D E M EN S I A. Riri Julianti, S. Ked Ari Budiono, S. Ked. AuthorS : Faculty of Medicine University of Riau RSJ Tampan of Pekanbaru

dokumen-dokumen yang mirip
Gangguan Mental Organik (GMO) Oleh : Syamsir Bs, Psikiater Departemen Psikiatri FK-USU

Mampu mengenal dan mengetahui tanda, gejala dan pemeriksaan status mental yang menunjang dalam mendiagnosa pasien dengan gangguan mental organik

Definisi Suatu reaksi organik akut dengan ggn utama adanya kesadaran berkabut (clouding of consciousness), yg disertai dengan ggn atensi, orientasi, m

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Ginjal ANDRI

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

Demensia. DEMENTIA / Indonesian Copyright 2016 Hospital Authority. All rights reserved 1

manusia mengalami banyak perubahan dari segi fisik dan mental. Penuaan adalah salah satu

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada. kelompok umur tahun, yakni mencapai 15,9% dan

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

Darulkutni Nasution Department of Neurology

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

Gangguan Mental Terkait Trauma. Pusat Kajian Bencana dan Tindak Kekerasan Departemen Psikiatri FKUI/RSCM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

NARASI KEGIATAN PENYULUHAN DEMENSIA PADA PERTEMUAN KELOMPOK LANSIA (LANJUT USIA) RUMAH SAKIT CONDONG CATUR YOGYAKARTA TAHUN 2009

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIMENSIA. OLEH: Ns. SATRIA GOBEL, M.Kep, Sp. Kom

BAB I PENDAHULUAN. Penuaan secara kognitif ditujukan kepada lanjut usia yang diikuti dengan

A. Pemeriksaan penunjang. - Darah lengkap

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER (lanjutan) Dr. Ika Widyawati, SpKJ(K)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dengan karakteristik berupa gangguan pikiran (asosiasi longgar, waham),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan yang merawat, karena tidak menonjol

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

BAB I PENDAHULUAN. insulin, atau kedua-duanya. Diagnosis DM umumnya dikaitkan dengan adanya gejala

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III Demensia Delirium

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

Dimensia (Penurunan Daya Ingat)

BAB 1 PENDAHULUAN. mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun pagi

DEMENTIA. Dementia is marked by severe impairment in memory, judgment, orientation, and cognition.

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PPDGJ-III, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai dengan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Delirium didefinisikan dalam American Psychiatric Association's (APA)

Faktor Risiko Demensia Alzheimer. Risk Factor of Alzheimer s Dementia

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

DEPRESI. Oleh : dr. Moetrarsi, SKF, DTM&H, SpKJ

BAB 1. PENDAHULUAN. Menurut Asosiasi Psikiatri Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini diperoleh 70 subyek penelitian yang dirawat di bangsal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

Gangguan Suasana Perasaan. Dr. Dharmawan A. Purnama, SpKJ

FAKTOR PSIKOLOGIS DAN PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN GANGGUAN Pembimbing : dr. Dharmawan Ardi, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. neuron dopaminergik ganglia basalis terutama pada substansia nigra pars kompakta

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IPAP PTSD Tambahan. Pilihan penatalaksanaan: dengan obat, psikososial atau kedua-duanya.

DAFTAR KOMPETENSI KLINIK

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

REFERAT. Afasia. Oleh : Florensiana O. P. Manafe ( ) Pembimbing: dr. Fenny L. Yudiarto, SpS (K) KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

16/02/2016 ASKEP KEGAWATAN PSIKIATRI MASYKUR KHAIR TENTAMEN SUICIDE

Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ III. Dr. Tribowo Tuahta Ginting S, SpKJ SMF Psikiatri RSUP Persahabatan

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dari 72 tahun di tahun 2000 (Papalia et al., 2005). Menurut data Biro Pusat Statistik

BAB I PENDAHULUAN. namun juga sehat rohani juga perlu, seperti halnya di negara sedang

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

STROKE Penuntun untuk memahami Stroke

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II. Tinjauan Pustaka. 1. Tinjauan Pustaka. Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan. fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM SARAF

LAPORAN PENDAHULUAN Soft Tissue Tumor

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

SISTEM KLASIFIKASI DAN DIAGNOSIS GANGGUAN MENTAL DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A

BAB 7 PENURUNAN DAYA INGAT

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

BAB 1 PSIKIATRI KLINIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GANGGUAN MOOD. dr. Moetrarsi SKF., DTM&H, Sp.KJ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

HUBUNGAN ANTARA KESABARAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA PENDERITA PASKA STROKE SKRIPSI

Sinonim : - gangguan mood - gangguan afektif Definisi : suatu kelompok ggn jiwa dengan gambaran utama tdptnya ggn mood yg disertai dengan sindroma man

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2010, dengan masalah kesehatan). Menurut Sumiati Ahmad Mohammad, masa

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Transkripsi:

D E M EN S I A AuthorS : Riri Julianti, S. Ked Ari Budiono, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau RSJ Tampan of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 Files of DrsMed 1 FK UNRI (Http://yayanakhyar.wordpress.com)

PENDAHULUAN Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atau progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak. 1,2 2

DEMENSIA Definisi Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif. 1 Demensia merupakan kerusakan progresif fungsi-fungsi kognitif tanpa disertai gangguan kesadaran. 2 Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat, daya fikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak. 3 Epidemiologi Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen. 1,2,4 Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia tipe Alzheimer (Alzheimer s diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia 90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer membutuhkan lebih dari 50 persen perawatan rumah (nursing home bed). 1,2,4 Jenis demensia yang paling lazim ditemui berikutnya adalah demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 3

persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien menderita kedua jenis demensia tersebut. 1,5 Penyebab demensia paling sering lainnya, masing-masing mencerminkan 1 hingga 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan dengan alkohol, dan berbagai jenis demensia yang berhubungan dengan gangguan pergerakan, misalnya penyakit Huntington dan penyakit Parkinson. Karena demensia adalah suatu sindrom yang umum, dan mempunyai banyak penyebab, dokter harus melakukan pemeriksaan klinis dengan cermat pada seorang pasien dengan demensia untuk menegakkan penyebab demensia pada pasien tertentu. 1 Etiologi Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia : Tabel 2.1. Kemungkinan penyebab demensia 2 Demensia Degeneratif Penyakit Alzheimer Demensia frontotemporal (misalnya; Penyakit Pick) Penyakit Parkinson Demensia Jisim Lewy Ferokalsinosis serebral idiopatik (penyakit Fahr) Kelumphan supranuklear yang progresif Lain-lain Penyakit Huntington Penyakit Wilson Leukodistrofi metakromatik Trauma Dementia pugilistica, posttraumatic dementia Subdural hematoma Infeksi Penyakit Prion (misalnya penyakit Creutzfeldt-Jakob, bovine spongiform encephalitis, (Sindrom Gerstmann- Straussler) Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) Sifilis Kelainan jantung, vaskuler dan 4

Neuroakantosistosis Kelainan Psikiatrik Pseudodemensia pada depresi Penurunan fungsi kognitif pada skizofrenia lanjut Fisiologis Hidrosefalus tekanan normal Kelainan Metabolik Defisiensi vitamin (misalnya vitamin B 12, folat) Endokrinopati (e.g., hipotiroidisme) Gangguan metabolisme kronik (contoh : uremia) Tumor Tumor primer maupun metastase (misalnya meningioma atau tumor metastasis dari tumor payudara atau tumor paru) anoksia Infark serebri (infark tunggak mauapun mulitpel atau infark lakunar) Penyakit Binswanger (subcortical arteriosclerotic encephalopathy) Insufisiensi hemodinamik (hipoperfusi atau hipoksia) Penyakit demielinisasi Sklerosis multipel Obat-obatan dan toksin Alkohol Logam berat Radiasi Pseudodemensia akibat pengobatan (misalnya penggunaan antikolinergik) Karbon monoksida Gambar.2.1. Perbadingan persentase etiologi dari demensia. 6 Demensia Tipe Alzheimer Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. 2,5 5

Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal. 2 Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal. 7 Faktor Genetik Walaupun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui, telah terjadi kemajuan dalam molekular dari deposit amiloid yang merupakan tanda utama neuropatologi gangguan. Beberapa peneliti menyatakan bahwa 40 % dari pasien demensia mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe Alzheimer, jadi setidaknya pada beberapa kasus, faktor genetik dianggap berperan dalam perkembangan demensia tipe Alzheimer tersebut. Dukungan tambahan tentang peranan genetik adalah bahwa terdapat angka persesuaian untuk kembar monozigotik, dimana angka kejadian demensia tipe Alzheimer lebih tinggi daripada angka kejadian pada kembar dizigotik. Dalam beberapa kasus yang telah tercatat dengan baik, gangguan ditransmisikan dalam keluarga melalui satu gen autosomal dominan, walau transmisi tersebut jarang terjadi. 2 6

Protein prekursor amiloid Gen untuk protein prekusor amiloid terletak pada lengan panjang kromosom 21. Melalui proses penyambungan diferensial, dihasilkan empat bentuk protein prekusor amiloid. Protein beta/ A4, yang merupakan konstituen utama dari plak senilis, adalah suatu peptida dengan 42-asam amino yang merupakan hasil pemecahan dari protein prekusor amiloid. Pada kasus sindrom Down (trisomi kromosom 21) ditemukan tiga cetakan gen protein prekusor amiloid, dan pada kelainan dengan mutasi yang terjadi pada kodon 717 dalam gen protein prekusor amiloid, suatu proses patologis yang menghasilkan deposit protein beta/a4 yang berlebihan. Bagaimana proses yang terjadi pada protein prekusor amiloid dalam perannya sebagai penyebab utama penyakit Alzheimer masih belum diketahui, akan tetapi banyak kelompok studi yang meneliti baik proses metabolisme yang normal dari protein prekusor amiloid maupun proses metabolisme yang terjadi pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer untuk menjawab pertanyaan tersebut. 2 Gen E4 multipel Sebuah penelitian menunjukkan peran gen E4 dalam perjalanan penyakit Alzheimer. Individu yang memiliki satu kopi gen tersebut memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar daripada individu yang tidak memiliki gen E4 tersebut, dan individu yang memiliki dua kopi gen E4 memiliki kemungkinan delapan kali lebih besar daripada yang tidak memiliki gen tersebut. Pemeriksaan diagnostik terhadap gen ini tidal direkomendasikan untuk saat ini, karena gen tersebut ditemukan juga pada individu tanpa demensia dan juga belum tentu ditemukan pada seluruh penderita demensia. 2 Neuropatologi Penelitian neuroanatomi otak klasik pada pasien dengan penyakit Alzheimer menunjukkan adanya atrofi dengan pendataran sulkus kortikalis dan pelebaran ventrikel serebri. Gambaran mikroskopis klasik dan patognomonik dari demensia tipe Alzheimer adalah plak senilis, kekusutan serabut neuron, neuronal loss (biasanya ditemukan pada korteks dan hipokampus), dan degenerasi granulovaskuler pada sel saraf. Kekusutan serabut neuron (neurofibrillary tangles) terdiri dari elemen sitoskletal dan protein primer terfosforilasi, meskipun jenis protein sitoskletal lainnya dapat juga terjadi. Kekusutan serabut neuron tersebut tidak khas ditemukan pada penyakit Alzheimer, fenomena tersebut juga ditemukan pada sindrom Down, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome) kompleks Parkinson-demensia Guam, penyakit Hallervon-Spatz, dan otak yang normal pada seseorang dengan usia lanjut. Kekusutan serabut neuron biasanya ditemukan di daerah korteks, hipokampus, substansia nigra, dan lokus sereleus. 7

Plak senilis (disebut juga plak amiloid), lebih kuat mendukung untuk diagnosis penyakit Alzheimer meskipun plak senilis tersebut juga ditemukan pada sindrom Down dan dalam beberapa kasus ditemukan pada proses penuaan yang normal. 2 Neurotransmiter Neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi dari demensia Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin. Keduanya dihipotesis menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Beberapa penelitian melaporkan pada penyakit Alzheimer ditemukannya suatu degenerasi spesifik pada neuron kolinergik pada nukleus basalis meynert. Data lain yang mendukung adanya defisit kolinergik pada Alzheimer adalah ditemukan konsentrasi asetilkolin dan asetilkolintransferase menurun. 2 Penyebab potensial lainnya Teori kausatif lainnya telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer. Satu teori adalah bahwa kelainan dalam pengaturan metabolisme fosfolipid membran menyebabkan membran yang kurang cairan yaitu, lebih kaku dibandingkan dengan membran yang normal. Penelitian melalui spektroskopik resonansi molekular (Molecular Resonance Spectroscopic; MRS) mendapatkan kadar alumunium yang tinggi dalam beberapa otak pasien dengan penyakit Alzheimer. 2 Familial Multipel System Taupathy dengan presenile demensia Baru-baru ini ditemukan demensia tipe baru, yaitu Familial Multipel System Taupathy, biasanya ditemukan bersamaan dengan kelainan otak yang lain ditemukan pada orang dengan penyakit Alzheimer. Gen bawaan yang menjadi pencetus adalah kromosom 17. Gejala penyakit berupa gangguan pada memori jangka pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan pada saat berjalan. Onset penyakit ini biasanya sekitar 40 50 detik, dan orang dengan penyakit ini hidup rata-rata 11 tahun setelah terjadinya gejala. 2 Seorang pasien dengan penyakit Alzheimer memiliki protein pada sel neuron dan glial seperti pada Familial Multipel System Taupathy dimana protein ini membunuh sel-sel otak. Kelainan ini tidak berhubungan dengan plaq senile pada pasien dengan penyakit Alzheimer. 2 Demensia vaskuler Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan 8

faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung (gambar 2.3). 2,3 Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus palidus. 2 Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial. Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis ini. 2 9

Gambar 2.6 Gambaran Demensia Vaskular. 8 Penyakit Binswanger Dikenal juga sebagai ensefalopati arteriosklerotik subkortikal, ditandai dengan ditemukannya infark-infark kecil pada subtansia alba yang juga mengenai daerah korteks serebri (Gambar 2.4). Dulu dianggap penyakit yang jarang terjadi tapi dengan pencitraan yang canggih dan kuat seperti resonansi magnetik (Magnetic Resonance Imaging; MRI) membuat penemuan kasus ini menjadi lebih sering. 2 Gambar.2.7. Penyakit Binswanger. Potongan melintang menunjukkan gambaran infark pada bagian putih subkortikal.dengan pengurangan subtansia grisea. 2 Penyakit Pick Penyakit Pick ditandai atrofi yang lebih banyak dalam daerah frontotemporal. Daerah tersebut mengalami kehilangan neuronal, gliosis dan adanya badan Pick neuronal, yang 10

merupakan massa elemen sitoskeletal. Badan Pick ditemukan pada beberapa spesimen postmortem tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab dari penyakit Pick tidak diketahui. Penyakit Pick berjumlah kira-kira 5% dari semua demensia ireversibel. Penyakit ini paling sering pada laki-laki, khususnya yang memiliki keluarga derajat pertama dengan penyakit ini. Penyakit Pick sukar dibedakan dengan demensia Alzheimer. Walaupun stadium awal penyakit lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang relatif bertahan. Gambaran sindrom Kluver-Bucy (contohnya: hiperseksualitas, flaksiditas, hiperoralitas) lebih sering ditemukan pada penyakit Pick daripada pada penyakit Alzheimer. 2 Gambar.2.8. Penyakit Pick dengan kelainan patologi yang luas. Gambaran menunjukkan atrofi yang paling luas pada lobus frontalis serta pada lobus temporalis dan parietalis. 2,10 Gambar.2.9. Pemeriksaan PET pada penyakit PICK. 6 Penyakit Jisim lewy (Lewy body diseases) Penyakit Jisim Lewy adalah suatudemensia yang secara klinis mirip dengan penyakit Alzheimer dan sering ditandai oleh adanya halusinasi, gambaran Parkinsonisme, dan gejala ekstrapiramidal. Inklusi Jisim Lewy ditemukan di daerah korteks serebri. Insiden yang sesungguhnya tidak diketahui. Pasien dengan penyakit Jisim Lewy ini menunjukkan efek yang menyimpang (adverse effect) ketika diberi pengobatan dengan antipsikotik. 2,3 11

Gambar.2.10. Kortikal lewy bodies (panah), Dilahat dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin. Lewy bodies lebih eosinophilik, setengah bulat, sitoplasmik inklusi. 2 Penyakit Huntington Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan demensia. Demensia pada penyakit ini terlihat sebagai demensia tipe subkortikal yang ditandai dengan abnormalitas motorik yang lebih menonjol dan gangguan kemampuan berbahasa yang lebih ringan dibandingkan demensia tipe kortikal. Demensia pada penyakit Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan yang kompleks, akan tetapi memori, bahasa, dan tilikan relatif utuh pada stadium awal dan pertengahan penyakit. Dalam perkembangannya, demensia menjadi lengkap dan gambaran klinis yang membedakannya dengan demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden depresi dan psikosis, selain gangguan pergerakan berupa gambaran koreoatetoid klasik. 2 Penyakit Parkinson Sebagaimana pada penyakit Huntington, Parkinsonisme merupakan penyakit pada ganglia basalis yang biasanya dikaitkan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20 hingga 30 persen pasien dengan penyakit Parkinson mengalami gangguan kemampuan kognitif. Gerakan lambat pada pasien dengan penyakit Parkinson sejajar dengan perlambatan berpikir pada beberapa pasien, suatu gambaran yang sering disebut oleh para klinis sebagai bradifrenia. 2 Gambaran Klinis Perubahan Psikiatrik dan Neurologis Kepribadian Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama 12

perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif. 2 Halusinasi dan Waham Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik. 2 Mood Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis). 2 Perubahan Kognitif Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien. 2 Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental State Exam (MMSE). 9 13

Gambar.2.10. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE. 9 Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan, kelemahan, tanda defisit neurologis fokal terutama yang terkait dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber palsy, disartria, dan disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala diatas pada jenis-jenis demensia lainnya. 2 Reaksi Katastrofik Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh Kurt Goldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya. 2 Sindrom Sundowner Sindrom sundowner ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan terjatuh secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan 14

terhadap obat-obat psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan. 2 Klasifikasi Demensia dapat diklasifikasikan berdasarkan umur, perjalanan penyakit, kerusakan struktur otak,sifat klinisnya dan menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III). 1,3 (a) Menurut Umur: 1 o Demensia senilis (>65th) o Demensia prasenilis (<65th) (a) Menurut perjalanan penyakit: o Reversibel o Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi vitamin B, Hipotiroidism, intoksikasi Pb) (b) Menurut kerusakan struktur otak o Tipe Alzheimer o Tipe non-alzheimer o Demensia vaskular o Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia) o Demensia Lobus frontal-temporal o Demensia terkait dengan HIV-AIDS o Morbus Parkinson o Morbus Huntington o Morbus Pick o Morbus Jakob-Creutzfeldt o Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker o Prion disease o Palsi Supranuklear progresif o Multiple sklerosis o Neurosifilis o Tipe campuran (c) Menurut sifat klinis: o Demensia proprius 15

o Pseudo-demensia Berdasarkan PPDGJ III demensia termasuk dalam F00-F03 yang merupakan gangguan mental organik dengan klasifikasinya sebagai berikut ; F 00 Demensia pada penyakit Alzheimer F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan Onset Lambat F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan, tipe tidak khas atau tipe campuran F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT (Yang Tidak Tergolongkan) F 01 Demensia Vaskular F01.0 Demensia Vaskular Onset akut F01.1 Demensia Vaskular Multi-Infark F01.2 Demensia Vaskular Sub Kortikal F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal F01.8 Demensia Vaskular lainnya F01.9 Demensia Vaskular YTT F02 Demensia pada penyakit lain F02.0 Demensia pada penyakit PICK F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob F02.2 Demensia pada penyakit Huntington F02.3 Demensia pada penyakit parkinson F02.4 Demensia pada penyakit HIV F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan-Yang Di- Klasifikasikan ditempat lain) F03 Demensia YTT Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada F00-F03 sebagai berikut : 1..X0 Tanpa gejala tambahan 2..X1 Gejala lain, terutama waham 3..X2 Halusinasi 4..X3 Depresi 5..X4 Campuran lain 16

Diagnosis dan Keluhan Utama Diagnosis demensia ditetapkan dalam DSM-IV-TR, untuk demensia tipe Alzheimer s (tabel 2.2), Demensia vaskuler (tabel 2.3), Demensia karena kondisi medis lainnya (tabel 2.4), Demensia menetap akibat zat (tabel 2.5), Demensia karena penyebab multipel (tabel 2.6), Dan demensia yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified) (tabel 2.7). 2 Diagnosis demensia berdasarkan pemeriksaan klinis, termasuk pemeriksaan status mental, dan melalui informasi dari pasien, keluarga, teman dan teman sekerja. Keluhan terhadap peerubahan sifat pasien dengan usia lebih tua dari 40 tahun membuat kita harus mempertimbangan dengan cermat untuk mendiagnosis dimensia. 2 Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer 2 A. Perkembangan defisit kognitif (2) Kondisi sistemik yang diketehui multipel yang dimanifestasikan menyebabkan demensia dengan baik misalnya, hipotiroidisme, 1) Gangguan daya ingat (gangguan defisiensi vitamin B12 atau kemampuan untuk mempelajari asam folat, defisiensi niasin, informasi baru dan untuk mengingat hiperkalsemia, neurosifilis, informasi yang telah dipelajari infeksi HIV sebelumnya) (3) Kondisi yang berhubungan 2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif dengan zat berikut; E. Defisit tidak terjadi semata-mata a) Afasia (gangguan bahasa) selama perjalanan suatu delirium b) Apraksia (gangguan F. Gangguan tidak lebih baik kemampuan untuk melakukan diterangkan oleh gangguan aksis aktivitas motorik walaupun lainnya (misalnya, gangguan fungsi motorik utuh) depresif berat,skizofrenia) c) Agnosia (kegagalan untuk Kondisi akibat zat mengenali atau mengidentifikasi Kode didasarkan pada tipe onset dan benda walaupun fungsi sensorik ciri yang menonjol; utuh Tanpa gangguan perilaku ; Jika d) Gangguan dalam fungsi ganguan kognitif tidak disertai dengan eksekutif (yaitu merencanakan, gangguan perilaku yang bermakna mengorganisasi, mengurutkan secara klinis 17

dan abstrak) B. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Perjalanan penyakit ditandai oleh onset yang bertahap dan penurunan kognitif yang terus menerus D. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 bukan karena salah satu berikut ; (1) Kondisi sistem saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif dalam daya ingat kognisi misalnya penyakit serebrovaskuler, penyakit Parkinson, penyakit Huntington, hematoma subdural, hidrosefalus tekanan normal, tumor otak Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi) Subtipe yang spesifik; Dengan onset dini : jika onset pada umur < 65 tahun Dengan onset lanjut ; jika onset pada usia > 65 tahun Catatan cara ; Penyakit Alzheimer ditulis pada aksis 3. Gejala klinis lain yang menonjol yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer,s didiagnosis pada aksis I ( misalnya gangguan mood yang berkaitan dengan penyakit Alzheimer, dengan depresi yang menonjol, dan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, tipe agresif ) Tabel.2.3. Kriteria Diagnosis untuk Demensia Vaskuler 2 A. Perkembangan defisit kognitif multipel yang bermanifestasi oleh baik (1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) (2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ; (a) Afasia ( gangguan bahasa) (b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh) (c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda 18

walaupun fungsi sensorik utuh (d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak) B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya; peningkatan refleks tendon dalam, respon ekstensor palntar, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskuler (misalnya infark multipel yang mengenai korteks dan subtannsia putih dibawahnya) yang dianggap berhubungan secara etiologi dengan gangguan D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium Kode didasarkan pada ciri yang menonjol Dengan delirium ; Jika delirium menumpang pada demensia Dengan waham ; Jika waham merupakan ciri yang menonjol Dengan mood depresi ; jika mood depresi ( termasuk gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan mood karena kondisi medis umum tidak diberikan Tanpa penyulit ; jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang Sebutkan jika ; Dengan gangguan perilaku Catatan penulisan ; juga tuliskan kondisi serebrovaskuler pada aksis III Tabel 2.4. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Kondisi Medis Umum Lain 2 A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik (1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) (2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ; (a) Afasia ( gangguan bahasa) (b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh) 19

(c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik utuh (d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak) B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari salah satu kondisi medis selain penyakit Alzheimer s atau penyakit serebrovaskuler (misalnya; Infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob, Hidrosefalus dengan tekanan yang normal, hipotiroidism, tumorotak, atau defisiensi vitamin B12) D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium Kode didasarkan padaada atau tidaknya gejala klinis yang berhubungan dengan gangguan perilaku; Tanpa gangguan perilaku ; Jika ganguan kognitif tidak disertai dengan gangguan perilaku yang bermakna secara klinis Dengan gangguan perilaku ; Jika gangguan kognitif disertai gangguan perilaku yang bermakna secara klinis (misalnya keluyuran, agitasi) Catatn penulisan ; Berikan juga ode dari kondisi medis pada aksis III (misalnya; infeksi HIV, Trauma kepala, penyakit Parkinson, Penyakit Huntington, penyakit Pick, Penyakit Creutzfeldt-jakob ) Tabel 2.5. Kriteria Diagnostik untuk Demensia Menetap Akibat Zat 2 A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik (1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) (2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ; (a) Afasia ( gangguan bahasa) (b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh) (c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik utuh 20

(d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak) B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus obat D. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau hasil pemeriksaan laboratorium bahwa defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya, suatu obat yang disalahgunakan,medikasi) Kode; Demensia menetap akibat (zat spesifik ) : alkohol ; inhalan; sedatif, hipnotik, atau ansiolitik zat lain (atau tidak diketahui) Tabel 2.6.Kriteria Diagnostik untuk Demensia Karena Penyebab Multipel 2 A. Perkembangan defisit kognitif yang dimanifestasikan dengan baik (1) Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya) (2) Satu atau lebih gangguan kognitif berikut ; (a) Afasia ( gangguan bahasa) (b) Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik utuh) (c) Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik utuh (d) Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan dan abstrak) B. Defisit dalam kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari tingkat fungsi sebelumnya C. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya trauma kepala ditambah pengguna alkohol kronis, demensia tipe Alzheimer dengan perkembangan demensia demensia vaskuler selanjutnya D. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium 21

Catatan penulisan ; Gunakan kode multipel berdasarkan demensia spesifik dan etiologi spesifik, misalnya demensia tipe Alzheimer, dengan onset lanjut tanpa penyulit; demensia vaskuler tanpa penyulit Tabel 2.7. Kriteria untuk Demensia yang Tidak Ditentukan 2 Kategori ini digunakan untuk mendiagnosis demensia yang tidak memenuhi kriteria tipe spesifik yang dijelaskan dalam bagian ini. Contohnya adalah gambaran klinis demensia yang tidak terdapat bukti cukup untuk menegakkan etiologi spesifik Berdasarkan PPDGJ III Demensia dapat ditegakkan apabila ditemukan : (1) Penurunan kemampuan daya ingat dan daya fikir yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily living) seperti: Mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar, dan kecil, (2) Tidak adanya gangguan kesadaran (clear conciousness), gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan. 4 Pedoman diagnostik F00 Demensia pada alzheimer adalah sebagai berikut; 4 (1) Terdapatnya gejala demensia (2) Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat. Onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata (3) Tidak adanya yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B 12, Defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematom subdural) (4) Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini dikemudian hari dapat bertumpang tindih) Pedoman diagnostik F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer Onset Dini adalah sebagai berikut; 4 (1) Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun (2) Perkembangan gejala cepat dan progresif (deteriorasi) (3) Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit alzheimer merupakan faktor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi Pedoman diagnostik F01 Demensia vaskular adalah sebagai berikut; 5 22

(1) Terdapatnya gejala demensia (2) Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya fikir, gejala neurologis fokal). Daya tilikan diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap baik (3) Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap disertai adanya gejala neurologis fokal meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler Pedoman diagnostik F01.0 Demensia Vaskuler Onset Akut adalah sebagai berikut; Biasanya terjadi secara cepat sesudah seranngkaian stroke akibat trombosis serebrovaskuler, embolisme atau perdarahan. 5 Pedoman diagnostik F01.1 Demensia multi infark adalah sebagai berikut; Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskhemik minor yang menimbulkan akumulasi dari infark parenkhim otak. 5 Pedoman diagnostik F01.2 Demensia Vaskuler subkortikal adalah sebagai berikut; fokus kerusakan akibat iskhemia pada subtansia alba dihemisfer serebral, yang dapat didsuga secara klinis dan dibuktikan debngan CT-Scan. Korteks serebri tetap baik walaupun demikian gambaran klinis masih mirip demensia pada alzheimer. 5 Pedoman diagnostik F01.3 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal adalah sebagai berikut; Komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari gambaran klinis, Hasil pemeriksaan (termasuk autopsi) atau keduanya. 5 Pedoman diagnostik F02.0 Demensia pada penyakit PICK adalah sebagai berikut; Demensia progresif, Gambaran lobus frontalis yang menonjol, euforia, phenomena ekstrapiramidal, gangguan perilaku mendahului gangguan daya ingat. 5 Pedoman diagnostik F02.1 Penyakit Creutzfeldt-Jakob adalah sebagai berikut; Trias ; Demensia progresif merusak, Penyakit piramidal dan ekstra piramidal, mioklonus dan EEG yang khas (Trifasik). 5 Pedoman diagnostik F02.2 Penyakit Huntington adalah sebagai berikut; Gerakan koreiform involunter, cara berjalan khas, gangguan fungsi lobus frontalis. 5 Pedoman diagnostik F02.3 Demensia pada penyakit parkinson adalah sebagai berikut; Demensia berkembang pada seseorang dengan penyakit parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan. 55 Pedoman diagnostik F02.4 Penyakit HIV adalah sebagai berikut; Sering lupa, lamban, kurang konsentrasi, sulit membaca dan mengatasi suatu masalah. Apati, spontanitas, penarikan diri secara sosial. 3 23

Pedoman diagnostik F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK (Yang Di-Tentukan- Yang Di-Klasifikasikan ditempat lain) adalah sebagai berikut; demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa macam kondisi somatiik serebral lain. 4 Pedoman diagnostik F03 Demensia YTT adalah sebagai berikut; Demensia yang terjadi bila kriteria umum untuk diagnosis demensia terpenuhi, tetapi tidak mungkin diidentifikasi pada salah satu tipe. 4 Perjalanan penyakit dan Prognosis Perjalanan penyakit yang klasik pada demensia adalah awitan (onset) yang dimulai pada usia 50 atau 60-an dengan perburukan yang bertahap dalam 5 atau 10 tahun, yang sering berakhir dengan kematian. Usia awitan dan kecepatan perburukan bervariasi diantara jenis-jenis demensia dan kategori diagnostik masing-masing individu. Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat. Dari suatu penelitian terbaru terhadap 821 penderita penyakit Alzheimer, rata-rata angka harapan hidup adalah 3,5 tahun. Sekali demensia didiagnosis, pasien harus menjalani pemeriksaan medis dan neurologis lengkap, karena 10 hingga 15 persen pasien dengan demensia potensial mengalami perbaikan (reversible) jika terapi yang diberikan telah dimulai sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi. 2 Perjalanan penyakit yang paling umum diawali dengan beberapa tanda yang samar yang mungkin diabaikan baik oleh pasien sendiri maupun oleh orang-orang yang paling dekat dengan pasien. Awitan yang bertahap biasanya merupakan gejala-gejala yang paling sering dikaitkan dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskuler, endokrinopati, tumor otak, dan gangguan metabolisme. Sebaliknya, awitan pada demensia akibat trauma, serangan jantung dengan hipoksia serebri, atau ensefalitis dapat terjadi secara mendadak. Meskipun gejala-gejala pada fase awal tidak jelas, akan tetapi dalam perkembangannya dapat menjadi nyata dan keluarga pasien biasanya akan membawa pasien untuk pergi berobat. Individu dengan demensia dapat menjadi sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau alkohol, dimana penggunaan zat-zat tersebut dapat memicu agitasi, sifat agresif, atau perilaku psikotik. Pada stadium terminal dari demensia pasien dapat menjadi ibarat cangkang kosong dalam diri mereka sendiri, pasien mengalami disorientasi, inkoheren, amnestik, dan inkontinensia urin dan inkontinensia alvi. 2 Dengan terapi psikososial dan farmakologis dan mungkin juga oleh karena perbaikan bagian-bagian otak (self-healing), gejala-gejala pada demensia dapat berlangsung lambat untuk 24

beberapa waktu atau dapat juga berkurang sedikit. Regresi gejala dapat terjadi pada demensia yang reversibel (misalnya demensia akibat hipotiroidisme, hidrosefalus tekanan normal, dan tumor otak) setelah dilakukan terapi. Perjalanan penyakit pada demensia bervariasi dari progresi yang stabil (biasanya terlihat pada demensia tipe Alzheimer) hingga demensia dengan perburukan (biasanya terlihat pada demensia vaskuler) menjadi demensia yang stabil (seperti terlihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala). 2 Faktor Psikosial Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset) menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang. 2 Diagnosis Banding Demensia Tipe Alzheimer lawan Demensia vaskuler Secara klasik, demensia vaskuler dibedakan dengan demensia tipe Alzheimer dengan adanya perburukan penurunan status mental yang menyertai penyakit serebrovaskuler seiring berjalannya waktu. Meskipun hal tersebut adalah khas, kemerosotan yang bertahap tersebut tidak secara nyata ditemui pada seluruh kasus. Gejala neurologis fokal lebih sering ditemui pada demensia vaskuler daripada demensia tipe Alzheimer, dimana hal tersebut merupakan patokan adanya faktor risiko penyakit serebrovaskuler. 2 Demensia Vaskuler lawan Transient Ishemic Attacks Transient ischemic attacks (TIA) adalah suatu episode singkat dari disfungsi neurologis fokal yang terjadi selama kurang dari 24 jam (biasanya 5 hingga 15 menit). Meskipun berbagai mekanisme dapat mungkin terjadi, episode TIA biasanya disebabkan oleh mikroemboli dari lesi arteri intrakranial yang mengakibatkan terjadinya iskemia otak sementara, dan gejala tersebut biasanya menghilang tanpa perubahan patologis jaringan parenkim. Sekitar sepertiga pasien dengan TIA yang tidak mendapatkan terapi mengalami infark serebri di kemudian hari, dengan demikian pengenalan adanya TIA merupakan strategi klinis penting untuk mencegah infark 25

serebri. Dokter harus membedakan antara episode TIA yang mengenai sistem vertebrobasiler dan sistem karotis. Secara umum, gejala penyakit sistem vertebrobasiler mencerminkan adanya gangguan fungsional baik pada batang otak maupun lobus oksipital, sedangkan distribusi sistem karotis mencerminkan gejala-gejala gangguan penglihatan unilateral atau kelainan hemisferik. Terapi antikoagulan, dengan obat-obat antipletelet agregasi seperti aspirin dan bedah reksonstruksi vaskuler ekstra dan intrakranial efektif untuk menurunkan risiko infark serebri pada pasien dengan TIA. 2 Delirium Membedakan antara delirium dan demensia dapat lebih sulit daripada yang ditunjukkan oleh klasifikasi berdasarkan DSM IV. Secara umum, delirium dibedakan dengan demensia oleh awitan yang cepat, durasi yang singkat, fluktuasi gangguan kognitif dalam perjalanannya, eksaserbasi gejala yang bersifat nokturnal, gangguan siklus tidur yang bermakna, dan gangguan perhatian dan persepsi yang menonjol. 2 Tabel 2.8.Perbedaan klinis delirium dan Demensia 1 Gambaran Delirium Demensia Riwayat Penyakit akut Penyakit kronik Awal Cepat Lambat laun Sebab Terdapat penyakit lain (infeksi, dehidrasi, guna/putus obat Lamanya Ber-hari/-minggu Ber-bulan/-tahun Perjalanan sakit Naik turun Kronik progresif Taraf kesadaran Naik turun Normal Biasanya penyakit otak kronik (spt Alzheimer, demensia vaskular) Orientasi Terganggu, periodik Intak pada awalnya Afek Cemas dan iritabel Labil tapi tak cemas Alam pikiran Sering terganggu Turun jumlahnya Bahasa Lamban, inkoheren, inadekuat Sulit menemukan istilah tepat Daya ingat Jangka pendek terganggu nyata Jangka pendek & panjang terganggu Persepsi Halusinasi (visual) Halusinasi jarang kecuali sundowning Psikomotor Retardasi, agitasi, campuran Normal Tidur Terganggu siklusnya Sedikit terganggu siklus tidurnya Atensi & kesadaran Amat terganggu Sedikit terganggu 26

Reversibilitas Sering reversibel Umumnya tak reversibel Penanganan Segera Perlu tapi tak segera Catatan: pasien dengan demensia amat rentan terhadap delirium, dan delirium yang bertumpang tindih dengan demensia adalah umum Depresi Beberapa pasien dengan depresi memiliki gejala gangguan fungsi kognitif yang sukar dibedakan dengan gejala pada demensia. Gambaran klinis kadang-kadang menyerupai psuedodemensia, meskipun istilah disfungsi kognitif terkait depresi (depression-related cognitive dysfunction) lebih disukai dan lebih dapat menggambarkan secara klinis. Pasien dengan disfungsi kognitif terkait depresi secara umum memiliki gejala-gejala depresi yang menyolok, lebih menyadari akan gejala-gejala yang mereka alami daripada pasien dengan demensia serta sering memiliki riwayat episode depresi. 2 Skizofrenia Meskipun skizofrenia dapat dikaitkan dengan kerusakan fungsi intelektual yang didapat (acquired), gejalanya lebih ringan daripada gejala yang terkait dengan gejala-gejala psikosis dan gangguan pikiran seperti yang terdapat pada demensia. 2 Proses penuaan yang normal Proses penuaan yang normal dikaitkan dengan penurunan berbagai fungsi kognitif yang signifikan, akan tetapi masalah-masalah memori atau daya ingat yang ringan dapat terjadi sebagai bagian yang normal dari proses penuaan. Gejala yang normal ini terkadang dikaitkan dengan gangguan memori terkait usia, yang dibedakan dengan demensia oleh ringannya derajat gangguan memori dan karena pada proses penuaan gangguan memori tersebut tidak secara signifikan mempengaruhi perilaku sosial dan okupasional pasien. 2 Gangguan lainnya Retardasi mental, yang tidak termasuk kerusakan memori, terjadi pada masa kanan-kanan. Gangguan amnestik ditandai oleh hilangnya memori yang terbatas dan tidak ada perburukan. Depresi berat dimana memori terganggu biasanya akan memberikan respon terhadap terapi antidepresan. 2 27

Penatalaksanaan Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor β-2 dapat memperburuk kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik, termasuk perilaku yang merugikan. 2 Terapi Psikososial Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya. Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan dirinya (sense of self) menghilang. 2 Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam kesedihannya dan penerimaan akan perburukan 28

disabilitas serta perhatian akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien untuk menemukan cara berdamai dengan defek fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya, serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat. 2 Intervensi psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu. Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh keluarganya. 2 Farmakoterapi Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2 Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik. 2 Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif. 2 Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa 1 : Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25-0,5 atau 1-2 mg Antipsikotika atipik: o Clozaril 1 x 12.5-25 mg o Risperidone 0,25-0,5 mg atau 0,75-1,75 29