PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY

dokumen-dokumen yang mirip
OMPHALOMESENTERIKUS REMNANT

Sem 9 G M Q 79.3 K6 K6 K6 K6 P5.A3 P5.A3 P5.A3 P5.A5 P5.A5 P5.A Sem 3. Sem 5. Sem 4

HERNIA INGUINOSKROTAL DAN HIDROKEL SKROTALIS

Atresia Biliaris. 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi sistem hepatobiliar.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

Modul 13 OPERASI REPAIR HERNIA DIAFRAGMATIKA TRAUMATIKA (No. ICOPIM: 5-537)

Modul 11. (No. ICOPIM: 5-467)

REPAIR PERFORASI SEDERHANA (No. ICOPIM: 5-467)

Modul 4 SIRKUMSISI PADA PHIMOSIS (No. ICOPIM: 5-640)

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

( No. ICOPIM : )

Modul 26 PENUTUPAN STOMA (TUTUP KOLOSTOMI / ILEOSTOMI) ( No. ICOPIM 5-465)

Modul 34 EKSISI LUAS TUMOR DINDING ABDOMEN PADA TUMOR DESMOID & DINDING ABDOMEN YANG LAIN (No. ICOPIM: 5-542)

PADA PERFORASI USUS (No. ICOPIM: 5-454)

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

Modul 36. ( No. ICOPIM 5-545)

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

Modul 11 BEDAH TKV FIKSASI INTERNAL IGA ( KLIPING KOSTA ) (ICOPIM 5-790, 792)

Modul 9. (No. ICOPIM: 5-461)

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan umur bayi atau lebih dari 90 persen.

Modul 20 RESEKSI/ EKSISI ANEURISMA PERIFER (No. ICOPIM: 5-382)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

MAKALAH ASUHAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA ATRESIA ANI DAN ATRESIA REKTAL

Modul 19 Bedah Digestif GASTROENTEROSTOMI PINTAS (BY PASS) ( No. ICOPIM 5-442)

Modul 3. (No. ICOPIM: 5-530)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti,

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

Sectio Caesarea PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

Modul 26 DETORSI TESTIS DAN ORCHIDOPEXI (No. ICOPIM: 5-634)

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Modul 24 REPOSISI (MILKING) PADA INVAGINASI SALURAN PENCERNAAN (No. ICOPIM: 5-458)

Modul 23 ORCHIDOPEXI/ORCHIDOTOMI PADA UNDESCENSUS TESTIS (UDT) (No. ICOPIM: 5-624, 5-620)

Modul 2 (ICOPIM 8-835)

BAB I. PENDAHULUAN. terhentinya migrasi kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

BAYI DENGAN RESIKO TINGGI: KELAINAN JANTUNG KONGENITAL. OLEH. FARIDA LINDA SARI SIREGAR, M.Kep

BAB I PENDAHULUAN. jalan operasi atau sectio caesarea hal ini disebabkan karena ibu memandang

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PENDAHULUAN Sekitar 1% dari bayi lahir menderita kelainan jantung bawaan. Sebagian bayi lahir tanpa gejala dan gejala baru tampak pada masa kanak- kan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Modul 16 EKSISI TELEANGIEKTASIS (ICOPIM 5-387)

AMNIOTOMI. Diadjeng Setya W

Biopsi payudara (breast biopsy)

KATA PENGANTAR. Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

1. ATONIA UTERI. A. Pengertian

2. POKOK BAHASAN / SUB POKOK BAHASAN

dr.yarman Mazni, SpBKBD Divisi Bedah Digestif, Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL

drh. Ahmad Fauzi M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN POST-OP SECTIO CAESAREA INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RUANG MAWAR I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

Modul 7 EKSKOKLEASI KISTA RAHANG (ICOPIM 5-243)

SAKIT PERUT PADA ANAK

Hipertrophic Pyloric Stenosis

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

GASTROSTOMI TEMPORER ( No. ICOPIM 5-431)

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

BAB IV PEMBAHASAN. yang ada di lahan praktek di RSUD Sunan Kalijaga Demak. Dalam pembahasan ini penulis

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

MODUL GLOMERULONEFRITIS AKUT

Modul 29 Bedah Digestif DRAINASE ABSES APENDIK ( No. ICOPIM 5-471)

Tak perlu khawatir dan jangan dipaksakan,karena nanti ia trauma.

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung (HSCR) merupakan kelainan. kongenital yang terjadi pada sistem persarafan di usus

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi yang belum sempurna. Mulut bayi masih pendek, licin, dan

Infeksi luka akibat sectio caesaria berbeda dengan luka persalinan normal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

Kompresi Bimanual. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

(Partial Gastrectomy dengan anastomosis jejujum) (No. ICOPIM 5-437)

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

Transkripsi:

PYLORUS STENOSIS HYPERTROPHY Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik memahami dan mengerti tentang embriologi, anatomi, fisiologi, patologi dan patogenesis dari hypertrophic pyloric stenosis, memahami dan mengerti kelainan hypertrophic pyloric stenosis, dapat menegakkan diagnosis, melakukan persiapan pra operasi, melakukan tindakan pyloromyotomy serta perawatan paska operasi. 2. Tujuan Khusus 1. Mampu menjelaskan embriologi dan anatomi gaster. 2. Mampu menjelaskan fisiologi, pathologi, patogenesis, etiologi, klasifikasi, dan gambaran klinis pada hypertrophic pyloric stenosis. 3. Mampu menjelaskan indikasi operasi pada hypertrophic pyloric stenosis baik dengan komplikasi maupun tanpa komplikasi. 4. Mampu menjelaskan, melakukan operasi pyloromyotomy dan mengatasi komplikasinya 5. Mampu melakukan perawatan paska operasi pyloromyotomy. 6. Mampu mengenal dan menangani komplikasi paska operasi pyloromyotomy baik komplikasi dini maupun lanjut A. Pendahuluan Hypertrophic pyloric stenosis (HPS) adalah obstruksi gastric outlet yang disebabkan oleh hipertropi otot pylorus. Kelainan ini mempunyai gejala khas berupa muntah yang non bilious dan projectile. Penyebab HPS adalah multi faktor, termasuk faktor ras, lingkungan dan familial. Insidensi kelainan ini adalah 1-4 : 1.000 kelahiran. Hypertrophic pyloric stenosis (HPS) adalah kelainan bedah yang sering paling banyak menyebabkan keadaan muntah pada bayi yang dikarenakan otot-otot pylorus yang menebal. Penyebab dari HPS sampai saat ini masih belum jelas. Hipotesis yang ada antara lain adalah adanya pembukaan yang terlambat dari sphincter pylorus (kongenital); mukosa pylorus yang bersifat redundant (berlebihan) kongenital; adanya susu yang melewati saluran yag sempit sehingga menyebabkan edema. Hipotesis lain menyebutkan adanya diskoordinasi antara periltastik gaster dan relaxasi pylorus yang menyebabkan kontraksi gaster dan pylorus secara simultan sehingga terjadi hypertrophi dari otot-otot pylorus. Otot-otot pylorus pada pasien 1

dengan HPS menunjukan penebalan dan edematus. Pada serat otot sirkuler ditemukan adanya hypertrophi tanpa hyperplasi. Secara makroskopis pylorus membesar seperti tumor yang berbentuk seperti buah zaitun, dengan panjang rata-rata 22 mm (16-28 mm), dengan diameter maksimum 16 mm (12-22 mm), dan ketebalan otot 6,55 mm (4-10 mm) Riwayat penyakit; muntah yang memancar dan tidak mengandung empedu 10-20 menit setelah makan, biasanya baru terlihat setelah bayi berusia antara 3 dan 5 minggu Dari pemeriksaan fisik diperoleh; Gastric wave, massa di epigastrium akibat dilatasi gaster dan olive sign yang merupakan massa di epigastrium yang merupakan penebalan otot pylorus. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan, darah rutin dan elektrolit, BNO dan USG pylorus (Kriteria HPS menurut Spitz : penebalan otot > 4 mm, diameter anteroposterior > 15 mm dan otot pilorus yang panjangnya > 19 mm) Indikasi operasi pada pasien ini adalah therapeutik dengan metode Ramstedt pyloromioytomi. B. Menegakkan diagnosis a. Anamnesis : Muntah yang memancar dan tidak mengandung empedu 10-20 menit setelah makan, biasanya baru terlihat setelah bayi berusia antara 3 dan 5 minggu b. Pemeriksaan fisik: Gastric wave, Massa di epigastrium akibat dilatasi gaster dan Olive sign (massa di epigastrium yang merupakan penebalan otot pylorus) c. Pemeriksaan penunjang: Darah rutin dan elektrolit,bno dan USG pylorus C. Pengelolaan Penderita : a. Persiapan operasi 1. Inform Consent 2. Puasa dilakukan 4 jam sebelum pembedahaan 3. Pasang infus, beri cairan standard N4 dengan tetesan sesuai kebutuhan. 4. Antibiotik prabedah diberikan secara rutin. b. Tehnik Operasi Ramstedt pyloromiotomi Pasien diposisikan secara supine dan dilakukan intubasi endotrakeal. Sebelumnya pasien telah dipasang NGT. Secara hati-hati abdomen dipalpasi untuk menentukan letak pyloric tumor. Selanjutnya dinding perut bagian atas diinsisi sepanjang kira-kira 3 cm, mulai dari sudut lateral sarung rektus pada pinggir iga hingga turun ke garis 2

tengah.kulit dan lapisan anterior diinsisi dengan pisau bedah, sementara lapisan otot dipisahkan menggunakan elektro-kauter. Sarung otot rektus dibelah secara vertikal, sementara peritoneum dan fasia diinsisi secara transversal. Setelah insisi, pilorus dicari dan dibawa secara perlahan ke permukaan perut. Pilorus dipegang dengan tangan kiri dan insisi dilakukan pada daerah yang miskin pembuluh darah atau relatif avaskular, mulai dari lapisan serosa hingga lebih dalam lagi untuk memisahkan otot sirkular dan longitudinal pylorus. Pemisahan ini menggunakan alat yang tumpul, biasanya dengan menggunakan gagang pisau bedah, supaya tidak sampai merobek lapisan mukosa. Sekarang ini sudah ada klem khusus untuk memegang pilorus, yaitu klem Benzon. Selaput lendir (mukosa) akan menonjol ke tempat insisi tumor. Insisi diteruskan ke arah proksimal yaitu ke arah lambung sejauh 1 cm dan diteruskan ke distal sampai daerah pertemuan pilorus dan duodenum (pyloro-duodenal junction). Di bagian ini perlu perhatian khusus, karena dinding duodenum sangat tipis, sehingga mudah robek secara tidak sengaja Resiko perforasi tertinggi terdapat di tempat ini Untuk mengidentifikasikan tempat pertemuan ini digunakan forsep yang tumpul. Untuk menilai cidera dari mukosa pylorus, gaster dikembangkan dengan memasukkan udara lewat NGT, bila terjadi kebocoran ditandai dengan keluarnya cairan empedu. Sebelum pylorus dikembalikan, diperiksa apakah masih ada perdarahn yang selanjutnya ditangani dengan electrocauter. Setelah piloromiotomi, tanpa melakukan penjahitan kembali, lambung dimasukkan kembali ke rongga abdomen. Rongga abdomen lalau ditutup dan kulit dijahit secara subcuticular 3. Pasca bedah Penderita dapat diberi minum 4 jam setelah operasi sesuai dengan formula dibawah ini : a. Pedialyte diberikan secara oral 30 cc tiap 3 jam sekali pemberian b. Full strength formula, 30 cc secara oral setiap 3 jam sekali pemberian c. Full strength formula, 45 cc secara oral setiap 3 jam dua kali pemberian d. Full strength formula, 60 cc secara oral setiap 3 jam sekali pemberian e. Full strength formula, 75 cc secara oral setiap 3 jam sekali pemberian f. Full strength formula diberikan sesuai kehendak bayi Komplikasi operasi adalah perdarahan, infeksi luka operasi, cedera usus 3

D. Referensi 1. Grosfeld JL, O Neill JA, Fonkalsrud EW, Coran AG. Hypertrophic Pyloric Stenosis dalam Pediatric Surgery. 6t h ed. 2006. pg 1215-1224 2. O Neill JA, Grosfeld JL, Fonkalsrud EW, Coran AG, Caldamore AA. Hypertrophic Pyloric Stenosis dalam Principles of Pediatric Surgery. 2 nd ed. pg 467-470 3. Ashcraft, Holcomb KW, Murphy GW, Patrick J. Hypertrophic Pyloric Stenosis dalam Pediatric Sugery. 4 th ed. 2005. pg 697-706 4. P. Puri, M. Holwarth. Hypertrophic Pyloric Stenosis. Dalam Pediatric Surgery. 2006. pg 171-180 4

5