ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

STUDI EKONOMIS PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA

I. PENDAHULUAN. sampah. Karena suhu yang diperoleh dengan pembakaran tadi sangat rendah maka

DESAIN PROSES LAS PENGURANG PELUANG TERJADINYA KOROSI. Abstrak

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Pengaruh Kondisi Elektroda Terhadap Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Baja Karbon Rendah

PENGARUH HEAT TREATMENT

Analisa Pengaruh Jenis Elektroda terhadap Laju Korosi pada Pengelasan Pipa API 5L Grade X65 dengan Media Korosi FeCl 3

PENGARUH PROSES TEMPERING PADA HASIL PENGELASAN BAJA TERHADAP MECHANICAL PROPPERTIES DAN SIFAT KOROSI

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

I. PENDAHULUAN. keling. Ruang lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi. transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Pengaruh Variasi Arus dan Jenis Elektrode pada Pengelasan Smaw Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam teknik penyambungan logam misalnya

BAB II PENGELASAN SECARA UMUM. Ditinjau dari aspek metalurgi proses pengelasan dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan teknologi di bidang konstruksi yang semakin maju tidak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

PERLAKUAN PEMANASAN AWAL ELEKTRODA TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN FISIK PADA DAERAH HAZ HASIL PENGELASAN BAJA KARBON ST 41

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Pengaruh pengelasan..., RR. Reni Indraswari, FT UI, 2010.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh variasi kampuh las dan arus listrik terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro sambungan las TIG pada aluminium 5083

Pengaruh Jenis Elektroda Pada Pengelasan Dengan SMAW Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Pada Baja Profil IWF

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. adalah sebagai media atau alat pemotongan (Yustinus Edward, 2005). Kelebihan

ANALISIS PENGARUH SALINITAS DAN TEMPERATUR AIR LAUT PADA WET UNDERWATER WELDING TERHADAP LAJU KOROSI

ANALISA PENGARUH LUASAN SCRATCH PERMUKAAN TERHADAP LAJU KOROSI PADA PELAT BAJA A36 DENGAN VARIASI SISTEM PENGELASAN

PENGARUH POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN TAKIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN LAS PIPA

PENGARUH PENGELASAN TUNGSTEN INERT GAS TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN MIKRO STRUKTUR PADA PIPA HEAT EXCHANGER

Analisa Kekuatan Tarik Baja Konstruksi Bj 44 Pada Proses Pengelasan SMAW dengan Variasi Arus Pengelasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

I. PENDAHULUAN. selain jenisnya bervariasi, kuat, dan dapat diolah atau dibentuk menjadi berbagai

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. panas yang dihasilkan dari tahanan arus listrik. Spot welding banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pengelasan adalah suatu proses penggabungan antara dua. logam atau lebih yang menggunakan energi panas.

KARAKTERISTIK HASIL PENGELASAN PIPA DENGAN BEBERAPA VARIASI ARUS LAS BUSUR LISTRIK

BAB IV DATA DAN ANALISA

SKRIPSI / TUGAS AKHIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUALIFIKASI WELDING PROCEDURE SPECIFICATION (WPS) DAN JURU LAS (WELDER) BERDASARKAN ASME SECTION IX DI INDUSTRI MIGAS

Pengaruh Variasi Temperatur Anneling Terhadap Kekerasan Sambungan Baja ST 37

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan efisiensi penggunaan BBM. Penggantian bahan pada. sehingga dapat menurunkan konsumsi penggunaan BBM.

Tugas Akhir. Studi Corrosion Fatigue Pada Sambungan Las SMAW Baja API 5L Grade X65 Dengan Variasi Waktu Pencelupan Dalam Larutan HCl

BAB II DASAR TEORI Tinjauan Pustaka

ANALISIS PENGARU ARUS PENGELASAN DENGAN METODE SMAW DENGAN ELEKTRODA E7018 TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON RENDAH ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyambungan batang-batang terutama pada bahan besi tuang

PENGARUH PROSES PREHEATING PADA PENGELASAN SMAW TERHADAP KEKUATAN TARIK MATERIAL BAJA ST 37

Oleh Wahyu Ade Saputra ( ) Dosen Pembimbing 1. Ir. Achmad Zubaydi, M.Eng., Ph.D 2. Ir. Soeweify, M.Eng

BAB II KERANGKA TEORI

PENGARUH BESAR ARUS LISTRIK DAN PANJANG BUSUR API TERHADAP HASIL PENGELASAN.

MAKALAH PELATIHAN PROSES LAS BUSUR NYALA LISTRIK (SMAW)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KELEMBABAN FLUKS ELEKTRODA E 6013 LAS SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN TUMPUL BAJA PADUAN BERKEKUATAN TARIK TINGGI AISI 4340

PENGARUH POLA GERAKAN ELEKTRODE DAN POSISI PENGELASAN TERHADAP KEKERASAN HASIL LAS PADA BAJA ST60

Pengaruh Variasi Arus terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Sambungan pada Proses Pengelasan Alumunium dengan Metode MIG

MENINGKATAN KETAHANAN KOROSI PADA SAMBUNGAN LONGITUDINAL LAS RESISTENSI LISTRIK PIPA BAJA API 5L X 46 DENGAN PERLAKUAN PANAS PASKA PENGELASAN ABSTRAK

LAS BUSUR LISTRIK ELEKTRODE TERBUNGKUS (SHIELDED METAL ARC WELDING = SMAW)

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam menjadi satu akibat panas las, dengan atau tanpa. pengaruh tekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

Ir Naryono 1, Farid Rakhman 2

STUDI KARAKTERISTIK PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON RENDAH ST 42 DENGAN ELEKTRODA E 7018

INFO TEKNIK Volume 14 No. 2 Desember 2013 ( ) PENGARUH ARUS TERHADAP KEKERASAN HASIL PENGELASAN BAJA ST 60 MENGGUNAKAN PENGELASAN SMAW

STUDI KOMPARASI KUALITAS HASIL PENGELASAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN SPOT WELDING KONVENSIONAL DAN PENAMBAHAN GAS ARGON

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH FILLER DAN ARUS LISTRIK TERHADAP SIFAT FISIK-MEKANIK SAMBUNGAN LAS GMAW LOGAM TAK SEJENIS ANTARA BAJA KARBON DAN J4

PENGARUH PREHEAT DAN POST WELDING HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN LAS SMAW PADA BAJA AMUTIT K-460

Penelitian Kekuatan Sambungan Las pada Plat untuk Dek Kapal Berbahan Plat Baja terhadap Sifat Fisis dan Mekanis dengan Metode Pengelasan MIG

PENGARUH VARIASI SUHU POST WELD HEAT TREATMENT ANNEALING

PENGARUH ANNEALING TERHADAP LAS MIG DENGAN GAS PELINDUNG CO2 (100%) TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO DAN MAKRO PADA BAJA STAM 390 G

PENGARUH PERLAKUAN ANIL TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PADA SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA Z 2201

Ir. Hari Subiyanto, MSc

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

Jurnal Dinamis Vol.II,No.14, Januari 2014 ISSN

Jl. Menoreh Tengah X/22, Sampangan, Semarang *

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Available online at Website

Persentasi Tugas Akhir

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seperti diketahui bahwa, di dalam baja karbon terdapat ferrite, pearlite, dan

Pengujian Impak (Hentakan) Pengujian Metalografi Pengujian Korosi Parameter pada Lambung Kapal...

Penentuan Laju Korosi pada Suatu Material

STUDI LAJU KOROSI WELD JOINT MATERIAL A36 PADA UNDERWATER WELDING

PENGUJIAN MEKANIK PADA KUALIFIKASI WPS/PQR SMAW WELDING PIPA API 5L X42 BERDASARKAN API 1104

Prosiding SNATIF Ke -4 Tahun 2017 ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

I. PENDAHULUAN. berperan dalam proses manufaktur komponen yang dilas, yaitu design,

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 2013 ISSN X

ANALISA PENGARUH VARIASI TREATMENT PADA PROSES PENGELASAN SMAW TERHADAP PERBAIKAN KUALITAS BAJA

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan jenis martensitik, dan feritik, di beberapa lingkungan korosif seperti air

BAB I PENDAHULUAN. Kekuatan tarik adalah sifat mekanik sebagai beban maksimum yang terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi

BAB I PENDAHULUAN. adalah karena sifat-sifat dari logam jenis ini yang bervariasi, yaitu bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

JOB SHEET DAN LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PRAKTIKUM METALURGI LAS

BAB I PENDAHULUAN. semakin dibutuhkan. Semakin luas penggunaan las mempengaruhi. mudah penggunaannya juga dapat menekan biaya sehingga lebih

PENGARUH SUHU NORMALIZING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PENGELASAN BAJA PLAT KAPAL. Sutrisna*)

Transkripsi:

ANALISA LAJU KOROSI PENGARUH POST WELD HEAT TREATMENT TERHADAP UMUR PIPA PADA PIPA API 5L GRADE B Oleh : Ikhsan Kholis *) ABSTRAK Jaringan perpipaan banyak digunakan dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi. Dalam pemasangannya tidak terlepas dari proses pengelasan. Dimana proses pengelasan merupakan salah satu proses yang dapat mempengaruhi umur material pipa. Masalah yang timbul adalah besarnya laju korosi yang timbul. Berdasarkan kenyataan tersebut, tulisan ini bertujuan mencari cara untuk memperpanjang umur (life time) jaringan pipa di daerah sambungan akibat proses pengelasan. Pengujian perlakuan panas PWHT pada material pipa API 5L PSL 1 Grade B menggunakan variasi temperatur 200 C, 250 C, 300 C, 350 C dan 400 C dengan holding time 30 menit serta dengan pendinginan udara. Untuk melengkapi data pengujian juga dilakukan pengujian foto mikro, pengujian laju korosi dan pengujian foto makro. Sel tiga elektroda dengan larutan elektrolit NaCl digunakan dalam pengujian laju korosi. Hasil pengujian foto mikro menunjukkan bahwa kandungan pearlite di daerah HAZ, base metal dan weld metal di setiap specimen uji mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan temperatur PWHT. Nilai laju korosi pada spesimen tanpa perlakuan panas (28 ºC) sebesar 0,091703 mmpy, perlakuan panas 200ºC sebesar 0,088025 mmpy, perlakuan panas 250ºC sebesar 0,087290 mmpy, perlakuan panas 300ºC sebesar 0,086589 mmpy, perlakuan panas 350 C sebesar 0,085802 mmpy dan perlakuan panas 400 C sebesar 0,084979 mmpy. Penambahan umur pada material pipa mulai terjadi pada spesimen dengan temperatur diatas 200 ºC. Temperatur 400ºC merupakan nilai yang paling ekonomis dari proses perlakuan panas. Hasil ini diperoleh berdasarkan jumlah kandungan pearlite, nilai laju korosi, serta perhitungan penambahan umur pipa sebesar 1 tahun 3 bulan. Kata Kunci : Post Weld Heat Treatment (PWHT), Laju Korosi, Foto Mikro, Sel 3 Elektroda, Pipa API 5L Grade B I. PENDAHULUAN Jenis pipa yang sering digunakan untuk penyaluran minyak dan gas dalam industri perminyakan dan gas alam adalah pipa baja API 5L. Pipa jenis ini diharapkan mempunyai sifat mekanik yang sesuai dengan kondisi operasi pipa dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap berbagai kegagalan yang mungkin terjadi selama proses operasi. Masalah yang timbul pada pengelasan sambungan pipa penyalur adalah besarnya laju korosi yang terjadi. Hal ini dikarenakan material tersebut bekerja pada medium korosif yang dapat dipastikan akan mengakibatkan kerusakan pada strukturnya sehingga nantinya akan mengalami kegagalan struktur dan berpengaruh pada umur pipa tersebut. Salah satu cara untuk meminimalisir laju korosi adalah melakukan Post Weld Heat Treatment pada hasil pengelasan yang bertujuan untuk merubah susunan metalurgi yang terbentuk pada hasil pengelasan. 55

Dengan mengetahui besarnya laju korosi pada material las maka akan dapat ditentukan kapan suatu material tersebut mengalami kerusakan dengan terlebih dahulu ada perbaikan yang diadakan, sehingga kegagalan struktur tidak sampai terjadi. Dengan adanya kontrol terhadap laju korosi ini maka diharapkan akan dapat ditentukan perlakuan panas (PWHT) yang tepat pada pengelasan sambungan pipa. II. DASAR TEORI a. Korosi Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan suatu material (terutama logam) karena bereaksi dengan lingkungannya. Kondisi yang terjadi pada saat logam bereaksi dengan lingkungan sebagian logam akan menjadi oksida, sulfida atau hasil reaksi lain yang dapat larut dengan lingkungan. Efek yang diperoleh dari reaksi logam dengan lingkungan adalah sebagian logam akan hilang menjadi suatu senyawa yang lebih stabil. Pada kondisi alam bebas logam pada umumnya berupa senyawa, karena itu peristiwa korosi juga dapat dianggap sebagai peristiwa kembalinya logam pada bentuk sebagaimana terdapat di alam. Suatu reaksi korosi dapat berlangsung bila ada bagian yang berfungsi sebagai anoda (yang terkorosi) dan ada bagian lain yang berfungsi sebagai katoda, yang berhubungan satu sama lain. Logam dengan elektroda potensial yang lebih negatif berarti lebih mudah terkorosi, dan logam yang lebih mulia tidak terkorosi. Bila elektron yang terkumpul pada potongan logam tadi dapat mengalir ke suatu tempat lain, maka keseimbangan akan terganggu dan reaksi akan berlanjut yaitu makin banyak atom logam yang larut menjadi ion logam dan makin banyak elektron yang disalurkan ke tempat lain tersebut. Dalam hal ini logam tempat terjadinya reaksi oksidasi di atas akan berfungsi sebagai anoda, reaksi yang terjadi pada anoda dinamakan reaksi anodik. Elektron yang dihasilkan di anoda dialirkan ke tempat lain yaitu menuju katoda. Katoda ini dapat berupa logam lain yang dihubungkan dengan potongan logam anoda, atau bagian lain dari potongan logam yang dicelupkan ke dalam elektrolit. b. Pengelasan SMAW Prinsip pengelasan dengan SMAW termasuk kategori fussion welding, karena melebur logam yang akan disambungkan beserta elektrodanya. Elektroda dipegang dengan menggunakan suatu holder lalu didekatkan pada logam yang akan dilas dan busur listrik akan terbentuk. Panas yang dicapai adalah sekitar 1400-1500ºC dan hal ini akan membuat logam induk dan elektroda menjadi cair. Setelah pengelasan selesai akan terjadi pembekuan yang merupakan penyambungan logam. Fluks pada elektroda menghasilkan gas yang berfungsi untuk melindungi daerah ujung elektroda sekitarnya dari kontaminasi lingkungan pada saat proses pengelasan berlangsung. Disamping itu terbentuknya terak merupakan salah satu pendukung tambahan hasil las 7. 56

FORUM TEKNOLOGI Vol. 02 No. 1 Gambar 1. Profil Las Busur Elektroda Terbungkus 7 c. Post Weld Heat Treatment (PWHT) Secara prinsip fungsi dan kegunaan PWHT adalah untuk menghilangkan tegangan sisa pada lasan yang diakibatkan adanya konstraksi tegangan dimana sambungan pengelasan itu sendiri terdiri dari tegangan multi axial. Hal ini terjadi karena adanya siklus pemanasan dan pendinginan selama pengelasan sehingga rentan akan adanya korosi tegangan lebih-lebih untuk baja karbon. Oleh karena itu untuk menghindari fenomena diatas perlu dilakukan PWHT yang mempunyai fungsi meningkatkan ketahanan korosi, menghilangkan terjadinya tegangan sisa, memperkecil pengaruh terjadinya retak pada daerah lasan. 4,5 d. Pipa API 5L Grade B Pipa API 5L grade B termasuk pipa baja karbon rendah yang banyak dipakai untuk jaringann transportasi minyak dan gas bumi. Pipa API 5L grade B memiliki kekuatan tarik minimum yieldstrength) sebesar 448 MPa atau sama dengan 65000 psi. Pipa ini merupakan jenis baja karbon rendah dengan kandungan karbon maksimum 0,28% 1. e. Sel Tiga Elektrode Sel tiga elektroda adalah perangkat laboratorium baku untuk penelitian kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi bahan. Sel tiga elektroda adalah versi penyempurnaan dari sel korosi basah. Sel ini dapat digunakan dalam berbagai macam percobaan korosi. 6 Gambar 2. Sel tiga elektroda 6. 57

Dalam perangkat percobaan seperti sel tiga elektroda tentunya terdiri dari beberapa komponen yang setiap komponen memiliki fungsi tersendiri. Berikut ini komponen yang terdapat dalam sel tiga elektroda : 1. Elektroda Kerja 2. Elektroda Pembantu 3. Elektroda Acuan 4. Sumber Potensial 5. Alat Pengukur Potensial 6. Alat Pengukur Arus 7. Larutan Elektrolit f. Polarisasi Ketika suatu logam tidak berada dalam kesetimbangan dengan larutan yang mengandung ion-ionnya, potensial elektrodanya berbeda dari potensial korosi bebas dan selisih antara keduanya disebut polarisasi. Polarisasi merupakan parameter yang penting yang memungkinkan kita membuat pernyataan-pernyataan tentang laju-laju proses korosi. Hal tersebut terjadi karena laju korosi dan kerapatan arus mempunyai kaitan langsung. Polarisasi atau penyimpangan dari potensial kesetimbangan disini sama dengan gabungan polarisasi anoda pada logam dan polarisasi katoda pada lingkungannya 6. Bila dalam percobaan mendapatkan i ukur > i c maka akan menunjukkan perilaku pengeplotan Tafel yang linier. Bagaimanapun, ketika polarisasi mendekati E kor, yakni bila i a kurang lebih sama dengan i o maka harga kerapatan arus terukur akan jauh meninggalkan harga i a yang sejati dan kita akan mendapatkan penyimpangan yang besar sekali dari perilaku linier. Argumen-argumen yang sama berlaku apabila anoda maupun polarisasi katoda yang digunakan. Jadi kalau kita mencoba mendapatkan data dari pecobaan, dalam hal ini kita masih bisa menetapkan harga i o melalui ekstrapolasi terhadap bagianbagian yang linier pada hasil pengeplotan polarisasi. Gambar 3. Pengeplotan tafel yang diidealkan 6. Setelah dilakukan percobaan, maka diperoleh besarnya arus yang diasumsikan sama dengan besarnya elektron yang melewati elektroda kerja dan elektroda acuan. Besarnya arus yang keluar dicatat sebagai variabel untuk perhitungan laju korosi. Berdasarkan hukum Faraday, maka besarnya laju korosi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut 2 : 58

FORUM TEKNOLOGI Vol. 02 No. 1 Laju Korosi = K ai nd Dimana : K = Konstanta (0.129 untuk mpy, 0.00327 untuk mmpy) A = Berat atom logam terkorosi I = Kerapatan arus ( µ A/cm 2 ) n = Jumlah elektron valensi logam terkorosi D = Densitas logam terkorosi (gr/cm 3 ) Gambar 4. Detail persiapan sisi III. METODOLOGI a. Persiapan Material Persiapan material dengan ukuran 300 mm, diameter 6 5/8 inchi tebal 7.1 mm sebanyak 18 buah. Dilakukan persiapan sisi dengan sudut groove 60 ±7, opening root 2 mm, dan tinggi root 1,5 mm. Melakukan proses pengelasan dengan proses las SMAW dan menggunakan elektroda E7016 dan E7018. Pareameter pengelasan yang digunakan seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter pengelasan Pipa API 5L PSL 1 Grade B Filler Metals Welding current Travel Layers Process Class Dia.(mm) Amperes Volts Speed (mm/min.) 1 SMAW E7016 2,6 60 27 55-70 2 SMAW E7018 3,2 80 30 55-70 3 SMAW E7018 3,2 80 30 55-70 b. Proses PWHT Untuk tahap selanjutnyaa dilakukan proses pemanasan specimen dengan 5 variasi temperatur pemanasann dan tanpa perlakuan panas. Variasi temperatur pemanasan dengan suhu 200 C, 250 C, 300 C, 350 C dan 400 C. Waktu penahanan untuk setiap temperatur pemanasan selama 30 menit, dengan mengambil asumsi bahwa baja karbon ketebalan kampun 1 inchi laku panas selama 1 jam 3, maka sample pipa baja dengan ketebalan 7.1 mmm di laku panas selamat 30 menit. Langkah yang dilakukan dalam prosess pemanasan adalah semua material dimasukkan ke dalam mesin furnace/ovenn sampai suhu 200 C lalu ditahan selama 30 menit, kemudian specimen dikeluarkan sebanyak 3 buah, selanjutnya pemanasan dilakukan sampai 250 C lalu ditahan selama 30 menit kemudian 59

specimen dikeluarkan sebanyak 3 buah, langkah tersebut terus dilakukan sampai temperatur pemanasan 400 C. Setelah proses pemanasan dilakukan proses pendinginan. Media pendinginan adalah udara, langkah yang dilakukan adalah setelah specimen dikeluarkan dari oven lalu dibiarkan di udara terbuka. Langkah ini dilakukan untuk semua variasi temperatur pemanasan yang dilakukan. c. Penelitian Foto Mikro Sebelum dilakukan pengujian foto mikro, material terlebih dahulu dipotong dengan menggunakan gergaji listrik untuk dibuat specimen-specimen kecil dengan ukuran 5 cm x 2 cm. Selanjutnya specimen tersebut dihaluskan dengan ampelas grade 2.5, 60, 120, 180, 220, 320, 400, 600, 800, 1000 dan 1200. Setelah specimen dihaluskan sampai grade 1200 langkah selanjutnya adalah menghaluskan specimen dengan menggunakan wool sehingga pada permukaan material sudah tidak tampak goresan. Setelah proses di atas maka specimen telah siap untuk proses foto mikro. Pengujian foto mikro dilakukan dengan meletakkan specimen pada alat foto mikro. Kemudian dilihat daerah yang ingin difoto lalu menentukan pembesaran yang dibutuhkan, kemudian hasilnya disimpan di komputer. Gambar 5. Specimen foto mikro d. Penelitian Laju Korosi Pada penelitian laju korosi menggunakan metode sel tiga elektroda, karena sel ini dapat digunakan dalam berbagai macam percobaan korosi 6. Dalam kondisi ideal, akurasi dari metode ini sama atau lebih besar dari metode konvensional penurunan berat. Dengan teknik ini memungkinkan untuk mengukur laju korosi sangat rendah, dan dapat digunakan untuk terus memonitor tingkat korosi dari suatu sistem 2. Gambar 6. Gambar skema alat uji korosi 60

FORUM TEKNOLOGI Vol. 02 No. 1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Foto Mikro Dari pengujian foto mikro dapat dilihat struktur dari sebuah logam. Setelah melakukan pengujian foto mikro, berikut hasil yang telah diperoleh untuk specimen dengan temperatur pemanasan 200ºC, 250ºC, 300ºC, 350 C, 400 C dan tanpa perlakuan panas : (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 7. Foto mikro daerah HAZ, PWHT 200 C, 250 C, 300 C, 350 C, 400 C dan tanpa perlakuan panas pembesaran 500 X. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 8. Foto mikro daerah Base Metal, PWHT 200 C, 250 C, 300 C, 350 C, 400 C dan tanpa perlakuan panas pembesaran 500 X. 61

FORUM TEKNOLOGI Vol. 02 No. 1 (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 9. Foto mikro daerah Weld Metal, PWHT 200 C, 250 C, 300 C, 350 C, 400 C dan tanpa perlakuan panas pembesaran 500 X. Dari gambar 7 sampai 9 terlihat bahwa untuk material yang mengalami perlakuan panas terjadi peningkatan kandungan pearlite yang lebih besar dibandingkan dengan material uji yang tidak mengalami perlakuan panas, besarnya kandungan pearlite ini disebabkan karena pemanasan akan memperbesar peningkatan kandungan pearlite pada spesimen uji apalagi jika pemanasan dilakukan sampai berulang maka energi yang masuk pada material uji akan semakin besar pula sehingga perubahan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah kandungan pearlite. Setelah melakukan pengeplotan diagram polarisasi dan menentukan besarnya nilai ikor maka didapat hasil perhitungan besarnya laju korosi untuk specimen dengan temperatur pemanasan 200ºC, 250ºC, 300ºC, 350 C, 400 C dan tanpa perlakuan panas seperti pada Tabel 2. Dari gambar 10 didapatkan data bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan pada proses perlakuan panas maka laju korosi yang dihasilkan akan semakin kecil. Pada temperatur pemanasan tertinggi yaitu 400ºC didapatkan harga laju korosi minimum yaitu 0,084979 mmpy. Hal tersebut terjadi karena laju korosi dipengaruhi oleh kandungan pearlite. Telah diketahui dari gambar 7 sampai dengan 9 bahwa semakin tinggi temperatur pamanasan maka semakin banyak kandungan pearlitenya. Pearlite sangat mempengaruhi ketahanan korosi yang terjadi pada baja karbon rendah, semakin banyak kandungan pearlite terjadi maka laju korosi akan kecil. b. Pengujian Korosi Pengujian laju korosi dengan menggunakan sel tiga elektroda merupakan pengujian laju korosi yang dipercepat dengan polarisasi dari potensial korosi bebasnya. Dengan pengeplotan diagram polarisasi, dapat ditentukan harga io. Nilai ikor sama dengan nilai io. Setelah mendapatkan nilai ikor maka besarnya laju korosi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan Faraday. 62

Tabel 2. Laju korosi tiap temperatur pemanasan. Temperatur pemanasan i kor (µa/cm 2 ) Laju korosi (mmpy) Tanpa Pemanasan 7,834667 0,091703 200ºC 7,520333 0,088025 250ºC 7,457667 0,087290 300ºC 7,394333 0,086589 350ºC 7,330333 0,085802 400ºC 7,260333 0,084979 Laju Korosi (mmpy) 0.094 0.092 0.09 0.088 0.086 0.084 Hubungan Antara PWHT dengan Laju Korosi 0 100 200 300 400 500 PWHT ( C ) Gambar 10. Grafik hubungan antara temperatur PWHT dan laju korosi Dari tabel 2 diketahui bahwa laju korosi minimum adalah 0,084979 mmpy dan laju korosi maximum adalah 0,091703 mmpy. Pada bahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa kandungan pearlite pada baja karbon rendah akan meningkatkan daya tahan terhadap korosi. Dalam hal ini laju korosi mempunyai hubungan yang erat dengan ketahanan korosi. Pada tabel 2 dapat dilihat perbedaan nilai laju korosi, dimana material yang tidak mengalami perlakuan panas mempunyai nilai laju korosi yang besar, sedangkan material yang mengalami perlakuan panas mempunyai nilai laju korosi yang lebih kecil. Maka dapat disimpulkan bahwa, material yang mengalami perlakuan panas dengan temperatur yang terus bertambah akan mempunyai kandungan pearlite yang nantinya kandungan pearlite tersebut berhubungan dengan nilai laju korosi. c. Penambahan Umur Pipa Pada umumnya, semua baja karbon mempunyai standar reparasi yang sama. Standar reparasi tersebut terletak pada ketebalan material, dimana ketebalan sisa yang diijinkan hanya 80% dari ketebalan material awal. Jika ketebalan sisa dari material tersebut kurang dari 80% ketebalan awal, maka material tersebut harus diganti dengan material yang baru. Dari pedoman inilah, umur suatu material akan dapat diperkirakan. Berikut di bawah ini adalah tabel hasil perhitungan pertambahan umur pipa setelah mengalami proses perlakuan panas. 63

Tabel 3. Perkiraan Penambahan Umur Pipa Pengaruh PWHT Proses Perlakuan Panas Perkiraan Penambahan Umur Pipa Tanpa Perlakuan Panas 15 tahun 5 bulan PWHT 200 C 16 tahun 1 bulan PWHT 250 C 16 tahun 3 bulan PWHT 300 C 16 tahun 4 bulan PWHT 350 C 16 tahun 6 bulan PWHT 400 C 16 tahun 8 bulan Hubungan PWHT Terhadap Penambahan Umur Pipa Umur Pipa (Tahun) 17 16.5 16 15.5 15 0 100 200 300 400 500 PWHT ( C) Gambar 11. Grafik hubungan antara temperatur pemanasan dan Umur Pipa. Dari hasil grafik diatas dapat diketahui bahwa, penambahan umur pada pipa terjadi pada pipa yang telah mengalami proses perlakuan panas walaupun penambahan yang terjadi tidak signifikan. Proses perlakuan panas telah memberikan keuntungan pada umur reparasi material pipa ini. Dimana umur pipa akan bertambah lama sehingga bila ditinjau dari segi biaya pemeliharaan juga akan berkurang. d. Pengujian Foto Makro Untuk dapat mengetahui jenis dan besarnya korosi yang terjadi maka perlu dilakukan pengujian foto makro. Dari pengujian foto makro akan tampak kerusakan yang terjadi pada specimen uji setelah mengalami pengujian laju korosi. Berikut ini hasil pengujian foto makro untuk specimen dengan temperatur pemansan 200ºC, 250ºC, 300ºC, 350 C, 400 C dan dan tanpa perlakuan panas. Dari hasil pengujian foto makro didapat bahwa terjadi pitting corrosion dan uniform attack pada specimen uji. Pitting corrosion dapat terjadi karena pada bagian permukaan logam selaput pelindungnya tergores dan mempunyai komposisi heterogen akibat adanya presipitasi. Pada proses pengujian laju korosi dengan menggunakan sel tiga elektroda, telah terjadi electrochemical corrosion pada specimen uji. Electrochemical corrosion adalah jenis reaksi korosi yang reaksinya berlangsung pada suatu elektrolit, elektrolit pada pengujian sel tiga elektroda adalah larutan NaCl. Jika sebuah logam dicelupkan pada larutan elektrolit maka beberapa atom logam akan larut kedalam elektrolit dengan melepaskan sejumlah elektron. 64

[Type text] FORUM TEKNOLOGI Vol. 02 No. 1 V. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Dari hasil analisa dan penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Dari analisa foto mikro diperoleh bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan pada proses perlakuan panas pasca pengelasan (PWHT) dengan pendinginan udara kandungan pearlite semakin banyak. 2. Pengaruh PWHT terhadap laju korosi adalah bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan maka laju korosi yang diperoleh akan semakin kecil. Laju korosi minimum terjadi pada material PWHT 400 C sebesar 0,084979 mmpy dan laju korosi maksimum terjadi pada material tanpa PWHT sebesar 0,091703 mmpy. 3. Specimen tanpa perlakuan panas mempunyai umur (lifetime) 15 tahun 5 bulan, sedangkan untuk material dengan temperatur 200ºC, 250ºC, 300ºC, 350 C, 400 C mengalami penambahan umur (lifetime) sebesar 1 tahun 1 bulan sampai 1 tahun 3 bulan. Jadi dengan adanya PWHT akan menambah umur material pipa, semakin tinggi temperatur PWHT semakin lama penambahan umur material pipa. 4. Terjadi 2(dua) jenis korosi, yaitu pitting corrosion dan electrochemical corrosion pada proses pengujian korosi dengan menggunakan sel tiga elektroda. Hal ini dapat dilihat dari analisa foto makro. b. Saran 1. Melakukan pengujian untuk specimen yang terpisah antara weld metal dan base metal agar dapat diketahui daerah yang memiliki laju korosi tercepat. 2. Melakukan pengujian dengan variasi temperatur PWHT di atas 400 C. DAFTAR PUSTAKA API 5L, Specification for Line Pipe, American Petroleum Institute, 2000 Fontana, M.G, Corrosion Engineering, McGraw-Hill Book Company, New York, 1987 Funderburk, R. Scott, Post Weld Heat Treatment, Welding Innovation, Vol. XV, No.2, 1998 http://virman-metalurgiunjani.blogspot.com/ (diunduh tanggal 04-02-2011) http://www.migas-indonesia.com/files/article/(las)pwht..doc (diunduh tanggal 04-02- 2011) Trethewey, K.R dan Chamberlain, J, Korosi Untuk Mahasiswa dan Rekayasawan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1991 Wiryosumarto, H dan Toshie Okumura, Teknologi Pengelasan Logam, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1996 *) Ikhsan Kholis adalah pejabat fungsional Widyaiswara Pusdiklat Migas 65