BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Penyakit malaria

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Daftar Pustaka. Arubusman M., Evaluasi Hasil Guna Kombinasi. Artesunate-Amodiakuin dan Primakuin pada Pengobatan

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. penularan malaria masih ditemukan di 97 negara dan wilayah. Saat ini sekitar 3,3

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu penyakit tropik yang disebabkan oleh infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya perbaikan kesehatan masyarakat

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (World Health Organization/WHO, 2009). Sekitar setengah populasi dunia

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan bagi

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh TIWIK SUSILOWATI J

BAB I P E N D A H U L U A N. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO mencatat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

I. PENGANTAR. Separuh dari keseluruhan penduduk dunia, diperkirakan 3,3 miliar orang,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono

PENGENDALIAN MALARIA DI INDONESIA. Prof dr Tjandra Yoga Aditama Dirjen PP &PL

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA

ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara khususnya negara-negara berkembang. Berdasarkan laporan The World

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

Gambaran Infeksi Malaria di RSUD Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Periode Januari Desember 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KOTA BENGKULU

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ELIMINASI MALARIA DI PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas PTM semakin meningkat baik di negara maju maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat berdampak luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. terkena malaria. World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. (2) Meskipun ilmu. namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

Tingkat Kepatuhan Penderita Malaria Vivax... (M. Arie Wuryanto) M. Arie Wuryanto *) *) Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM UNDIP ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap tahun, kasus malaria berjumlah sekitar 300-500 juta dan 1,5-2,7 juta diantaranya meninggal, terutama di negara-negara benua Afrika (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Depkes RI, 2008). Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko terhadap malaria. Pada tahun 2007 di Indonesia terdapat 396 kabupaten endemis malaria dari 495 kabupaten yang ada. Diperkirakan sekitar 45% penduduk Indonesia berdomisili di daerah yang berisiko tinggi tertular malaria. Jumlah kasus malaria pada tahun 2006 sebanyak 2.000.000 dan pada tahun 2007 mengalami penurunan menjadi 1.774.845 (Kementerian Kesehaatan RI, 2009). Insidensi malaria falciparum dari seluruh kasus malaria di Jawa-Bali pada tahun 2000 sebesar 29,7%, pada tahun 2004 menunjukkan keadaan yang hampir sama yaitu sebesar 29,8% sedangkan di luar Jawa-Bali pada tahun 2000 sebesar 19,79% yang kemudian meningkat pada tahun 2004 menjadi 31,15% (Laihad dan Arbani, 2009). Sejak tahun 1973 ditemukan pertama kali kasus resisten Plasmodium falciparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu resistensi terhadap klorokuin semakin meluas bahkan pada tahun 1990 dilaporkan telah terjadi 1

resistensi parasit falciparum terhadap klorokuin di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu dilaporkan juga adanya kasus resistensi falciparum terhadap sulfadoksin-pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Depkes RI, 2008). Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit malaria. Upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drug resistence), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP terhadap P. falciparum dengan terapi kombinasi artemisinin (artemisinin combination therapy). Hal ini sejalan dengan rekomendasi WHO (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian, dan Alat Kesehatan : Depkes RI, 2008). Provinsi Papua Barat merupakan salah satu wilayah endemis malaria di Indonesia dengan angka kasakitan malaria tertinggi yaitu 27,66 per 1000 penduduk jika dibandingkan dengan angka kesakitan malaria nasional yaitu 1,85 per 1000 penduduk. Pada tahun 2011, ditemukan kasus malaria sebanyak 31.401 kasus di kota Sorong dengan pemeriksaan sediaan darah ditemukan sebanyak 12.421 kasus sedangkan tanpa pemeriksaan sediaan darah berjumlah 19.840 kasus. Pada tahun 2010 angka kesakitan malaria (API/ Annual Parasite Incidence) sebesar 113,20 per 1000 penduduk jika dibandingkan dengan tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 62,3 per 1000 penduduk. Malaria juga menempati urutan kedua dalam laporan 10 penyakit terbanyak di kota Sorong (Dinas Kesehatan Kota Sorong, 2011). Kebiasaan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap pengobatan juga sangat terkait dengan penularan malaria. Di Indonesia, mendiagnosis, mengobati, 2

dan merawat sendiri bila sakit malaria merupakan hal yang biasa, masyarakat telah terbiasa mengkonsumsi obat-obatan yang dapat dibeli di warung tanpa resep dokter (Hasan, 2006). Kebiasaan ini juga terjadi di beberapa negara endemis malaria antara lain Afrika. World Health Organization (WHO) mengindikasikan bahwa dibeberapa tempat di Afrika, klorokuin dikonsumsi lebih sering dari pada aspirin untuk mengurangi demam dan rasa sakit (WHO, 2010). Hal ini juga banyak dijumpai di kota Sorong. Masyarakat mengalami demam (disebabkan oleh malaria atau bukan malaria), kebanyakan orang di kota Sorong langsung saja membeli obat malaria yang telah dikenali dan dikonsumsi hanya sampai jika tidak merasakan demam lagi. Hal ini sangat berpengaruh dalam meningkatnya resistensi obat antimalaria. Disamping itu, kebiasaan masyarakat tidur di luar rumah pada malam hari atau begadang juga berpengaruh terhadap penularan penyakit malaria. Di beberapa daerah endemis malaria, masyarakat menganggap penyakit malaria sebagai masalah biasa yang tidak perlu dikhawatirkan dampaknya, anggapan tersebut membuat mereka lengah dan kurang berkontribusi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan malaria (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan : Depkes RI, 2008). Pada tahun 2004, WHO merekomendasikan penggunaan obat antimalaria kombinasi berbasis artemisinin (Artemisinin Combination Therapy /ACT) sebagai terapi lini pertama dalam penanganan malaria tanpa komplikasi di daerah yang telah dikonfirmasi multidrug resistance untuk mencegah kegagalan terapi, resistensi dan relaps. Penggunaan ACT merupakan kombinasi dari dua atau lebih 3

obat antimalaria berdasarkan potensi sinergistik bertujuan meningkatkan efikasi dan mencegah resistensi dari masing-masing obat (Tjitra, 2004). Penggunaan ACT sebagai pilihan obat baru karena dapat menurunkan jumlah parasit yang lebih besar, yaitu sekitar 10.000 setiap siklus aseksual dibandingkan dengan obat antimalaria yang ada saat ini yang hanya menurunkan jumlah parasit sekitar 100-1000 per siklus aseksual. Selain itu ACT juga dapat membunuh parasit secara cepat sehingga kombinasi ACT ini direkomendasikan oleh WHO sebagai obat antimalaria. Beberapa kombinasi ACT yang direkomendasikan oleh WHO untuk pengobatan malaria adalah artemeterlumefantrin, artesunat-amodiakuin, artesunat-meflokuin, dan artesunatsulfadoksin-pirimetamin (WHO, 2006). Selanjutnya WHO juga merekomendasikan kombinasi obat baru untuk pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi dengan dihydoartemisinin+piperakuin (DHP), yang saat ini juga telah digunakan dibeberapa negara termasuk Indonesia (WHO, 2010). Setelah digunakan sejak tahun 2008, kombinasi DHP dan Primakuin (PQ) belum pernah dievaluasi di kota Sorong. Oleh karena itu evaluasi penggunaan DHP+PQ di kota Sorong ini penting dilakukan untuk mengkaji apakah kombinasi DHP+PQ ini masih cukup efektif melawan malaria falciparum. Penelitian tentang penggunaan DHP pernah dilakukan dengan membandingkan efikasi artesunatamodiakuin terhadap DHP di daerah selatan Papua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DHP memiliki efikasi 87% (Hasugian et al. 2007). 4

B. Rumusan Masalah Penanggulangan malaria di kota Sorong dilakukan terus menerus karena tingkat kejadian malaria terus bertambah dari tahun ke tahun. Kekhawatiran tingginya tingkat resistensi obat antimalaria menyebabkan peneliti ingin meneliti mengenai efektivitas penggunaan dihydoartemisinin-piperakuin dan primakuin terhadap malaria tanpa komplikasi di kota Sorong provinsi Papua Barat. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah efikasi dihydoartemisinin-piperakuin dan primakuin pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi di kota Sorong provinsi Papua Barat?; 2) Bagaimanakah efek samping dihydoartemisinin-piperakuin dan primakuin pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi di kota Sorong provinsi Papua Barat? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a. Mengukur efikasi kombinasi dihydroartemisinin-piperakuin dan primakuin pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi di kota Sorong provinsi Papua Barat. b. Mengetahui efek samping kombinasi dihydroartemisinin-piperakuin dan primakuin pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi di kota Sorong provinsi Papua Barat 5

D. Manfaat Penelitian Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk mendeskripsikan efektivitas penggunaan DHP + PQ di kota Sorong serta dapat menjadi sumber informasi bagi peneliti lainnya. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan kepada para pengambil keputusan dibidang penyakit menular khususnya dikalangan penanggung jawab program pemberantasan penyakit malaria tentang: a. Pengadaan regimen pengobatan sesuai dengan kondisi setempat b. Menyusun prosedur penanganan kasus ditingkat pelayanan langsung kepada masyarakat c. Penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang tingkat resistensi dan langkah-langkah antisipasinya yang dilakukan kalangan masyarakat d. Mengadakan monitoring secara berkala terhadap kecenderungan meningkatnya tingkat resistensi obat e. Dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan oleh farmasis dalam mempraktekkan pharmaceutical care agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan terapi obat E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efektivitas penggunaan DHP+PQ untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi di kota Sorong provinsi Papua Barat belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Siswantoro et al. (2011) tentang efikasi dan keamanan DHP pada penderita malaria falciparum tanpa komplikasi di 6

Kalimantan dan Sulawesi menunjukkan bahwa efikasi DHP pada hari ke-28 dan 42 ialah 100%. Penelitian mengenai penggunaan DHP pernah diteliti oleh Gargano et al. (2012) yang membandingkan efikasi dan keamanan artesunat-meflokuin dan DHP pada malaria falciparum tanpa komplikasi di India. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama pengamatan 63 hari artesunat-meflokuin memiliki efikasi 100% dan DHP 98,8%. Penelitian tentang penggunaan DHP pernah dilakukan oleh Hasugian et al. (2007) yang membandingkan efikasi artesunat-amodiakuin terhadap Dihydoartemisinin-Piperakuin di daerah selatan Papua. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DHP (87%) memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan artesunat-amodiakuin (55%). Penelitian tentang penggunaan DHP pernah dilakukan oleh Tjitra et al. (2012) yang membandingkan efikasi dan keamanan kombinasi artemisininnaphtoquine terhadap DHP pada malaria falciparum tanpa komplikasi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi artemisininnaphtoquine (96,3%) sebanding dengan DHP (97,3%) Bia (2011) melakukan evaluasi penggunaan artesunat-amodiakuin dibandingkan DHP pada pengobatan malaria falciparum tanpa komplikasi di Purworejo. Hasil penelitian menunjukkan artesunat-amodiakuin dan DHP memilki efikasi 100% pada pasien malaria falciparum tanpa komplikasi di Purworejo. 7