BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

RELAPS PADA PASIEN SKIZOFRENIA Diny Rezki Amelia dan Zainul Anwar Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang berubah-ubah dan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditemukan pada semua lapisan sosial, pendidikan, ekonomi dan ras di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

Keefektifan terapi keluarga terhadap penurunan angka kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit khusus jiwa dan saraf Puri Waluyo Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah orang dengan gangguan skizofrenia dewasa ini semakin. terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti indonesia dan

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

Psikoedukasi keluarga pada pasien skizofrenia

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti

BAB 1. PENDAHULUAN. Stres adalah satu dari konsep-konsep sentral psikiatri, walaupun istilah ini

BAB I PENDAHULUAN. penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita Psikosis tidak

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain. Maka haruslah tergerak motifmotif

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian. perjalanan kronik dan berulang. Skizofrenia biasanya memiliki onset pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di sana. Kehidupan perkotaan seperti di Jakarta menawarkan segala

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan lainnya ( Samuel, 2012). Menurut Friedman, (2008) juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BABI PENDAHULUAN. kehidupan individu selalu dan tidak lepas dari masalah yang ada sehingga kadangkala

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB I PENDAHULUAN. genetik, faktor organo-biologis, faktor psikologis serta faktor sosio-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dari keluarga. Townsend (2014), mengatakan skizofrenia yaitu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAGIAN PSIKIATRI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SUMATERA UTARA JL. Tali Air no. 21 Medan PERNYATAAN KESEDIAAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengendalian diri serta terbebas dari stress yang serius. Kesehatan jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

1. Dokter Umum 2. Perawat KETERKAITAN : PERALATAN PERLENGKAPAN : 1. SOP anamnesa pasien. Petugas Medis/ paramedis di BP

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Wahid, dkk, 2006).

PEMERIKSAAN PSIKIATRI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah kondisi maladaptif pada psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan penarikan diri dari lingkungan (Semiun, 2006). Skizofrenia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masing-masing dari kita mungkin pernah menyaksikan di jalan-jalan, orang yang berpakaian compang-camping bahkan terkadang telanjang sama sekali, berkulit dekil, rambut gimbal, atau kasar seperti bertahun-tahun tidak dicuci dan disisir. Jika diperhatikan lebih lanjut, terkadang mereka tampak berbicara sendiri tanpa ada lawan bicara, terkadang mengomel, atau marah-marah pada orang-orang disekitarnya tanpa tujuan yang jelas. Apabila melihat hal tersebut, biasanya kita langsung menyebutnya sebagai orang gila, orang sinting, orang edan, dan sebagainya. Secara ilmiah orang semacam ini dikatakan menderita gangguan skizofrenia, yaitu suatu gangguan yang dianggap sebagai salah satu gangguan mental yang paling berbahaya. Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani; schizein yang berarti terpisah atau pecah dan phrenia yang berarti jiwa. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karakteristik utama dari gangguan skizofrenia, yaitu adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Gangguan skizofrenia tergolong pada gangguan psikotik, yang ciri utamanya antara lain adalah kegagalan dalam reality testing. Gangguan skizofrenia sebenarnya telah dibicarakan sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam sejarahnya, banyak sekali tokoh psikiatri maupun neurologi yang berperan. Beberapa tokoh yang dianggap memberikan sumbangan penting antara lain Emil Kraepelin dan Eugen Bleuler. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia, dimana sekitar 99% pasien di RS Jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia (Arif, 2006). Penderita skizofrenia sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya dibandingkan individu yang menderita penyakit

2 medis lainnya. Mereka sering mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, misalnya perlakuan kekerasan, diasingkan, diisolasi atau dipasung. Mereka sering sekali disebut sebagai orang gila (insanity atau madness). Ini mungkin disebabkan karena ketidaktahuan atau pengertian yang salah dari keluarga atau anggota masyarakat mengenai skizofrenia. Masyarakat pada umumnya mengesampingkan bahwa perubahan pada seseorang yang menderita skizofrenia berhubungan dengan kepribadiannya yang terpecah, tetapi masyarakat lebih menekankan kepada penderita bahwa mereka adalah orang yang sangat berbahaya bagi lingkungan sekitarnya. Skizofrenia bukan masalah psikologis semata, ini merupakan gangguan jiwa yang harus ditangani dengan tepat dan benar. Manifestasi gangguan ini sering ditemukan pada kelompok usia muda. Hal ini akan mempengaruhi perasaan, pikiran, perilaku, pergerakan, pembicaraan, inisiatif, pekerjaan dan kehidupan sosial dari penderita. Akibat kurangnya pengetahuan mengenai skizofrenia, menyebabkan timbulnya pengertian yang salah baik di pihak keluarga maupun lingkungan sekitar sehingga penanganannya menjadi lebih lama disebabkan kebingungan keluarga dalam mencari bantuan yang tepat. Kurangnya kesadaran masyarakat akan penyakit ini mungkin berhubungan dengan penatalaksanaan dan fasilitas perawatan yang kurang memadai. Onset yang timbul pertama kali pada skizofrenia sering ditemukan pada usia remaja atau dewasa muda, perjalanan penyakit yang kronik dan tidak sembuh. Hal ini menyebabkan penderita sering dianggap menjadi beban dan kurang berguna bagi masyarakat. Beban ekonomi dan penderitaan yang harus ditanggung oleh penderita skizofrenia ternyata sangat besar. Ini dapat dilihat dari data yang ada bahwa 8% pasien dengan skizofrenia tidak bekerja, 50% melakukan usaha bunuh diri, 10% berhasil melakukan bunuh diri, belum lagi besarnya biaya yang harus dikeluarkan baik secara langsung untuk membeli obat-obatan dan biaya perawatan, maupun secara tidak langsung seperti hilangnya pendapatan pasien, waktu yang diberikan oleh care-givers untuk penderita, serta penderitaan yang dialami oleh pasien dan pihak keluarga (Sinaga, 2007). Arif (2006) menyatakan sebuah keluarga yang anggotanya menderita skizofrenia cenderung tertutup dan enggan diwawancarai oleh orang asing. Sepertinya hal ini disebabkan oleh stigma, rasa malu dan penyalahan dari lingkungan

3 sosial yang dialami keluarga. Kehadiran skizofrenia dalam mereka sungguh menimbulkan aib yang besar. Hal ini tidak terbatas pada keluarga dengan status sosial-ekonomi-pendidikan yang rendah saja, namun juga dialami oleh keluarga kalangan atas. Biasanya keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia akan menyerahkan sepenuhnya perawatan dan pengobatan kepada pihak rumah sakit jiwa karena mereka kurang mengetahui bagaiman cara merawat penderita skizofrenia dan mereka berkeyakinan bahwa dengan menjalani perawatan di rumah sakit jiwa maka pasien akan mendapat perawatan dan pengobatan yang tepat sehingga kemungkinan untuk pulih sangat besar. Pada dasarnya semua pasien skizofrenia memang harus menjalani perawatan inap di rumah sakit jiwa, semua pasien skizofrenia seharusnya dirawat di rumah sakit jiwa sebisa mungkin saat penampilan pertama. Rumah sakit memberikan lingkungan suportif dan memaparkan pada yang lain dengan kondisi yang sama dengan terapi yang serupa. Indikasi utama perawatan di rumah sakit jiwa adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di rumah sakit jiwa yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Biasanya pasien yang pertama kali dibawa ke rumah sakit jiwa untuk berobat pasti akan meronta-ronta, mengamuk bahkan cenderung bersikap kasar karena dia menolak untuk diobati. Tetapi pihak rumah sakit harus bisa menenangkan pasien tersebut untuk pengobatan selanjutnya. Setelah diberi pengobatan dan terapi-terapi psikologis, pasien akan mulai terbiasa dan bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar serta mulai bisa menerima obat-obatan anti psikotik yang dia konsumsi. Perawatan di rumah sakit jiwa menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Penelitian telah menunjukkan bahwa perawatan singkat di rumah sakit jiwa (empat sampai enam minggu) adalah sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang di rumah sakit jiwa dan bahwa rumah sakit jiwa dengan pendekatan perilaku

4 yang aktif adalah lebih efektif daripada institusi yang biasanya dan komunitas terapeutik berorientasi-tilikan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 1997). Rencana pengobatan di rumah sakit jiwa harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit jiwa harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas pascarawat. Kunjungan rumah kadang-kadang dapat membantu pasien tetap diluar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien. Meskipun sebenarnya skizofrenia tidak bisa disembuhkan secara total, tetapi dengan menggunakan obat-obatan anti-psikotik dan psikoterapi maka gejala-gejala positif skizofrenia dapat dikendalikan. Pemulihan menyeluruh mungkin saja dilakukan tapi tidak bisa dipastikan. Dengan mendapat perawatan yang tepat dari pihak rumah sakit jiwa, keluarga pasien penderita skizofrenia berharap bahwa pasien akan pulih dari simtom-simtom penyebab gangguan tersebut dan dapat beraktivitas seperti biasa serta tidak lagi membebani keluarga dan masyarakat. Pasien rawat inap yang sudah menunjukkan perilaku yang baik setelah pengobatan dan tidak lagi menunjukkan gejala-gejala yang buruk maka dapat direkomendasikan oleh rumah sakit jiwa untuk pulang ke rumah dan menjalani rawat jalan dengan pengawasan keluarganya. Namun bagaimana jika seorang pasien yang sebelumnya mendapat perawatan yang cukup baik dan pengobatan yang sesuai dengan dosis yang diberikan oleh dokter serta diizinkan untuk menjalani rawat jalan tidak berapa lama mengalami kekambuhan dengan menunjukkan gejala-gejala seperti saat belum mendapatkan perawatan dirumah sakit jiwa. Hal inilah yang biasa disebut dengan relaps atau kekambuhan kembali. Relaps diartikan sebagai suatu keadaan dimana apabila seorang pasien skizofrenia yang telah menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa dan diperbolehkan pulang kemudian kembali menunjukkan gejala-gejala sebelum dirawat inap. Setiap relaps yang terjadi berpotensi membahayakan bagi pasien dan keluarganya. Apabila relaps terjadi maka pasien harus kembali melakukan perawatan inap di rumah sakit jiwa (rehospitalisasi) untuk ditangani oleh pihak yang berwenang.

5 Kebanyakan pasien-pasien skizofrenia mengalami perjalanan penyakit yang kronik dengan berbagai bentuk karakteristik relaps dengan eksaserbasi psikosis dan peningkatan angka rehospitalisasi. Terjadinya relaps dapat menurunkan tingkat dan durasi remisi, memperburuk disabilitas dan meningkatkan refrakteritas bagi pengobatan selanjutnya. Dalam buku Minister Supply dan Service Canada (2005) dijelaskan bahwa banyak keluarga mengatakan ketika pasien keluar dari rumah sakit, mereka berharap masalah utama yang berada di balik pasien sedang dalam jalan menuju perbaikan. Mereka percaya bahwa dengan pengobatan dan terapi yang tepat, pasien akan semakin membaik sampai kemudian sembuh. Ketika pasien mengalami kekambuhan saat dalam rawat jalan, banyak diantara keluarga tersebut merasa terkejut. Relaps atau kekambuhan paling mengikuti perjalanan bagi kehidupan pasien skizofrenia. Dalam sebuah penelitian yang ditulis oleh Davies (1994) hampir 80% pasien skizofrenia mengalami relaps berulang kali. Relaps biasanya terjadi bila keluarga hanya menyerahkan perawatan pada rumah sakit jiwa dan obat-obatan anti psikotik tanpa disukung perawatan langsung dari keluarga. Dalam sebuah penelitian yang ditulis dalam The Hongkong Medical Diary bahwa studi naturalistik telah menemukan tingkat kekambuhan atau relaps pada pasien skizofrenia adalah 70%-82% hingga lima tahun setelah pasien masuk rumah sakit pertama kali. Penelitian di Hongkong menemukan bahwa dari 93 pasien skizofrenia masing-masing memiliki potensi relaps 21%, 33%, dan 40% pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Menurut data yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2004, pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1387 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia sebanyak 1183 orang (88,15%). Pada tahun 2005 pasien gangguan jiwa yang dirawat berjumlah 1694 orang, dari jumlah tersebut penderita skizofrenia 1543 orang (91,09%). Dari 1543 orang penderita skizofrenia yang dirawat pada tahun 2005 sebanyak 1493 orang penderita remisi sempurna (96,76%), dan dari jumlah tersebut penderita yang mengalami relaps sebanyak 876 orang penderita (58,67%). Data di atas menunjukkan adanya peningkatan penderita skizofrenia dari tahun ke tahun di Rumah Sakit Jiwa

6 Daerah Provinsi Sumatera Utara dan juga menunjukkan tingginya angka relaps pada penderita remisi sempurna (Sirait, 2008). Terjadinya relaps pada pasien skizofrenia tentu akan merugikan dan membahayakan pasien, keluarga, dan masyarakat. Ketika tanda-tanda kekambuhan atau relaps muncul, pasien bisa saja berperilaku menyimpang seperti mengamuk, bertindak anarkis seperti menghancurkan barang-barang atau yang lebih parah lagi pasien akan melukai bahkan membunuh orang lain atau dirinya sendiri. Jika hal itu terjadi masyarakat akan menganggap bahwa gangguan yang diderita pasien tersebut sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Keluarga pun akan dirugikan dari segi materi karena jika pasien mengalami rehospitalisasi atau kembali menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa maka akan banyak biaya yang harus mereka keluarkan untuk pengobatan. Alasan peneliti melakukan penelitian ini dan memilih kelompok relaps sebagai target populasi dalam penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa rehospitalisasi sering terjadi pada pasien-pasien skizofrenia yang mengalami relaps di rumah sakit jiwa. Mengingat gangguan skizofrenia sangat sulit disembuhkan maka potensi pasien yang mengalami relaps akan semakin besar jika tidak ada dukungan baik dari pihak rumah sakit, keluarga atau masyarakat. Berdasarkan hal itu, peneliti merasa perlu melakukan penelitian untuk mengetahui penyebab relaps pada pasien skizofrenia. Peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penggalian lebih dalam terkait dengan apa yang menyebabkan pasien itu kambuh bahkan setelah pasien mendapat perawatan medis maupun psikologis. Peneliti juga beranggapan bahwa penelitian ini juga dapat digunakan untuk meminimalkan kejadian relaps sehingga dapat menurunkan angka rehospitalisasi. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah mengapa penderita skizofrenia mengalami relaps?

7 C. Tujuan penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa penderita skizofrenia mengalami relaps. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teotitis Memberikan wacana dan informasi tambahan terhadap ilmu psikologi secara umum khususnya psikologi klinis. 2. Manfaat praktis a. Memberikan informasi tentang penyebab terjadinya relaps pada pasien skizofrenia sehingga pihak rumah sakit dan keluarga dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya relaps pada pasien b. Sebagai masukan untuk memberikan informasi kepada keluarga dan kerabat terdekat pasien agar ikut aktif berperan dalam membantu kesembuhan pasien dan mencegah terjadinya relaps pada pasien.