PENENTUAN JENIS NYAMUK Mansonia SEBAGAI TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS Brugia malayi DAN HEWAN ZOONOSIS DI KABUPATEN MUARO JAMBI

dokumen-dokumen yang mirip
EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

Biting activities of Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae) in Batanghari District, Jambi Province

Proses Penularan Penyakit

STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

STUDI BIOEKOLOGI NYAMUK Mansonia spp VEKTOR FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR, KABUPATEN OKU TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL DI KABUPATEN MUARO JAMBI, JAMBI Santoso 1, Yulian Taviv 1

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI DISTRIBUTION OF MOSQUITOES VECTOR IN MUARO JAMBI REGENCY, JAMBI PROVINCE

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

Deteksi mikrofilaria Brugia malayi pada nyamuk Mansonia spp dengan pembedahan dan metode PCR di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. 1

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Community Characteristics and Behavior Related to Filariasis in Muaro Jambi

KOMPOSISI JENIS NYAMUK DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATRA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

Vol.8 No.2 Oktober Marzuki, Onny Setiani, Budiyono

Deteksi Brugia malayi pada Armigeres subalbatus dan Culex quinquefasciatusyang diinfeksikan darah penderita filariasis dengan metode PCR

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

FOKUS UTAMA SURVEI JENTIK TERSANGKA VEKTOR CHIKUNGUNYA DI DESA BATUMARTA UNIT 2 KECAMATAN LUBUK RAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TAHUN 2009

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KECAMATAN MADANG SUKU III KABUPATEN OKU TIMUR TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

EFEKTIvITAS PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS TAHAP II MENGGUNAKAN KOMBINASI DEC DENGAN ALBENDAZOLE

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

Prevalensi pre_treatment

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan

SPIRAKEL - Sarana Penyebaran Informasi Hasil Kegiatan Litbang P2B2 Vol. 8 No.1 Juni 2016 INDEKS SUBJEK

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

PERILAKU MENGHISAP DARAH AN. BARBIROSTRIS DI LOKASI TAMBAK IKAN BANDENG DAN KAMPUNG SALUPU DESA TUADALE KABUPATEN KUPANG TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

DINAMIKA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN FILARIASIS DI KECAMATAN KUMPEH KABUPATEN MUARO JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Unnes Journal of Public Health

STUD1 HABITAT ANOPHELES NIGERRIMUS GILES 1900 DAN EPIDEMIOLOGI MALARIA DI DESA LENGKONG KABUPATEN SUKABUMI OLEH: DENNY SOPIAN SALEH

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

Transkripsi:

Penentuan Jenis Nyamuk Mansonia Sebagai...(Santoso, Yahya, Milana Salim) PENENTUAN JENIS NYAMUK Mansonia SEBAGAI TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS Brugia malayi DAN HEWAN ZOONOSIS DI KABUPATEN MUARO JAMBI DETERMINATION OF MANSONIA AS SUSPECT VECTOR BRUGIA MALAYI FILARIASIS AND ZOONOTIC ANIMALS IN MUARO JAMBI REGENCY Santoso*, Yahya, Milana Salim Loka Litbang P2B2 Baturaja, Badan Litbangkes, kemenkes RI Jl. A. Yani KM 7 Kemelak, Baturaja, Sumatera Selatan (32111) *Korespondensi Penulis: santoso@litbang.depkes.go.id, santosbta@yahoo.co.id Submitted : 03-01-2014; Revised : 07-10-2014; Accepted : 28-11-2014 Abstrak Filariasis merupakan penyakit yang tidak mudah menular. Filariasis adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk sebagai vector. Jenis nyamuk yang dapat berperan sebagai vector filariasis dipengaruhi oleh jenis cacing penyebab filaria. Brugia spp. umumnya ditularkan oleh nyamuk Mansonia spp dan Anopheles spp. Vektor dan hewan zoonosis merupakan salah satu factor yang dapat perlu mendapat perhatian dalam pengendalian filariasis. Penelitian terhadap vector dan hewan zoonosis telah dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi untuk mengidentifikasi bionomik vektor dan kemungkinan adanya hewan zoonosis yang berperan sebagai penular filariasis. Desain penelitian adalah observasi, yaitu dengan melakukan penangkapan nyamuk dan pemeriksaan darah terhadap kucing. Jumlah kucing yang diperiksa sebanyak 18 ekor. Kucing yang positif microfilaria sebanyak 1 ekor. Jumlah nyamuk Mansonia spp. tertangkap sebanyak 1,167 ekor yang terdiri dari 6 species. Spesies nyamuk tertangkap paling banyak adalah Mansonia uniformis sebanyak 1.010 ekor dengan angka kekerapan 1,0. Berdasarkan hasil tersebut, maka diperlukan peran serta masyarakat untuk mengurangi kepadatan nyamuk dengan membersihkan genangan air dan mencegah gigitan nyamuk. Selain itu diperlukan juga penanganan terhadap hewan yang bertindak sebagai zoonosis dengan memberikan pengobatan terhadap kucing agar tidak menjadi sumber infeksi. Keywords : filariasis, Mansonia, vektor, zoonosis, Muaro Jambi. Abstract Filariasisis noteasily transmitted diseases. Filariasisis transmitted by mosquito vectors. Various types of mosquitoes can act as vectors of filariasis, depending on the type of microfilaria. Brugia spp. are generally transmitted by Mansonia spp and Anopheles spp. Vector and zoonotic animal are the factors that can transmit filariasis and need to have attention for controlling filariasis. Research on vector and zoonotic had been done in Muaro Jambi to determine bionomic vector and the possibility of animals can transmit filariasis. The study design was observational survey, that cought mosquitoes and inspection activities zoonotic. Cats that examined were 18. Cat with positive microfilaria was 1 cat. Number of Mansonia spp. captured was 1,167 which consisted of 6 species consisting of 6 species. Mansonia uniformis was the largest species cought numbering 1.010 with 1.00 frequency rate with 1,010 mosquitoes that frequency rate of 1,00. Based on these results, it is necessery for community participation for mosquito control activities and further investigation to cats and cats carried on a positive treatment. Keywords : filariasis, Mansonia, vectors, zoonotic, Muaro Jambi. Pendahuluan Filariasis limfatik (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penyakit ini dapat merusak system limfe, menimbulkan pembengkakan pada tangan, kaki, glandula mammae dan scrotum, menimbulkan cacat seumur hidup serta stigma social. 1 Filariasis tidak mudah menular, filariasis ditularkan oleh nyamuk vektor.berbagai jenis nyamuk dapat bertindak sebagai vektor filariasis, tergantung dari jenis cacing filarianya. Wuchereriabancrofti ditularkan berbagai jenis 181

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 4, Desember 2014, 181-190 nyamuk Culex spp, Anopheles spp, Aedes spp. Sedangkan Brugia spp umumnya ditularkan oleh Mansonia spp dan Anopheles spp. 2 Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu daerah endemis filariasis Brugia malayi. Penyebaran kasus hampir meliputi seluruh wilayah kecamatan.jumlah kasus filariasis yang dilaporkan sampai tahun 2011 sebanyak 149. Jumlah kasus terbanyak ditemukan di wilayah Puskesmas Muaro Kumpeh sebanyak 45 kasus. 3 Secara epidemiologis dapat dikatakan bahwa filariasis melibatkan banyak faktor yang sangat kompleks yaitu cacing filaria sebagai agen penyakit, manusia sebagai inang dan nyamuk dewasa sebagai vektor serta faktor lingkungan fisik, biologik dan sosial, yaitu faktor sosial ekonomi dan perilaku penduduk setempat. 4 Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menekan angka Microfilaremia perlu mempertimbangkan aspek epidemiologi. Hasil penelitian di wilayah Sumatera Selatan mendapatkan bahwa spesies cacing filaria yang ditemukan adalah B.malayi. 5,6 Filariasis Brugia merupakan penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi hewan selain manusia yaitu: kera (Macaca fascicularis), lutung (Presbythis cristatus) dan kucing (Felis catus) sedangkan anjing (Canis fascicularis) adalah reservoir untuk Dirofilaria immitis. 7 Pengendalian filariasis yang telah dilakukan melalui kegiatan pengobatan massal perlu juga mempertimbangkan aspek lain selain, diantaranya aspek vektor yang menjadi perantara penularan filariasis. Vektor utama filariasis B.malayi tipe subperiodik nokturna adalah nyamuk Mansonia spp yang banyak ditemukan di daerah rawa. Sifat filariasis tipe ini adalah ditemukannya mikrofilaria di darah tepi pada siang dan malam hari. 1 Hasil penelitian yang dilakukan Yahya di Kabupaten Batanghari menemukan B.malayi tipe subperiodik nokturna. 8 Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang bionomik vektor filariasis di Kabupaten Muaro Jambi untuk mengidentifikasi spesies nyamuk Mansonia spp dan bionomiknya sebagai tersangka vektor filariasis dan identifikasi hewan zoonosis di Kabupaten Muaro Jambi. Informasi tentang perilaku nyamuk Mansonia spp serta kemungkinan adanya hewan zoonosis yang berberapa dalam penularan filariasis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian filariasis khususnya di Kabupaten Muaro Jambi yang merupakan daerah rawa dan perkebunan. Metode Penelitian dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi selama 7 bulan (April s/d. Oktober 2012). Desain penelitian adalah studi studi potong lintang, yaitu mengamati variabel penelitian dalam suatu saat tertentu. Populasi dalam penelitian adalah seluruh nyamuk yang ada di wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan peneliti yaitu di 6 desa dan 4 kecamatan. Penentuan desa berdasarkan kategori jumlah kasus kronis rendah, sedang dan tinggi. Tujuan penentuan desa ini untuk membandingkan kepadatan dan perilaku nyamuk dari masing-masing desa berdasarkan jumlah kasus kronis yang dilaporkan. Masing-masing kategori desa dipilih 2 sehingga jumlah desa yang akan diteliti sebanyak 6 desa. Kelompok dengan kasus tinggi yaitu Desa Kemingking Dalam Kecamatan Kemingking Dalam (20 kasus) dan Desa Ks. Lopak Alai Kecamatan Kumpeh Ulu (12 kasus). Kelompok dengan kasus sedang yaitu Desa Sarang Elang Kecamatan Jambi Luar Kota (8 kasus) dan Desa Muaro Jambi Kecamatan Muaro Sebo (6 kasus). Kelompok dengan kasus rendah yaitu Desa Sei Bertam Kecamatan Muaro Sebo (2 kasus) dan Desa Danau Lamo Kecamatan Muaro Sebo (1 kasus). Langkah kegiatan penelitian meliputi identifikasi bionomik nyamuk Mansonia meliputi observasi lingkungan yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dan pengukuran suhu serta kelembaban di lokasi penelitian selama kegiatan penangkapan nyamuk. Observasi lingkungan yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk dilakukan di sekitar rumah penderita kronis yang akan dijadikan lokasi penangkapan nyamuk dengan mencari genangan air. Identifikasi tempat perkembangbiakan potensial bagi nyamuk meliputi keberadaan tanaman air, keberadaan predator dan perkiraan luas genangan air. Penangkapan nyamuk dengan metoda umpan badan orang (human landing collections) penangkapan nyamuk istirahat (resting collections) dan penangkapan dengan menggunakan light trap. Penangkapan dilakukan sekali setiap desa oleh penangkap nyamuk (mosquito scouts) dengan menggunakan aspirator. Metode penangkapan nyamuk merujuk pedoman Depkes tentang pedoman survey entomologi. Penangkapan nyamuk dilakukan oleh 6 orang petugas penangkap nyamuk di 3 rumah, 1 orang di dalam rumah dan 1 orang di luar rumah. 9 Nyamuk hasil penangkapan dengan 182

Penentuan Jenis Nyamuk Mansonia Sebagai...(Santoso, Yahya, Milana Salim) umpan orang, nyamuk istirahat di dinding dan kandang serta nyamuk hasil penangkapan dengan light trap dipelihara di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja selama 10-12 hari. Setiap hari nyamuk diberi makan berupa air gula yang diteteskan pada kapas. Nyamuk yang telah dipelihara selama 10-12 hari selanjutnya diidentifikasi untuk menentukan spesies dengan menggunakan mikroskop disecting dan kunci identifikasi nyamuk. 10 Data yang disajikan meliputi jumlah dan spesies nyamuk tertangkap per desa dan angka kepadatan populasi nyamuk yang dihitung 10, 11 berdasarkan rumus berikut: 1. Kepadatan nyamuk Kepadatan nyamuk adalah jumlah nyamuk yang menggigit orang per jam per orang (man hour density/mhd) dihitung dengan menggunakan rumus: MHD = Keterangan: Jumlah nyamuk tertangkap per spesies Jumlah jam penangkapan X jumlah penangkap Man hour density (MHD) = Kepadatan nyamuk menggigit per orang per jam Jumlah nyamuk tertangkap = jumlah nyamuk yang tertangkap menggigit Jumlah jam penangkapan = 40 menit per jam (40/60) Jumlah penangkap = jumlah penangkap nyamuk per cara penangkapan 2. Angka kekerapan Angka kekerapan adalah perbandingan antara banyaknya suatu spesies nyamuk ditemukan dalam penangkapan dengan banyaknya penangkapan. 3. Angka dominansi Frekuensi jenis nyamuk tertangkap dikalikan dengan kelimpahan nisbi. Untuk menghitung angka dominasi, nilai kelimpahan nisbi dibagi 100 (tidak dalam bentuk persen) sebelum dikalikan dengan angka frekuensi tertangkap. Pembedahan nyamuk secara individual. Tubuh nyamuk dibersihkan dari sayap supaya sisik di sayap tidak mengotori. Nyamuk diletakkan di atas cawan petri, bagian tubuh nyamuk dipisahkan dengan jarum bedah menjadi bagian yang kecilkecil dan diberi larutan garam fisiologis (GF) hingga semua bagian terendam dalam larutan GF. Diamati di bawah mikroskop bedah. Kalau ada cacing tampak bergerak-gerak tergantung stadiumnya. Stadium 1-2 pendek, gemuk, lambat gerakannya, stadium 3 (infektif) panjang dan cepat gerakannya. Cacing diambil dengan ujung jarum bedah di bawah mikroskop bedah. Dipindahkan ke kaca benda, ditutup dengan gelas penutup dengan media canada balsam. Dicatat beberapa cacing per individu nyamuk, stadium berapa untuk menghitung infection rate. Sebelum dilakukan pengambilan darah pada kucing yang ada di daerah penelitian terlebih dahulu dilakukan pendataan, kemudian dicatat siapa pemiliknya. Selanjutnya pemilik kucing didatangi dan diminta izinnya untuk mengambil darah kucing sedikit. Kucing digendong kemudian dibuat tusukan pada telinnga dengan lancet, diambil darahnya dengan tabung kapiler sebanyak 20 mm. 3 Darah diteteskan di atas gelas obyek dan dibuat apusan darah tebal dengan meratakan darah tersebut sehingga berbentuk oval. Dikeringkan pada suhu kamar, setelah kering dihaemolisis dengan air, setelah kering difiksasi dengan methanol, setelah kering diberi warna dengan Giemsa. Diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran rendah. Hasil Bionomik Mansonia spp Hasil observasi lingkungan dan pengukuran suhu serta kelembaban di 5 desa di wilayah Kabupaten Muaro Jambi diperlihatkan pada Tabel 1 dan 2. Jenis habitat perkembangbiakan nyamuk yang ditemukan paling banyak di Desa Muaro Jambi sebanyak 5 jenis. Jenis tanaman yang ada di habibat tersebut yang paling banyak adalah semak dan rumput dengan jarak ke pemukiman antara 2m sampai 1km. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di lokasi penangkapan nyamuk selama 12 jam penangkapan di 5 desa disajikan dalam Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa suhu minimum terjadi pada penangkapan jam 18.00-20.00 WIB didesa Muaro Jambi dan suhu maksimum terjadi pada penangkapan pada jam 18.00-19.00 WIB di Desa Danu Lamo dan pada penangkapan jam 18.00-20.00 WIB di Desa Ks. Lopak Alai. Kelembaban minimum terjadi di Desa Muaro Jambi (71%) dan maksimum terjadi di Desa Danau Lamo (100%) 183

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 4, Desember 2014, 181-190 Distribusi nyamuk Mansonia spp tertangkap di 6 desa di Kabupaten Muaro Jambi Hasil penangkapan nyamuk dengan menggunakan light trap tidak dilakukan analisis, tetapi hanya dilakukan pembedahan untuk mengetahui adanya larva mikrofilaria stadium 3 (L3). Hasil pembedahan tidak ditemukan adanya larva L3 dalam tubuh nyamuk. Penangkapan nyamuk dilakukan di 6 desa yang ada di wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Masing-masing desa dilakukan penangkapan nyamuk selama 12 jam dimulai pada pukul 18.00-06.00 WIB. Nyamuk Mansonia spp ditemukan di 5 desa, sedangkan di Desa Sei Bertam tidak ditemukan nyamuk Mansonia spp. Jumlah nyamuk Mansonia spp. yang tertangkap seluruhnya sebanyak 1.173 ekor yang terdiri dari 6 spesies dan 6 ekor tidak dapat diidentifikasi spesiesnya sehingga jumlah nyamuk mansonia yang teridentifikasi menjadi 1.167 ekor. Hasil penangkapan nyamuk selama kegiatan penelitian di Kabupaten Muaro Jambi disajikan pada Tabel 3. Nyamuk Mansonia spp paling banyak ditemukan di Desa Danau Lamo sebanyak 703 ekor. Spesies nyamuk Mansonia tertangkap paling banyak adalah Ma.uniformis sebanyak 1.010 ekor (Tabel 3). Fluktuasi kepadatan nyamuk Mansonia spp per jam penangkapan Fluktuasi kepadatan nyamuk dihitung berdasarkan hasil penangkapan nyamuk selama 12 jam penangkapan disajikan dalam Gambar 1. Kepadatan nyamuk tertangkap selama 12 jam berfluktuasi. Puncak kepadatan nyamuk Mansonia spp tertangkap di Desa Danau Lamo terjadi pada pukul 04.00-05.00 WIB (124 ekor). Puncak kepadatan nyamuk Mansonia spp di Desa Muaro Jambi terjadi pada pukul 19.00-20.00 WIB (70 ekor).kepadatan nyamuk di 3 desa lainnya cenderung stabil (Gambar 1). Perilaku Mansonia spp berdasarkan metode penangkapan dan infection rate Berdasarkan metode penangkapan, nyamuk yang tertangkap dikelompokkan menjadi empat, yakni nyamuk tertangkap dengan umpan orang dalam (UOD), umpan orang luar (UOL), resting dalam (RD) dan resting luar (RL). Data hasil penangkapan nyamuk berdasarkan metode penangkapan per desa diperlihatkan pada Tabel 4 Tabel 1. Data Habitat Nyamuk yang Terdapat di Enam Desa di Kabupaten Muaro Jambi Desa Jenis TPP Jarak ke Perumahan Kondisi air Vegetasi Muaro Jambi Kolam 1 km keruh teratai Parit 1km keruh lumut, rumput Sumur bekas 5m jernih pakis Aliran air 5m keruh rumput ilalang Kubangan air 2m keruh rumput, semak Danau Lamo SPAL terbuka 2m keruh tidak ada Kubangan 10m jernih tidak ada Sei Bertam Rawa 100m keruh lumut, rumput, ganggang Sarang Elang Sumur 10m keruh lumut, semak, pohon Kolam 5m keruh semak, pohon, tan air SPAL terbuka 5m keruh pohon kelapa, semak Kemingking Dalam Parit 100m keruh semak, pepohonan Kolam 50m keruh semak, pepohonan Ks. Lopak Alai Kolam 20m keruh teratai, semak Kubangan 30m jernih tidak ada Kolam 10m jernih teratai, semak 184

Penentuan Jenis Nyamuk Mansonia Sebagai...(Santoso, Yahya, Milana Salim) Tabel 2. Suhu Maksimum-Minimum dan Kelembaban Udara Saat Penangkapan Nyamuk di Lokasi Penelitian Muaro Jambi Danau Lamo Sarang Elang Ks.Lopak Alai Kemingking Dalam Jam Suhu Suhu Suhu Suhu Suhu Penangkapan K K K K K Min Max Min Max Min Max Min Max Min Max 18.00-19.00 22 28 71 29 31 91 29 31 81 25 31 90 29 31 79 19.00-20.00 22 28 73 28 28 93 24 29 81 25 31 90 25 26 79 20.00-21.00 26 27 78 27 28 100 24 29 89 25 26 90 25 26 91 21.00-22.00 26 27 90 26 27 92 26 29 96 22 26 90 25 26 91 22.00-23.00 26 27 90 26 27 100 23 26 92 20 25 88 25 26 90 23.00-24.00 26 27 90 26 29 92 25 25 89 24 26 90 25 26 94 24.00-01.00 25 26 92 26 26 100 24 25 89 24 26 90 25 26 95 01.00-02.00 25 26 94 24 25 100 24 25 87 24 25 92 25 25 91 02.00-03.00 25 26 94 24 25 95 24 25 82 24 25 92 25 25 91 03.00-04.00 25 26 92 24 25 93 23 24 91 24 25 90 25 25 91 04.00-05.00 25 26 92 24 25 93 23 24 98 24 25 90 25 25 91 05.00-06.00 25 26 92 25 25 96 23 24 98 24 25 90 25 25 82 Keterangan : K=kelembaban (%), Min= suhu minimum ( C), Max= suhu maksimum ( C) Tabel 3. Distribusi nyamuk hasil penangkapan berdasarkan spesies dan desa di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2012 Spesies Nyamuk Desa Danau lamo Muaro Jambi Kemingking Dalam Ks. Lopak Alai Sarang Elang Jumlah Ma.uniformis 609 341 39 14 7 1.010 Ma.annulifera 70 26 18 3 0 117 Ma.dives 18 3 4 2 0 27 Ma.bonneae 5 2 2 0 2 11 Ma.annulata 1 0 0 0 0 1 Ma.indiana 0 0 0 0 1 1 Total 703 372 63 19 10 1.167 Jumlah nyamuyk tertangkap 180 157 160 145 140 124 116 115 111 120 95 100 87 79 81 83 86 83 76 81 80 70 67 57 60 50 48 41 40 32 32 37 33 37 27 20 25 27 32 40 17 15 18 19 20 6 8 7 9 10 2 3 31 1 01 5 01 1 0 12 0 10 30 01 1 0 0 18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06 Jam penangkapan per desa Danau Lamo Muaro Jambi Kemingking Dalam Ks. Lopak Alai Sarang Elang Total Gambar 1. Grafik Distribusi Jumlah Nyamuk Tertangkap Berdasarkan Desa Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2012 185

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 4, Desember 2014, 181-190 Tabel 4. Distribusi Spesies Nyamuk Mansonia Berdasarkan Metode Penangkapan dan Infection Rate di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2012 Desa Spesies UOD UOL RD RL Jumlah Dibedah Positif L3 Muaro Jambi Ma.annulifera 9 10 6 1 26 4 0 Ma.bonnae 2 0 0 0 2 0 0 Ma.dives 1 1 1 0 3 0 0 Ma.uniformis 63 179 61 38 341 35 0 Danau Lamo Ma.annulifera 18 28 14 10 70 9 0 Ma.annulata 0 0 1 0 1 0 0 Ma.bonnae 1 1 1 2 5 0 0 Ma.dives 6 4 4 4 18 2 0 Ma.uniformis 161 203 141 104 609 63 0 Sarang Elang Ma.bonnae 0 1 0 1 2 0 0 Ma.indiana 1 0 0 0 1 1 0 Ma.uniformis 2 4 1 0 7 1 0 0 Ks. Lopak Alai Ma.annulifera 0 2 0 1 3 1 0 Ma. dives 1 0 0 1 2 0 0 Ma. uniformis 2 7 2 3 14 2 0 Kemingking Dalam Ma. annulifera 11 3 3 1 18 2 0 Tabel 5. No Spesies Nyamuk UOD (ekor/jam/orang Tabel 6. Kepadatan Nyamuk Mansonia spp Menggigit (Man Bitting Rate/MBR) Per Desa di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2012 MHD UOL (ekor/jam/ orang MBR (per malam) 1 Ma. annulata 0,00 0,00 0,00 2 Ma. anulifera 1,58 1,79 6,75 3 Ma. bonnae 0,13 0,08 0,42 4 Ma. dives 0,38 0,21 1,17 5 Ma. indiana 0,04 0,00 0,08 6 Ma. uniformis 10,04 16,67 53,42 No Spesies Nyamuk Ma. bonnae 0 0 2 0 2 0 0 Ma. dives 1 0 2 1 4 0 0 Ma. uniformis 13 7 13 6 39 4 0 Total 292 450 252 173 1.167 124 0 Man Hour Density dan Man Bitting Rate Nyamuk Mansonia spp di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2012 Muaro Jambi Danau Lamo MBR per Desa per Malam Sarang Elang Ks. Lopak Alai Kmkng Dalam 1 Ma. annulata 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Ma. anulifera 0,40 0,96 0,00 0,00 0,29 3 Ma. bonnae 0,04 0,04 0,00 0,00 0,00 4 Ma. dives 0,04 0,21 0,00 0,02 0,02 5 Ma. indiana 0,00 0,00 0,02 0,00 0,00 6 Ma. uniformis 5,04 7,58 0,06 0,08 0,42 186

Penentuan Jenis Nyamuk Mansonia Sebagai...(Santoso, Yahya, Milana Salim) Tabel 7. No Angka Kelimpahan Nisbi, Kekerapan Tertangkap dan Angka Dominasi Spesies Nyamuk Tertangkap dengan Metode Umpan Orang di Dalam dan di Luar Rumah di 5 Desa Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2012 Jenis Nyamuk Jumlah (ekor) Kelimpahan nisbi (%) Angka kekerapan/ Frekwensi Dominasi UOD UOL UOD UOL UOD UOL UOD UOL 1 Ma. anulifera 38 43 9,27 6,54 0,83 0,83 0,0772 0,0545 2 Ma. bonnae 3 2 0,73 0,30 0,17 0,17 0,0012 0,0005 3 Ma. dives 9 5 2,20 0,76 0,50 0,33 0,0110 0,0025 4 Ma. indiana 1 0 0,24 0,00 0,08 0,00 0,0002 0,0000 5 Ma. uniformis 241 400 58,78 60,88 1,00 1,00 0,5878 0,6088 Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa MBR tertinggi terjadi di Desa Danau Lamo, yaitu pada spesies Ma.uniformis sebesar 7,58. Tabel 4 memperlihatkan jumlah nyamuk tertangkap pada saat menghisap darah ditemukan lebih banyak di luar rumah (450 ekor) dibanding di dalam rumah (292 ekor). Jumlah nyamuk Ma.uniformis tertangkap paling banyak dengan metode UOL di hampir semua desa kecuali di Desa Kemingking Dalam yang lebih banyak tertangkap dengan metode UOD dan RD. Jumlah nyamuk yang dibedah sebanyak 24 ekor. Hasil pembedahan tidak menemukan adanya mikrofilaria stadium L3 dalam tubuh nyamuk. Kepadatan nyamuk tertangkap (man hour density) adalah jumlah nyamuk yang tertangkap pada saat hinggap per orang per jam berdasarkan metode penangkapan. Angka kepadatan nyamuk menggigit (man bitting rate) adalah jumlah nyamuk tertangkap menghisap darah di dalam dan di luar rumah dalam semalam dibagi jumlah penangkapan. Hasil perhitungan man hour density (MHD) dan man bitting rate (MBR) disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. menunjukkan bahwa kepadatan rata-rata nyamuk menggigit (MBR) ditemukan paling tinggi pada nyamuk Ma.uniformis. Aktivitas nyamuk Ma.uniformis, lebih banyak di luar rumah(16,67 ekor/orang/jam) dibandingkan di dalam rumah(10,04 ekor/orang/jam). Analisis lebih lanjut untuk mengetahui kepadatan nyamuk menggigit per desa hasil penangkapan di 5 desa disajikan dalam Tabel 6. Data hasil penangkapan nyamuk dengan umpan orang di dalam rumah menunjukkan bahwa kelimpahan nisbi tertinggi adalah nyamuk Ma. uniformis (58,78%) diikuti Ma.annulata (9,27%). Angka kekerapan tertinggi juga ditemukan pada nyamuk Ma.uniformis (1,00) diikuti Ma.anulifera (0,83). Angka dominasi tertinggi juga ditemukan pada nyamuk Ma.uniformis sebesar 0,5878. Hasil penangkapan nyamuk dengan umpan orang di luar rumah menunjukkan bahwa kelimpahan nisbi tertinggi adalah nyamuk Ma.uniformis (60,88%) diikuti Ma.anulifera(6,54%).Angka kekerapan tertinggi juga ditemukan pada nyamuk Ma.uniformis (1,00). Angka dominasi tertinggi juga ditemukan pada nyamuk Ma.uniformis sebesar 0,6088 (Tabel 7). Jumlah kucing yang diperiksa sebanyak 18 ekor yang seluruhnya merupakan kucing peliharaan masyarakat berasal dari Desa Kemingking Dalam dan Desa Manis Mato. Hasil pemeriksaan darah kucing diperoleh 1 ekor kucing yang positif mikrofilaria yang berasal dari Desa Kemingking Dalam RT 08 dengan spesies Brugia malayi. Pembahasan Penularan filariasis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya penderita positif mikrofilaria, kepadatan vektor penular, perilaku masyarakat serta faktor ekologi yang mempengaruhi kepadatan vektor. Hasil observasi menunjukkan bahwa terdapat tempat yang memiliki potensi untuk perkembangbiakan vektor. Keberadaan genangan air yang merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor filariasis dapat meningkatkan risiko penularan filariasis di suatu daerah. 12 Keberadaan tanaman air juga akan mempengaruhi kepadatan vektor, karena akan membuat kondisi air menjadi lebih optimal untuk perkembangbiakan vektor serta menjadi pelindung bagi jentik nyamuk vektor dari pemangsa. Faktor ekologi berupa suhu dan kelembaban juga dapat mempengaruhi kepadatan nyamuk vektor sehingga dapat meningkatkan resiko penularan filariasis di suatu daerah. 13 Jarak tempat perkembangbiakan nyamuk dengan pemukiman juga akan mempengaruhi penularan filariasis, karena nyamuk dewasa akan segera 187

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 4, Desember 2014, 181-190 mencari darah untuk pematangan telur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso dkk.di Kabupaten Banyuasin juga mendapatkan bahwa sebagian besar kasus positif filariasis tinggal di dekat tempat perkembangbiakan nyamuk vektor. 5 Nyamuk Mansonia yang telah dinyatakan sebagai vektor filariasis B.malayi di Provinsi Jambi adalah Ma.uniformis, Ma.indiana, dan Ma.annulifera. 1 Hasil penangkapan nyamuk yang dilakukan di 6 desa menunjukkan bahwa ditemukan nyamuk Mansonia spp di 5 desa. Jumlah nyamuk tertangkap paling banyak adalah Ma.uniformis yang merupakan vektor utama filariasis B.malayi. Hal ini menunjukkan bahwa risiko penularan filariasis masih memungkinkan untuk terjadi. Berdasarkan laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso dkk. di Desa Danau Lamo ditemukan adanya 3 kasus positif filariasis, di Desa Kemingking Dalam sebanyak 6 kasus dan di Desa Sarang Elang sebanyak 13 kasus. 14 Perilaku nyamuk Mansonia spp secara keseluruhan memiliki perilaku menggigit di luar rumah. Bila dihubungkan dengan hasil wawancara terhadap responden terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku sering keluar malam. Perilaku masyarakat yang sering keluar malam akan memiliki risiko lebih besar untuk tertular filariasis karena hasil penangkapan nyamuk juga menunjukkan bahwa aktifitas nyamuk menggigit lebih banyak di luar rumah. Hasil penangkapan nyamuk yang dilakukan di wilayah Kabupaten Muaro Jambi juga mendapatkan spesies nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah Mansonia uniformis. Nyamuk Ma.uniformis telah dikonfirmasi sebagai vektor filarisis di wilayah Sumatera. Hasil analisis data nyamuk yang tertangkap menggigit orang baik di dalam rumah maupun di luar menunjukkan bahwa nyamuk Ma.uniformis memiliki angka kelimpahan nisbi yang cukup tinggi yaitu >50%. Hal ini berarti lebih dari separuh nyamuk yang tertangkap adalah nyamuk Ma.uniformis. Angka kekerapan nyamuk tertangkap juga menunjukkan nilai yang cukup tinggi (100%). Berdasarkan hasil analisis ini berarti bahwa dalam setiap jam penangkapan ditemukan nyamuk Ma.uniformis baik yang tertangkap di dalam maupun di luar rumah. Selain itu juga didapatkan nyamuk yang merupakan vektor utama untuk filariasis B.malayi tipe subperiodik nokturna, yaitu Ma.uniformis, Ma.dives, Ma.annulata dan Ma.bonneae. Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO), vektor filariasis di daerah endemis filarisis di Asia Selatan yang disebabkan oleh B.malayi tipe periodik adalah An.anthropophagus, An.barbirostris, An.campestris, An.donaldi, An.kweiyangensis, An.sinensis, An.nigerimus, Ma.annulata, Ma.annulifera, Ma.uniformis, Ma.bonneae, Ma.dives Ma.Indiana, Ae.kiangensis dan Ae.togoi.Sedangkan vektor untuk B.malayi tipe subperiodik nokturna adalah Ma.annulata, Ma.bonneae, Ma.dives, dan Ma.uniformis. 15 Berdasarkan hasil pembedahan terhadap nyamuk yang tertangkap tidak ditemukan adanya larva L3 yang merupakan sumber penular (agent) filarisis, namun berdasarkan referensi diketahui bahwa nyamuk Ma.uniformis telah dinyatakan sebagai vektor filariasis Brugia malayi di wilayah Sumatera. 16 Mansonia uniformis dan Ma.bonneae menjadi vektor utama penularan B.malayi tipe subperiodik nokturna di kawasan Selatan Thailand (Nakhon Si Thammarat, Phattalung, Pattani, Yala dan Narathiwat), sedangkan yang menjadi vektor sekunder adalah Ma.dives, Ma.indiana, Ma.annulata, dan Ma.annulifera. 17 Seluruh spesies nyamuk yang menjadi vektor utama maupun vektor sekunder di kawasan Selatan Thailand ini juga ditemukan di Kabupaten Muaro Jambi. Nyamuk vektor yang telah dikonfirmasi sebagai penular filariasis di wilayah Sumatera Selatan adalah Ma.uniformis dan An.nigerimus 16. Kedua spesies nyamuk ini juga ditemukan pada penangkapan nyamuk di wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Spesies nyamuk yang telah dikonfirmasi sebagai vektor filariasis B.malayi di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan adalah Ma.uniformis dan Ma.annulifera. 18 Penelitian yang dilakukan oleh Santoso di Kabupaten Banyuasin juga mendapatkan nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah Ma.uniformis sebesar 74,4%.5 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yahya di Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari, Jambi mendapatkan 24 spesies nyamuk. Nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah Cx.quinquefasciatus. Selain itu juga ditemukan vektor utama untuk filaria B.malayi tipe subperiodik nokturna, yaitu Ma.uniformis, Ma.dives, Ma.annulata dan M.bonneae. 15 Puncak kepadatan nyamuk tertangkap di Desa Muaro Jambi terjadi pada pukul 18.00-19.00 WIB, di Desa Danau Lamo terjadi pada pukul 04.00-05.00 WIB, di Desa Sarang Elang pada pukul 19.00-20.00 WIB, di Desa Sei Bertam pada pukul 18.00-19.00 WIB, di Desa 188

Penentuan Jenis Nyamuk Mansonia Sebagai...(Santoso, Yahya, Milana Salim) Ks. Lopak Alai terjadi pada pukul 18.00-19.00 dan di Desa Kemingking Dalam juga terjadi pada pukul 18.00-19.00. Hasil penangkapan nyamuk di 6 desa tersebut sebagian menunjukkan puncak kepadatan pada pukul 18.00-19.00 WIB. Pada jam tersebut matahari mulai terbenam dan mulai gelap sehingga nyamuk mulai melakukan aktifitasnya. Bila dihubungkan dengan suhu udara selama pengamatan, maka diketahui bahwa suhu optimum berkisar antara 28 0 C-32 0 C ditemukan puncak kepadatan nyamuk tertangkap. Filariasis brugia merupakan penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi hewan selain manusia yaitu kera (Macaca fascicularis), lutung (Presbythis cristatus) dan kucing (Felis catus) 7. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Muaro Jambi tidak memeriksa darah kera dan lutung karena tidak menemukan hewan tersebut. Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap kucing milik masyarakat di lokasi penelitian. Sasaran kucing yang diambil darahnya adalah kucing milik penderita filariasis baik kronis maupun positif. Hasil pemeriksaan di Desa Kemingking Dalam memperoleh 1 ekor kucing positif mikrofilaria B.malayi. Spesies mikrofilaria ini sama dengan spesies yang ditemukan pada manusia hasil SDJ di Kabupaten Muaro Jambi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kucing yang ada di daerah penelitian dapat menjadi sumber penular filariasis karena bersifat zoonosis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yahya juga mendapatkan 2 ekor kucing yang positif microfilaria B malayi. 8 Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kucing maka perlu adanya penanganan terhadap kucing yang terinfeksi tersebut, yaitu dengan memberikan pengobatan sesuai dengan dosis.bila kucing yang terinfeksi tersebut tidak diobati maka kucing tersebut dapat menjadi sumber penular filariasis di daerah tersebut. Perlu pertimbangan untuk melakukan kegiatan pengobatan terhadap kucing milik penderita filariasis baik kronis maupun positif microfilaria bersamaan kegiatan pengobatan massal filariasis untuk mencegah kemungkinan adanya kucing lain yang terinfeksi. Kesimpulan Berdasarkan angka dominansi dari hasil penangkapan dan konfirmasi vektor filariasis di daerah lain, maka disimpulkan bahwa yang menjadi tersangka vektor filariasis di Kabupaten Muaro Jambi adalah Ma.uniformis. Kucing merupakan hewan zoonosis untuk filariasis di Kabupaten Muaro Jambi. Saran Perlu dukungan dan kerja sama tokoh masyarakat serta lintas sektor dalam upaya pencegahan dan pengendalian filariasis terutama untuk membersihkan lingkungan agar tidak menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk vektor filariasis. Perlu ada pemeriksaan dan pengobatan terhadap hewan yang bertindak sebagai zoonosis (kucing, kera) terutama hewan yang menjadi peliharaan penderita filariasis agar tidak menjadi sumber penularan. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:kepala Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat; Para Panitia Pembina Ilmiah PTIKM; Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja; Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jambi beserta staf; Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Muaro Jambi beserta staf;serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama kegiatan penelitian. Daftar Pustaka 1. [Depkes] Departemen Kesehatan. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan, 2008. 2. Sudomo M. Makalah Orasi Pengukuhan Gelar Profesor Riset. Jakarta: Badan Litbangkes, 2008. 3. [Dinkes] Dinas Kesehatan. Laporan Tahunan Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2011. Dinas Kesehatan Propinsi Jambi. Jambi: 2012 4. Budiarto E. & Dewi A. Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2003. 5. Santoso, Oktarina R., Ambarita LP., Sudomo. Epidemiologi Filariasis di Desa Sungai Rengit Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Tahun 2006. Buletin Penelitian Kesehatan. 2008; 36(2):59-70. 6. Santoso. Periodisitas Parasit Filariasis di Desa Karya Makmur Kecamatan Lubuk Rajam Kabupaten OKU Timur Pada Tahun 2007. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2010;9(1):1178-83. 7. Bell JC., Stephen RP., Jack MP. Zoonosis. Infeksi yang Ditularkan dari Hewan ke Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1995 8. Yahya dan Santoso. Studi Endemisitas Filariasis di Wilayah Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari Pasca Pengobatan Massal Tahap III. Buletin Penelitian Kesehatan, 2013, 41(1) 18-25. 9. [Depkes] Departemen Kesehatan. Modul 189

Media Litbangkes, Vol. 24 No. 4, Desember 2014, 181-190 Entomologi Malaria. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1999. 10. Departemen Kesehatan RI. Kunci Bergambar Nyamuk Mansonia di Dunia. Jakarta: Subdit Serangga Penular Penyakit, Direktorat P2B2, Direktorat Jenderal P3M, 1983. 11. Sigit SH. Parasitology and Parasitic Diseases in Indonesia (A Country Report). Procedding. The 1st Conggress of Federation of Asian Parasitologist (FAP), Japan. 2000, page 71-78. 12. Santoso, Sitorus H, Oktarina R. Faktor Risiko Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi. Buletin Penelitian Kesehatan, 2013, 41 (3):152-162. 13. Chandra G. Nature Limits Filarial Transmission. Parasite & Vectors. Disitasi dari: http://www. parasitesandvectors.com/content/1/1/13. Diakses 5 Oktober 2014. 14. Santoso, Yahya, Sitorus H, Salim M, Oktarina R, Supranelfy Y. Pemetaan Kasus dan Identifikasi Faktor Risiko Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi Tahun 2012. Laporan Hasil Penelitian Tahun 2012. Baturaja: Loka Litbang P2B2 Baturaja, 2012. 15. [WHO] World Health Organization. Lymphatic filariasis. The disease and its control. Technical report series. Geneva: 1992 16. [Depkes] Departemen Kesehatan. Pedoman Pemberantasan Filariasis di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan, 2002 17. Kobasa T., Suwich T., Saravudh S., Ameon A., Sumart L., Somjai L., Wej C. Identification of Brugia malayi-like Microfilariae in Naturallyinfected Cats from Narathiwat Province, Southern Thailand. J.Trop.Med.Parasitol. 2004;27(1):21-5. 18. [Depkes] Departemen Kesehatan, Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. Penyebaran Malaria di Indonesia dan Distribution of Filarisis & Its Vector in Indonesia.Media Populer & Informasi Direktorat PPBB. Edisi Juli 2004. 190