KURANG ENERGI PROTEIN (PROTEIN ENERGY MALNUTRITION) EVAWANY ARITONANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masalah gizi di Indonesia, terutama KEP masih lebih tinggi dari pada negara ASEAN

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB I PENDAHULUAN. cukup makan, maka akan terjadi konsekuensi fungsional. Tiga konsekuensi yang

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

PENDAHULUAN. Setiap manusia mengalami siklus kehidupan mulai dari dalam. kandungan (janin), berkembang menjadi bayi, tumbuh menjadi anak,

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENGATASI MASALAH GIZI DAN PANGAN DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

HASIL DAN PEMBAHASAN

Masalah Gizi Utama di Indonesia dan Faktor penyebabnya. Oleh : Yonrizal Nurdin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

Status Gizi. Keadaan Gizi TINDAK LANJUT HASIL PENDIDIKAN KESEHATAN. Malnutrisi. Kurang Energi Protein (KEP) 1/18/2010 OBSERVASI/PEMANTAUAN STATUS GIZI

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

TINJAUAN PUSTAKA Permasalahan Gizi Pada Balita

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB II LANDASAN TEORI

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGETAHUAN IBU DALAM PENATALAKSANAAN GIZI SEIMBANG PADA KELUARGA DI DESA SIBORBORON KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Pemberian Makanan Tambahan dalam meningkatkan status gizi anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan sebagai

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam

POLICY UPDATE WIKO SAPUTRA

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif tinggi yaitu 63,5% sedangkan di Amerika 6%. Kekurangan gizi dan

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

KURANG ENERGI PROTEIN

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROGRAM AKSELERASI PENINGKATAN GIZI MASYARAKAT

PENGARUH KRISIS EKONOMI TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT

METODOLOGI. 3. Cakupan Imunisasi Lengkap, Departemen Kesehatan RI Badan Pusat Statistik RI (BPS RI)

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan merupakan permulaan suatu kehidupan baru. pertumbuhan janin pada seorang ibu. Ibu hamil merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Melalui Desa Siaga. Arum Atmawikarta Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan termasuk dalam hal gizi. Hal ini terbukti dari

KECENDERUNGAN MASALAH GIZI DAN TANTANGAN DI MASA DATANG *)

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan lain seperti antropometri, laboratorium dan survey. lebih tepat dan lebih baik (Supariasa dkk., 2002).

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STATUS GIZI. Website:

Transkripsi:

KURANG ENERGI PROTEIN (PROTEIN ENERGY MALNUTRITION) EVAWANY ARITONANG Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Pendahuluan KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem). Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal. Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat. Besar dan Luas Masalah KEP Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Pengejawantahan KEP terlihat dari keadaan fisik seseorang yang diukur secara Antropometri. Besar dan luasnya masalah KEP pada balita di tingkat propinsi dan nasional sudah tersedia secara periodik melalui SUSENAS modul kesehatan dan gizi. Analisis masalah KEP pada balita berdasarkan data Susenas 1989, 1992, dan 1995 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat penurunan prevalensi KEP total dari 47,8% tahun 1989 menjadi 41,7% tahun 1982 dan 35% pada tahun 1995. Di 2004 Digitized by USU digital library 1

sisi lain, prevalensi gizi lebih meningkat dari 1,1% tahun 1989 menjadi 2,4% tahun 1992 dan 4,6% pada tahun 1995. Keadaan gizi balita yang tinggal di pedesaan cenderung lebih buruk dibanding balita yang tinggal di perkotaan; dan keadaan gizi balita perempuan relatif lebih baik dibanding balita laki-laki. Pada tingkat makro, besar dan luasnya masalah KEP sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan angka prevalensi KEP pada balita, dari data Susenas, seiring sejalan dengan menurunnya jumlah penduduk dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan. Dengan perkataan lain, anggota rumahtangga dari kelompok rawan biologis sekaligus memberikan gambaran ketersediaan pangan, dan rawan biologis memiliki resiko kurang energi protein. Pada tingkat mikro (rumah tanggat/individu), tingkat kesehatan terutama penyakit infeksi yang juga menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan merupakan faktor penentu status gizi. UPGK dan Posyandu merupakan program yang secara khusus dilaksanakan untuk menurunkan prevalensi KEP. Peningkatan kedua program ini berdampak positif untuk menurunkan prevalensi KEP. Meskipun demikian keterlibatan aktif masyarakat, organisasi wanita, LSM dan perbaikan keadaan ekonomi mempunyai andil yang besar didalam keberhasilan meningkatkan status gizi balita. Kegiatan utama program UPGK (dari aspek gizi) yang dilaksanakan sampai saat ini berupa penimbangan balita, penyuluhan gizi (KIE), peningkatan pemanfaatan pekarangan, pemberian makanan, pemberian oralit, pemberian kapsul vit.a takaran tinggi, pemberian pil besi kepada ibu hamil. Kegiatan ini melibatkan beberapa lembaga terkait yang mempunyai tugas dan tanggung jawab saling menopang untuk keberhasilan program. Pelaksanaan di tingkat desa atau di tingkat yang lebih kecil dikoordinasikan dalam bentuk Posyandu. Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dan sekaligus menentukan di dalam pembentukan dan pelaksanaan Posyandu. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga kesehatan yang tersedia dan luasnya. Dengan demikian, peran kader desa yang telah dilatih serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan pelaksanaan posyandu. 2004 Digitized by USU digital library 2

Research Questions: 1. Bagaimana kecenderungan perubahan prevalensi KEP. 2. Apa faktor-faktor penyebab tingginya prevalensi KEP di Indonesia. 3. Apa dampak KEP terhadap morbiditas, mortalitas dan Usia Harapan Hidup. 4. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi KEP. 5. Siapa yang dijadikan sasaran program dalam menurunkan prevalensi KEP. Tujuan Penulisan Tujuan Umum: Menurunkan prevalensi KEP menjadi 30% sesuai dengan sasaran program perbaikan gizi masyarakat pada akhir Repelita VI. Tujuan Khusus: 1. Meningkatkan persentase balita berstatus gizi baik. 2. Menurunkan persentase penduduk miskin. 3. Meningkatkan pengetahuan ibu-ibu tentang makanan sapihan pada balita. Metoda yang dipakai untuk mencapai tujuan (menurunkan prevalensi KEP dan menjawab reseach question: 1. lntervensi pemberian makanan tambahan pada balita. 2. Penyuluhan tentang gizi bagi ibu hamil dalam upaya menurunkan prevalensi BBLR. 3. Penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan pada balita. 4. Penyuluhan tentang pemberian makanan bergizi pada balita. 5. Pemberdayaan ekonomi keluarga dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga. 6. Survey gizi klinis. 7. Survey konsumsi pangan. Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan untuk mencapai tujuan dan menjawab pertanyaan penelitian antara lain: 1. Data konsumsi pangan keluarga dan individu. 2. Data SUSENAS. 3. Neraca Bahan Makanan. 4. Data statistik vital (morbiditas, mortalitas, Uill-I). 5. Data gizi klinis. 6. Data Anthropometri gizi. 7. Analisis data yang telah ada. 2004 Digitized by USU digital library 3

Analisis Data: 1. Analisis Trend Perubahan Prevelensi KEP Tabel 1 Kecenderungan Penurunan Prevalensi KEP menurut wilayah 1989-1996 No Propinsi KEP Total (%) 1989 1992 1995 WilayahI 48,1 40,5 36,1 1 Di Aceh 56,9 45,2 46,6 2 Sumatera Utara 50,7 43,9 36,2 3 Sumatera Barat 46,7 37,2 36,1 4 Riau 49,7 44,2 45,9 5 Jambi 47,8 30,1 31,7 6 Sumatera Selatan 45,6 42,8 35,2 7 Bengkulu 47,9 31,4 23,6 8 Lampung 39,6 37,2 28,9 Wilayah II 43,6 38,4 30,9 9 DKI Jakarta 46,1 33,5 28,0 10 Jawa Barat 45,3 40,0 33,3 11 Jawa Tengah 42,0 39,2 32,5 12 Di Yogyakarta 30,7 26,5 18,9 13 Jawa Timur 47,9 39,9 32,6 14 Bali 31,2 35,7 20,4 Wilayah III 60,3 51,8 44,7 15 Nusa Tenggara Barat 53,8 49,1 41,9 16 Nusa Tenggara Timur 57,9 53,5 46,3 17 Timor Timur 74,2 53,3 46,2 Wilayah IV 53,4 47,3 38,6 18 Kalimantan Barat 54,2 52,6 47,8 19 Kalimantan Tengah 48,8 46,8 38,6 20 Kalimantan Selatan 60,8 45,5 33,9 21 Kalimantan Timur 47,1 36,6 29,2 Kalimantan V 43,7 40,5 35,7 22 Sulawesi Utara 33,8 32,2 32,8 23 Sulawesi Tengah 32,8 50,8 38,8 24 Sulawsi Selatan 43,8 47,2 36,5 25 Sulawesi Tenggara 42,3 40,4 34,7 Dari kecenderungan penurunan prevalensi KEP total dari 47,8% menjadi 35% terjadi penurunan 26,7% atau 4,4% per tahun. Dengan trend ini target penurunan prevalensi KEP totall Repetita VI menjadi setinggi-tingginya 30% diperkirakan dapat dicapai. Dari tabel dapat disimpulkan: 1. Wilayah Sumatera mempunyai kecenderungan penunman prevalensi KEP relatif lambat Aceh dan Riau mempunyai prevalensi yang relatif tinggi (>40%) dan tidak menunjukkan penurunan prevalensi yang berarti. Propinsi Lampung dan Bengkulu telah mencapai target R VI. 2. Wilayah Jawa dan Bali mempunyai prevalensi rendah (30.9%) dan kecenderungan penurunan prevalensi relatif tajam. Diperkirakan semua propinsi di wilayah ini akan mencapai target. 2004 Digitized by USU digital library 4

3. Wilayah Nusa Tenggara merupakan wilayah yang relatif berat. Prevalensi KEP di wilayah ini 44.7% (semua propinsi >40%). Sungguhpun terjadi kecenderungan penurunan prevalensi tajam selama 6 tahun terakhir tetapi target R VI di wilayah ini diperkirakan belum tercapai. 4. Wilayah Kalimantan mempunyai kecenderungan penurunan prevalensi tajam dalam 3 tahun terakhlr. Propinsi Kalimantan Barat mempunyai prevalensi >40%. 5. Wilayah Sulawesi mempunyai kecenderungan penurunan prevalensi relatif lambat. Dengan prevalensi KEP sebesar 35.7% pencapaian target R VI di wilayah ini agak sulit dicapai. 6. Wilayah Maluku dan Irian Jaya mempunyai kecenderungan relatif tajam kecuali Irian Jaya yang menunjukkan penurunan prevalensi relatif lambat 2. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Prevalensi KEP Pada tingkat makro, besar dan luasnya masalah KEP sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Anggota rumahtangga dari kelompok rawan ekonomi yang memberikan gambaran ketersediaan pangan dan rentang biologis beresiko KEP. Pada tingkat mikro (rumahtangga/individu), tingkat kesehatan, penyakit infeksi, yang juga menggambarkan situasi lingkungan merupakan faktor penentu KEP. Demikian juga kesalahan memberikan makanan pada bayi mempunyai pengaruh kuat terjadinya KEP pada awal kehidupan balita. Secara umum pemberian makanan pendamping ASI belum sesuai dengan anjuran Depkes. Soal pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) terlalu dini atau terlambat dan jumlah serta mutu MP-ASI tidak cukup akan membuat pertumbuhan balita terhambat. Lebih-lebih MP-ASI buatan pabrik yang penyebarannya sudah sangat meluas di pedesaan, banyak digunakan oleh ibu-ibu dengan jumlah yang tidak sesuai dengan kecukupan gizinya. Data Susenas 1987 menunjukkan bahwa 50% balita di Indonesia mendapat ASI selama 12 bulan; hanya sekitar 10% mendapat ASI selama 24 bulan. Balita di luar pulau Jawa relatif lebih cepat disapih dibanding balita di Jawa. Lebih dari separuh (58%) balita di Indonesia telah diperkenalkan makanan pendamping ASI (termasuk air putih dan air teh) pada saat berumur 1 bulan. 2004 Digitized by USU digital library 5

Kecenderugan perubahan keadaan gizi masyarakat di negara berkembang yang berbeda-beda dalam dasawarsa 1980-an (tabel diatas) mencerminkan adanya kebijaksanaan pembangunan yang berbeda pula. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh ada tidaknya pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan pelayanan sosial lainnya. Memadai atau tidaknya pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin tergantung pada anggaran pemerintah yang disediakan untuk pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial lainnya. Dalam keadaan ekonomi sulit, pemerintah cenderung mengadakan penghematan yang tidak jarang mempengaruhi penyediaan anggaran untuk bidang sosial. Konsumsi makan bagi seseorang yang rawan terhadap kekurangan girl (balita, ibu hamil) dipengaruhi oleh pola konsumsi keluarga dan pola distribusi makan antar anggota keluarga. Selanjutnya pola distribusi makan antar anggota keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor penting yang diduga ada kaitannya dengan kebijaksanaan ekonomi makro adalah tingkat upah kerja, alokasi waktu untuk keluarga, dll. Dalam hal ini peranan wanita atau ibu sangat penting. Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI, meskipun hal tersebut belum tentu berpengaruh negatif pada keadaan gizi bayi. Pendapatan rumah tangga merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi makan keluarga. Disamping itu konsumsi makan keluarga juga dipengaruhi oleh harga pangan dan harga bukan pangan. Rumahtangga berpendapatan rendah 60-80% dari pendapatannya dibelanjakan untuk makan. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan riil rumahtangga, sedangkan pendapatan riil rumahtangga disamping ditentukan oleh tingkat harga juga oleh jumlah pendapatan nominal, sementara tingkat barga ditentukan, oleh tingkat inflasi dan harga relatif antar berbagai barang dan jasa. Tabel diatas menunjukkan perbedaan persentase penurunan pendapatan riil sebagai akibat kenaikan harga pada kelompok rumahtangga miskin dengan kelompok rumahtangga mampu. Dengan menurunnya konsumsi makan, maka resiko akan menurunnya keadaan gizi anggota rumahtangga terutama yang rawan gizi akan meningkat. 2004 Digitized by USU digital library 6

3. Analisis Dampak KEP Manifestasi KEP tercermin dalam bentuk fisik tubuh yang apabila diukur secara Anthropometri (TB/U, BB/U, BB/TB) kurang dari nilai baku yang dianjurkan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. 4. Analisis Penanggulangan Masalah KEP Masalah KEP atau pencapaian status gizi (dalam arti positif) merupakan salah satu keluaran penting dari pembangunan sosial-ekonomi-budaya secara Umum. Oleh karenanya status girl dijadikan salah satu indikator suksesnya pembangunan. Penentuan kriteria, target, dan tahapan pencapaiannya dapat disusun secara teknis. Pencapaian status gizi tersebut dilaksanakan dalam pendekatan lintas sektoral, multifaset dan komprehensif. Sumber: BPS.1991 Gambar: Kecenderungan Persediaan Energi dan Protein per jiwa per hari Tabel diatas memperlihatkan adanya trend peningkatan persediaan energi dan protein per jiwa perlikn sejak Repelita ll. Dari data persediaan ini disimpulkan bahwa secara nasional kekhawatiran akan adanya sebagian penduduk yang kekurangan gizi atau menderita KEP tidak perlu terjadi, walaupun di berbagai propinsi masih ada yang konsumsi energi dan proteinnya belum memenuhi kebutuhan minimal. Mereka ini merupakan sebagian penduduk yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Kecenderungan peningkatan konsumsi energi dan protein rumahtangga sejak awal tahun 1970-an sejalan dengan keberhasilan pembangunan mengurangi jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta orang (40.1%) pada tahun 1976 menjadi 30 juta orang (17,4%) pada tahun 1987. Sesuai dengan sifat masalah KEP yang kompleks, maka berkurangnya prevalensi KEP pada anak balita merupakan dampak komplementer dari berbagai program pembangunan sosial dan ekonomi yang ada, sedang program gizi lebih banyak ikut memberi arah agar unsur perbaikan gizi tidak terlupakan. Disamping itu, keberhasilan dalam meningkatkan keadaan gizi anak balita juga merupakan akibat langsung peran serta aktif masyarakat, terutarna peranan wanita dan Lembaga 2004 Digitized by USU digital library 7

Sosial Masyarakat lain di Posyandu. Penanggulangan KEP diprioritaskan daerah tertinggal/miskin baik di pedesaan/perkotaan. Kegiatan ini pelaksanaannya diintegrasikan kedalam program penanggulangan kemiskinan secara nasional. Kegiatan penanggulangani KEP meliputi: Pemantapan UPGK dengan: meningkatkan upaya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita melalui kelompok dan dasa wisma. Penanganan khusus KEP berat secara lintas program dan lintas sektoral. Pengembangan sistem rujukan pelayanan gizi di Posyandu dalam rehabilitasi gizi terutama di daerah miskin. Peningkatan gerakan sadar pangan dan gizi melalui KIE yang berkesinambungan. Peningkatan pemberian ASI secara eksklusif. Penanggulangan KEK (Kurang Energi Kronik) pada ibu hamil didasarkan hasil penilaian dengan alat ukur LILA (Lingkar Lengan Atas). 5. Analisis Sasaran Program Penrunan Prevalensi KEP Balita merupakan penderita KEP secara umum. Adanya causa multifaktorial terhadap terjadinya KEP dan ketergantungan balita yang tinggi terhadap ibu membuat sasaran program penurunan prevalensi KEP menjadi kompleks. Adapun yang menjadi sasaran program penurunan prevalensi KEP antara lain : Balita. Ibu. Anak Usia Sekolah. Pekerja Berpenghasilan Rendah. Program yang dilaksanakan adalah secara multisektoral dengan kerjasama pihak lain seperti Depkes, Deptan Perguruan Tinggi, dll. KESIMPULAN 1. Sasaran program perbaikan gizi masyarakat pada akhir Repelita VI untuk menurunkan prevalensi KEP total pada balita menjadi 300/0 memerlukan kerjasama lintas sektor dan lintas program. 2. Akar permasalahan terjadinya gizi kurang adalah kemiskinan, sehingga upaya mengatasi masalah gizi kurang tidak terlepas dari upaya pengentasan kemiskinan sehingga aspek peningkatan pendapatan memberi respon yang baik terhadap perubahan konsumsi pangan yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan. 2004 Digitized by USU digital library 8