I. PENDAHULUAN. Oleh karena itu, di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sektor industri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

BERITA RESMI STATISTIK

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

BERITA RESMI STATISTIK

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR SEDANG TRIWULAN III TAHUN 2011

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BENGKULU TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN III TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB III KERANGKA EKONOMI MAKRO

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA BARAT TAHUN 2015

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN TRIWULAN I-2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar alinea keempat,

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Analisis Isu-Isu Strategis

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia selama 10 tahun terakhir. Data Badan Pusat Statistik

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2015

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL, TRIWULAN III TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah yang sedang dihadapi (Sandika, 2014). Salah satu usaha untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA BARAT TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa didukung adanya kegiatan kegiatan yang. indonesia tidaklah mudah, harus ada sinergi antara pemerintah dan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN II TAHUN 2017

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR PROVINSI SUMATERA UTARA TRIWULAN III TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI SERDANG BEDAGAI TAHUN 2015

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun. dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG TRIWULAN I TAHUN 2011

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya pembangunan mempunyai dua sasaran utama, yaitu penyediaan kerja bagi penduduk yang telah mencapai usia kerja dan peningkatan taraf hidup. Oleh karena itu, di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sektor industri mendapatkan perhatian khusus untuk dikembangkan. Sektor industri dianggap dapat menjadi motor dalam pembangunan ekonomi karena industrialisasi dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Keberadaan industri juga sering dikaitkan dengan peranan industri sebagai sektor pemimpin (leading sector), yaitu pembangunan industri dapat memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya seperti sektor perdagangan, pertanian, ataupun sektor jasa (Arsyad, 1999). Berkembangnya sektor-sektor tersebut akan mendukung laju pertumbuhan industri, sehingga menyebabkan meluasnya peluang kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli masyarakat. Sebagian besar kemiskinan di negara-negara berkembang diakibatkan oleh tekanan populasi tanpa adanya pekerjaan alternatif menyebabkan terlalu banyak orang terjun ke sektor pertanian; tenaga kerja digunakan melebihi titik optimum

2 sehingga menimbulkan ketidakefisienan dan produktivitas per kapita yang rendah. Oleh karena itu, pembangunan industri manufaktur dimaksudkan untuk menyediakan pekerjaan bagi penduduk yang jumlahnya semakin meningkat dan untuk meningkatkan taraf hidup dengan meningkatkan pendapatan per kapita. Pada tabel di bawah ini menjelaskan tentang perkembangan PDRB di Provinsi Lampung Periode 2010-2012. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha (juta rupiah) di Provinsi Lampung, 2010-2012 Lapangan Usaha 2010 2011 2012 Pertanian 14.851.400 15.587.581 16.242780 Pertambangan dan Penggalian 713.022 809.109 827.570 Industri Pengolahan 5.177.596 5.430.218 5.668.830 Listrik, Gas dan Air Bersih 142.869 156.952 173.449 Bangunan 1.833.091 1.975.551 2.090.461 Perdagangan, Hotel, Restoran 6.114.068 6.450.606 6.811.060 Pengangkutan dan 2.803.218 3.166.967 3.598.532 Telekomunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa 3.856.252 4.144.817 4.660.496 Perusahaan Jasa-jasa 2.898.383 3.137.140 3.432.638 Jumlah 38.389.899 40.858.942 43.505.816 Sumber : BPS Provinsi Lampung (dalam angka) 2013 Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa PDRB dari sektor industri pengolahan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 sumbangan PDRB dari sektor industri pengolahan sebesar 5.177.596, tahun 2011 sebesar 5.430.218 dan pada tahun 2012 sebesar 5.668.830. Peningkatan tidak hanya terjadi pada sektor industri pengolahan, sumbangan PDRB dari semua sektor mengalami peningkatan dari tahun 2010-2012. Sumbangan tertinggi didapat dari sektor pertanian yaitu sebesar 14.851.400 pada tahun 2010, 15.587.581 pada tahun 2011, dan 16.242.780 pada tahun 2012.

3 Dari data diatas, dapat diketahui bahwa Provinsi Lampung masih mengandalkan perekonomiannya pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang kuat dan stabil dapat menjadi penopang dalam pembangunan sektor industri. Pembangunan di kedua sektor ini tidak dapat dipisahkan, karena kedua sektor ini mempunyai kaitan yang sangat erat. Sektor pertanian dapat menjadi penyokong sumber bahan baku untuk kegiatan industri, dimana bahan baku itu akan diolah menjadi barang yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi. Pada tabel 2, menunjukkan bahwa perusahaan industri besar/sedang di Provinsi Lampung mengalami fluktuasi. Peningkatan yang terjadi dalam tiga tahun tidak signifikan. Pada tahun 2009 perusahaan industri besar/sedang berjumlah 267, mengalami penurunan di tahun 2010 menjadi 242 perusahaan, dan meningkat kembali pada tahun 2011 sebanyak 268 perusahaan. Industri dengan jumlah terbanyak ada pada bidang makanan dan minuman/tembakau/tekstil/pakaian jadi, yaitu sebanyak 190 pada tahun 2009, menurun pada tahun 2010 menjadi 174, dan meningkat lagi pada tahun 2011 menjadi 195 perusahaan. Sedangkan industri dengan jumlah perusahaan terkecil ada pada bidang logam dasar/barang-barang dari logam dan peralatannya, jumlah perusahaan pada bidang ini stabil dari tahun 2009-2011 sebanyak 4 perusahaan. Berikut ini jumlah perusahaan industri sedang/besar di Provinsi Lampung dari tahun 2009-2011.

4 Tabel 2. Jumlah Perusahaan Industri Besar/Sedang, 2009-2011 Industri 2009 2010 2011 Makanan dan minuman/ Tembakau/Tekstil/ Pakaian 190 174 195 jadi Kayu, barang dari kayu dan anyaman 12 9 11 Kertas dan barang dari kertas/ penerbitan, 5 4 5 percetakan dan reproduksi Batubara, minyak bumi, gas bumi, bahan bakar 11 10 11 nuklir/ kimia dan barang dari bahan kimia Karet dan barang-barang dari plastik 13 11 12 Barang galian bukan logam 13 10 10 Logam dasar/ barang-barang dari logam dan 4 4 4 peralatannya Mesin dan perlengkapannya/ kendaraan bermotor/ 7 7 8 alat angkutan lainnya Furniture dan industri pengolahan lainnya/ daur 12 13 12 ulang reparasi produk logam pabrikan Jumlah 267 242 268 Sumber : Lampung Dalam Angka 2013 Seiring dengan perkembangan sektor industri, maka kebutuhan lahan untuk industri juga semakin meningkat. Penentuan lahan untuk aktivitas industri seringkali hanya berorientasi kepada aspek bisnis. Faktor yang biasa digunakan dalam memilih lahan untuk aktivitas industri adalah kedekatan dengan jalur transportasi dan pasar (konsumen). Itulah sebabnya keberadaan aktivitas industri lebih banyak terdapat di kota-kota besar dan daerah pinggiran kota (Dirdjojuwono, 2004). Hal itu disebabkan oleh penentuan klaster industri yang terkait dengan dua sudut pandang, yaitu sudut pandang pengusaha dan sudut pandang pemerintah. Pengusaha melihat lokasi dari sudut keuntungan maksimum jangka panjang yang dapat diraih. Tetapi pemerintah selain melihat bahwa perusahaan akan berkembang apabila berlokasi di situ juga memerhatikan efisiensi pemakaian ruang, artinya untuk setiap lahan yang tersedia, dipilih kegiatan apa yang paling

5 cocok di situ yang menjamin keserasian pemakaian lahan yang secara nasional akan memberi nilai tambah yang optimal (Tarigan, 2005). Kebijakan pengembangan kawasan industri yang diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 merupakan langkah yang ditempuh pemerintah pusat dalam mendorong peningkatan investasi di sektor industri serta memberikan kepastian hukum dan mengatur pengelolaan kawasan industri dalam suatu daerah. Seperti yang tercantum di dalam RTRW Provinsi Lampung disebutkan bahwa salah satu kawasan yang dikembangkan untuk membuka peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah ialah dengan penetapan Kawasan Industri Lampung (KAIL). Kawasan Industri Lampung terletak di Jalan Ir. Sutami Km. 15 Desa Sindangsari, Tanjung Bintang, Lampung Selatan, telah ditetapkan dalam Rencana Makro Tata Ruang Nomor 1 Tahun 2010 dan dalam implementasi vertikal ke bawah didukung dalam Rencana Mikro Tata Ruang Kabupaten Lampung Selatan. PT. Kawasan Industri Lampung ini berdiri pada tanggal 10 November 1997 dan disahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 5 agustus 1998. Komposisi saham terdiri atas Pemerintah Pusat 12,36%, Pemerintah Provinsi Lampung 4,64% dan PT Lampung Sentosa Industrial Estate 75%. Sebagai pusat pengembangan sektor industri di Provinsi Lampung, lahan di Kawasan Industri Lampung sejak tahun 1990 dicadangkan dari areal perkebunan milik PT Perkebunan Nusantara VII (Persero), baru dapat dikelola seluas 126,8 Ha, sedangkan lahan sisanya seluas 173,44 Ha secara de jure dan perdata masih

6 merupakan bagian dari Sertifikat HGU milik PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). Pada tabel 3, diketahui bahwa ada sebelas industri yang berada pada kawasan tersebut. Dari kesebelas perusahaan tersebut, LIPI Lampung yang memiliki lahan paling banyak seluas 120.000 m 2 yang bergerak di bidang peleburan biji besi, selanjutnya PT. Central Pertiwi Bahari yang memiliki lahan seluas 109.730 m 2 bergerak di bidang penyediaan pakan udang. Sedangkan perusahaan yang memiliki lahan paling sedikit ialah PT. PGN dengan luas 6000 m 2. Secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Industri/Perusahaan pada PT. KAIL No Perusahaan Bidang Luas 1 LIPI Lampung Peleburan Biji Besi 120.000 m 2 2 PT. Alfa Swakarsa Mitra Pengolahan Arang 8.480 m 2 3 PT. Panin Agro Lestari Sortasi Kopi, Lada, 19.775 m 2 4 PT. Surya Indah Moga Purnama 5 PT. PLN 6 PT. Central Pertiwi Bahari Jagung Sortasi Kopi, Lada, Jagung Gardu Induk Tegangan Tinggi Penyediaan Pakan Udang 39.035 m 2 35.090 m 2 109.730 m 2 7 PT. Indofood Sukses Makmur Mie Instan 76.635 m 2 8 PT. Sriwijaya Penganindo Lestari Mie Kering 12.000 m 2 9 PT. Vista Grand - 67.745 m 2 10 PT. PGN Gas 6.000 m 2 Jumlah 494.490 m 2 Sumber: Data Diolah Sejalan dengan visi PT. KAIL, yaitu menjadi kawasan industri modern, strategis, yang berkesinambungan, terkemuka dan ramah lingkungan, pihak pengelola berusaha untuk melengkapi sarana dan prasarana di kawasan tersebut. Saat ini, KAIL telah dilengkapi dengan jalan hotmix dalam kawasan 1.495 m, trotoar dan

7 konstin sepanjang 2.730 m, drainase tipe S.III sepanjang 3.095 m, jaringan telepon untuk 550 ss, hidran kebakaran sebanyak dua unit, jaringan listrik dan gardu induk 150 KV dengan daya 2x30 MVA, lampu penerangan jalan Mercury, sarana air bersih dengan kapasitas 30 lt/dtk. Selain sarana prasarana yang memadai, kawasan ini juga memiliki letak yang strategis, yaitu memiliki jarak menuju Bandarlampung sepanjang 14 Km dan menuju pelabuhan ekspor Panjang sepanjang 20 Km. Namun, ada beberapa kerusakan pada lima ruas jalan di KAIL dengan panjang 58 Km, mulai dari Sutami, Bergen, Pugungraharjo, Sribhawono, dan Simpang Sribhawono. Dari total panjang jalan tersebut, 44,8% atau 26 Km diantaranya rusak parah. Kerusakan ini mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang panjang dan merugikan perusahaan. Ada beberapa rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh KAIL, yaitu: 1. Merencanakan, membangun, serta mengembangkan kawasan industri guna menyiapkan kawasan tanah, sarana dan prasarana, serta fasilitas industri lainnya yang dibutuhkan bagi penanam modal. 2. Melakukan kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan atas areal kawasan industri. 3. Menyediakan dan menjual kaveling tanah industri. 4. Pelayanan berupa jasa konsultasi, jasa pembangunan, jasa pergudangan, jasa pengawasan. 5. Menyediakan Kawasan Berikat (EPZ) untuk perusahaan-perusahaan industri yang berorientasi ekspor.

8 6. Memberikan pelayanan kepada para penanam modal dalam rangka pendirian dan pengelolaan pabrik atau usaha industri lainnya. Walaupun peraturan-peraturan khusus tentang Kawasan Industri Lampung belum ada, tetapi pemerintah telah melakukan beberapa kegiatan penunjang perkembangan KAIL, seperti memperbaiki beberapa ruas jalan yang menghubungkan KAIL ke pusat kegiatan ekonomi dan sumber bahan baku dan pemerintah pun sedang berusaha untuk melakukan pembebasan lahan 173,44 Ha yang secara de jure dan perdata masih merupakan bagian dari Sertifikat HGU milik PT. Perkebunan Nusantara VII (Persero). Sarana dan prasarana yang hampir memadai di kawasan tersebut, tidak lantas membuat kawasan ini menjadi maju dan berkembang. Hal ini terbukti dari tahun 1998-2014 dengan total lahan seluas 126 Ha yang tersedia, baru terdapat 11 perusahaan pada kawasan tersebut dengan total luas 494.490 m 2. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan sebuah strategi pengembangan yang dapat diterapkan untuk Kawasan Industri Lampung berdasarkan tiga aspek, yaitu; aspek ketersediaan prasarana, aspek aksesibilitas, dan aspek kebijakan pemerintah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kawasan Industri Lampung? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk menentukan strategi yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Kawasan Industri Lampung. D. Kerangka Pemikiran Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas industri yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum (Dirdjojuwono, 2004). Pengembangan kawasan industri ialah suatu langkah untuk meningkatkan investasi pada sektor industri dan juga sebagai upaya untuk membuka peluang investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian wilayah. Untuk itu diperlukan suatu strategi pengembangan agar kawasan tersebut dapat menjadi motor dalam pembangunan ekonomi wilayah. Berdasarkan penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor penyebab tidak berkembangnya Kawasan Industri Nguter Kabupaten Sukoharjo oleh Sutanta

10 didapat beberapa hal penyebab tidak berkembangnya kawasan industri, antara lain: faktor ketersediaan prasarana, faktor aksesibilitas, dan faktor kebijakan pemerintah. Arsyad (2005) menyebutkan industri tidak akan dapat berkembang tanpa adanya sektor penunjang berupa infrastruktur, misalnya pembangunan jaringan transportasi (jalan raya, rel kereta api, dan jembatan), jaringan telekomunikasi (telepon dan fax), listrik, air bersih, dan sebagainya. Penyediaan infrastruktur tersebut menjadi daya tarik utama bagi calon investor dan dunia usaha. Menurut Tarigan (2006), terkait dengan lokasi maka salah satu faktor yang menentukan daya tarik lokasi adalah tingkat aksesibilitas. Tingkat aksesibilitas adalah tingkat kemudahan untuk mencapai suatu lokasi ditinjau terhadap lokasi lain disekitarnya. Tingkat aksesibilitas dipengaruhi jarak, kondisi prasarana perhubungan, ketersediaan sarana penghubung termasuk frekuensinya, dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut Alat analisis yang digunakan untuk menentukan prioritas kebijakan strategi pengembangan Kawasan Industri Lampung adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Penggunaan AHP dimaksudkan untuk mencari skala prioritas penentuan strategi pengembangan Kawasan Industri Lampung berdasarkan pandangan dan kepentingan para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan akan memberikan skala prioritas untuk setiap level hierarki yang dibentuk dari kriteriakriteria dan alternatif-alternatif strategi dalam pengembangan Kawasan Industri Lampung sehingga diperoleh strategi apa yang dapat diterapkan untuk pengembangan Kawasan Industri Lampung.

11 Adapun kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1. ASPEK KETERSEDIAAN PRASARANA ASPEK AKSESIBILITAS ASPEK KEBIJAKAN PEMERINTAH KAWASAN INDUSTRI Gambar 1. Kerangka Pemikiran