Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan)

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK BATUBARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROSES PENCAIRAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

UJI SULFIDASI BIJIH BESI KALIMANTAN SELATAN DAN AMPAS PENGOLAHAN TEMBAGA PT. FREEPORT INDONESIA UNTUK KATALIS PENCAIRAN BATUBARA

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN

KOMPARASI KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN DAN YALLOURN AKIBAT PERUBAHAN TEMPERATUR

ANALISIS KONSUMSI HIDROGEN PADA PENCAIRAN BATUBARA BANKO TENGAH DAN RESIDU KILANG MINYAK BALIKPAPAN

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 6 No. 1 Agustus 2013

Pencairan Batubara Peringkat Rendah Papua Menggunakan Katalis Bijih Besi. Liquefaction of the Papua Low Rank Coal Using Iron Ore Catalyst

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain (Sugiyono Agus).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PENCAIRAN BATUBARA BANKO DAN YALLOURN SEBAGAI EFEK DARI PERUBAHAN SUPLAI HIDROGEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

PENGARUH SUHU PADA PROSES HYDROTHERMAL TERHADAP KARAKTERISTIK BATUBARA

PEMANFAATAN ADITIF DARI BATUBARA PERINGKAT RENDAH UNTUK PEMBUATAN KOKAS METALURGI

STUDI PENINGKATAN YIELD TAR MELALUI CO-PIROLISA BATUBARA KUALITAS RENDAH DAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

ANALISIS KEUNGGULAN LIMONIT SOROAKO SEBAGAI KATALIS PENCAIRAN BATUBARA (DIRECT LIQUEFACTION)

BAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

PENGARUH HEATING RATE PADA PROSES SLOW PYROLISIS SAMPAH BAMBU DAN SAMPAH DAUN PISANG

Studi Eksperimen Karakteristik Bahan Bakar Batubara Cair Sebagai Pengganti HFO dengan Menggunakan Batubara Peringkat Rendah Melalui Proses Upgrading

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

PERCOBAAN PENYERAPAN LIMBAH INDUSTRI MENGGUNAKAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA TANJUNG TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN SULFUR PADA PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO

HIDRODESULFURISASI TIOFEN MENGGUNAKAN KATALIS CoMo/H-ZEOLIT Y

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

KARAKTERISTIK PROSES HIDROKONVERSI KATALITIK DENGAN BAHAN BAKU BITUMEN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH TEKANAN HIDROGEN TERHADAP KANDUNGAN KARBON TOTAL, ABU DAN NILAI MUAI BEBAS DALAM PEMBUATAN BAHAN PENGIKAT

EVALUASI KINERJA KATALIS LIMONIT SOROAKO PROSES PENCAIRAN BATUBARA BANKO SELATAN

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KOMPOSISI CAMPURAN BIOSOLAR DAN MINYAK JELANTAH SERTA SUHU PEMANASAN TERHADAP PENINGKATAN MUTU BATUBARA LIGNIT

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

Bab II Teknologi CUT

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

PERANCANGAN DAN ANALISA ALAT PENGERING IKAN DENGAN MEMANFAATKAN ENERGI BRIKET BATUBARA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : TENTANG PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA MELALUI KEGIATAN PENGOLAHAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. berubah; dan harganya yang sangat murah (InSWA). Keunggulan yang dimiliki

OPTIMASI CO-PROCESSING DENGAN PENGATURAN RASIO PELARUT DAN BATUBARA: Studi Batubara Banko Selatan

PENELITIAN NILAI KALOR BIOMASSA : PERBANDINGAN ANTARA HASIL PENGUJIAN DENGAN HASIL PERHITUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Karakteristik Limbah Padat

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)

LAPORAN TUGAS AKHIR PROTOTYPE POWER GENERATION

ANALISIS PEGARUH KOMPOSISI TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET BIOBATUBARA CAMPURAN AMPAS TEBU DAN OLI BEKAS

Penentuan Properties Bahan Bakar Batubara Cair untuk Bahan Bakar Marine Diesel Engine

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

Prarancangan Pabrik Etilena dari Propana Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

Universitas Sumatera Utara

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

KONVERSI ENERGI DI PT KERTAS LECES

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMBUATAN KARBON AKTIF DARI BATUBARA DENGAN PROSES AKTIVASI CO2

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

BRIKET ARANG DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU MERANTI DAN ARANG KAYU GALAM

DEKOMPOSISI VOLATILE MATTER DARI BATUBARA TANJUNG ENIM DENGAN MENGGUNAKAN ALAT THERMOGRAVIMETRY ANALYZER (TGA)

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari

RASIO BAHAN BAKAR TERHADAP UMPAN PADA KARBONISASI BATUBARA DENGAN SISTEM PEMANASAN TIDAK LANGSUNG

ANALISIS PENGARUH ANTARA CAMPURAN LOW SULFUR WAXY RESIDU DENGAN BATUBARA JAMBI DENGAN MENGGUNAKAN PROSES COATING

Peningkatan Kadar Karbon Monoksida dalam Gas Mempan Bakar Hasil Gasifikasi Arang Sekam Padi

Harry Rachmadi (12/329784/TK/39050) ` 1 Zulfikar Pangestu (12/333834/TK/40176) Asia/Pasific North America Wesern Europe Other Regions 23% 33% 16% 28%

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

Secara umum tahapan-tahapan proses pembuatan Amoniak dapat diuraikan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA INDONESIA TERKAIT KANDUNGAN PRODUK GAS BUANG

Transkripsi:

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan) The Influence of Temperature to Conversion Result of Coal Liquefaction (Case Study of West Papua Klasaman Coal and South Kalimantan Warukin Coal) Harli Talla dan Hendra Amijaya Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada Jln. Grafika 2 Yogyakarta 55281 SARI Maksud dari riset ini adalah untuk mengkaji pengaruh suhu terhadap hasil konversi pencairan batubara dengan menggunakan metode hidrogenasi katalisator. Percontoh batubara yang dipakai dalam kajian ini diambil dari lignit Formasi Klasaman, Sorong, Papua Barat, serta batubara Eco peringkat sub-bituminus Formasi Warukin, Kalimantan Selatan. Proses pencairan dilakukan dalam otoklaf berkapasitas 5 l, dengan solvent antrasen dan katalisator bijih besi. Kisaran suhu selama proses pencairan adalah 375 o C, 400 o C, 425 o C, dan 450 o C. Ratio berat solvent/batubara adalah 3:2, sedangkan tekanan blankoff hidrogen pada 100 bar. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa suhu memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap konversi pencairan. Pada suhu 375 o C, persentase pencairan batubara Sorong dan batubara Eco adalah sebesar 50%. Hasil konversi tertinggi batubara Sorong adalah 89,94% pada suhu 400 o C, sementara untuk batubara Eco sebesar 87,28% pada suhu 450 o C. Kata kunci: pencairan batubara, suhu, batubara Sorong, batubara Eco ABSTRACT This research is aimed to study the influence of temperature to liquefaction result by using catalytic hidrogenation method. Coal sample used is Sorong coal (West Papua) from Klasaman Formation which has lignite coal rank and Eco-coal from Warukin Formation (South Kalimantan) with rank of sub bituminus. Liquefaction process is done in an autoclave wiht 5 litre capacities, antrasen is used as solvent and iron ore as catalyst. Temperature variation is 375ºC, 400ºC, 425ºC, 450ºC. Weight ratio of solvent/coal is 3/2, whereas hydrogen blank-off pressure is specified at 100 bars. Result obtained shows that temperature has a significant influence to liquefaction conversion. At temperature of 375ºC converted Sorong coal and Eco-coal is only around 50 %. Sorong coal highest conversion is 89.94 % at temperature of 400ºC and Eco-coal highest conversion is 87.28 % at temperature of 450ºC. Keywords: Coal liquefaction, temperature. Sorong coal, Eco-coal Naskah diterima: 17 September 2012, revisi terakhir: 06 Desember 2012, disetujui: 10 Desember 2012 Corresponding Author: tuna_upu@yahoo.com 187

PENDAHULUAN Kondisi operasi adalah bagian penting yang mempengaruhi proses dan hasil konversi pencairan batubara. Kondisi operasi tersebut terdiri atas suhu, waktu, dan tekanan. Penentuan suhu yang tepat dapat meningkatkan hasil konversi pencairan tersebut. Derbyshire drr. (1984) menjelaskan pentingnya suhu dalam pencairan batubara, karena apabila batubara diberi panas dengan tekanan yang tinggi akan terurai menjadi rantai-rantai kecil yang terdiri atas rantai aromatik, hidroaromatik, maupun alifatik. Hal ini kemudian memicu terjadi persaingan reaksi antara pembentukan minyak dan reaksi polimerisasi untuk membentuk padatan (char). Apabila proses donor hidrogen dari pelarut yang dibantu dengan katalis berlangsung sempurna maka akan terbentuk produk minyak (seperti dibenzofuran, fluorene, dll) dan gas. Penelitian ini mengkaji pengaruh suhu pencairan batubara dengan menggunakan dua umpan batubara yang berbeda peringkat dan penerapan suhu yang berbeda-beda. Tujuannya agar terlihat pengaruh suhu terhadap proses dan hasil pencairan pada setiap tahapan kenaikan suhu. METODE PENELITIAN Bahan Baku Percobaan ini menggunakan batubara dari daerah Sorong (Papua Barat) yang berperingkat lignit dan batubara Eco-coal dari PKP2B PT. Bumi Resources Kalimantan Selatan dengan peringkat sub-bituminus. Percontoh batubara yang digunakan digerus dengan ukuran 200 mesh. Pelarut (solvent) yang digunakan adalah antrasen sebagai pelarut donor hidrogen yang juga berasal dari hasil pencairan batubara, sedangkan katalisator yang digunakan adalah bijih besi. Prosedur Pencairan dan Pemisahan Produk Pencairan batubara dilaksanakan di dalam sebuah reaktor autoclave bervolume bersih 5 lt. Rasio batubara dan pelarut yang digunakan pada percobaan ini adalah 3/2 atau 2/1, dengan komposisi pelarut 600 g dan batubara 400 g. Persentase katalisator bijih besi yang ditambahkan untuk setiap pencairan sesuai ketentuan yaitu 3 % dari batubara, katalisator sebesar 21, 81 %, dan sulfur sebesar 13.71 g. Bahan tersebut (umpan) dicampur dan dimasukkan ke dalam reaktor. Reaktor selanjutnya diisi dengan hidrogen pada tekanan awal 100 bar dan dipanaskan dengan waktu tunggu selama 2 jam pemanasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis proksimat dan ultimat, batubara Sorong termasuk ke dalam peringkat lignit dengan kandungan air yang sangat tinggi yaitu 32,03 %, kandungan hidrogen 7,78%, dan nilai kalor sebesar 4090 kal/g. Sementara itu batubara Eco-coal termasuk kedalam peringkat Sub-bituminus dengan kadar air 26,05%, kandungan hidrogen 5,23 %, dan nilai kalor 4669 kal/g. Karakteristik batubara Sorong dan batubara Eco-coal dapat dilihat pada Tabel 1. Pencairan Batubara Hasil pengujian pencairan batubara Sorong konversi tertinggi sebesar 89,94 % pada suhu 400ºC, sementara batubara Eco-coal konversi tertinggi sebesar 87,28 % pada suhu 450ºC. Konversi terendah batubara Sorong dan batubara Eco-coal pada suhu 375ºC, masing masing sebesar 53,15 % dan 50,85 % (Tabel 2). 188

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan) (H. Talla dan H. Amijaya) Tabel 1.Analisis Proksimat dan Ultimat Batubara Sorong dan Eco-Coal Parameter analisis Analisis Proksimat: Sorong Percontoh Batubara Eco-coal Unit Kelembaban (saat analisis) 32,03 26,05 % adb Kandungan Abu 4,94 2,17 % adb Zat terbang 32,80 30,44 % adb Karbon tertambat 30,23 35,34 % adb Nilai kalor 4090 4669 kal/g Analisis Ultimat: Karbon 52,34 52,67 % adb Hidrogen 7,78 5,23 % adb Nitrogen 0,64 0,37 % adb Total Sulfur 0,89 0,17 % adb Oksigen 37,21 24,17 % adb Tabel 2. Hasil Pencairan Batubara Sorong dan Batubara Eco-Coal. No Percontoh Suhu (ºC) % Konversi 1 375 53,15 2 400 89,94 Batubara 3 Sorong 425 86,76 4 450 79,26 1 375 50,85 2 Batubara 400 80,71 Eco-coal 3 425 82,01 4 450 87,28 Hasil konversi menunjukan bahwa pencairan berdasarkan perolehan antara selisih minyak dengan residu (konversi nyata) ternyata satu kilogram batubara Sorong menghasilkan 812,975 g batubara cair yang bila dikonversi ke liter sebesar 0,961 lt, sehingga satu ton batubara Sorong akan menghasilkan 961,59 liter atau setara de ngan 6,048 barrel (Oil+Water). 189

Pengaruh Suhu Terhadap Konversi Pencairan Suhu operasi pada pencairan batubara umumnya berlangsung antara 350ºC - 500ºC. Untuk suhu di bawah 350ºC, proses pelarutan partikel batubara belum sempurna, sedang kan pada suhu 430ºC dan 460ºC, minyak yang dihasilkan cenderung naik. Pada suhu di atas 500ºC partikel batubara cenderung membentuk kokas dan menyebabkan aglo merasi partikel batubara. Menurut Artok drr. (1994) hasil konversi pencairan akan naik seiring kenaikan suhu. Secara teoritis hasil konversi pencairan batubara yang tinggi diperoleh pada suhusuhu yang tinggi seperti 425-450ºC, karena kisar an panas tersebut mempengaruhi produksi radikal-radikal bebas selama proses pencairan, sehingga memberikan kontribusi pada konversi batubara yang tinggi (Derbyshire drr., 1984). Namun penelitian pencairan batubara ini khususnya untuk konversi batubara Sorong memberikan hasil yang berbeda. Hasil penelitian pencairan menunjukkan bahwa persentase hasil konversi pencairan batubara Sorong dan batubara Eco-coal antara suhu 375ºC - 450ºC dalam cakupan 50-90 %. Hasil konversi pencairan batubara Sorong dan batubara Eco-coal tersebut pada suhu rendah 375ºC masing-masing adalah 53,15 % dan 50,85%. Rendahnya persentase konversi pencairan batubara Sorong dan batubara Eco-coal pada suhu 375ºC adalah karena pada suhu ini proses pelarutan partikel batubara belum sempurna. Menurut Harten drr. (1985) pada suhu rendah 375ºC persentase konversi hanya sekitar 50 % saja. Hal ini bisa terjadi karena pada suhu 375ºC pencairan baru mulai terjadi. Suhu terendah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 375ºC dan tertinggi 450ºC, alasannya karena pada suhu di atas 450ºC tidak terjadi peningkatan konversi pencairan yang signifikan, bahkan cenderung menurun pada suhu yang lebih tinggi. Menurut Whitehurst dan Michell (1980) serta Lili Huang dan Schobert (2005), pada suhu 475ºC terlihat penurunan konversi, mungkin karena reaksi-reaksi repolimerasi yang merubah produk- produk cair yang awalnya terbentuk menjadi padat kembali. Gambar 1 merupakan kurva hubungan antara suhu dengan persentase konversi pencairan. Puncak konversi cair tertinggi Batubara Sorong dicapai pada suhu 400ºC, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi konversi cair cenderung menurun. Kondisi berbeda terjadi pada pencairan batubara Eco-coal, karena konversi cair tertinggi dicapai pada suhu 450ºC atau konversi meningkat seiring peningkatan suhu. Adanya perbedaan suhu puncak konversi antara batubara Sorong yang konversi tertinggi pada suhu 400ºC dan batubara Eco-coal dengan konversi tertinggi pada suhu 450ºC, adalah karena batubara Sorong merupakan batubara peringkat rendah yang memiliki kandungan hidrogen tinggi dan karbon rendah sehingga rasio H/C juga tinggi. Batubara dengan rasio H/C tinggi lebih reaktif sehingga mudah untuk dicairkan. Whitehurst (1978) menyebutkan bahwa ada korelasi linier antara hasil konversi dengan rasio H/C, yakni semakin tinggi rasio H/C maka batubara semakin mudah menjadi cair. Pengaruh Hidrogen dan Waktu Tempuh Reaksi Tekanan operasi adalah tekanan reaksi proses pencairan batubara. Pada proses pencairan batubara biasanya digunakan tekanan awal hidrogen antara 80-150 bar. Tekanan awal hidrogen adalah tekanan parsial hidrogen yang digunakan, dimana 190

Pengaruh Suhu Terhadap Hasil Konversi Pencairan Batubara (Studi kasus batubara Formasi Klasaman Papua Barat dan Formasi Warukin Kalimantan Selatan) (H. Talla dan H. Amijaya) 100 90 80 70 Konversi (%) 60 50 40 30 20 10 0 375 400 425 Temperatur (C) 450 BB Sorong BB Eco-Coal Gambar 1. Kurva hubungan suhu dengan konversi antara batubara Sorong dan batubara Eco-Coal. tekanan parsial hidrogen akan mempengaruhi tekanan operasi otoklaf. Menurut Xian-Yong (1992) produk minyak yang dihasilkan akan rendah pada tekanan awal hidrogen yang rendah. Sebaliknya tekanan awal yang tinggi menghasilkan minyak yang tinggi. Tekanan awal hidrogen tinggi akan mempercepat laju pemanasan dan menaikan hasil konversi. Waktu operasi proses pencairan batubara sekitar 30 menit sampai 2 jam, namun ada peneliti yang mengatakan bahwa terjadi peningkatan konversi batubara menjadi produk cair dengan kenaikan waktu operasi sampai 200 menit. Pemanasan partikel batubara secara cepat dalam media gas hidrogen dapat mempersingkat waktu kontak hingga kurang dari 15 menit, dengan konversi produk yang tetap tinggi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengujian pencairan yang dilakukan terhadap batubara Sorong dan batubara Eco-coal, maka dapat disimpulkan bahwa suhu berpengaruh terhadap hasil konversi pencairan batubara, antara lain pada: 1. Suhu 375ºC, konversi batubara Sorong dan Eco-coal masing-masing hanya sebesar 53,15 % dan 50,85 %, karena proses konversi belum berlangsung dengan sempurna. 2. Suhu 400ºC - 425ºC, konversi batubara Sorong sangat tinggi dan mencapai 89,94 %, karena batubara ini memiliki kandungan hidrogen (H/C) yang tinggi sehingga bersifat sangat reaktif dalam proses pencairan. Suhu ini cocok untuk pencairan batubara peringkat rendah (lignit). 3. Suhu 425ºC - 450ºC, puncak konversi batubara Eco-coal sebesar 87,28 %, karena semakin tinggi peringkat batubara semakin rendah pula kandungan hidrogennya (H/C) dan strukturnya semakin kompak. Sehingga suhu 425ºC - 450ºC akan lebih tepat untuk pencairan batubara peringkat tinggi. 4. Suhu di atas 450ºC, tidak memberikan hasil konversi yang berarti bahkan cenderung membentuk kokas dan meningkatkan konsumsi hidrogen. 191

UCAPAN TERIMA KASIH Para penulis mengucapkan terima kasih kepada Panitia PIT IAGI ke 41 di Yogyakarta yang telah memberi kesempatan untuk mempresentasikan makalah ini pada pertemuan ilmiah tersebut. Selanjutnya,sejumlah koreksian dan perbaikan telah dilakukan untuk penerbitannya dalam Majalah Geologi Indonesia IAGI. DAFTAR PUSTAKA Artok, L., Schobert, H.H., dan Erbatur, O., 1994. Temperature-Staged Liquefaction Of Selected Turkish Coals. Elsevier Science B.V., Amsterdam. Fuel Processing Technology, 37, h.211-236. Derbyshire, F.J., Odoerfer G.A., dan Whitehurst, D.D., 1984. Coal dissolution in nitrogen compounds, Fuel, 63, h. 56-60. Harten, P.A., Jackson, W.R., dan Larkins, F.P., 1985. Hydrogenation of Brown Coal. Fuel, 64, h.1251-1254. of Selected Low-Rank Coals. American Chemical Society. Energy & Fuels, 19, h.200-207. Marco, I. dan Chomon, M.J., 1990. Relationship Between Liquefaction Yields And Characteristics Of Different Rank Coals. Elsevier Scientific Publishing, 24. Chemical Engineering Depertement Bilbao. h.127-133. Tsai, S.C., 1982. Fundamentals of Coal Beneficiation and Utilization, Coal Science and Technology 2, Elsevier Scientific Publishing No. 375. New York. h.151-159. Whitehurst, D.D. dan Michell, O.T., 1980. Coal Liquefaction, The Chemical & Technology of Termal Proses. Malvina F. New York, h.6-26. Whitehurst, D.D., 1978. A Primer on the Chemistry and Constitution of Coal. American Chemical Society. Energy & Fuels, 8, (5), h.1049-1054. Xian-Yong, W., Ogata, E., Zhi-Min, Z., dan Niki, E., 1992. Effects of Hydrogen Pressure, Sulfur, and FeS2 on Diphenylmethane Hydrocracking. American Chemical Society. Energy & Fuels, 6, h.868-86. Lili Huang, L. dan Schobert, H.H., 2005. Comparison of Temperature Conditions in Direct Liquefaction 192