BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan puskesmas maka pelayanan rumah sakit haruslah yang. berupaya meningkatkan mutu pelayanannya (Maturbongs, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. sebagian masyarakat menyatakan bahwa mutu pelayanan rumah sakit di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat akan kesehatan, semakin besar pula tuntutan layanan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan masyarakat sekitar rumah sakit ingin mendapatkan perlindungan dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. keras mengembangkan pelayanan yang mengadopsi berbagai. perkembangan dan teknologi tersebut dengan segala konsekuensinya.

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian yang tidak diinginkan (KTD) sentinel terjadi pada April 2016 lalu

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat, maka syarat mutu makin bertambah penting. Hal tersebut mudah saja

BAB I PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) adalah sistem dimana Rumah Sakit

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem, padat mutu dan padat risiko,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Winarni, S. Kep., Ns. MKM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya kekhawatiran mengenai keselamatan pasien, telah meningkat secara

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. yang sama beratnya untuk diimplementasikan (Vincent, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 melalui

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG DINAS KESEHATAN UPT.PUSKESMAS MENGWI II Alamat : Jl. Raya Tumbak Bayuh

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memperhatikan masalah keselamatan. Kementerian Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berdampak terhadap pelayanan kesehatan, dimana dimasa lalu pelayanan. diharapkan terjadi penekanan / penurunan insiden.

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan Gawat Darurat bisa terjadi kapan saja, siapa saja dan dimana saja.

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna meliputi upaya promotif, pelayanan kesehatan (Permenkes No.147, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. World Health Organization (WHO) telah mencanangkan World

BAB I PENDAHULUAN. (safety) di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety),

BAB I PENDAHULUAN. kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety

BAB 1 PENDAHULUAN. PERMENKES RI Nomor: 159b/Menkes/Per/II/1988 disebutkan bahwa setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. Profesionalisme dalam pelayanan keperawatan dapat dicapai dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan social dan spiritual yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Keselamatan Pasien (Patient Safety)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

Ketepatan identifikasi pasien. Peningkatan komunikasi yang efektif. Pengurangan risiko pasien jatuh.

BAB I PENDAHULUAN. bisa didapatkan di rumah sakit. Hal ini menjadikan rumah sakit sebagai tempat untuk

No Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan meli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan oleh setiap rumah sakit, dan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang bersifat kompleks.

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yaitu bertekad untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk. Rumah Sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety)

BAB I PENDAHULUAN. yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat. darurat (Permenkes RI No. 147/ Menkes/ Per/ 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. Masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. satu yang harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit yaitu sistem keselamatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. yang berawal ketika Institute of Medicine menerbitkan laporan To Err Is

BAB 1 : PENDAHULUAN. Sejalan dengan amanat pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDG s) yang dipicu oleh adanya tuntutan untuk

BAB I PENDAHULUAN. operasional, standar pelayanan medis dan standar asuhan keperawatan.

BAB II SEJARAH BERDIRI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK MEDAN Kebutuhan akan RS pendidikan dikemukakan oleh para dosen Fakultas

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN PELAKSANAAN RUJUKAN PELAYANAN OBSTETRI NEONATAL EMERGENSI KOMPREHENSIF (PONEK)

KEBIJAKAN AKREDITASI RUMAH SAKIT DI INDONESIA DARI BERBAGAI SUMBER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. secara paripurna, menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, ataupun. terhadap pasiennya (UU No 44 Tahun 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keselamatan ( safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Keselamatan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah Sakit merupakan salah satu tatanan institusi kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mencapai tujuan yang optimal. (Depkes R.I. 2001)

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya oleh pemerintah, namun juga masyarakat. Salah satu fasilitas

KUESIONER MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM KESELAMATAN PASIEN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. isu yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit, yaitu: keselamatan pasien,

BAB 1 PENDAHULUAN. citra perumahsakitan (Depkes, 2011). Pada tahun 2004 World Health

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia industri kesehatan terdiri dari beberapa jenis yaitu pelayanan klinik, puskesmas, dan rumah sakit.

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

Komunikasi penting dalam mendukung keselamatan pasien. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antarperawat dan tim kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan

BAB I. PENDAHULUAN. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

BAB I PENDAHULUAN. secara profesional dan aman seperti dalam UU Praktik Kedokteran Pasal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

BAB I PENDAHULUAN. sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi risiko, identifikasi

Kebijakan Pemerintah Dalam Bidang Pelayanan Medik. dr. Supriyantoro,Sp.P, MARS

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini keselamatan pasien merupakan salah satu dari sekian banyak persoalan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan haruslah memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam lingkup lokal maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut, beberapa dekade terkahir ini munculah istilah akreditasi untuk menilai kualitas suatu organisasi termasuk rumah sakit. Secara umum akreditasi berarti pengakuan oleh suatu jawatan tentang adanya wewenang seseorang untuk melaksanakan atau menjalankan tugasnya. Menurut Kemenkes RI (2011) meskipun akreditasi rumah sakit telah berlangsung sejak tahun 1995, namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta makin kritisnya masyarakat Indonesia dalam menilai mutu pelayanan kesehatan, maka dianggap perlu dilakukannya perubahan yang bermakna terhadap mutu rumah sakit di Indonesia. Perubahan tersebut tentunya harus diikuti dengan pembaharuan standar akreditasi rumah sakit yang lebih berkualitas dan menuju standar Internasional. Dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan memilih dan menetapkan sistem akreditasi yang mengacu pada Joint Commission International (JCI). Undang-Undang No 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit, disebutkan bahwa akreditasi bertujuan meningkatkan keselamatan pasien rumah sakit dan meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi. Beberapa ketentuan yang diatur dalam

UU tentang akreditasi rumah sakit adalah : (1) dalam upaya meningkatkan daya saing, rumah sakit dapat mengikuti akreditasi internasional sesuai kemampuan, (2) rumah sakit yang akan mengikuti akreditasi internasional harus sudah mendapatkan status akreditasi nasional, (3) akreditasi internasional hanya dapat dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang sudah terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua). Proses akreditasi dilakukan oleh lembaga independen yang memiliki kewenangan untuk memberikan penilaian tentang kualitas pelayanan di institusi pelayanan kesehatan. Salah satu lembaga akreditasi internasional rumah sakit yang telah diakui oleh dunia adalah Joint Commission Internasional (JCI). JCI merupakan salah satu divisi dari Joint Commission International Resurces. JCI telah bekerja dengan organisasi perawatan kesehatan, departemen kesehatan, dan organisasi global di lebih dari 80 negara sejak tahun 1994. JCI merupakan lembaga non pemerintah dan tidak terfokus pada keuntungan. Fokus dari JCI adalah meningkatkan keselamatan perawatan pasien melalui penyediaan jasa akreditasi dan sertifikasi serta melalui layanan konsultasi dan pendidikan yang bertujuan membantu organisasi menerapkan solusi praktis dan berkelanjutan. Pada bulan September 2007, JCI diterima akreditasi oleh lembaga internasional untuk kualitas dalam pelayanan Kesehatan (ISQua). Akreditasi oleh ISQua memberikan jaminan bahwa standar, pelatihan dan proses yang digunakan oleh JCI untuk survei kinerja organisasi perawatan kesehatan memenuhi standar

internasional tertinggi untuk badan akreditasi. Melalui akreditasi JCI dan sertifikasi maka, organisasi kesehatan memiliki akses ke berbagai sumber daya dan layanan yang menghubungkan mereka dengan komunitas internasional. Sejak tahun 2012, akreditasi RS mulai beralih dan berorientasi pada paradigma baru dimana penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan berfokus pada pasien. Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian akreditasi baru yang dikenal dengan Akreditasi RS versi 2012 ini. Dalam standar Akreditasi RS versi 2012 mencakup standar pelayanan berfokus pada pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dan standar program MDGs (Dirjen Bina Upaya Kesehatan, 2012). Sejalan dengan visi KARS untuk menjadi badan akreditasi berstandar internasional, serta untuk memenuhi tuntutan Undang Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang mewajibkan seluruh rumah sakit di Indonesia untuk meningkatkan mutu pelayanannya melalui akreditasi. Standar akreditasi baru tersebut terdiri dari 4 kelompok sebagai berikut : (1) Kelompok Standar Berfokus Kepada Pasien, (2) Kelompok Standar Manajemen Rumah Sakit, (3) Kelompok Sasaran Keselamatan Pasien dan (4) Kelompok Sasaran Menuju Millenium Development Goals. Keselamatan pasien di dalam undang-undang rumah sakit tahun 2009 tentang asas dan tujuan pada Pasal 2 menyatakan bahwa rumah sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien serta mempunyai fungsi sosial.

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan isu global dan nasional bagi rumah sakit, komponen penting dari mutu layanan kesehatan, prinsip dasar dari pelayanan pasien dan komponen kritis dari manajemen mutu. Dalam lingkup nasional, sejak bulan Agustus 2005, Menteri Kesehatan RI telah mencanangkan Gerakan Nasional Keselamatan Pasien (GNKP) Rumah Sakit, selanjutnya Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Depkes RI telah pula menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KP RS) yang dimasukkan ke dalam instrumen akreditasi RS di Indonesia. Fokus tentang keselamatan pasien ini didorong oleh masih tingginya angka Kejadian Tak Diinginkan (KTD) atau Adverse Event (AE) di RS secara global maupun nasional. KTD yang terjadi di berbagai negara diperkirakan sekitar 4.0-16.6 % (Raleigh et al, 2008), dan hampir 50 % di antaranya diperkirakan adalah kejadian yang dapat dicegah. Akibat KTD ini diindikasikan menghabiskan biaya yang sangat mahal baik bagi pasien maupun sistem layanan kesehatan (Flin, 2007). Data KTD di Indonesia sendiri masih sulit diperoleh secara lengkap dan akurat, tetapi diperkirakan kasusnya cukup banyak (KKP-RS, 2006). WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan Nine Life Saving Patient Safety Solutions ( Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit ). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Sembilan Solusi ini merupakan

panduan yang sangat bermanfaat membantu rumah sakit, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah. Cerminan pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari kualitas pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Jika pelayanan IGD pada suatu rumah sakit sudah baik, maka dapat dikatakan pelayanan rumah sakit secara umum juga sudah baik. Oleh sebab keberhasilan pelayanan pada suatu rumah sakit sangat ditentukan dari kualitas pelayanan di IGD. Pasien dengan jenis penyakit dan kondisi yang beragam menunjukkan begitu kompleksnya pelayanan di IGD, oleh karena itu petugas kesehatan di IGD harus mampu memberikan pelayanan dengan cepat, tepat serta cermat dan profesional dengan hasil pelayanan yang bermutu. Hal ini sesuai dengan dimensi mutu pelayanan yang utama adalah daya tanggap yang menunjukkan kemampuan petugas kesehatan menolong pasien dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pasien. Konsep pelayanan IGD sesuai dengan pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menyebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuannya serta membuat, melaksanakan dan menjaga standar pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien. Hal ini juga dikuatkan dalam pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia no.36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan

kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu. Dalam pelayanan kesehatan tersebut juga harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan medis dan non medis yang memadai sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan dan juga harus memenuhi standar mutu, keamanan dan keselamatan. Dengan demikian upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit hendaknya dimulai dari peningkatan kualitas pelayanan di IGD. IGD merupakan unit pelayanan yang sangat rentan dengan keselamatan pasien. Karena IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan (Depkes RI, 2006) Penelitian Putera dkk (2009) tentang Tingkat Kesesuaian Standar Akreditasi Terhadap Strategi dan Rencana Pengembangan Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Studi Kasus di RSUD Cut Meutia Aceh Utara menyimpulkan bahwa tingkat kesesuaian pelaksanaan standar akreditasi pelayanan instalasi gawat darurat belum memenuhi standar akreditasi, sesuai dengan standar akreditasi yang telah ditetapkan oleh Dep.Kes RI, kecuali standar falsafah dan tujuan yang sudah memenuhi standar akreditasi. Strategi dan rencana pengembangan pelayanan untuk tercapai standar akreditasi harus adanya komitmen, penyusunan program, sosialisasi program,

pemenuhan dokumen, SOP atau protap, SK Direktur, melengkapi sarana dan prasarana, melakukan program pelatihan, melakukan monev serta perbaikan yang diperlukan. Pelaksanaan pelayanan gawat darurat selama ini dilaksanakan hanya kegiatan rutinitas saja tidak ada suatu target untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pasien. Tidak ada evaluasi yang dilakukan sehingga petugas tidak mengetahui apakah pelayanan yang diberikan telah memenuhi kebutuhan pasien atau belum, dan juga tidak mengetahui apakah pelayanan yang diberikan telah memenuhi standar akreditasi atau belum. Pelayanan gawat darurat yang beroriantasi kepada keselamatan pasien terkait dengan pelayanan yang diberikan harus memenuhi mutu pelayanan yang baik. Oleh karena itu diperlukan IGD yang memenuhi standar pelayanan, yang diakui oleh publik pelayanan kesehatan, dan yang mampu meningkatkan mutu pelayanan. Apabila pelayanan telah dilakukan dengan baik sesuai dengan standar maka hal tersebut dapat menimbulkan efek positif berupa mengurangi tingkat kesalahan, mempercepat pelayanan terhadap pasien, mengurangi angka kesakitan dan kematian, meningkatnya jumlah kunjungan pasien, meningkatnya pendapatan rumah sakit, meningkatnya kesejahteraan karyawan, biaya pengobatan lebih murah, administrasi atau pelaporan akan terkelola dengan baik, dan banyak hal-hal positif lainnya yang dapat diambil termasuk mutu pelayanan. Upaya mengevaluasi jalannya suatu organisasi, dapat dilakukan melalui konsep mutu pelayanan IGD merupakan salah satu unit pelaksana fungsional yang

sangat strategis karena memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat dengan problem medis akut, sehingga perlu dikembangkan. IGD perlu diperhatikan oleh karena kegiatannya memerlukan pengelolaan yang khusus terkait dengan sifat kegawatdaruratannya, memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang tinggi dan kontrol diri yang baik, kecepatan dan ketepatan bertindak, kemampuan menenangkan pengunjung dengan kondisi emosi yang labil, yang keseluruhannya akan menentukan mutu pelayanan rumah sakit. RSUP. H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit pusat rujukan, sehingga tingkat kunjungan pasien cukup tinggi dengan jenis penyakit yang beragam. Tingginya tingkat kunjungan pasien mengharuskan IGD RSUP. H. Adam Malik melakukan pelayanan sesuai dengan standar sebagai upaya penyelamatan pasien. Menurut Wijaya (2010) pasien yang masuk ke IGD dapat diklasifikasikan : (1) Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat, (2) Darurat adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan dan (3) Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC (Airway/jalan nafas, Breathing/pernafasan, Circulation/sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat meninggal atau cacat. Penanganan pasien IGD dengan klasifikasi yang demikian membutuhkan suatu standar pelayanan yang bermutu mengacu kepada standar tersebut telah dibuat dalam JCI (2011). Keseluruhan standar JCI setelah diidentifikasi, maka diperoleh

standar yang paling relevan digunakan dalam mengkaji keselamatan pasien yang terkait dengan mutu pelayanan di IGD adalah sasaran keselamatan pasien rumah sakit meliputi indikator : (1) ketepatan identifikasi pasien, (2) peningkatan komunikasi yang efektif, (3) peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, (4) kepastian tepat lokasi tepat prosedur, tepat pasien operasi, (5) pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan (6) pengurangan risiko pasien jatuh. Penerapan standar JCI di RSUP. H. Adam Malik Medan yang terkait dengan aspek keselamatan pasien sampai saat ini sedang dalam proses dan dilakukan penyempurnaan secara manajemen, sumber daya manusia maupun fasilitas. Proses penerapan standar JCI di IGD RSUP. H. Adam Malik Medan belum optimal, hal ini ditandai dengan belum terlaksananya sesuai standar tentang sasaran keselamatan pasien. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merasa perlu melakukan kajian tentang hubungan pengetahuan dan kemampuan perawat dengan penerapan standar JCI tentang keselamatan pasien di IGD RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah : apakah pengetahuan dan kemampuan perawat berhubungan dengan penerapan standar JCI tentang keselamatan pasien di IGD RSUP. H. Adam Malik Medan.

1.3 Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan pengetahuan dan kemampuan perawat dengan penerapan standar JCI tentang keselamatan pasien di IGD RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.4 Hipotesis Pengetahuan dan kemampuan perawat berhubungan dengan penerapan standar JCI tentang keselamatan pasien di IGD RSUP. H. Adam Malik Medan. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi RSUP. H.Adam Malik Medan khususnya bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai masukan dalam rangka peningkatan mutu program keselamatan pasien di rumah sakit.