POTENSI PADANG PENGGEMBALAAN ALAM PADA DUA KABUPATEN DI PROVINSI PAPUA BARAT (Potency of Natural Pasture in Two Regency in West Papua Province) DIANA SAWEN dan M. JUNAIDI Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPPK) Universitas Negeri Papua (Unipa) Manokwari, Jl. Gunung Salju Amban Manokwari Papua Barat (98314) ABSTRACT The natural pasture has a very important role as forage source for was done ruminants, mainly for study farmers in the villages such as in Sorong and Fakfak regency West Papua Province. This research to study the potential of natural pasture by observing the forage composition and carrying capacity. The method used was a survey to collect all types of existing grass. The result showed that the forage composition of Sorong regency was 28 species there were 11 grasses, 3 species legumes and 14 species of weeds, while that of Fakfak was 9 species there were 5 species of grasses, 1 legume and 3 species of weeds. The proportion of all plant based on the found frequency there were 53% grasses, 13% legumes and 34% weeds (Sorong) and in Fakfak there were 56% grasses, 30% legumes and 14% weeds. Prediction of carrying capacity for grassland area was 6.64 AU/ha/year for Sorong and 4.94 AU/ha/year for Fakfak. Key Words: potential, natural grassland, Sorong and Fakfak ABSTRAK Padang penggembalaan alam merupakan sumber hijauan pakan bagi ternak ruminansia terutama oleh peternakan rakyat di daerah pedesaan, sebagaimana yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Sorong dan Fakfak Provinsi Papua Barat. Studi ini bertujuan untuk mengetahui potensi padang penggembalaan alami yang meliputi analisis komposisi botani dan proyeksi kapasitas tampung pada dua lokasi ini. Penelitian dilakukan selama bulan Oktober 2003 Januari 2004. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan teknik studi kasus. Hasil studi memperlihatkan bahwa spesies tumbuhan yang ditemukan pada padang penggembalaan alam Kabupaten Sorong sebanyak 28 spesies yang terdiri atas 11 spesies rumput, 3 spesies legum dan 14 spesies hijauan lain atau non pakan, sedangkan Kabupaten Fakfak dengan 9 spesies hijauan yang terdiri dari 5 spesies rumput, 1 spesies legum dan 3 spesies hijauan non pakan. Selanjutnya proporsi spesies tumbuhan berdasarkan frekuensi ditemukannya terdiri dari 53% rumput, 13% legum dan hijauan lain 34% untuk lokasi Sorong sedangkan di Fakfak terdiri dari 56% rumput 30% legum dan hijauan lain 14%. Kapasitas tampung padang penggembalaan alami di Kabupaten Sorong sebesar 6,64 UT/ha/tahun dan di Kabupaten Fakfak sebesar 4,94 UT/ha/tahun. Kata Kunci : potensi padang penggembalaan alam, Sorong dan Fakfak PENDAHULUAN Peningkatan produksi peternakan merupakan sasaran utama dalam pengembangan sub sektor peternakan di Provinsi Papua dan Papua Barat untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat Papua akan kebutuhan protein hewani, yang dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Ternak yang mendapat perhatian serius dalam pengembangannya adalah ternak ruminansia. Peningkatan produksi ternak ini bukan hanya ditempuh dengan upaya peningkatan populasi ternak saja, namun perlu diimbangi pula oleh penyediaan pakan yang cukup dalam jumlah maupun kualitas dan ketersediaannya secara kontinyu. 835
Sebagaimana di daerah lain, jenis ternak ruminansia yang banyak diusahakan di Papua Barat adalah sapi dan kambing. Kabupaten Sorong dan Fakfak merupakan dua kabupaten yang termasuk dalam wilayah Provinsi Papua Barat yang memiliki sumber daya yang potensial untuk pengembangan ternak ruminansia karena didukung oleh luasnya areal padang penggembalaan alam (secara kuantitatif luasnya belum diketahui). di Papua luasan padangan ini mencapai 2.071.887 hektar, di luar lahan-lahan pertanian yang diistirahatkan dan pekarangan yang dapat dimanfaatkan sebagai padang penggembalaan (BPS 1997). Menurut SUBAGYO dan KUSMARTONO (1988), padang penggembalaan merupakan suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Produktivitas hijauan pakan pada suatu padang penggembalaan dipengaruhi oleh faktor ketersediaan lahan yang memadai, dimana lahan tersebut harus mampu menyediakan hijauan pakan yang cukup bagi kebutuhan ternak. Selain itu faktor kesuburan tanah, ketersediaan air, iklim dan topografi juga turut berpengaruh (SUSETYO, 1980). Komposisi hijauan suatu padang penggembalaan turut menentukan kualitas hijauan pakan. Analisis komposisi botani merupakan suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan adanya spesies-spesies tumbuhan tertentu serta proporsinya di dalam suatu ekosistem padangan. Komposisi suatu padangan tidak konstan, hal ini disebabkan karena adanya perubahan susunan akibat adanya pengaruh iklim, kondisi tanah dan juga pemanfaatannya oleh ternak (SUSETYO, 1980). Padang penggembalaan yang memiliki spesies hijauan yang bervariasi antara rumput dan leguminosa terutama spesies tanaman yang berkualitas baik akan meningkatkan kualitas hijauan pakannya (ANONYMOUS, 1978). Pemanfaatan padang penggembalaan alami sebagai sumber pakan hijauan sudah lama dilakukan oleh peternakan kecil (peternakan rakyat) di pedesaan. Untuk memperoleh pakan hijauan bagi ternak yang dipeliharanya, peternak umumnya menggembalakan ternaknya pada padang penggembalaan alami yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Pada kenyataannya, pemeliharaan ternak ruminansia dengan sistem pemeliharaan tersebut cenderung memperlihatkan bahwa produksi yang dihasilkan relatif rendah. Ada dua faktor dominan penyebab rendahnya produksi ternak dengan sistem pemeliharaan tersebut di atas, yaitu: (1) rendahnya kualitas padang penggembalaan alami dan (2) jumlah ternak yang dipelihara pada padang penggembalaan alami tersebut tidak sesuai dengan kapasitas tampung (SUSETYO 1980; SUBAGYO dan KUSMARTONO 1988). Tinggi rendahnya kualitas suatu padang penggembalaan berkaitan erat dengan komposisi botanis (tumbuhan) yang terdapat pada padang penggembalaan tersebut. Sedangkan padatnya ternak yang dipelihara menyebabkan ketersediaan pakan hijauan yang terdapat pada padang penggembalaan alami tersebut tidak mencukupi kebutuhan seluruh ternak yang digembalakan. Dengan demikian, langkah yang dapat ditempuh dalam meningkatkan produksi ternak ruminansia yang dipelihara peternak kecil di pedesaan adalah dengan memperbaiki komposisi botanis sehingga kualitas padang penggembalaan alami menjadi meningkat serta pengaturan penggembalaan ternak pada padang penggembalaan alami sesuai dengan kapasitas tampungnya. Upaya memperbaiki komposisi botanis dan peningkatan kapasitas tampung padang penggembalaan alami dapat dilakukan melalui pendekatan berdasarkan informasi komposisi botanis dan kapasitas tampung di lapangan. Sampai saat ini studi komposisi botanis dan kapasitas tampung padang penggembalaan alami sudah dilakukan di beberapa kabupaten seperti Manokwari, Nabire, Biak-Numfor dan Jayapura (Provinsi Papua). Sedangkan studi yang sama di kabupaten lainnya di Papua Barat belum pernah, oleh karenanya studi ini perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi botanis dan kapasitas tampung padang penggembalaan alami pada dua kabupaten di Provinsi Papua Barat. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan pada areal padang penggembalaan alam di Kabupaten Sorong dan Fakfak Provinsi Papua Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama kurang lebih 3 836
bulan dimulai dari bulan Oktober 2003 sampai Januari 2004. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Pengambilan cuplikan dilakukan dengan menggunakan kuadran ukuran 1 m 2. Untuk mengetahui masing-masing jenis tumbuhan dilakukan identikasi dengan panduan buku determinasi (VAN STEENIS, 1992). Sedangkan identifikasi untuk tumbuhan yang tidak diketahui, dilakukan di herbarium Manokwariense Pusat Studi Keanekaragaman Hayati (PSKH) UNIPA Manokwari. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi botanis Berdasarkan observasi terhadap cuplikan yang diambil, komposisi spesies tumbuhan yang terdapat pada padang penggembalaan alam di Kabupaten Sorong dan Fakfak disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan persentase keberadaan jenis hijauan pada setiap lokasi, terlihat bahwa Kabupatan Sorong memiliki 28 spesies tumbuhan yang terdiri dari 11 spesies rumput, 3 spesies legum dan 14 spesies hijauan lain/non pakan. Padang penggembalaan alami Kabupaten Fakfak memiliki 9 spesies tumbuhan yang terdiri dari 5 spesies rumput, 1 spesies legum dan 3 spesies hijauan lain/non pakan. Spesies tumbuhan maka padang penggembalaan alami di Kabupaten Sorong memiliki keragaman yang tinggi dibandingkan dengan padang penggembalaan di Kabupaten Fakfak. Hal ini dapat dilihat dari rasio ditemukannya juga yaitu 11 : 5 untuk rumput dan legume 3 : 1. Selain itu nampak pula bahwa hijauan lain/non pakan juga memiliki proporsi yang besar dengan rasio 14 : 3 spesies. Hasil deskripsi Tabel 1. komposisi spesies tumbuhan pada padang penggembalaan alam di kabupaten Sorong dan Fakfak Lokasi Komposisi spesies tumbuhan Rumput Legume Hijauan lain Kabupaten Sorong Axonopus compressus Calopogonium muconoides Rolandra frucitosa Melinis minutiflora Centrosema pubescens Rostellularia rundana Cyperus rotundus Drymaria cordata Phylanthus niruri Cyperus killingia Mimosa pudica Paspalum conjugatum Murdunnia nudiflora Digitaria nuda Synedrella nodiflora Paspalum commersonii Stachytarpheta cayanensis Panicum maximum Hyptis rhomboidea Eragrostis tenuifolia Polygonum barbatum Fimbristylis dichotoma Commeline difusa Pennisetum polystachyon Eichornia orassipes Sida rhombifolia Aeschynomene indica Ludwigia hyssopifolia Kabupaten Fakfak Imperata cylindrica Calopogonium mucunoides Hymenophylum sp Paspalum conjugatum Muntingia calabura Pennisetum purpureum Ageratum conyzoides Axonophus compressus Cyperus bifax 837
komposisi botanis padang penggembalaan secara keseluruhan disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, nampak bahwa spesies rumput lebih mendominasi (> 50%) di Fakfak, diikuti oleh legum dan spesies hijauan lain. Untuk lokasi Sorong hijauan lain yang dominan. Untuk lokasi Fakfak dapat dikatakan bahwa spesies hijauannya masih didominasi oleh hijauan pakan sedangkan untuk Sorong tidak demikian karena proporsi hijauan non pakannya relatif cukup besar. Besarnya proporsi hijauan non pakan mengindikasikan bahwa areal lokasi padang penggembalaan ini secara umum perlu ditangani atau diperbaiki kembali, karena tumbuhan yang ada tumbuh bersama-sama dengan hijauan pakan ini mampu berkompetisi untuk mendapatkan space atau ruangan maupun unsur hara dalam tanah. Apalagi proporsi legum yang ada juga hanya sebesar 11%. Mengacu pada standar yang direkomendasikan oleh CROWDER dan CHHEDA (1982), bahwa kualitas padang penggembalaan tergolong baik apabila proporsi antara rumput dan legum sebesar 3 : 2, maka dapat dikatakan bahwa kualitas padang penggembalaan alami di dua lokasi ini masih tergolong rendah. Perbedaan ini diduga karena faktor eksternal (lingkungan) yang merupakan faktor penting yang paling menentukan pertumbuhan dan produksi hijauan pakan selain faktor genetik (internal). Hal ini diperkuat oleh WHITEMAN et al. (1974), REKSOHADIPRODJO (1994), SOETANTO dan SUBAGYO (1988) yang menyatakan bahwa faktor iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi hijauan atau tanaman makanan ternak adalah radiasi, panjang hari, suhu, kelembaban dan curah hujan. Selain itu, tingginya komposisi jenis rumput di kedua lokasi diduga karena pertumbuhan rumput lebih cepat daripada leguminosa. Hal ini karena jenis rumput umumnya tumbuh membentuk rumpun, memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga tahan injakan dan renggutan ternak, regrowthnya cepat, rhizomanya merayap dan membentuk tanaman baru yang cepat menyebar jika mengalami pemotongan baik oleh ternak maupun defoliasi (CROWDER dan CHHEDA 1982). Hal ini didukung pula oleh MCILLROY (1977), padang penggembalaan alam yang ditumbuhi oleh rumput dan legum secara bersama-sama, umumnya pertumbuhan leguminosa akan cepat tertekan atau terhambat karena dipengaruhi oleh naungan rumput yang lebih tinggi. Berdasarkan analisis bahan kering diperoleh bahwa rata-rata komposisi bahan kering jenis rumput dan legum untuk Kabupaten Sorong masing-masing sebesar 24,06% dan 28,43%. Sedangkan untuk Kabupaten Fakfak yaitu 23,3% untuk rumput dan 26,2% untuk legum. Menurut SUSETYO (1980), kandungan bahan kering yang baik untuk hijauan adalah 15 30%. Dengan demikian nilai kandungan bahan kering untuk kedua lokasi ini dapat dikatakan baik. Nilai kandungan bahan kering yang sedikit lebih tinggi, diduga karena rendahnya frekuensi pemotongan baik oleh ternak maupun manusia di kedua areal atau lokasi padang penggembalaan. Hal ini didukung oleh pendapat HUMPHREY (1991) bahwa pastura yang sering dipotong dapat menyebabkan produksi bahan keringnya menjadi lebih Gambar 1. Proporsi spesies tumbuhan (%) pada padang penggembalaan di Kabupaten Sorong dan Fakfak 838
rendah dan sebaliknya pada pemotongan yang jarang atau interval pemotongan yang panjang, masalah tersebut tidak mungkin terjadi. Proyeksi kapasitas tampung Kapasitas tampung merupakan cerminan dari produktivitas dari suatu padang penggembalaan. Gambaran kapasitas tampung padang penggembalaan alami di Kabupaten Sorong dan Fakfak disajikan pada Tabel 2. Kapasitas tampung padang penggembalaan alami di Kabupaten Sorong relatif lebih besar dibandingkan dengan Kabupaten Fakfak, namun keduanya tergolong cukup baik. Hal ini didasarkan atas pendapat MCILLROY (1977), bahwa kapasitas tampung daerah tropik umumnya sebesar 2 7 UT/ha/tahun. Tingginya kapasitas tampung padang penggembalaan alami di Kabupaten Sorong berdampak terhadap performans dari sapi yang digembalakan pada padang penggembalaan tersebut yang terlihat cukup baik. Baik buruknya performans sapi yang digembalakan pada padang penggembalaan berkaitan erat dengan jumlah dan kualitas hijauan pakan yang tersedia. Kapasitas tampung berhubungan erat dengan produktivitas hijauan pakan pada suatu areal penggembalaan ternak. Makin tinggi produktivitas hijauannya pada suatu areal padang penggembalaan, makin tinggi pula kapasitas tampung yang ditunjukkan dengan banyaknya ternak yang dapat digembalakan. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa, rendahnya ketersediaan hijauan pakan berkaitan erat dengan jumlah ternak yang digembalakan. Kondisi demikian selaras dengan pendapat HOLECHEK et al. (1989), bahwa kelebihan jumlah ternak yang digembala (over stocking) sering ditemui pada padang penggembalaan alami sehingga menurunkan produksi hijauan secara bertahap yang selanjutnya akan berdampak terhadap rendahnya kapasitas tampung. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas tampung padang penggembalaan di Kabupaten Sorong yaitu melalui pembasmian jenis hijauan non pakan dan mengganti dengan jenis hijauan pakan yang unggul dengan proporsi yang ideal. Selain itu, dengan mengendalikan jumlah ternak yang digembalakan (rotasi penggembalaan) untuk mempertahankan produktivitas hijauan pakan pada padang penggembalaan. KESIMPULAN Komposisi botanis pada padang penggembalaan alam Kabupaten Sorong adalah 28 spesies tumbuhan yang terdiri atas 11 spesies rumput, tiga spesies legum dan 14 spesies hijauan non pakan, sedangkan Kabupaten Fakfak dengan sembilan spesies tumbuhan yang terdiri dari lima spesies rumput, satu spesies legum dan tiga spesies hijauan non pakan. Proporsi spesies tumbuhan berdasarkan frekuensi ditemukannya pada padang penggembalaan alam di Kabupaten Sorong terdiri dari 53% rumput, 13% legum dan hijauan lain 34% sedangkan di Kabupaten Fakfak terdiri dari 56% rumput 30% legum dan hijauan lain 14%. Proyeksi kapasitas tampung padang penggembalaan alam di Kabupaten Sorong sebesar 6,64 UT/ha/tahun dan Kabupaten Fakfak sebesar 4,94 UT/ha/tahun. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS. 1978. Penuntun Pembuatan Padang Penggembalaan. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. Tabel 2. Prediksi kapasitas tampung padang penggembalaan alam di Sorong dan Fakfak Lokasi Produksi hijauan (g/m2) Kapasitas tampung (UT/ha/thn) Prediksi KT/ luasan padang (UT/thn) Sorong 914,02 6,64 60,80 Fakfak 681,25 4,94 19,76 KT: Kapasitas tampung; UT: Unit ternak 839
BPS. 1997. Statistik Peternakan Provinsi Papua. Provinsi Papua dalam Angka Tahun 1997. Badan Pusat Statistik Jayapura. CROWDER, L.V. and H.R. CHHEDA. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman, London and New York. HOLECHEK, L.J., R.D. PIEPER dan C.H. HERBEL. 1989. Range Management. Prentice Hall. Englewood Cliffs, Ner Jersey. HUMPHREY, L.R. 1991. Tropical Pasture Utilization. Cambridge University Press, Melbourne, Sidney. MCILLROY, R.J., 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan: S. SUSETYO. Pradnya Paramitha, Jakarta. REKSOHADIPRODJO, S. 1994. Produksi Hijauan Makanan Ternak. Badan Penerbitan Fakultas Ekonomi (BPFE) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. SOETANTO dan I. SUBAGYO. 1988. Landasan Agrostologi. Nuffic. Universitas Brawijaya, Malang. SUBAGYO, I. dan KUSMARTONO. 1988. Ilmu Kultur Padangan. Nuffic. Universitas Brawijaya. Malang. SUSETYO, S. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. VAN STEENIS C.G.G.J. 1992. Flora. Penerjemah: MOESO SURJOWINOTO et al. Pradnya Paramitha, Jakarta. WHITEMAN P.C. 1980. Tropical Pasture Science. Brisbane, Queensland, Australia. 840