InfoPOM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN POM RI Volume 10, No.5 September 2009 ISSN 1829-9334 INFORMASI NILAI GIZI PRODUK PANGAN Manfaat & cara pencantuman DAFTAR ISI Informasi terdepan dari suatu produk pangan yang dinilai oleh konsumen adalah semua informasi yang tercantum dalam label yang terdapat pada kemasan pangan. Konsumen akan menentukan apakah akan membeli produk tersebut atau tidak setelah meneliti informasi yang termuat pada label. Akan tetapi kesadaran untuk membaca label sebagaimana tertuang dalam Pesan Dasar Gizi Seimbang khususnya di kalangan masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun1999 tentang Label dan lklan Pangan ditetapkan bahwa sejumlah informasi tertentu merupakan keterangan minimal yang wajib dicantumkan pada setiap label pangan misalnya nama produk, berat bersih, nama dan alamat perusahaan dan lainlain. Namun terdapat informasi lain yang dapat dicantumkan secara sukarela atau dapat menjadi wajib pada pangan tertentu, salah satunya adalah informasi nilai gizi Di Indonesia Informasi Nilai Gizi atau dikenal juga dengan Nutrition Information atau Nutrition Fact atau Nutrition labeling merupakan salah satu informasi yang wajib dicantumkan apabila label pangan memuat sejumlah keterangan tertentu. Secara definisi lnformasi Nilai Gizi dapat diartikan sebagai daftar kandungan zat gizi pangan pada label pangan sesuai dengan format yang telah ditetapkan. Di beberapa negara pencantuman Informasi Nilai Gizi ada yang diberlakukan secara wajib dan ada juga yang sukarela. Di tingkat internasional, Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai Badan PBB (join antara FAO dan WHO) yang senantiasa menetapkan standardisasi di bidang pangan, saat ini sedang mengkaji penerapan mandatory nutrition labeling. Penerapan mandatory nutrition labeling sedang dikaji dalam salah satu sidang komite CAC yaitu Codex Committee on Food Labelling. Beberapa negara anggota terutama negara maju mendukung penerapan mandatory nutrition labeling, akan tetapi sebagian negara anggota lainnya termasuk Indonesia belum mendukung penerapan tersebut dengan pertimbangan antara lain kesiapan pelaku usaha, terutama pengusaha kecil dan menengah serta kesiapan laboratorium pengujian. Kesiapan dua hal ini