II. TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB II TEORI UMUM MENGENAI PENEROBOSAN ASAS LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI DALAM PUTUSAN HAKIM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

Al Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016 ISSN ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

II.TINJAUAN PUSTAKA. sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri Anak. Untuk melakukan

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI ABORSI YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak. dalam kandungan. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

TINJAUAN YURIDIS TERKAIT FAKTOR DAN UPAYA MENANGGULANGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA Oleh :

REFORMASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM. Emy Rosna Wati (Anggota dari MPD Notaris dan P3A Kab.

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

Reformasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kuasa Hukum Antonius Sujata, S.H., M.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Mei 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM ATAS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SIDOARJO TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DIBAWAH UMUR

I. PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum.

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

I. PENDAHULUAN. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

I. PENDAHULUAN. bangsa, namun pada jaman globalisasi seperti sekarang ini terdapat banyak faktor

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DIVERSI DAN TINDAK PIDANA ANAK. Diversi adalah suatu pengalihan penyelesaian kasus - kasus anak yang diduga

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbandingan Hukum Pidana Setiap subjek hukum berhubungan dengan satu bagian khusus dalam sistem hukum, hukum pidana membahas aturan-aturan mengenai kejahatan, hukum acara membahas aturan-aturan tentang proses-proses beracara di pengadilan. Sebagian ilmu hukum mempunyai sifat yang berbeda karena berhubungan dengan beberapa masalah menyeluruh yang mempengaruhi seluruh atau hampir seluruh sistem hukum. Yang termasuk kelompok ini adalah subjek-subjek teoritis, antara lain sejarah hukum, sosiologi hukum, yurisprudensi serta perbandingan hukum atau hukum komparatif (comparative law). Istilah perbandingan hukum dalam bahasa asing antara lain: Comparative Law, Comparative Jurisprudence, Foreign Law, Droit Compare, Rechtsgelijking. Dalam Blacks Law Dictionary dikemukakan bahwa, Comparative Jurisprudence ialah suatu studi mengenai prinsip ilmu hukum dengan melakukan perbandingan berbagai macam sistem hukum. Menurut G. Guitens Bergoins, study comparative ataupun perbandingan hukum adalah metode perbandingan yang diterapkan dalam ilmu hukum. Istilah study comparative ataupun perbandingan hukum bukanlah suatu ilmu hukum, tetapi melainkan hanya suatu metode studi, suatu metode yang digunakan untuk meneliti sesuatu, suatu cara bekerja, yakni perbandingan. Apabila hukum itu terdiri atas element atupun seperangkat peraturan, maka nampak jelas bahwa hukum

14 perbandingan (vergelijkende recht) itu tidak ada. Metode untuk membandingbandingkan atauran hukum dari berbagai sistem hukum tidak berdampak pada perumusan-perumusan atauran yang berdiri sendiri: tidak ada aturan hukum perbandingan. 1 Studi comparative ataupun perbandingan hukum suatu metode mengandung arti bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu sering digunakan istilah metode studi komparatif ataupun perbandingan hukum. Studi comparative hukum pidana harus dipahami dengan menggunakan metode fungsional, kritis, realistis dan tidak dogmatis serta diperlukan dalam proses pembaharuan hukum. Menurut Konrad Zwegert dan kurt Siehr, studi comparative hukum ataupun perbandingan hukum modern menggunakan metode kritis, realistis dan tidak dogmatis 2 : Kritis karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum sekarang tidak mementingkan perbedaan-perbedaan ataupun persamaan-persamaan dari berbagai tata hukum (legal orders) semat-mata sebagi fakta, akan tetapi yang dipentingkan ialah apakah penyelesaian secara hukum ataupun sesuatu masalah relevan, dapat dipraktekkan. Adil dan kenapa penyelesaian demikian. 1 Barda Nawawi Arif, 2011, Perbandingan hukum Pidana (edisi revisi), Jakarta, Hal. 5 2 Ibid., Hal 13

15 Realisitis karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum bukan seja meneliti perundang-undangan, keputusan peradilan dan doktrine, akan tetapi sumua motif nyata menguasai dunia, yaitu yang bersifat etis, psikologis, ekonomis dan moti-motif lain yang berasal dari kebijakan legislatif. Tidak dogmatis karena studi komparatif ataupun perbandingan hukum tidak hendak terkekang dalam kelakuan dogma, meskipun dogma mempunyai fungsi sistematisasi, akan tetapi dogma dapat mengaburkan dan menyerongkan pandangan dalam menemukan penyelesaian hukum yang lebih baik. Studi komparatif hukum menggunakan pendekatan fungsioanl, karena akan mempertanyakan apakah fungsi suatu norma atau pranata dalam masyarakat tertentu, dan apakah dengan demikian fungsi itu dipenuhi dengan baik atau tidak. Dengan demikian secara ideal dapat diadakan ramalan, apakah norma itu perlu dipertahankan, dihapus atau diubah. Soedarto berpendapat bahwa kegunaan studi komparatif hukum mencakup beberapa hal, yakni 3 : 1. Unifikasi hukum 2. Harmonisasi hukum 3. Mencegah adanya chauvisme hukum nasional 4. Memahami hukum asing, dan 5. Pembaharuan hukum 3 Ramli atmasasmita, 1996, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung, Fikahati Aneska, Hlm. 16

16 B. Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pengertian anak sebagai pelaku tindak pidana pada Pasal 1 butir 1 UU Pengadilan Anak adalah yang terlibat dalam perkara anak nakal. Menurut Pasal 2 butir 2 yang dimaksud dengan anak nakal mempunyai dua pengertian yaitu 4 : 1. Anak yang melakukan tindak pidana Walaupun UU Pengadilan Anak tidak memberikan penjelasan lebih lanjut, akan tetapi dapat dipahami bahwa anak yang melakukan tindak pidana, perbuatannya tidak terbatas kepada perbuatan-perbuatan yang melanggar peraturan KUHP saja melainkan juga melanggar peraturan-peraturan di luar KUHP misalnya ketentuan pidana dalam UU Narkotika, UU Hak Cipta, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak Yang dimaksud dengan perbuatan terlarang bagi anak adalah baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Dalam hal ini peraturan tersebut baik yang tertulis maupun tidak tertulis misalnya hukum adat atau aturanaturan kesopanan dan kepantasan dalam masyarakat. Pasal 1 butir 2 mengenai pengertian anak nakal di atas, yang dapat diperkarakan untuk diselesaikan melalui jalur hukum hanyalah anak nakal dalam pengertian angka 1 di atas, yaitu anak yang melakukan tindak pidana. 4 Nasir Djamil,2012, Anak Bukan untuk Dihukum: Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU-SPPA) Jakarta : Raja Grafindo Persada hlm 32

17 Ada 2 (dua) kategori perilaku anak yang membuat ia harus berhadapan dengan hukum, yaitu 5 : 1. Status Offence adalah perilaku kenakalan anak yang apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan, seperti tidak menurut, membolos sekolah atau kabur dari rumah 2. Juvenile Deliquency adalah perilaku jahat (dursila) atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anakanak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang C. Pengertian Penyidikan terhadap Anak Perkara pidana yang dilakukan oleh anak-anak pada umumnya ketentuan yang dilanggar adalah peraturan pidana yang terdapat dalam KUHP, maka penyidikannya dilakukan oleh penyidik umum dalam hal ini penyidik Polri. Sejalan akan diberlakukannya dengan diberlakukannya Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, telah dipertegas bahwa penyidikan terhadap perkara anak nakal dilakukan oleh penyidik Polri dengan dasar hukum Pasal 26 Ayat (1) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan yang pada intinya menyebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kapolri. Meskipun penyidiknya penyidik Polri, akan tetapi tidak semua penyidik Polri dapat melakukan penyidikan terhadap 5 Ibid hlm 34

18 perkara anak nakal. Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal adanya penyidik anak, yang berwenang melakukan penyidikan. Penyidik anak diangkat oleh Kapolri dengan Surat Keputusan Khusus untuk kepentingan tersebut. Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak melalui Pasal 26 Ayat (3) menetapkan syarat syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Penyidik adalah: 1. Telah berpengalaman sebagai penyidik; 2. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak. 3. Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak Perlindungan hukum terhadap anak dalam proses peradilan dilakukan dimulai semenjak tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan sampai pada pelaksanaan putusan pengadilan tersebut. Selama proses peradilan tersebut, maka hak-hak anak wajib dilindungi oleh hukum yang berlaku dan oleh sebab itu harus dilakukan secara konsekuen oleh pihak-pihak terkait dengan penyelesaian masalah anak nakal tersebut. 6 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Pasal 1 butir 13 yang dimaksud penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Mulai dari penyidikan, POLRI menggunakan parameter alat bukti sah yang sesuai dengan Pasal 184 KUHAP yang dikaitkan dengan segitiga pembuktian/evidencetriangle untuk memenuhi 6 Wagiati, 2010, Hukum Pidana Anak Bandung : Refika Aditama hlm 41

19 aspek legalitas dan aspek legitimasi untuk membuktikan tindak pidana yang terjadi. 7 D. Sistem Pemidanaan Anak Sebelum kita membahas tentang proses pemidanaan terhadap anak lebih lanjut, kita akan ketahui terlebih dahulu kategori anak yang melakukan tindak pidana yang telah diatur dalam Undang-Undang No.3 tahun 1997 Pasal 1Angka 2 yang berbunyi 8 : 1. Anak yang melakukan tindak pidana. 2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pemidanaan anak ada batasan usia minimal dan maksimal anak tersebut dapat dijatuhi sanksi pidana. Batas usia anak adalah pengelompokan usia maksimal sebagai wujud kemampuan anak dalam status hukum, sehingga anak tersebut beralih status menjadi usia dewasa atau menjadi seorang subjek hukum yang dapat bertanggungjawab secara mandiri terhadap perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh anak itu. 7 Solehuddin,2011, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada hlm45 8 Wagiati, 2010, Hukum Pidana Anak Bandung : Refika Aditama hlm 58

20 Dan mengenai batasan umur anak yang melakukan tindak pidana diatur dalam pasal 4, yaitu 9 : 1. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang pengadilan anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana di maksud dalam ayat (1) dan di ajukan ke sidang pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum pernah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetapi di ajukan ke sidang anak. Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak, anak di bawah umur yang melakukan kejahatan yang memang layak untuk diproses adalah anak yang telah berusia 8 tahun dan diproses secara khusus yang berbeda dengan penegakan hukum terhadap orang dewasa. Tetapi pada prakteknya penegakan hukum kepada anak nakal terkadang mengabaikan batas usia anak. 10 Mahkamah Konstitusi melalui Keputusannya Nomor 1/PUU-VIII/2010 (LNRI Tahun 2012 No. 153) menyatakan frase 8 tahun dalam Pasal 1 Angka 1, Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 5 Ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 bertentangan dengan UUD 1945 serta menilai untuk melindungi hak konstitusional anak, perlu menetapkan batas umur bagi anak yaitu batas minimal usia anak yang bisa dimintai 9 Ibid hlm 60 10 Saraswati Irma Hukum,2010, Perlindungan Anak di Indonesia, Jakarta: Citra Aditya hlm 82

21 pertanggungjawaban hukum adalah 12 (dua belas) tahun karena secara relatif sudah memiliki kecerdasan, emosional, mental dan intelektual yang stabil. 11 Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan. pidana berupa pidana pokok dan pidana tambahan, Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997 yang mengatur tentang pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal, yaitu 12 : 1. Pidana Pokok merupakan pidana utama yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal. Beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu: a. Pidana penjara; b. Pidana kurungan; c. Pidana denda, atau; d. Pidana pengawasan, 2. Pidana Tambahan adalah pidana yang dapat dijatuhkan sebagai tambahan dari pidana pokok yang diterimanya. Selain pidana pokok maka terhadap anak nakal dapat pula dijatuhkan pidana tambahan, berupa : a. Perampasan barang-barang tertentu, dan/atau; b. Pembayaran ganti rugi. Tindakan pada dasarnya merupakan suatu perbuatan yang bertujuan untuk membina dan memberikan pengajaran kepada anak nakal. Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal berdasarkan Pasal 24 UU Pengadilan Anak adalah 13 : 1. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; 2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja, atau; 11 Ibid hlm 83 12 Wagiati, 2010, Hukum Pidana Anak Bandung : Refika Aditama hlm 62 13 Ibid Hlm 64

22 3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja. E. Model Diversi Diversi adalah sebuah tindakan atau perlakuan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana telah mengatur tentang diversi yang berfungsi agar anak yang berhadapan dengan hukum tidak terstigmatisasi akibat proses peradilan yang harus dijalaninya. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Resolusi PBB Konsep Diversi pertama kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan peradilan anak yang disampakan Presiden Komisi Pidana (president s crime commissionis) Australia di Amerika Serikat pada tahun 1960. Awalnya konsep diversi telah ada sebelum tahun 1960 ditandai berdirinya peradilan anak (children s court) sebelum abad ke-19 yaitu diversi dari sistem peradilan pidana formal dan formalisasi polisi untuk melakukan peringatan (police cautioning). Prakteknya telah berjalan di Negara bagian Victoria Australia pada tahun 1959 diikuti oleh negara bagian queensland pada tahun 1963. Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana.pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut discretion atau dalam bahasa Indonesia

23 diskresi. Dengan penerapan konsep diversi bentuk peradilan formal yang ada selama ini lebih mengutamakan usaha memberikan perlindungan bagi anak dari tindakan pemenjaraan. Selain itu terlihat bahwa perlindungan anak dengan kebijakan diversi dapat dilakukan di semua tingkat peradilan mulai dari masyarakat sebelum terjadinya tindak pidana dengan melakukan pencegahan.setelah itu jika ada anak yang melakukan pelanggaran maka tidak perlu diproses ke polisi. Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahan. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum. Kedua keadilan tersebut dipaparkan melalui sebuah penelitian terhadap keadaan dan situasi untuk memperoleh sanksi atau tindakan yang tepat (appropriate treatment) Tiga jenis pelaksanaan program diversi yaitu : 1. Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.

24 2. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. 3. Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku. Penerapan ketentuan diversi merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan, karena dengan diversi hak-hak asasi anak dapat lebih terjamin, dan menghindarkan anak dari stigma sebagai anak nakal, karena tindak pidana yang diduga melibatkan seorang anak sebagai pelaku dapat ditangani tanpa perlu melalui proses hukum.