, dan imago atau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciKBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id
Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit
Lebih terperinciMetamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa
Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk termasuk jenis serangga dalam ordo diptera, dari kelas insecta. Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang langsing dan enam kaki panjang. Antar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi
1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) 2.1.1 Deskripsi Morfologi Tanaman Bunga Pagoda Clerodendrum squamatum Vahl temasuk dalam ordo Lamiales dan famili
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk 1. Nyamuk sebagai vektor Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirih (Piper bettle L.) 1. Klasifikasi Sirih (Piper bettle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus
12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai
TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
11 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Identifikasi Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi terinfestasi lalat Hippobosca sp menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit penyakit melalui nyamuk (vektor).
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Nyamuk Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi menjadi 109
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel
BAHAN DAN METODE Lokasi Pengambilan Sampel Nyamuk untuk bahan uji dalam penelitian ini berasal dari telur Aedes aegypti yang diperoleh dari wilayah Jakarta Timur yang memiliki kasus demam berdarah tertinggi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue, gejalanya adalah demam tinggi, disertai sakit kepala, mual, muntah,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nyamuk sebagai vektor penyakit 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk
16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk
Lebih terperinciACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA
ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.
4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Capung
TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
kaki) 6) Arthropoda dibagi menjadi 4 klas, dari klas klas tersebut terdapat klas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nyamuk Arthropoda adalah binatang invertebrata; bersel banyak; bersegmen segmen;
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap
21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian daya tolak ekstrak daun pandan wangi (P. amaryllifolius) terhadap nyamuk Ae. aegypti dilakukan pada bulan Maret 2010 dilakukan di laboratorium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat
BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon
Lebih terperinciMusca domestica ( Lalat rumah)
PARASITOLOGI LALAT SEBAGAI VEKTOR PENYAKT Musca domestica ( Lalat rumah) Oleh : Ni Kadek Lulus Saraswati P07134013007 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN D-III
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Philum : Arthropoda Sub Philum : Mandibulata
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi
Lebih terperinciBAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua
BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)
TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan
3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sedangkan Aedes albopictus adalah vektor sekunder. Aedes sp. berwarna hitam dan belang-belang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas
HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 KAJIAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK Aedes DI GAMPOENG ULEE TUY KECAMATAN DARUL IMARAH ACEH BESAR Elita Agustina 1) dan Kartini 2) 1) Program Studi
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengenalan Nyamuk Ada lebih dari 2500 spesies nyamuk di seluruh dunia. Semua nyamuk memerlukan air untuk melengkapi siklus hidupnya. Jenis air di mana larva nyamuk ditemukan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian penentuan daya tolak ekstrak daun sirih (Piper bettle L.) terhadap nyamuk Ae. aegypti ini dilakukan pada bulan Maret 2010 yang meliputi
Lebih terperinciTABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.
TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Anopheles 1. Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles a. Morfologi nyamuk Anopheles sp. Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) : Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial
TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri
Lebih terperinci... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan
... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Burung Puyuh Ciri khas burung puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica ) adalah bentuk badannya relatif lebih besar dari jenis burung-burung puyuh lainnya. Burung puyuh ini memiliki
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera
TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra (Bombyx mori L.) Ulat sutera adalah serangga holometabola yang mengalami metamorfosa sempurna, yang berarti bahwa setiap generasi keempat stadia, yaitu telur, larva atau lazim
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. : Dicotyledoneae. perdu yang memiliki batang pohon besar dan berkayu keras. Cengkeh
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Cengkeh Menurut Bulan (2004) klasifikasi dari tanaman cengkeh adalah sebagai berikut : Divisio Sub-Divisio Kelas Sub-Kelas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Klasifikasi Pandan Wangi (P. amaryllifolius) menurut Van Steenis (1997)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Malaria dan demam berdarah merupakan penyakit tropis dan menimbulkan epidemi yang luas dan cepat (Lailatul et al., 2010). Nyamuk adalah ancaman utama bagi 2
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan
29 III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan prosedur yang direkomendasikan oleh
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) DTS,DARSONO,MSi KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT
I t; I MENGENAT DAN MEMAHAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH ( Aedes aegypti ) Oleh : DTS,DARSONO,MSi Laboratorium Entomologi dan Parpsitologi Pakultas Biologi Unsoed KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAT UNIVERSITAS
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang
5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda
Lebih terperinciADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah
Lebih terperinci