BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia merupakan dampak keberhasilan pembangunan,terutama di bidang kesehatan (Komnas Lansia, 2010). Menua atau menjadi tua yaitu suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008). Penduduk lanjut usia mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2007, jumlah penduduk lanjut usia sebesar 18,96 juta jiwa dan meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009, jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah India, Cina dan Jepang (U.S. Census Bureau, 2009).
Menurut Badan Kesehatan WHO, penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang, balitanya tinggal 6,9% yang menyebabkan jumlah penduduk lansia terbesar di dunia. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di atas 60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 554.761 jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.882 jiwa (5,9%) pada tahun 2010. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk lanjut usia di Kota Medan mencapai 117.216 orang (5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005 sebesar 77.837 orang (3,85%) (Mutiara, 2011). Proses penuaan penduduk tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan baik sosial, ekonomi dan terutama kesehatan, karena semakin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit. Fenomena ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor usia dan biologis. Salah satu contoh permasalahan yag ditimbulkan dari peningkatan jumlah penduduk lansia adalah peningkatan rasio ketergantungan lansia (old age dependency ratio). Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk lansia.
Memperhatikan permasalahan ini, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan, program dan kegiatan guna menunjang derajat kesehatan dan mutu kehidupan para lansia agar mandiri, sehat dan berdaya guna sehingga dapat mengurangi atau bahkan tidak menjadi beban bagi keluarga maupun masyarakat. (Komnas Lansia, 2010). Berdasarkan data dari Susenas dikumpulkan informasi mengenai jenis keluhan kesehatan yang umum. Jenis keluhan yang paling banyak dialami lansia adalah keluhan lainnya (32,30%). Jenis keluhan lainnya diantaranya keluhan yang merupakan efek dari penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah, dan diabetes. Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk (20,53%), pilek (14,64%), dan panas (11,42%). Pola yang sama terjadi pada penduduk lansia baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2009 sebesar 30,46%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lansia terdapat sekitar 30 orang diantaranya mengalami sakit. Angka kesakitan penduduk lansia perkotaan (27,20%) lebih rendah dibandingkan lansia pedesaan (32,96%). Hal ini menunjukkan bahwa derajat kesehatan penduduk lansia di perkotaan relatif lebih baik dibandingkan lansia di daerah pedesaan. Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2005 sebesar 29,98%, tahun 2007 sebesar 31,11%, dan tahun 2009 sebesar 30,46% (BPS, 2009). Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para profesional kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat
untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan dan lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu di tingkat individu lansia, kelompok lansia, keluarga, panti sosial Tresna Werda, Sasana Tresna Werda, Sarana Pelayanan Tingkat Dasar (primer), Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder), dan Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada tingkat lansia (Nugroho, 2000). Puskesmas/pustu menjadi alternatif pilihan yang terjangkau, baik dari sisi akses maupun biaya berobat penduduk. Proporsi penduduk yang berobat jalan ke puskesmas/pustu sebesar 35,70% (di daerah perkotaan sebesar 31,98% dan pedesaan 39,10%). Proporsi penduduk lansia yang berobat jalan ke puskesmas/pustu sebesar 32,24% ( di daerah perkotaan sebesar 29,49%, dan pedesaan 34,12%). Proporsi tertinggi lansia yang sakit dan berobat ke puskesmas/pustu terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (72,39 %), Kepulauan Riau(26,23%) dan Sulawesi Tenggara(59,63%), sebaliknya provinsi yang memiliki proporsi terendah lansia yang sakit dan berobat ke puskesmas/pustu terdapat di provinsi Jawa Timur(22,49%), Sumatera Utara(22,67%) dan DKI Jakarta(23,43%) (Komnas Lansia, 2010). Bentuk pelayanan kesehatan lansia di masyarakat adalah posyandu lansia. Posyandu adalah fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang didirikan di desadesa kecil yang tidak terjangkau oleh rumah sakit atau klinik (Sutini, 2010). Menurut Azwar (2002) pelayanan kesehatan yang diberikan Departemen
Kesehatan kepada lansia masih terbatas dan tidak semua puskesmas di Indonesia memiliki posyandu lansia. Berdasarkan penelitian Rustika dalam Sutini (2010) menyatakan bahwa angka usia lanjut perempuan lebih besar mengikuti posyandu lansia yaitu 51,6% dibandingkan dari laki-laki yaitu 48,4%. Begitu juga dengan penelitian Sutini (2010) yang menyebutkan bahwa lansia perempuan lebih banyak yang datang ke posyandu lansia daripada lansia laki-laki. Dalam penelitian Sutini (2010) ada beberapa faktor yang menjadi kendala pada posyandu lansia seperti pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu, jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh dan sulit dijangkau, dukungan keluarga yang kurang, sikap kader/petugas kesehatan, pihak pemerintah/institusi, keterampilan kader serta ada tidaknya sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Pasien, baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya dan sebaliknya, ketidakpuasan atau perasaan kecewa pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperoleh yaitu tidak sesuai dengan harapannya. Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan menjadi masukan bagi suatu organisasi layanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika kinerja layanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas layanan kesehatan sesuai dengan harapannya, pasien pasti akan selalu datang berobat ke fasilitas layanan kesehatan tersebut. Pasien akan selalu mencari layanan kesehatan di fasilitas yang kinerja layanan kesehatannya dapat memenuhi harapan atau tidak mengecewakan pasien.
Kenyataan lapangan menunjukkan bahwa umumnya fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah masih kurang/tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah bahwa umumnya mutu layanan kesehatan yang diselenggarakan oleh fasilitas layanan kesehatan milik pemerintah masih belum atau tidak memenuhi harapan pasien dan/ atau masyarakat. Tingkat kepuasan pasien yang akurat sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan mutu layanan kesehatan. Oleh sebab itu, pengukuran tingkat kepuasan pasien perlu dilakukan secara berkala, teratur, akurat, dan berkesinambungan (Pohan, 2006). Berdasarkan hasil survey awal yang telah dilaksanakan oleh peneliti, kecamatan Siempat Nempu memiliki 6 posyandu lansia dengan jumlah lansia yang sudah dilayani tahun 2012 sampai bulan Maret 2013 sebanyak 303 orang. Sementara, hasil survey yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi, jumlah lansia yang ada di Kecamatan Siempat Nempu tahun 2012 adalah sebanyak 1621 orang. Berdasarkan gambaran di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang pelaksanaan program posyandu lansia dan tingkat kepuasan lansia pengguna posyandu di Puskesmas Buntu Raja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi.
2. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian adalah: a. Bagaimana pelaksanaan program posyandu lansia di Puskesmas Buntu Raja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. b. Bagaimana tingkat kepuasan lansia pengguna posyandu di Puskesmas Buntu Raja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. 3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum Mengidentifikasi pelaksanaan program posyandu lansia dan tingkat kepuasan lansia pengguna posyandu di Puskesmas Buntu Raja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. 3.2 Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pelaksanaan program posyandu lansia di Puskesmas Buntu Raja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi. b. Mengidentifikasi tingkat kepuasan lansia pengguna posyandu di Puskesmas Buntu Raja, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi.
4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk peningkatan asuhan keperawatan berbasis gerontik dan memberikan informasi serta wawasan sehingga dapat mengaplikasikan teori dan praktek di lapangan dengan baik guna meningkatkan kepuasan lansia pengguna posyandu 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi para lansia dan untuk petugas kesehatan agar melakukan sosialisasi dan promosi bagi lansia tentang pentingnya mengikuti posyandu lansia 3. Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi pendukung untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan posyandu lansia dan kepuasan lansia pengguna posyandu.