Refleksi Pendampingan & Pembelaan Korban Kebebasan Keagamaan Keyakinan 1

dokumen-dokumen yang mirip
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dalam Peta Politik Demokratisasi Indonesia* AE Priyono Peneliti Senior Demos

Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas Agama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

BAB V PENUTUP. perusahaan multinasional. Dulu lebih dikenal dengan comunity development.

POLRI KONSITITUSI DAN KEBEBASAN BERAGAMA, BERKEYAKINAN DAN BERIBADAH

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pada uraian yang telah diuraikan pada bab hasil dan

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

BAB V PENUTUP. kebangkitan gerakan perempuan yang mewujud dalam bentuk jaringan. Meski

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta?

Rilis Pers Bersama. Perppu Ormas Ancaman bagi Demokrasi dan Negara Hukum

BAB V ANALISIS PERSPEKTIF JOHN RAWLS DAN UU NO. 1/PNPS/1965 BERDASARKAN IDE NALAR PUBLIK JOHN RAWLS

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

Pendidikan Alternatif bagi Pekerja Rumah Tangga (Sekolah Wawasan)

MAKALAH. Hate Speech: Ancaman terhadap Kebhinnekaan dan Demokrasi

BAB 6 PENUTUP. Berebut kebenaran..., Abdil Mughis M, FISIP UI., Universitas Indonesia 118

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VII KEBIJAKAN ANTI PENIPUAN, KORUPSI, DAN ANTI SUAP

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB VI PENUTUP. menyuarakan penolakannya. Penolakan yang didasari atas kearifan lokal terhadap

BAB I PENDAHULUAN. awal dekade 1980-an. Mereka adalah anak-anak yang hidup terpisah dari

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

RENCANA STRATEGIS FREEDOM OF INFORMATION NETWORK INDONESIA (FOINI)

BAB VI KESIMPULAN. sosial-politik yang melingkupinya. Demikian pula dengan Islamisasi dan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI PENUTUP. Analisis Percakapan Online atas Diskusi Politik Online tentang pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

KAMPANYE TAK BERKUALITAS, POLITIK UANG MENGANCAM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Jadwal Karya Latih Bantuan Hukum (KALABAHU) 2017 LBH Pekanbaru Acces to Justice Bagi Masyarakat. SENIN, 9 Oktober 2017

PENDEKATAN LAPANG Strategi Penelitian

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Kerangka Kerja Terpadu. Untuk ADVOKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V PENUTUP. utama yang menjadi akar permasalahan konflik. Pada bab kedua naskah ini telah

BAB V PENUTUP. LOD DIY sebagai invited space menggunakan formasi kuasa yang ada dalam

PENGELOLAAN KERAGAMAN AGAMA DI INDONESIA DAN PERAN FKUB

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

Kepengacaraan Untuk Kepentingan Publik dan Pemajuan dan Perlindungan HAM

RISALAH KEBIJAKAN PENYUSUN: ENY ROFI ATUL NGAZIZAH

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Kerangka Acuan Pelatihan HAM bagi Hakim PN : Toleransi dalam Kebhinekaan sebagai Paradigma Peradilan

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. memiliki sejarah tersendiri, salah satunya keresahan akan keadaan LSM yang mementingkan

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

Anti-Suap dan Korupsi (ABC) Prosedur ini tidak boleh diubah tanpa persetujuan dari kantor Penasihat Umum dan Sekretaris Perusahaan Vesuvius plc.

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. disebut dengan istilah officer of the court. Sebagai Officer of the court,

Pengorganisasian * (Berbasis Komunitas)

BAB I PENDAHULUAN. harmoni kehidupan umat beragama di Indonesia. 1. Syiah di Sampang pada tahun 2012 yang lalu.

BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DALAM PERSPEKTIF TEORI KEADILAN BERMARTABAT

Menyongsong Perspektif Baru Perlindungan Saksi dan Korban dalam Revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon) yang saling membutuhkan satu

Prinsip Dasar Peran Pengacara

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Learning Day. TIK (Teknologi Informasi & Komunikasi) Hadir Dalam Mengatasi Masalah Komunitas. Edisi 22 Maret 2013

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

HAK PUBLIK MEMPEROLEH INFORMASI DAN KEBEBASAN PERS Oleh Ashadi Siregar

MENCARI KEBENARAN HUKUM DENGAN TIDAK MELAWAN HUKUM

Pengantar Presiden RI pada Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, tanggal 1 April 2014 Selasa, 01 April 2014

Laporan Pemantauan Jaksa Terhadap Integritas Jaksa Selama Proses Peradilan. Oleh Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH UI

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

BAB I PENDAHULUAN. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah diharapkan dapat

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

PROPOSAL MALAM SAVE LBH JAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL. Week 5

AMNESTY INTERNATIONAL PERNYATAAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. homoseksual atau dikenal sebagai gay dan lesbian masih kontroversial.

BAB II PERSPEKTIF PENDIDIKAN POLITIK

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN RIFFAT HASSAN DAN MANSOUR FAKIH TENTANG KESETARAAN JENDER DALAM ISLAM: SEBUAH PERBANDINGAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

Beberapa Gagasan tentang Sistem Perlindungan dan Dukungan terhadap Saksi dan Korban

RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN

BAB IV DEKSKRIPSI LOKASI PENELITIAN

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

Hadirkan! Kebijakan Perlindungan Korban Kekerasan Seksual. Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil Untuk SDGs Infid November 2017

13. KESIMPULAN. Majelis Hakim Yang Terhormat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

MAKALAH. Kebutuhan Pendampingan Hukum Penyandang Disabilitas

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KONFLIK KEPENTINGAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Rabu, 24 September 2014

ECD Watch. Panduan OECD. untuk Perusahaan Multi Nasional. alat Bantu untuk pelaksanaan Bisnis yang Bertanggung Jawab

SIARAN PERS LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) PADANG Nomor : 03/S.Pers/LBH-PDG/II/2017 tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

DINAMIKA KELOMPOK. M. Syahidul Haq,M.Pd

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

Refleksi Pendampingan & Pembelaan Korban Kebebasan Keagamaan Keyakinan 1 Oleh Asfinawati Saya ingin mengawali dengan mengatakan bahwa tulisan ini merupakan bacaan terbatas dari pengalaman yang terbatas. Sebelum memulai refleksi perlu kiranya kita memotret karakter kasus kebebasan keagamaan dan keyakinan. Pertama, mengenai aktor. Dari sisi pelaku terdapat aktor negara dan non-negara. Sedangkan dari sisi korban terdapat korban, keluarga korban, organisasi keagamaan tempat korban berafiliasi dan mendapat pendamping. Aktor non-negara dapat dipilah berdasarkan keterlibatannya. Yaitu, mereka yang berada di inti dengan fungsi pada umumnya penggerak, perencana dan pemberi justifikasi moral atau teologis, pemimpin lapangan, pelaku lapangan, orang yang kebetulan berada di tempat kejadian dan ikut melakukan atau kerumunan (crowd). 1 Diskusi mengenai penerjemahan (transeliterasi) dengan Miki dan Adam menyadarkan saya bahwa relijius bukanlah agama tetapi keagamaan. Oleh karena itu saya ingin mengajak kita mengganti kebebasan beragama berkeyakinan dengan kebebasan keagamaan keyakinan. Bukan hanya karena penerjemahan lebih akurat, tetapi kebebasan beragama mudah dimengerti sebagai bermakna kebebasan untuk orang-orang yang beragama. Kesimpulan lebih jauh, istilah ini mudah dimengerti sebagai pengakuan hanya untuk orang-orang dalam beragama dan tidak mengakui kebebasan untuk tidak menganut agama atau keyakinan apapun. Tawaran lainnya adalah hak atas kebebasan pikiran, kesadaran, agama karena pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik genusnya adalah berbicara freedom of tought, conscience and religion. Adanya kebebasan pikiran dan kesadaran inilah yang kira-kira menjelaskan mengapa terdapat kebebasan internal di dalam pasal 18 ini. Makalah ini disampaikan dalam Focused Group Discussion (FGD) Membela Korban KBB, Rabu, 15 Januari 2014, di Hotel Ambara, Jakarta. PUSAD Paramadina 1

Pendamping dapat dibedakan berdasarkan fungsi keterlibatannya yaitu mereka yang melakukan kampanye, pendampingan hukum, pemberdayaan korban, monitoring, dan lobi. Kedua, mengenai fenomena kasusnya sendiri. Berbagai penelitian, misal yang dilakukan LBH Jakarta dan Kontras tahun 2006, motif pelaku berlapis. Mulai dari ideologis, politik termasuk politik lokal, hingga ekonomi. Di sisi lain, perdebatan di seputar kasus maupun respon para aktor, memunculkan isu yang lebih makro. Misalnya kepatuhan pemerintah terhadap putusan pengadilan, kesatuan pemerintahan dengan pemerintah daerah, dan posisi hukum negara berhadapan dengan hukum agama. Kekuatan dan kelemahan Literatur advokasi, yang dapat ditemui dalam dokumen bantuan hukum struktural awal-awal yang ditulis Adnan Buyung dan Todung Mulya Lubis serta panduan advokasi kebijakan publik Mansour Fakih dan Roem, memberikan porsi penting pada pengorganisasian dan pemberdayaan korban. Sejak lama pula, bantuan hukum dan advokasi lain mengakui hal ini sebagai kerja mendasar yang menentukan keberhasilan metode advokasi lainnya. Saat pertama bersentuhan dengan kasus kebebasan keagamaan keyakinan, saya terkagum-kagum dengan korban yang relatif terorganisir dengan baik. Mereka terdidik, cenderung satu komando dan sadar dengan haknya. Tentu hal itu semua memudahkan advokasi karena waktu yang biasa dialokasi untuk pengorganisasian korban dapat digunakan untuk hal lain. Saya berpikir ulang untuk menerima kondisi ini 100% saat keputusan penting yang bertentangan dengan logika umum advokasi diambil oleh pemimpin komunitas keagamaan ini untuk anggotanya. Relasi satu komando tidak hanya berimplikasi kedisiplinan tetapi juga tiadanya dinamika pengambilan keputusan. Pengalaman berikutnya membuat saya semakin kuat untuk memikirkan soal pengorganisasian ini. Benarkah apabila keputusan korban diarahkan oleh organisasi afiliasinya yang notabene tidak mengalami langsung kejadian? Bukankah apabila soal teologis dilepaskan, sesungguhnya posisi PUSAD Paramadina 2

organisasi keagamaan tempat korban berafiliasi sama dengan pendamping? Situasi conflict of interest dalam membuat keputusan juga (potensial) dialami oleh organisasi keagamaan. Dalam kasus pendirian rumah ibadah misalnya, bersikap keras terhadap tawaran pemerintah yang menyimpang dari hukum atau putusan pengadilan dapat membahayakan rumah ibadah yang sudah/akan berdiri di dalam satu denominasi tersebut. Karena itu tidak heran apabila korban langsung dengan denominasi dapat memiliki sikap berbeda. Atau dalam kasus penodaan agama, pemidanaan 1 orang yang memiliki keyakinan yang sama dapat menyeret orang-orang yang memiliki keyakinan yang sama ke dalam kasus penodaan agama. Oleh karenanya tidak heran apabila strategi advokasi organisasi keagamaan itu akan mempertimbangkan hal ini. Misalnya menjadi relatif kompromis. Di sisi lain, pembela/pendamping biasanya memiliki agenda sendiri. Mereka yang mengusung bantuan hukum struktural tidak mencari uang tapi menginginkan imbalan perubahan struktural di dunia hukum. Mereka juga memiliki batasan sendiri meskipun itu dapat dianggap naif dan tidak masuk akal oleh korban. Misal mereka menolak membayar sepeser pun pungli meski dengan resiko klien mendapatkan putusan yang tidak adil. Hal lain mengenai agenda pendamping adalah agenda makro seperti pemberdayaan korban itu sendiri. Yang saya maksud adalah mulai dari penyadaran hingga terlibatnya korban ke dalam gerakan sosial kritis. Di titik tertentu, sangat mungkin organisasi keagamaan tidak memiliki nilai yang sama dengan pendamping. Misalnya soal toleransi dan pluralisme. Belum tentu organisasi keagamaan setuju dengan nilai yang (akan) disampaikan pendamping. Yang saya maksudkan, belum tentu korban kebebasan keagamaan keyakinan benar-benar setuju dengan konsep kebebasan keagamaan ini dan tidak menjadi pelaku apabila menjadi kelompok yang dominan. Apabila terdapat suatu kondisi seperti yang saya gambarkan ini, maka sesungguhnya advokasi kehilangan maknanya dari membela nilai menjadi tak lebih membela suatu kepentingan. PUSAD Paramadina 3

Terkait dengan motif yang berlapis, kegagalan mengenalinya dapat menyebabkan lamanya penyelesaian kasus karena masalah inti tidak disasar. Misal dalam kasus penolakan rumah ibadah yang sesungguhnya bermotif persoalan personal. Tetapi lebih jauh dari itu, kegagalan ini dapat meningkatkan eskalasi kasus karena sentimen keagamaan banyak pihak. Terkait kasus kebebasan keagamaan keyakinan sebagai gejala dari fenomena yang lebih besar, kesalahan menangani kasus ini berarti kegagalan menyasar persoalan yang lebih besar. Dapat diistilahkan meski taruhannya hanya tentang sebuah permen, tapi berhasilnya permen ini berpindah tangan karena taruhan sesungguhnya sedang membakukan legalitas taruhan. Terkait dengan manajemen pendampingan, kinerja suatu lembaga pasti akan berpengaruh terhadeap kinerja pendampingan. Di sana sini terjadi pendampingan yang tidak tepat waktu hingga kekosongan orang karena minimnya orang yang menjadi pendamping. Pergantian orang yang cepat di lembaga juga dapat menyebabkan diskontinuitas pengetahuan dan akhirnya strategi. Isu ketidakharmonisan pendamping mulai dari perbedaan idealisme/nilai, strategi, hingga eksistensi dapat mengganggu pendampingan di lapangan. Masalah di level pendamping biasanya sulit untuk dilokalisir agar tidak sampai ke korban. Korban dijadikan lahan perebutan. Pada beberapa kasus, korban/organisasi keagamaan kemudian terpancing untuk terlibat hal tidak penting yang bukan pertarungannya dengan memilih faksi tertentu di jaringan pendampingan. Hal ini diperumit dengan kampanye negatif aparatur negara dan pelanggar HAM bahwa LSM memiliki motif-motif tidak murni. Menjual korban untuk mendapatkan dana luar negeri atau dengan istilah lain proyekan dan korban diperlukan untuk melegitimasinya. Bukan berarti tuduhan ini tidak ada yang melakukan, tetapi kampanye ini seperti api dalam sekam pada hubungan korban dengan pendamping. Ia membayangi tetapi tidak dibahas. Terakhir soal kampanye. Kampanye yang dalam kasus lain cenderung selalu bermakna positif, berbeda dalam kasus PUSAD Paramadina 4

keagamaan keyakinan. Hal ini karena preferensi media tertentu terhadap keyakinan tertentu maupun jurnalisme tanpa nilai telah menempatkan korban menjadi pelaku atau setidaknya sejajar dengan pelaku. Korban dalam jurnalisme semacam ini kerap diperhadapkan dengan aktor intoleransi atau yang membela kelompok intoleran. Meskipun tidak ada hubungan sebab akibat antara korban dengan mereka. Misal yang dialami tim judicial review UU 1/PNPS/1965 yang tidak diperhadapkan dengan DPR atau Pemerintah sebagai pihak terkait tetapi dicoba dipertemukan dengan Tim Pembela Muslim. Ketidakjelian bernegosiasi dengan media dapat menurunkan posisi tawar korban alih-alih meningkatkan sebagai hasil kampanye. Praktik Terbaik Pemaknaan berbeda tentang advokasi akan membawa perbedaan pada apa yang disebut praktik baik ini. Bagi pelaku advokasi struktural, berdayanya korban adalah suatu keberhasilan. Dibentuknya sobat KBB dengan pimpinan bersama orang-orang yang berasal dari komunitas keagamaan berbeda adalah suatu langkah besar. Mereka yang menjadi korban dan keluar dari lingkup masalahnya menjadi pendamping-aktivis sosial adalah suatu praktik terbaik. Hal lain adalah peranan korban kasus ini dalam soal fair trial dan korupsi peradilan. Keyakinan korban kebebasan keagamaan keyakinan biasanya membuat mereka tidak mau berkompromi dengan pungli ataupun suap. Misalnya yang dilakukan komunitas Eden yang menolak membayar sepeser pun pungli di rutan maupun penjara meskipun terancam secara fisik. Ini adalah suatu praktik terbaik dalam melawan korupsi peradilan. Praktik terbaik lain adalah musyawarah yang berhasil seperti dalam beberapa kasus pendirian rumah ibadah. Mengenai hal ini, keberhasilan dimulai dari mengenali asal muasal kasus. Praktik terbaik lain adalah kasus Rahman Eden di mana Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membebaskan terdakwa dari dakwaan penodaan agama. Rahman yang telah ditahan sebelumnya diberikan penangguhan penahanan oleh hakim PUSAD Paramadina 5

tanpa diminta oleh terdakwa maupun penasehat hukum. Praktik terbaik dalam kasus ini adalah kerja sama antara tim non hukum dengan tim hukum. Tim non hukum, termasuk di dalamnya anggota komunitas Eden dan Rahman sendiri, memberikan banyak sekali perspektif sejarah agama, agama yang menyejarah dan hal-hal lain yang membuat perspektif hakim terbuka. Dapat dikatakan korban dalam kasus ini membuat hakim dan pengacara belajar banyak sekali mengenai agama. Terakhir, praktik terbaik ini memunculkan pertanyaan penting: terbaik untuk siapa? Apakah korban yang berhasil tidak dikriminalisasi karena membayar adalah suatu praktik terbaik? Apakah rumah ibadah yang dapat berdiri karena memberikan uang kepada pejabat pemerintah dan masyarakat penentang adalah suatu praktik terbaik? Ataukah korban yang tidak juga mendapatkan haknya semacam jemaat GKI Yasmin, tetapi tetap berjuang demi suatu nilai yang lebih besar dan bahkan bersolidaritas dengan korban lain seperti yang dilakukan Pdt Palti adalah praktik terbaik? Mari kita temukan jawabannya.*** PUSAD Paramadina 6