BAB III PERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN AKUNTANSI PEMERINTAH

dokumen-dokumen yang mirip
SELAMAT DATANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Regulasi & Standar Akuntansi SEKTOR PUBLIK. Agus Widarsono, SE.,M.Si, Ak

PERKEMBANGAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN DI INDONESIA PERIODE SEBELUM REFORMASI SAMPAI DENGAN PASCA-REFORMASI

BAB AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara. Awalnya, para pendiri Negara ini percaya bentuk terbaik untuk masyarakat

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

REGULASI DAN STANDAR DI SEKTOR PUBLIK

Draft publikasian PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH NO. 03: LAPORAN ARUS KAS. Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah

perimbangan, pajak dan retribusi daerah, pinjaman daerah, serta pengelolaan keuangan daerah.

1.1. Latar Belakang Penelitian

Daerah dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada


Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO.

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT

LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59/PMK.06/2005 TENTANG SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

PENGANTAR STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

BAB V PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SKPD


KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN

PENGANTAR. Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

TATA CARA PELAKSANAAN KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SUBANG BAB I PENDAHULUAN

KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN (Menurut PP No 71 Tahun 2010 ttg SAP)

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PADA PEMERINTAH DAERAH. 1

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

ANALISIS IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH DALAM PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA GORONTALO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PROSES PENYUSUNAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO.

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 5 LAPORAN ARUS KAS

KEBIJAKAN AKUNTANSI NOMOR 05 LAPORAN ARUS KAS

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 03 LAPORAN ARUS KAS

2. Klasifikasi Belanja a). Jenis Belanja - Belanja operasi dirinci menjadi belanja pegawai, belanja barang 3 = membuat klasifikasi dengan lengkap

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO.

BAB II. Tinjauan Teori dan Studi Pustaka. penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap kualitas Laporan

SEJARAH AKUNTANSI PEMERINTAH DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN/KAJIAN PUSTAKA. mencapai tujuan penyelenggaraan negara. dilakukan oleh badan eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 40 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH

LAPORAN ARUS KAS STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 03

BAB VI PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN PPKD

BAB III AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Diberlakukannya otonomi daerah, mengakibatkan daerah memiliki. hak, wewenang dan kewajibannya dalam mengatur dan mengurus secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN TERDAHULU. Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi. Tujuan dari penelitian ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II GAMBARAN UMUM KEUANGAN DAERAH

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan Pembahasan Masalah

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan reformasi di bidang akuntansi. Salah

TENTANG PEDOMAN AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM MENTERI KEUANGAN,

KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Definisi Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Akuntansi Investasi Pe

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR Proses Pelaporan Keuangan Urutan siklus akuntansi menurut Indra Bastian (2005) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

LAPORAN ARUS KAS I. PENDAHULUAN I.1 Tujuan

LAPORAN KEUANGAN DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN TAHUN 2014

ANGGARAN SEKTOR PUBLIIK (AnSP) Bandi, Dr., M.Si., Ak., CA.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN AKUNTANSI KEUANGAN NEGARA

BAB II Landasan Teori

I. PENDAHULUAN.

DAFTAR ISTILAH DAN PENUTUP. Istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Kabupaten Bungo termuat dalam daftar sebagai berikut :

SKRIPSI ANALISA PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KOTA PADANG WINDA PUSPITA SARI FAKULTAS EKONOMI

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya reformasi dibidang keuangan, maka perlu

PENYAJIAN NERACA AWAL PEMDA

KONVERSI LKPD VERSI PP NO. 24 TAHUN 2005 MENJADI LKPD VERSI PP NO. 71 TAHUN 2010 (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. sekedar cita-cita hukum ketika tidak didukung oleh keuangan negara yang

BAB I PENDAHULUAN. anggaran Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17. berbunyi sebagai berikut : Ketentuan mengenai pengakuan dan

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KECAMATAN ANTAPANI KOTA BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2014

RINGKASAN LAPORAN KEUANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 029 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BERBASIS AKRUAL

BAB I PENDAHULUAN. Berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, pemerintah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebelum berlakunya paket Undang-undang di bidang keuangan Negara,

OVERVIEW: AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PSAP NO. 04 CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

PROFIL KEUANGAN DAERAH

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Bandung ditetapkan dengan Perda nomor 13 tahun 2007 tentang Susunan Organisasi Dinas Pemerintah Kota Bandung.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Laporan Keuangan. Konsolidasian. Prosedur.

KOMITE STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Dalam teori entitas yang dikemukakan oleh Paton (Suwardjono, 2005),

Transkripsi:

BAB III PERKEMBANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN AKUNTANSI PEMERINTAH 3.1 Sistem Pembukuan Tunggal Pada awal pemerintahan Indonesia, sistem pemerintahan dan pengelolaan keuangan negara masih sederhana sehingga digunakan sistem pembukuan tunggal (single entry). Sistem ini, disebut juga akuntansi sistem kameral, merupakan sistem pencatatan yang mencatat masing-masing transaksi dicatat dalam satu catatan tunggal, yang dipakai ketika organisasi atau perusahaan masih pada tahap awal beroperasinya (Sulaiman, 1992). Sistem ini memakai sistem yang diwarisi oleh pemerintah Belanda, berdasarkan pada Indonesische Compatibiliteitswet Staatbladst (kemudian menjadi UU Nomor 9 Tahun 1968 Tentang Perbendaharaan Indonesia). Tata alur kerja dari sistem kameral ini adalah pencatatan yang diselenggarakan secara tata buku tunggal namun terbatas pada arus kas (petugas / kepala kas hanya mengisi kolom-kolom yang tersedia). Keunggulan sistem ini adalah mudah digunakan dan dipahami oleh para pengguna sistem, sedangkan kelemahannya adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada evaluasi atas transaksi yang dicatat. 2. Persiapan neraca dapat menyebabkan kesalahan. 3. Tidak dapat ditelusuri secara rinci transaksi yang dicatat, sehingga tidak dapat dilakukan audit. 4. Tidak terdapat sistem akuntansi yang terpusat dan teratur untuk keperluan pengendalian internal. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum tahun 1982, pemerintah Indonesia belum memiliki wacana transparasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan 16

keuangan negara. Penyusunan laporan keuangan pemerintah, terutama Neraca, belum dapat dilakukan, sehingga fungsi audit terhadap keuangan negara belum berjalan dengan baik. 3.2 Modernisasi Sistem Akuntansi Modernisasi akuntansi keuangan di sektor pemerintah dimulai tahun 1982. Studi ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan negara oleh Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN), yang merupakan unit eselon 1 Departemen Keuangan, melalui Proyek Penyempurnaan Sistem Akuntansi dan Pengembangan Akuntansi (PPSAPA) dengan bantuan pembiayaan dari Bank Dunia. Latar belakang proyek ini bermula dari kondisi sistem akuntansi dan pencatatan yang masih menggunakan single entry, sehingga terdapat beberapa kelemahan, yaitu (Dewi, 2001): 1. Proses penyusunan lambat karena disusun dari sub sistem yang terpisah-pisah dan tidak terpadu. 2. Sistem single entry tidak lagi memadai menampung kompleksitas transaksi keuangan pemerintah. 3. Sulit dilakukan rekonsiliasi antarsub sistem. 4. Tidak mendasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah. 5. Tidak dapat menghasilkan neraca pemerintah. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang disusun BAKUN terdiri dari dua sistem utama terpadu, yaitu Sistem Akuntansi Pusat (SAP), yang diselenggarakan oleh BAKUN, dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI), yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah non-departemen. SAP terdiri dari beberapa sub sistem yang melaporkan secara terpusat seluruh perkiraan dan transaksi keuangan pemerintah pusat sebagai suatu entitas, dan arus kas pemerintah pusat yang dikendalikan oleh unit-unit Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). 17

Sistem ini diberlakukan kepada Kantor Akuntansi Regional (KAR), yang merupakan perwakilan BAKUN disetiap propinsi, dan sistem Kantor Akuntansi Regional Khusus (KAR-K) di kantor pusat BAKUN. Laporan konsolidasi disusun di kantor pusat berdasarkan arsip data komputer dari setiap KAR (Dewi, et al). SAI, yang merupakan bagian dari SAPP yang mengolah transaksi-transaksi keuangan melalui APBN, terdiri dari beberapa sub sistem yang disesuaikan dengan struktur organisasi departemen atau lembaga departemen pemerintah non-departemen pada umumnya, yaitu Sistem Akuntansi Tingkat Departemen/Lembaga, Sistem Akuntansi Tingkat Eselon 1, Sistem Akuntansi Tingkat Kantor, dan Sistem Akuntansi Tingkat Proyek. Untuk mendorong terwujudnya penyusunan neraca dengan SAPP di daerah, BAKUN, bekerjasama dengan Departemen Dalam Negeri, membentuk Tim Studi Penyempurnaan Sistem Akuntansi dan Manajemen Keuangan Daerah. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 2000 untuk mewajibkan departemen/lembaga pemerintah non-departemen wajib menyelenggarakan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran dengan menyusun laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca departemen atau lembaga yang bersangkutan (Dewi, et al). Walaupun target jangka waktu bagi penerapan sistem ini adalah empat tahun, dimulai untuk Tahun Anggaran 1993/1994, hingga tahun 2001 belum ada departemen/nondepartemen yang menerapkan SAPP secara penuh (Dewi, et al). Rendahnya penerapan sistem ini pada tingkat daerah disebabkan, antara lain, oleh kurangnya sosialisasi yang terencana, kurangnya sumber daya manusia, resistensi dari pengguna sistem terhadap perubahan, kurang koordinasi antarlembaga terkait, hingga UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memberikan keleluasaan daerah untuk 18

mengelola keuangannya. Belum adanya Standar Akuntansi Pemerintah untuk menyamakan persepsi para penyusun neraca juga menjadi kendala bagi penerapannya, sehingga penyusunan neraca pusat dan proses konsolidasi dengan pemerintah pusat belum dapat dilakukan (Dewi, et al). 3.3 Pembaharuan Manajemen Keuangan Daerah 3.3.1 PP Nomor 105 Tahun 2000 PP Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, yang didasari oleh UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999, merupakan dasar hukum teknis bagi daerah untuk menyusun laporan keuangan dengan standar akuntansi yang ditentukan sendiri berdasarkan keputusan kepala daerah. Dalam PP ini terdapat wacana mengenai pelaporan kinerja yang disusun dengan menggunakan suatu standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya, walaupun masih sederhana (pasal 20 ayat 2). Format laporan pertanggungjawaban yang dibuat kepala daerah pada era otonomi adalah (pasal 38): Laporan Perhitungan APDB Nota Perhitungan APBD Laporan Aliran Kas Neraca Daerah. Dengan adanya UU otonomi ini, daerah diberi keleluasaan mengelola keuangannya sendiri dengan sedikit campur tangan pemerintah pusat. Target pelaporan yang baru tersebut, yaitu untuk tahun anggaran 2001, tidak tercapai karena belum seluruh daerah membuat laporan. Walaupun standar akuntansi belum ada hingga tahun 2005, penyusunan laporan keuangan ini harus dilakukan karena merupakan pertanggungjawaban daerah kepada DPRD dengan menggunakan standar yang berlaku (pasal 35). Perbandingan antara 19

sistem yang lama (Manual Administrasi Keuangan Daerah MAKUDA) dengan yang baru (PP 105/2000) dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini (Bastari, 2004): Tabel 3.1 Perbandingan MAKUDA dengan PP 105/2000 Perbedaan MAKUDA PP 105/2000 Sistem pencatatan double Sistem pencatatan single entry entry, untuk dapat menyusun Sistem pencatatan (Pembukuan tunggal / tidak neraca diperlukan adanya berpasangan) sistem pencatatan yang akurat (appropriate recording) Jenis anggaran Orientasi Laporan yang dihasilkan Pengakuan dan pencatatan belanja dan pendapatan Struktur Anggaran Dual budget (rutin dan pembangunan), dokumen anggaran DIKDA dan DIPDA Incremental budget, fokus pada jenis belanja, input oriented Laporan Perhitungan Anggaran dan Nota Perhitungan Basis kas, diakui pada saat kas dibayar atau diterima dari kas daerah. Belanja modal tidak diakui sebagai aset tetap, dicatat pada Laporan Realisasi Anggaran Anggaran berimbang dan dinamis, dengan struktur anggaran Pendapatan Daerah sama dengan Belanja Daerah, tidak ada anggaran surplus atau defisit. Pinjaman dicatat sebagai penerimaan. Unified budget (anggaran terpadu) Performance budget (basis kinerja), output orientated Laporan Perhitungan Anggaran, Nota Perhitungan, Neraca Daerah, Laporan Arus Kas Basis kas pada saat dibayar atau diterima, pada pencatatan menggunakan basis modifikasi kas. Belanja modal dan investasi dicatat pada Neraca Daerah. Adanya surplus atau defisit anggaran, dengan struktur: Pendapatan : xxx Belanja : (xxx) Surplus (Defisit) xxx Pembiayaan xxx Pembiayaan digunakan untuk menutup defisit anggaran, sumber dana dari pinjaman dan penjualan aset daerah atau kekayaan daerah yang dipisahkan 20

3.3.2 Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Untuk mengisi kekosongan standar, Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, menjadi patokan bagi pemerintah daerah untuk menyusun laporan keuangan sesuai dengan PP 105/2000. Aset tetap didepresiasi, dapat digunakan sistem pencadangan dana yang akan digunakan untuk mengganti aset pada akhir masa umur ekonomisnya (pasal 1 huruf m), metode depresiasi adalah metode garis lurus (pasal 13 ayat 1). Klasifikasi aset tetap berdasarkan fungsinya sehingga dalam satu pos akun, misalnya Tanah, dibagi kedalam sub klasifikasi (misalnya Tanah Kantor, Tanah Rumah Sakit) 3.3.3 KMK 355/KMK.07/2001 Untuk membantu mempercepat penerapan sistem akuntansi, dibentuk tim Pokja Evaluasi Pembiayaan dan Informasi Keuangan Daerah sesuai dengan KMK Nomor 355/KMK.07/2001. Tim ini bertugas untuk menyusun buku panduan teknis bagi daerah dalam pengelolaan keuangannya. Terdapat empat buku panduan teknis yang masingmasing mengatur tentang pos-pos Neraca, perhitungan Anggaran dan pedoman akuntansi. Buku 4 Tentang Pedoman Akuntansi memaparkan siklus keuangan daerah mulai dari kerangka umum sistem informasi keuangan daerah hingga prosedur pelaporan APBD ke DPRD. Dengan adanya peraturan ini, ditambah dengan pedoman Standar Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang disusun tim Pokja, laporan pertanggungjawaban keuangan daerah menjadi lebih transparan dan akuntabel kepada publik. 21

3.4 Standar Akuntansi Pemerintah Sebelum diberlakukannya UU Nomor 17 Tahun 2003, yang merupakan momentum penyusunan standar akuntansi pemerintah, terdapat perselisihan antara BAKUN dengan IAI tentang wewenang menyusun standar akuntansi yang berlaku umum. Pada tahun 2001, Kompartemen Akuntan Sektor Publik yang berada dibawah IAI telah menyusun draft standar akuntansi sektor publik / pemerintah, yang menjadi pemicu perselisihan antarlembaga tersebut. Argumen dari kalangan akademisi yaitu melihat contoh kasus di Amerika, dimana standar akuntansi pemerintah disusun oleh Governmental Acconting Standard Board (GASB) yang berada dalam naungan suatu badan independen Financial Accounting Foundation (FAF), sehingga pemerintah dipandang sebagai user dari standar tersebut. 3.4.1 UU Nomor 17 Tahun 2003 UU Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara mewajibkan adanya suatu standar akuntansi pemerintah sebagai basis penyusunan laporan keuangan instansi pemerintah. Pembentukan komite penyusunan standar dilakukan pemerintah pada tahun 2005, sesuai dengan pasal 32 UU Nomor 17 Tahun 2003, yang merupakan komite gabungan antara pemerintah dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Undang-undang ini merupakan salah satu bentuk respon pemerintah terhadap masalah transparasi pengelolaan keuangan yang buruk, selain untuk memenuhi prasyarat tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang diajukan International Monetary Fund (IMF) dalam pemberian dana bantuan pemulihan ekonomi pasca krisis. Pasal 29 menyebutkan, dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, perlu ditetapkan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara. Kaidah hukum yang ada masih menggunakan UU 9/1968, sehingga perlu disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Oleh karena itu, disusun UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang 22

Perbendaharaan Negara yang mengatur wewenang dan tugas pejabat yang ditunjuk untuk mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Peraturan ini juga mengatur tentang pelaksanaan pendapatan dan belanja, pengelolaan uang, pengelolaan piutang dan utang, pengendalian intern, penyelesaian kerugian, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum di tingkat pusat dan daerah. Terkait dengan pengelolaan piutang, penyelesaiannya tergantung dari nilai nominalnya dan diatur dalam peraturan yang berbeda-beda. Penyelesaian piutang yang timbul dari akibat hubungan keperdataan (pasal 36 ayat 1 dan 2) ditetapkan oleh: 1. Menteri Keuangan; jika bagian yang tidak disepakati Rp 10.000.000.000; 2. Presiden; jika bagian yang tidak disepakati Rp 10.000.000.000 Rp 100.000.000.000; 3. Presiden, setelah mendapat pertimbangan DPR > Rp 100.000.000.000 3.4.2 Keppres Nomor 84 Tahun 2004 Pembentukan Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP), yang merupakan penyempurnaan dari komite serupa yang dibentuk Menteri Keuangan pada tahun 2002, ditetapkan dengan Keppres Nomor 84 Tahun 2004 yang bertugas menelaah ulang dan menyempurnakan draft publikasian Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang dihasilkan oleh komite sebelumnya. Pasal 2 Keppres 84/2004 menyebutkan KSAP dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Komite Konsultatif Komite ini bertugas memberikan konsultasi dan pendapat, dengan struktur anggota dari Dirjen Perbendaharaan (Depkeu), Dirjen Otonomi Daerah (Depdagri), Staf 23

Ahli Menkeu Bidang Pengeluaran Negara, Ketua IAI, serta ketua asosiasi pemerintah daerah tingkat propinsi, kabupaten dan kota diseluruh Indonesia. 2. Komite Kerja Komite ini bertugas mempersiapkan, merumuskan, dan menyusun konsep Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Struktur anggota komite sama dengan komite konsultatif ditambah unsur dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 3.4.3 PP Nomor 24 Tahun 2005 Setelah melalui pertimbangan dari BPK, draft tersebut diresmikan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang terdapat pada Lembar Tambahan Negara PP Nomor 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut: 1. PSAP No. 1 Tentang Penyajian Laporan Keuangan. Laporan keuangan yang harus disusun adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan. 2. PSAP No. 2 Tentang Laporan Realisasi Anggaran. Laporan ini menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran, belanja, transfer, surplus / defisit, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. 3. PSAP No. 3 Tentang Laporan Arus Kas. Informasi arus kas sebagai indikator jumlah arus kas dimasa yang akan datang, untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya, pertanggungjawaban aliran kas masuk dan kas keluar pada periode pelaporan, 24

untuk mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah (termasuk likuiditas dan solvabilitas). 4. PSAP No. 4 Tentang Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan mungkin mengandung informasi yang dapat menimbulkan potensi kesalahpahaman bagi pengguna, sehingga Catatan Atas Laporan Keuangan disusun untuk memudahkan pengguna dalam memahaminya. 5. PSAP No. 5 Tentang Akuntansi Persediaan. PSAP ini mengatur tentang definisi persediaan, pengakuan dan pengukuran. Sebelumnya, pengakuan secara kas tidak memungkinkan entitas melaporkan keadaan persediaan yang sebenarnya sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan secara objektif. 6. PSAP No. 6 Tentang Akuntansi Investasi. Pemerintah melakukan investasi dengan beberapa alasan, antara lain memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka pendek, dalam rangka manajemen kas. Pengakuan kas yang dikeluarkan untuk investasi adalah yang memenuhi syarat: (1) kemungkinan masa manfaat ekonomi di masa datang dapat diperoleh, (2) nilai perolehan atau nilai wajar dapat diukur secara memadai (reliable). 7. PSAP No. 7 Tentang Akuntansi Aset Tetap. Aset Tetap tidak termasuk hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, maupun yang tidak. Namun, standar ini berlaku bagi aset tetap yang digunakan untuk mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset dalam sumber alam tersebut, dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut. 25

8. PSAP No. 8 Tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan. Konstruksi Dalam Pengerjaan termasuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. 9. PSAP No. 9 Tentang Akuntansi Kewajiban. Mengatur tentang klasifikasi, pengakuan, pengukuran, penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo, tunggakan, restrukturisasi utang, penghapusan utang dan biaya-biaya yang berhubungan dengan utang pemerintah. 10. PSAP No. 10 Tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Peristiwa Luar Biasa. Standar ini tidak mengatur tentang (1) adopsi kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya dan (2) adopsi kebijakan yang sebelumnya tidak ada atau tidak material. 11. PSAP No. 11 Tentang Laporan Keuangan Konsolidasian. Standar ini mengatur tentang laporan keuangan konsolidasian tingkat pusat, sedangkan tingkat daerah diatur dengar peraturan daerah masing-masing yang mengacu pada standar. Basis yang digunakan dalam PP 24/2005 adalah basis cash toward accrual, sehingga pendapatan dan belanja diakui secara kas namun aset dan kewajiban pada akrual. Strategi ini diambil oleh pemerintah untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dari masalah yang timbul dalam rangka menuju akuntansi basis akrual yang penuh. 26

3.5 Perkembangan Terbaru Untuk mendukung pelaksanaan PP 24/2005, pemerintah mengesahkan peraturanperaturan yang berhubungan dengan pembenahan sistem dan pengelolaan keuangan pemerintah daerah. 3.5.1 Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006 Kepmendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan landasan teknis bagi daerah untuk mengelola keuangannya. Terkait dengan prosedur akuntansi keuangan daerah, peraturan ini lebih spesifik mengatur tentang perlakuan akuntansi untuk penerimaan dan pengeluaran kas serta bukti-bukti transaksi, buku jurnal penerimaan kas, buku besar, buku besar pembantu, prosedur akuntansi aset, dan prosedur akuntansi selain kas. Dengan Kepmendagri ini, pemerintah daerah wajib menyusun neraca secara berkala, yang berarti menuntut sesegera mungkin bagi pemda untuk menginventarisasi aset yang dimiliki. Selain itu, Kepmendagri 13/2006 sebagai peraturan pengganti Kepmendagri 29/2002. Terkait dengan Belanja, peraturan ini membagi klasifikasi yang diatur PP 24/2005 kedalam: Urusan pemerintahan (pasal 32 ayat 1) Urusan wajib (Pasal 32 ayat 2) Urusan pilihan (pasal 32 ayat 3) Fungsi (pasal 33) Organisasi (pasal 34) Program dan kegiatan (pasal 35) Kelompok belanja (pasal 36). Dengan adanya klasifikasi ini, maka struktur belanja daerah akan lebih terkontrol dan mudah ditelusuri secara ekonomis. 27

3.5.2 PP Nomor 56 Tahun 2006 Seiring dengan perkembangan teknologi, akses informasi bagi masyarakat luas semakin mudah dan terjangkau. Dalam menanggapi perkembangan tersebut, pemerintah menyusun PP Nomor 56 Tahun 2006 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah, untuk membentuk sistem informasi keuangan yang lebih terbuka dan memudahkan proses konsolidasi antara pusat dan daerah. Jenis laporan yang harus disampaikan daerah kepada pemerintah, sesuai dengan pasal 4 (1), adalah APBD dan realisasinya di tingkat propinsi, kabupaten dan kota, neraca daerah, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan daerah, Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan, laporan keuangan perusahaan daerah, dan dana yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah. 3.5.3 PP Nomor 8 Tahun 2006 PP Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah mengharuskan pemerintah daerah menyusun dua jenis laporan, yaitu Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Terkait dengan Laporan Kinerja, laporan ini berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD. Dengan adanya laporan ini, pemerintah memiliki gambaran yang jelas mengenai proses pengalokasian anggaran berdasarkan kegiatan serta indikator kinerjanya. Laporan ini akan meningkatkan efektifitas pencapaian target anggaran setiap program dan kegiatan yang telah dilakukan pemerintah. 28