KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 9 Juli 1991

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Jakarta, 9 Juli Nomor : MA/Kumdil/213/VII/K/1991

PROSEDUR BERACARA DI TINGKAT PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

TATA CARA PEMERIKSAAN ADMINISTRASI PERSIDANGAN

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA ANCANGAN

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB VII PERADILAN PAJAK

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

PEDOMAN TEKNIS ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERADILAN TATA USAHA NEGARA EDISI 2008

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 41/PJ/2014 TENTANG

P U T U S A N Nomor : 39/B/2013/PT.TUN-MDN

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN KETENTUAN PERALIHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEDOMAN PENDAFTARAN GUGATAN TERHADAP KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAN TINDAKAN KONKRIT/FAKTUAL (GUGATAN UMUM) DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Dasar Hukum Pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. dan lain-lain Badan Kehakiman menurut undang-undang.

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tamb

P U T U S A N NOMOR : 41/PDT/2015/PT. BDG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N No. 237 K/TUN/2004 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor 116/Pdt/2014/PT.Bdg.

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N Nomor : 40/B/2012/PT.TUN-MDN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT SOP PENYELESAIAN BERKAS PERKARA GUGATAN

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

P U T U S A N NOMOR :380/PDT/2015/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Nomor : 175/B/2012/PT.TUN-MDN

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING PATEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang; b. bahwa Pasal 22B huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tent

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

STANDAR PELAYANAN KEPANITERAAN PIDANA

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

P U T U S A N No. 172 K/TUN/2000 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara Tata Usaha Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SURAT KEPUTUSAN KETUA PENGADILAN NEGERI KALIANDA. NOMOR : W9.U4/Kp.01.1/156/XI/2016 T E N T A N G STANDART PELAYANAN PERADILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM

BAB IV ANALISIS KASUS

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA KUPANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 03 TAHUN 1973 TENTANG PERKARA KASASI PERDATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Talak

P U T U S A N Nomor : 52/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESI NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N NOMOR 232/PDT/2014/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Pengadilan Tinggi Bandung, yang memeriksa dan mengadili

P U T U S A N Nomor : 33/B/2012/PT.TUN-MDN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR PELAYANAN PERADILAN PENGADILAN NEGERI TANAH GROGOT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT Jl. Pesanggrahan Raya No.32 Kembangan Jakarta Barat Telp./Fax. (021) sd. 95

PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU. Oleh; YOSRAN,S.H,M.Hum

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAMBI NOMOR: 01/ G/ TUN/2003/PTUN.JBI

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGGUGAT/ KUASANYA. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Majelis Hakim, dan Panitera menunjuk Panitera Pengganti. Kepaniteraan

PUTUSAN. Nomor <No Prk>/Pdt.G/2017/PTA.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 352 / PDT / 2014 / PT. BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

STANDARD OPERATION PROCEDURE (SOP) PROSES PENDAFTARAN DAN PEMERIKSAAN PERKARA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id

Transkripsi:

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor Sifat Lampiran Perihal : B-018/G/4/1999 : Biasa : : Petunjuk pelaksanaan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta, 21 April 1999 KEPADA YTH. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI DI - SELURUH INDONESIA. Bersama ini disampaikan butir-butir petunjuk Pelaksanaan beberapa ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 Tentang, Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana di atur dalam Surat Ketua Muda Mahkamah Agung R.I. Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 2 Tahun 1991 tanggal 9 Juli 1991, sebagai upaya menyamakan penafsiran/ persepsi bagi para Hakim di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Hal tersebut perlu diketahui oleh para Jaksa Pengacara Negara yang menangani perkara Tata Usaha Negara, khususnya yang menyangkut Hukum Acara. Adapun beberapa Petunjuk Pelaksanaan (JUKLAK) yang perlu diketahui dan dipahami adalah mengenai hal-hal antara lain sebagai berikut: I. PROSES PENELITIAN ADMINISTRATIF OLEH STAF KEPANITERAAN. 1. Petugas yang berwenang untuk melakukan penelitian administratif adalah Panitera, Wakil Panitera dan Panitera Muda perkara, sesuai dengan pembagian tugas yang diberikan. 2. Pada setiap surat gugatan yang masuk haruslah segera dibubuhi stempel dan tanggal pada sudut kiri atas halaman pertama yang menunjukkan mengenai : a. Diteri manya. surat gugatan yang bersangkutan b. Setelah segala persyaratan dipenuhi dilakukan pendaftaran nomor perkaranya setelah membayar paniar biaya perkara; c. Perbaikan formal surat gugatan (jika memang ada). 3. Surat gugatan tidak perlu dibubuhi materai tempel, karena hal tersebut tidak disyaratkan oleh Undang-undang. 4. Nomor Register perkara di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara harus dipisahkan antara pemeriksaan perkara tingkat banding dari perkara yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai instansi tingkat pertama (Vide pasal 48 jo pasal 5l ayat 3). 5. Di dalam kepala surat, alamat kantor Pengadilan Tata Usaha Negara atau

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara harus ditulis secara lengkap termasuk kode posnya, walaupun mungkin kotanya berbeda. Misalnya : Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Jalan.No. Di Sidoarjo Kode Pos Tentang hal ini harus disesuaikan dengan penyebutan yang telah ditentukan dalam Undang Undang, Nomor19 Tahun 1960, Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1990. 6. a. Identitas Penggugat harus dicantumkan secara lengkap dalam surat gugatan sebagamana yang ditentukan dalarn pasal 56 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986. Dalam identitas tersebut harus dicantumkan dengan jelas alamat yang dituju secara lengkap agar memudahkan pengiriman tulninan surat gugatan dan panggilan-panggilan kepada pihak yang bersangkutan. b. Untuk memudahkan penanganan kasus-kasus dan demi keseragaman model surat gugatan maka dalam surat gugatan harus disebutkan terlebih dahulu nama dari pihak Penggugat Pribadi (in persoon) dan baru disebutkan nama kuasa yang mendampinginya, sehingga dalam register perkara akan tampak jelas siapa pihak-pihak yang berperkara senyatanya. c. Penelitian administratif supaya dilakukan secara formal tentang bentuk dan isi gugatan sesuai dengan pasal 56, dan tidak menyangkut segi materiel gugatan. Namun dalam tahap ini Panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya dan dapat meminta kepada pihak Penggugat untuk memperbaiki yang dipandang perlu. Sekalipun demikian, Panitera tidak berhak menolak pendaftaran perkara tersebut dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan materi gugatan. 7. a. Pendaftaran perkara di tinggkat pertama dan banding dimasukkan dalam register setelah yang bersangkutan membayar uang muka atau panjar biava perkara, vang, ditaksir oleh Panitera sesuai pasal 59 sekurang-kurangnva sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). b. Dalam perkara yang diajukan melalui pos, Panitera harus memberitahu, tentang. pembayaran uang muka kepada Penggugat dengan diberi waktu paling lama 6 (enam) bulan bagi Penggugat itu untuk memenuhinya dan kemudian diterima di Kepaniteraan Pengadilan, terhitung sejak tanggal dikirimkannya surat pemberitahuan tersebut. Setelah lewat tenggang waktu 6 (enam) bulan tersebut dan uang muka biaya perkara belum diterima di Kepaniteraan, maka perkara Penggugat tidak akan didaftar.

c. Walaupun gugatan yang dikirim melalui pos selama masih belum dipenuhi pembayaran uang muka biaya perkara dianggap sebagai surat. biaya tetapi kalau sudah jelas merupakan suatu Surat gugatan, maka haruslah tetap disimpan di Panitera Muda Bidang Perkara dan harus dicatat dalam Buku Pembantu Register dengan berdasarkan pada tanggal diterimanya gugatan tersebut, agar dengan demikian ketentuan tenggang waktu dalam pasal 55 tidak terlampaui.. 8. Dalam hal Penggugat bertempat tinggal jauh dari Pengadilan Tata Usaha Negara di mana ia akan mendaftarkan gugatannya, maka tentang pembayaran uang muka biaya perkara dapat ditempuh dengan cara : a. Panjar biaya perkara dapat dibayarkan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara mana gugatan diajukan yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Ongkos kirim ditanggung Penggugat di luar panjar biaya perkara. b. Panjar biaya perkara dikirimkan langsung kepada Pengadilan Tata Usaha negara di mana ia mendaftarkan gugatannya. 9. a. Dalam hal suatu pihak didampingi oleh kuasa, maka bentuk Surat Kuasa harus memenuhi persyaratan formal dari Surat Kuasa Khusus dengan materai secukupnya, dan Surat Kuasa Khusus yang diberi cap jempol haruslah dikuatkan (waarmerking) oleh pejabat yang berwenang. b. Surat Kuasa Khusus. bagi Pengacara/Advokat tidak perlu dilegalisir. c. Dalam pemberitaan kuasa dibolehkan adanya substitusi tapi dimungkinkan pula ada kuasa incidental. d. Surat Kuala tidak perlu didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara. 10. Untuk memudahkan pemeriksaan perkara selanjutnya maka setelah suatu perkara didaftarkan dalam register dan memperoleh nomor perkara, oleh staf Kepaniteraan dibuatkan resume gugatan terlebih dahulu sebelum diajukan kepada Ketua Pengadilan, dengan bentuk formal yang isinya pada pokoknya adalah sebagai berikut : a. Siapa subyek gugatan, dan apakah Penggugat maju sendiri ataukah diwakili oleh Kuasa. b. Apa yang, menjadi obyek gugatan. dan apakah obyek gugatan tersebut termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara yang memenuhi unsur-unsur pasal 1 butir. c. Apakah yang menjadi alasan-alasan gugatan, dan apakah alasan tersebut memenuhi unsur pasal 53 ayat (2) butir a, b dan c.

d. Apakah vang menjadi petitum atau isi gugatan, yaitu hanya pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara saja, ataukah ditambah pula dengan tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Untuk penelitian syarat-syarat formal gugatan, Panitera atau staff Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan tersebut. II. PROSEDUR "DISMISSAL. 1. a. Ketua Pengadilan berwenang, memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum menentukan Penetapan Dismissal apabila dipandang perlu. b. Tenggang waktu yang ditentukan menurut pasal 55 sejak tanggal diterimanya Keputusan Tata Usaha Negara oleh Penggugat, atau sejak diumumkannya keputusan tersebut, dengan ketentuan balhwa tenggang waktu itu ditunda (schors) selama proses peradilan masih berjalan menurut pasal 62 Jo pasal 63. c. Dalam pada itu diminta. agar Ketua Pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan pasal 62 tersebut, kecuali mengenai pasal 62 ayat (1) butir a dan e. 2. Pemeriksaan Dismissal dilakukan oteh Ketua, dan Ketua dapat juga menunjuk seorang Hakim sebagai Reporteur (Raportir). 3. Penetapan Dismissal ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil Panitera (Wakil Ketua dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua berhalangan). Pemeriksaan Dismissal dilakukan secara singkat dalam rapat permusyawaratan. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap Penegapan Dismissal juga dilakukan dengan acara singkat (pasal 62 ayat 4). 4. Dalam hal adanya petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut. Ketentuan tentang perlawanan terhadap Ketetapan Dismissal juga berlaku dalam hal ini. III. PEMERIKSAAN PERSIAPAN (PASAL 63) 1. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan persiapan tersebut diserahkan kepada kearifan dan kebijaksanaan Ketua Majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil Penggugat untuk menyempurnakan gugatannya dari/atau Tergugat untuk dimintai keterangan/penjelasan tentang keputusan yang digugat tidak selalu harus didengar secara terpisah (pasal 63 ayat 2 a dan b). 2. a. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musvawarah dalam sidang

tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalarn kamar kerja Hakim tanpa memakai toga. b. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh Hakim Anggota yang dituniuk oleh Ketua Majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Majelis. c. Maksud pasal 63 ayat (2) b tidak terbatas hanya kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat, tetapi boleh juga terhadap siapa saja yang bersangkutan dengan data-data yang diperlukan untuk mematangkan perkara itu. 3. a. Dalam tahap pemeriksaan maupun selama pemeriksaan di muka persidangan yang terbuka untuk umum dapat di lakukan pemeriksaan setempat b. Dalam melakukan pemeriksaan setempat tidak perlu harus dilaksanakan oleh Majelis lengkap, cukup oleh salah seorang Hakim Anggota yang khusus ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan setempat. Penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk Penetapan. c. Apabila dipandang perlu untuk menentukan dikabulkan atau tidaknya permohonan penundaan itu, oleh Majelis yang bersangkutan dapat pula mengadakan pemeriksaan setempat. 4. Majelis Hakim yang menangani suatu perkara berwenang sepenuhnya untuk memberikan putusannya terhadap perkara tersebut, termasuk pemberian putusan menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet onvankeliik verklaard) untuk seluruhnya atau sebagian gugatan, meskipun perkara itu telah lolos dari dismissal proses. IV. UPAYA ADMINISTRATIF (PASAL 48 BESERTA PENJELASANNYA) Sehubungan dengan kerancuan penggunaan istilah "keberatan" dalam beberapa peraturan dasar dari instansi/lernbaga yang bersangkutan perlu dijelaskan sebagai berikut: 1. Yang dimaksud upaya administratif adalah: a. Pengajuan Surat keberatan (bezwaarschrlih) yang ditujukan kepada Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan (penetapan/beschikking) semula. b. Pengajuan surat banding administratif (administratif beroep) yang ditujukan kepada atasan pejabat atau instansi lain dari Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang berwenang memeriksa ulang Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan. 2. a. Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif berupa pengajuan surat keberatan, maka terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang bersangkutan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.

b. Apabila peraturan dasarnya menentukan adanya upaya administratif berupa pengajuan surat keberatan dan/atau mewajibkan pengajuan surat banding administratif, maka gugatan terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dalam tingkat banding administratif diajukan langsung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang berwenang. V. TENGGANG WAKTU (PASAL 55). 1. Penghitungan Tenggang waktu sebagaimana dimaksud pasal 55 terhenti/ditunda (geschort) pada waktu gugatan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang. 2. Sehubungan dengan pasal 62 ayat (6) dan pasal 63 ayat (4) maka gugatan baru hanya dapat diajukan dalam sisa tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada butir 1. 3. Bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara tetapi yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dan mengetahuti adanya keputusan tersebut. VI. PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA YANG DIGUGAT (PASAL 67). 1. Setiap tindakan prosesual persidangan dituangkan dalam bentuk "Penetapan" kecuali putusan akhir yang harus berkepala "putusan". 2. Penundaan yang dimaksud dalam pasal 67 ayat (4) sub a dan b dapat dikabulkan dalam 3 (tiga) tahapan prosesual, yaitu : a. Selama permohonan penundaan tersebut masih di tangan Ketua, Penetapan Penundaan dilakukan oleh Ketua dan ditandatangani oleh Ketua dan Panitera/Wakil Panitera. b. Setelah berkas perkara diserahkan kepada Majelis, maka Majelispun dapat mengeluarkan Penetapan penundaan tersebut baik selama proses berjalan setelah mendengar kedua belah pihak, maupun pada putusan akhir, ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera, kecuali pada putusan akhir harus ditandatangani oleh Majelis lengkap. c. Pencabutan Penetapan penundaan yang dimaksud, dapat dilakukan : - Selama perkara masih di tangan Ketua, dilakukan oleh Ketua sendiri kecuali putusan akhir yang harus ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti. - Apabila perkara sudah di tangan Majelis, pencabutannya dapat dilakukan

oleh Majelis yang bersangkutan. d. Baik pengabulan penundaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat maupun pencabutannya dilakukan dengan menuangkannya dalam bentuk Penetapan kecuali yang dituangkan dalam putusan akhir. e. Di dalam formulir Penetapan Pengabulan Penundaan yang dilakukan oleh Ketua tersebut ditambahkan anak kalimat "kecuali ada Penetapan lain di kemudian hari". 3. Cara penyampaian Penetapan Penundaan tersebut mengingat sifatnya yang sangat mendesak itu dapat dilakukan dengan cara pengiriman telegram/telex ataupun dengan kurir agar secepatnya sampai kepada yang bersangkutan. Hal ini adalah perkecualian dari maksud pasal 116. Dalam hal pengiriman dengan telegram./telex, cukup extract. Penetapannya saja yang kemudian harus disusul dengan pengiriman penetapan selengkapnya via pos. 4. Apabila ada penetapan penundaan dimaksud yang tidak dipatuhi oleh Tergugat, maka ketentuan pasal 116 ayat (1), (5) dan (6) dapat dijadikan pedoman dan dengan menyampaikan tembusannya kepada : Ketua Mahkamah Agung R.I, Menteri Kehakiman R.I., Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara R.I. (Surat Menpan Nomor : B.471/1/1991 tanggal 29 Mei 1991 tentang Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara). VII. PEMBAKUAN AMAR PUTUSAN. Sehubungan dengan maksud ketentuan pasal 53 tentang petitum gugatan dan pasal 97 ayat (7) tentang Putusan Pengadilan, maka untuk keseragaman bunyi amar putusan adalah sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat. 2. Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan yang dikeluarkan oleh (nama instansi atau nama Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, tanggal.nomor..perihal.) atau menyatakan tidak sah Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan yang dikeluarkan oleh (nama instansi atau nama Badan/Pejabat Tata Usaha Negara, tanggal..nomor.. Perihal ) VIII. PERDAMAIAN. Kemungkinan adanya perdamaian antara pihak-pihak hanya dapat terjadi di luar persidangan. Sebagai konsekuensi perdamaian tersebut, Penggugat mencabut gugatan secara resmi dalam sidang terbuka, untuk umum dengan menyebutkan alasan pencabutannya. Apabila pencabutan gugatan dimaksud dikabulkan, maka Hakim/Ketua Majelis memerintahkan agar Panitera mencoret gugatan tersebut dari register perkara. Perintah pencoretan tersebut, diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

Dengan uraian tersebut di atas, diharapkan para KAJATI dan KAJARI dapat lebih mendalami mengenai berbagai Petunjuk Pelaksanaan khususnya mengenai Hukum Acara yang menyangkut beberapa ketentuan dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, walaupun sebenarnya Surat Edaran tersebut ditujukan kepada para Hakim Tinggi dan para Hakim dalam Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Sebagai tambahan penjelasan perlu juga diketahui bahwa panjar biaya perkara seperti tersebut angka 1.7a bervariasi di masing-masing daerah mengingat biaya tersebut akan digunakan untuk memanggil para pihak, memanggil saksi dan sebagainya. Perhitungan panjar biaya perkara tergantung dari jumlah pihak-pihak yang bersengketa, misalnya: jika para pihak ada 4 orang tergugat maka uang muka biaya perkara dikalikan 4. Biaya perkara nantinya akan dibebankan kepada pihak yang kalah baik Penggugat (perorangan/ badan hukum) maupun badan Pejabat Pemerintah (Vide pasal 110 UU Nomor 5 Tahun 1986). Dengan mengetahui dan memahami Petunjuk Pelaksanaan tersebut, diharapkan para Jaksa Pengacara Negara dapat lebih mengetahui proses penanganan kasus-kasus yang menyangkut Tata Usaha Negara yang dipercayakan kepada Kejaksaan. Hendaknya butirbutir Petuniuk Pelaksanaan dari Mahkamah Agung R.I. tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk ditelaah, dikaji dan didiskusikan dengan jajaran DATUN di daerah Demikian agar memperoleh perhatian dan diteruskan kepada para KAJARI di wilayah hukum Saudara masing-masing JAKSA AGUNG MUDA PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA SOEHANDJONO Tembusan : I. Yth. Jaksa Agung R.I. ( sebagai laporan) 2. Yth. Wakil Jaksa Agung 3. Yth. Para Jaksa Agung Muda 4. File Sekretaris JAM DATUN dan Para Direktur pada JAM DATUN -------------------------------------------------