EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

Proses Penularan Penyakit

BAB I PENDAHULUAN.

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. 1

an to so', Rmbarita L.P. ', (Pktarina R., M. sudomo2

KEPATUHAN MASYARAKAT TERHADAP PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN BELITUNG TIMUR TAHUN 2008

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL DI KABUPATEN MUARO JAMBI, JAMBI Santoso 1, Yulian Taviv 1

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT KECAMATAN MADANG SUKU III KABUPATEN OKU TIMUR TENTANG FILARIASIS LIMFATIK

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

ABSTRAK PREVALENSI FILARIASIS DI KOTA BEKASI PERIODE

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

PENENTUAN JENIS NYAMUK Mansonia SEBAGAI TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS Brugia malayi DAN HEWAN ZOONOSIS DI KABUPATEN MUARO JAMBI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP FILARIASIS DI KABUPATEN MAMUJU UTARA, SULAWESI BARAT. Ni Nyoman Veridiana*, Sitti Chadijah, Ningsi

Perilaku mikrofilaria Brugia malayi pada subjek Filariasis di Desa Polewali Kecamatan Bambalamotu Kabupaten Mamuju Utara Sulawesi Barat

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

Filariasis Limfatik di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

ARTIKEL PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARARAT DALAM PENGOBATAN FILARIASIS LIMFATIK DI KECAMATAN TIRTO KABUPATEN PEKALONGAN. Tri Ramadhani *, M.

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

Study of Society's Knowledge, Attitude andpractic (KAP) about Lymphatic Filariasis in Pabean Village, Pekalongan Utara Sub District, Pekalongan City

TUGAS PERENCANAAN PUSKESMAS UNTUK MENURUNKAN ANGKA KESAKITAN FILARIASIS KELOMPOK 6

BAB 1 PENDAHULUAN. (Harijanto, 2014). Menurut World Malaria Report 2015, terdapat 212 juta kasus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. klinis, penyakit ini menunjukkan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

Community Characteristics and Behavior Related to Filariasis in Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

Vol.8 No.2 Oktober Marzuki, Onny Setiani, Budiyono

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB 1 RANGKUMAN Judul Penelitian yang Diusulkan Penelitian yang akan diusulkan ini berjudul Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah.

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

Biting activities of Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae) in Batanghari District, Jambi Province

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

GAMBARAN PEMBERIAN OBAT MASAL PENCEGAHAN KAKI GAJAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WELAMOSA KECAMATAN WEWARIA KABUPATEN ENDE TAHUN ABSTRAK

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

KERANGKA ACUAN KERJA ( KAK ) KEGIATAN POMP FILARIASIS PUSKESMAS KAWUA

Studi Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten Pekalongan

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

PEMERIKSAAN MIKROFILARIA DI DUSUN CIJAMBAN KECAMATAN PANUMBANGAN KABUPATEN CIAMIS. Mei Widiati*, Ary Nurmalasari, Septi Nurizki ABSTRACT

The occurrence Factor of Filariasis Transmission In Lasung Health Centers Kusan Hulu Subdistrict, Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

Model Penyebaran Penyakit Kaki Gajah di Kelurahan Jati Sampurna

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI PUSKESMAS SUNGAI AYAK III KALIMANTAN BARAT TAHUN 2010

SOP POMP FILARIASIS. Diposting pada Oktober 7th 2014 pukul oleh kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Juli Desember Abstract

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

KUESIONER. Petunjuk : Lingkari jawaban yang menurut saudara paling benar. 1. Salah satu upaya pemberantasan malaria dilakukan dengan surveilans

BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR, KABUPATEN OKU TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 006 Santoso 1, Ambarita L.P. 1, Oktarina R., 1 M. Sudomo 1 Loka Litbang PB Baturaja Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan Jakarta EPIDEMIOLOGY FILARIASIS IN SUNGAI RENGIT VILLAGE, DISTRICT TALANG KELAPA, BANYUASIN REGENCY 006 Abstract. Study on the epidemiology of filariasis in Sungai Rengit Village, Talang Kelapa District, Banyuasin Regency has been conducted in 006. The objectives of the study were to identify the prevalence of microfilaria rate (Mf rate), the vector, prevalence among annimals (zoonosis), Knowledge Attitude and Practice (KAP) of the community filariasis. The number of people examined were 401 people and out of this number 9 people were mf positive. The Mf rate was.4% and the density was 5.69 per 0 mm³. Periodicity study was done in 6 positive persons. Blood was taken from each patient every hours in 4 hours. The highest density was 16.4 per mm³ found in 1 patient. While the highest mean of Mf at 4.00 (.9 mf per 0 mm³). According to the analysis it was found that the parasite was nocturnally periodic in 4 patients and nocturnally sub periodic in patients. Examination on 1,174 mosquitos found no filarial larvae. The most abundant mosquitos was Mansonia uniformis (868). Examination on 11 cats resulted negative for microfilaria. Result of environment observation, shown that most of the cases lived near survey areas, which are apparently the habitat of Mansonia spp. Result of the KAP study shown that most of the respondents have lack of knowledge on filariasis, symptoms, transmission, prevention as well as the theraphy. Keyword: Epidemiology Filariasis, periodicity, microfilaria, vector, KAP PENDAHULUAN Filariasis merupakan salah satu penyakit tertua dan paling melemahkan yang dikenal dunia. Filariasis limfatik diidentifikasikan sebagai penyebab kecacatan menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental. Di Indonesia, filariasis menyebabkan kerugian ekonomi yang utama bagi penderita dan keluarganya. Selain itu juga menimbulkan dampak psikologis bagi penderitanya, yaitu mereka yang hidup dengan gejala kronis akan menderita karena diasingkan keluarganya dan masyarakat, juga mengalami kesulitan mendapatkan suami atau istri dan menghambat keturunan. (1) Filariasis (penyakit kaki gajah) di Kabupaten Banyuasin sampai dengan tahun 005 masih menjadi masalah kesehatan dengan masih terdapatnya daerahdaerah dengan penderita kronis dan Microfilaria Rate (Mf rate) yang berkisar antara 0 7,6%. Jumlah kasus klinis filariasis di wilayah Kab. Banyuasin dari tahun 00-005 tercatat sebanyak 15 kasus yang tersebar di 11 kecamatan. () Saat ini pemerintah daerah setempat dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin telah

menetapkan wilayah kerja Puskesmas Sembawa dan Puskesmas Betung sebagai daerah percontohan eliminasi penyakit kaki gajah. () Secara epidemiologis dapat dikatakan bahwa filariasis melibatkan banyak faktor yang sangat kompleks yaitu cacing filaria sebagai agen penyakit, manusia sebagai inang dan nyamuk dewasa sebagai vektor serta faktor lingkungan fisik, biologik dan sosial, yaitu faktor sosial ekonomi dan perilaku penduduk setempat. (4, 5) Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menekan angka Microfilaremia perlu mempertimbangkan aspek epidemiologi. Seperti telah diketahui bahwa filariasis di Kabupaten Banyuasin disebabkan oleh cacing Brugia malayi. Filariasis brugia merupakan penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi hewan selain manusia yaitu: kera (Macaca fascicularis), lutung (Presbythis cristatus) dan kucing (Felis catus) sedangkan anjing (Canis fascicularis) adalah reservoar untuk Dirofilaria immitis. (6) Sampai sejauh ini belum diketahui apakah B. malayi di Kabupaten Banyuasin juga merupakan zoonosis. Hal kedua yang penting adalah untuk mengetahui periodisitas dari B. malayi. (7) Evaluasi kegiatan pengobatan massal juga perlu diteliti untuk menilai keberhasilan kegiatan pengobatan filariasis yang sudah dilakukan. Di samping itu juga perlu diketahui Pengetahuan Sikap dan Perilaku (PSP) masyarakat tentang filariasis untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi program P Filariasis dalam melaksanakan kegiatan pengobatan massal. (8) Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka eliminasi filarisis adalah dengan cara memutuskan rantai penularannya. Pemutusan rantai penularan dapat dilakukan dengan cara pengendalian nyamuk sebagai vektor filarisis. Untuk mengendalikan vektor perlu diketahui perilaku dan habitat vektor tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang filarisis menyangkut vektor dan zoonosis (binatang yang bertindak sebagai reservoar filariasis) sehingga upaya eliminasi filariasis dapat dilakukan dengan metode yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan baik lingkungan fisik, biologik maupun sosial budaya. BAHAN DAN CARA Penelitian dilakukan di Dusun I Desa Sungai Rengit Kecamatan Talang Kelapa. Sampel penelitian untuk Survey Darah Jari (SDJ) sebanyak 401 orang, pemeriksaan periodisitas dilakukan pada 6 orang penderita filariasis, kucing diperiksa 11 ekor, nyamuk tertangkap dan diperiksa (9,, 11) sebanyak 1.174 ekor. Pemeriksaan SDJ dilakukan pada malam hari mulai pukul 19.00-4.00 WIB. Pengambilan darah dilakukan terhadap seluruh penduduk desa pada seluruh golongan umur dengan menggunakan tabung kapiler non heparin. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium Loka Litbang PB Baturaja. (8) Pengukuran periodisitas dilakukan terhadap penderita mikrofilaria berdasarkan hasil SDJ. Pemeriksaan dilakukan selama 4 jam dengan interval jam sehingga diperoleh 1 slide per orang. Pemeriksaan dimulai pukul 16.00-14.00 WIB. Kemudian dilakukan penghitungan terhadap kepadatan larva filaria setiap jamnya dengan melakukan pengamatan secara mikroskopis untuk masing-masing slide sehingga diketahui gambaran periodisitas parasit filariasis dalam darah sampel. Penangkapan nyamuk metode landing collections di dalam dan luar rumah. Penangkapan nyamuk dilaksanakan

semalam suntuk pukul 18.00 06.00 WIB. Penangkapan nyamuk yang hinggap pada orang baik di dalam maupun di luar rumah selama 40 menit dilakukan oleh 6 orang ( di dalam di luar rumah). Penangkapan nyamuk dengan light trap di kandang ternak/semak-semak/pohon dilakukan di luar rumah dengan memasang light trap di pohon dan di kandang ternak sepanjang malam. Selain itu juga dilakukan holding terhadap beberapa nyamuk yang tertangkap. Seluruh nyamuk yang tertangkap dibedah baik secara massal maupun individual untuk mengetahui adanya larva filaria di dalam tubuh nyamuk. Pemeriksaan dilakukan terhadap kucing yang tertangkap untuk mengetahui kemungkinan adanya zoonosis. Kucing digendong kemudian pada telinga dibuat tusukan dengan lancet, diambil darahnya dengan tabung kapiler sebanyak 0 mm. Selanjutnya diperiksa di laboratorium untuk mengetahui adanya mikrofilaria dalam tubuh kucing. Pemetaan kasus penyakit kaki gajah dan tempat perindukan nyamuk vektor. Pemetaan dilakukan dengan cara observasi (penjelajahan wilayah) dan pemetaan. Objek-objek seperti rumah, mata air, sungai, kandang ternak, tempat perindukan nyamuk dan lain-lain akan digambar secara manual dalam bentuk peta. Data PSP masyarakat tentang filariasis diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden terpilih dengan menggunakan kuesioner terstruktur. HASIL Survey Darah Jari (SDJ) Pengambilan darah dilakukan sebanyak 4 kali dengan jumlah penduduk yang diperiksa sebanyak 401 orang. Jumlah yang positif microfilaria sebanyak 9 orang (Mf rate,4%) dengan kepadatan parasit antara -15 parasit/0 mm (seluruhnya spesies Brugia malayi). Berikut data hasil pemeriksaan parasit (Tabel 1). Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa sebagian besar penduduk yang diperiksa adalah golongan umur <0 tahun. Hal ini disebabkan karena pada saat kegiatan SDJ sebagian besar penduduk yang dewasa masih berada di kebun dan tidak pulang pada saat kegiatan SDJ dilaksanakan. Menurut informasi yang diperoleh dari Kadus I diketahui bahwa masih banyak penduduk yang berusia >0 tahun belum memeriksakan diri untuk diambil sediaan darahnya. Sementara berdasarkan hasil pengambilan darah selama 4 kali (Juni, Juli, Agustus, Oktober 006) di Desa Sungai Rengit diperoleh jumlah positif microfilaria sebanyak 9 orang (,4%) dari 401 orang yang diperiksa slidenya. Berikut distribusi hasil pemeriksaan sediaan darah filarial berdasarkan RT, umur, jenis kelamin dan kepadatan parasit di Desa Sungai Rengit: (Tabel ). Kasus tersebut seluruhnya merupakan kasus baru berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan selama penelitian dan seluruh kasus yang ditemukan tersebut belum menunjukkan adanya gejala klinis (belum ada pembekakan). Sementara pada tahun 1998 di desa Sungai Rengit telah dilakukan SDJ terhadap 17 orang dan ditemukan 5 orang yang positif mikrofilaria dengan kepadatan parasit rata-rata 5,79 dan Mf rate sebesar,9%. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa angka mikrofilaria (Mf rate) di Desa Sungai Rengit masih cukup tinggi (,4%). Hal ini menunjukkan bahwa Desa Sungai Rengit Kabupaten Banyuasin masih merupakan daerah endemis filariasis (Mf rate >1%) walaupun pada tahun 1998 pernah dilakukan pengobatan massal.

Tabel 1. Distribusi Penduduk Yang Diperiksa Darahnya Menurut Golongan Umur Selama 4 Kali Pengambilan (Juni-Oktober 006) No Golongan Umur Juni Juli Agustus Oktober Jumlah Persen (%) 1 4 5 6 0- tahun 11-0 tahun 1-0 tahun 1-40 tahun 41-50 tahun >50 tahun 15 5 18 1 1 7 4 5 0 1 9 8 11 19 5 4 14 18 84 8 8 70 51 0,9 0,4 0,4 17,5 8,0 1,7 Total 114 44 10 1 401 0 Tabel. Distribusi Hasil Pemeriksaan Darah Menurut Umur dan Jenis Kelamin Selama 4 Kali Pengambilan (Juni-Oktober 006) No Nomor Subyek RT Umur (Tahun) Jenis Kelamin 1 4 5 6 7 8 9 Subjek I Subjek II Subjek III Subjek IV* Subjek V* Subjek VI* Subjek VII Subjek VIII Subjek IX 1 4 5 7 6 1 5 75 5 40 9 47 50 Perempuan Jumlah Mf per 0 mm³ 4 1 1 15 Kepadatan rata-rata mikrofilaria 5,694 * Tinggal serumah (keluarga) Kegiatan pengobatan massal yang pernah dilakukan di Desa Sungai Rengit kurang memberikan dampak terhadap penurunan kasus filariasis, hal ini terlihat dengan masih terjadinya penularan kasus filariasis dengan ditemukannya kasus positif yang baru berdasarkan hasil SDJ yang dilakukan. Kegagalan pengobatan massal yang dilakukan kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya kurangnya kesadaran masyarakat untuk minum obat atau kurangnya pengawasan dari petugas kesehatan/kader setempat sehingga banyak masyarakat yang tidak mau minum obatnya karena merasa tidak sakit. Bila dilihat dari proporsi yang positif mikrofilaria berdasarkan jenis kelamin dan golongan umur ternyata sebagian besar adalah laki-laki dengan usia rata-rata di atas 0 tahun (hanya 1 orang yang perempuan dan 1 orang usia <0 tahun). Sementara bila dilihat menurut tempatnya, maka jumlah kasus terbanyak di RT sebanyak 4 kasus (44,44%) dengan diantaranya mempunyai hubungan keluarga dan tinggal serumah. Apabila dihubungkan dengan teori tentang transmisi penyakit kaki gajah bahwa seseorang dapat terinfeksi penyakit kaki gajah apabila mendapat gigitan nyamuk vektor selama ribuan kali, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa di desa Sungai Rengit masih terjadi penularan penyakit (penularan setempat). Hal ini didukung dengan kondisi lingkungan di

Desa Sungai Rengit khususnya di RT 1, RT dan RT merupakan daerah rawa yang banyak tanaman airnya sehingga menjadi tempat perindukan yang potensial bagi nyamuk Mansonia yang merupakan vektor utama penyakit filariasis di Sumatera Selatan. Periodisitas Parasit Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 401 sediaan darah diperoleh 9 orang yang menderita filariasis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap 6 orang yang positif untuk mengetahui periodisitas parasit di wilayah Desa Sungai Rengit. Pemeriksaan dilakukan selama 4 jam (jam 16.00-14.00 WIB) dengan interval waktu selama jam sehingga diperoleh masingmasing 1 sediaan darah/orang. Berikut grafik hasil pemeriksaan terhadap 6 orang selama 4 jam: (Grafik 1 dan ). Grafik 1. Kepadatan Parasit Rata-rata Pada 6 Subyek Selama 1 Kali Pemeriksaan Kepadatan Parasit.47.50.8.185.00.991.91.50.579.4.00 1.50 1.81 1.48 1.00 1.059 1.1891.161 0.50 0.00 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00 Grafik. Kepadatan Mikrofilaria pada Subyek I Kepadatan Mikrofilaria 18.00 16.00 14.00 1.00.00 8.00 6.00 4.00.00 0.00 4.899 1.48 8.66 14.071 5.745 8.66 8.950 16.4.464.000 1.414 1.7 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00

Berdasarkan Grafik 1 terlihat kepadatan rata-rata mikrofilaria yang tertinggi pada Subjek I sebesar 5,546 per 0 mm³ dan terendah pada subjek VI sebesar 1,88 per 0 mm³. Sedangkan kepadatan rata-rata mikrofilaria secara keseluruhan sebesar 1,986 per 0 mm³. Puncak kepadatan mikrofilaria dari 6 subjek penelitian ternyata bervariasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 6 subjek penelitian ternyata diketahui bahwa mulai jam.00-0.00 WIB semuanya ditemukan adanya mikrofilaria. Hal ini menunjukkan bahwa puncak aktivitas mikrofilaria terjadi pada.00-0.00 WIB. Sementara kepadatan mikrofilaria per orang per jam dapat dilihat pada grafik berikut: (Grafik,, 4, 5, 6 & 7). Grafik. menunjukkan bahwa pada subjek I ternyata selama 1 kali pemeriksaan sediaan darah selalu ditemukan adanya mikrofilaria. Hal ini menunjukkan bahwa mikrofilaria pada subjek I bersifat sub periodic nokturna artinya mikrofilaria bisa terdapat dalam darah tepi pada malam dan siang hari. Puncak kepadatan mikrofilaria pada subjek I terjadi pada pukul 06.00 WIB dengan kepadatan 16,4 mikrofilaria per 0 mm³ dan terendah pada pukul.00 WIB sebesar 1,414 mikrofilaria per 0 mm³. Grafik menunjukkan bahwa mikrofilaria pada Subjek II baru ditemukan pada pukul 18.00 WIB dengan puncak kepadatan mikrofilaria terjadi pada pukul.00 WIB dan pukul 04.00 WIB. Sementara pada pukul 06.00 WIB tidak ditemukan adanya mikrofilaria tetapi pada pukul 08.00 WIB ternyata ditemukan kembali adanya mikrofilaria. Selanjutnya pada pukul.00 WIB tidak ditemukan mikrofilaria tetapi pada pukul 1.00 WIB dan pukul 14.00 WIB ternyata ditemukan kembali adanya mikrofilaria. Pada Grafik 4 terlihat bahwa mikrofilaria pada subjek III baru ditemukan pada pukul 0.00 WIB dengan puncak kepadatan mikrofilaria pada pukul 00.00 WIB sebesar 4,47 mikrofilaria per 0 mm³. Sementara mulai pukul 08.00-14.00 WIB tidak ditemukan adanya mikrofilaria. Hal ini berarti bahwa mikrofilaria pada Grafik. Kepadatan Mikrofilaria pada Subyek II Kepadatan Mikrofilaria 4.00.50.00.50.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.000 1.414 1.414.464.88.450.464 0.000.450 0.000 1.414 1.414 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00

Grafik 4. Kepadatan Mikrofilaria pada Subyek III Kepadatan Mikrofilaria 5.00 4.50 4.00.50.00.50.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.0000.000 1.414.464 4.47 1.7.464 1.7 0.0000.000 0.000 0.000 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00 Grafik 5. Kepadatan Mikrofilaria pada Subyek IV 8.00 Kepadatan Mikrofilaria 7.00 6.00 5.00 4.00.00.00 1.00 7.071 6.481 4.899 4.4.88 1.7 1.414 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00 subjek III mempunyai periodisitas nokturna artinya bahwa mikrofilaria hanya terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Periodisitas Subjek IV pada Grafik 5. hampir sama dengan periodisitas pada Subjek III. Mikrofilaria mulai ditemukan pada Subjek IV pada pukul 16.00-04.00 WIB dengan puncaknya pada pukul 0.00 WIB dengan kepadatan 7,071 mikrofilaria per mm³. Berdasarkan grafik tersebut maka mikrofilaria pada Subjek IV juga mempunyai periodisitas nokturna artinya mikrofilaria hanya terdapat dalam darah tepi pada malam hari. Subjek V memiliki periodisitas yang hampir sama dengan Subjek III dan Subjek IV seperti yang ditunjukkan pada Grafik 6. Mikrofilaria ditemukan pada Subjek V mulai pukul 18.00-06.00 WIB. Puncak kepadatan parasit ditemukan pada

pukul 06.00 WIB. Sifat mikrofilaria pada Subjek V sama dengan Subjek III dan Subjek IV yaitu periodisitas nokturna karena mikrofilaria hanya ditemukan pada darah tepi pada waktu malam hari. Berdasarkan Grafik 7. terlihat bahwa mikrofilaria pada Subjek VI juga mempunyai periodisitas nokturna. Mikrofilaria mulai ditemukan pada pukul 18.00 WIB dengan puncak kepadatan mikrofilaria terjadi pada pukul 0.00 WIB dengan kepadatan mikrofilaria,450 per cu mm. Kemudian pada pukul 0.00 WIB tidak ditemukan adanya mikrofilaria dan selanjutnya pada pukul.00-0.00 WIB ditemukan kembali adanya mikrofilaria dalam darah tepi Subyek VI. Tetapi pada pukul 04.00 WIB mikrofilaria tidak ditemukan dan pada pukul 06.00 WIB ditemukan kembali adanya mikrofilaria. Mulai pukul 08.00-14.00 WIB tidak ditemukan kembali adanya mikrofilaria dalam darah tepi Subyek VI. Grafik 6. Kepadatan Mikrofilaria pada Subyek V Kepadatan Mikrofilaria 4.50 4.00.50.00.50.00 1.50 1.00 0.50.450.000.000 1.7 1.414 1.414.87 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00 Grafik 7. Kepadatan Mikrofilaria pada Subyek VI.00 Kepadatan Mikrofilaria.50.00 1.50 1.00 0.50 1.7 1.414.000.450 1.7 0.00 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 16.00 18.00 0.00.00 00.00 0.00 04.00 06.00 08.00.00 1.00 14.00

Vektor Filariasis Jumlah nyamuk yang tertangkap selama kali penangkapan sebanyak 1.156 terdiri dari 15 spesies dengan jumlah terbanyak adalah nyamuk Mansonia uniformis (74,74%) yang telah dinyatakan sebagai vektor filariasis di wilayah Sumatera Selatan. Namun berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan ternyata tidak ditemukan adanya larva filaria dalam tubuh nyamuk. Berikut data hasil penangkapan nyamuk selama kali penangkapan: (Grafik 8) Grafik 9. menunjukkan jumlah nyamuk yang tertangkap per jam. Puncak kepadatan nyamuk terjadi pada jam 19.00-0.00 WIB dengan jumlah nyamuk tertangkap sebanyak 158 ekor, kelembaban pada saat itu adalah 8%. Selain dilakukan penangkapan nyamuk dengan metode landing collection juga dilakukan penangkapan nyamuk resting indoor/outdoor selama 6 jam (pukul 18.00-4.00 WIB). Penangkapan hanya dilakukan 1 kali. Nyamuk yang tertangkap selanjutnya di pelihara (holding) selama 1 hari. Jumlah nyamuk yang tertangkap sebanyak 18 ekor, terdiri dari 4 spesies: 1 ekor Annopheles, 11 ekor Cullex, 4 ekor Mansonia dan ekor Armigeres. Namun setelah dilakukan holding selama 1 hari nyamuk yang masih hidup tinggal 9 ekor (8 ekor Culex, 1 ekor Armigeres). Setelah dilakukan pembedahan secara individu ternyata tidak ditemukan larva filaria dalam tubuh nyamuk. Zoonosis (Pengambilan darah hewan) Pengambilan darah hewan dilakukan terhadap 11 ekor kucing (Felis catus) untuk melihat kemungkinan adanya infeksi mikrofilaria terhadap hewan (zoonosis). Pengambilan darah hewan dilakukan pada malam hari bersamaan dengan kegiatan SDJ. Darah kucing diambil melalui telinga dengan cara menggunting bagian ujung telinga kucing kemudian darah yang ke luar ditempelkan pada slide. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata tidak ditemukan adanya mikrofilaria dalam darah kucing. Pemetaan kasus dan tempat perindukan nyamuk Berdasarkan hasil pemeriksaan SDJ yang telah dilakukan ternyata kasus positif filariasis memiliki risiko yang cukup tinggi untuk tertular filariasis. Hal ini karena sebagian besar mereka tinggal di dekat sumber penular penyakit serta tinggal di lingkungan yang merupakan tempat perindukan vektor utama filariasis di Sumatera Selatan (Ma. uniformis). Kasus positif filariasis sebagian besar tinggal di dekat rawa yang banyak ditumbuhi tanaman air yang merupakan habitat nyamuk Mansonia. Berikut peta kasus filariasis dan tempat perindukan nyamuk di Desa Sungai Rengit: (Gambar 1.). Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat terhadap filariasis Responden yang harus diperoleh untuk mengetahui PSP masyarakat tentang filariasis seharusnya sebanyak 91 responden, namun pada saat pelaksanaan survey hanya diperoleh 81 responden. Pengetahuan responden mengenai penyakit kaki gajah/filariasis dari hasil wawancara tertadap 81 penduduk Desa Sungai Rengit menunjukkan bahwa sebagian besar reponden belum pernah mendengar istilah filariasis/penyakit kaki gajah (55,6%). Sebanyak 9,6% responden tahu tentang gejala filariasis dan 8,% responden pernah melihat orang dengan gejala filariasis. Sebagian besar responden tidak tahu cara penularan filariasis (59,%), sedangkan 4,9% responden mengatakan filariasis merupakan penyakit keturunan sementara 11,1 % responden mengatakan bahwa filariasis tidak dapat disembuhkan.

Grafik 8. Spesies Nyamuk Tertangkap Di Sungai Rengit (Juni- Oktober 006) 900 800 864 700 Jumlah Nyamuk 600 500 400 00 00 0 95 76 0 7 7 15 11 9 9 7 1 1 Ma.uniformis Cx.quinquefasculatus Ar.subaltus Ma.dives/bonneae Ma.anulata Cx.tritaeniorhynchus Cx.gellidus Cx.hutchinsoni Cx.spp Ma.indiana Spesies Nyamuk Cx.fuscocephalus Ma.annulifera An.hyrcanus group Cx.bitaeniorhynchus An.barbumbrosus Grafik 9. Jumlah Nyamuk Tertangkap Per Jam di Sungai Rengit (Juni-Oktoer 006) Jumlah Nyamuk 180 160 158 147 140 14 10 115 0 97 90 80 80 7 77 60 66 5 40 68 0 0 18.00-19.00-0.00-1.00-.00-.00-4.00-01.00-0.00-0.00-04.00-05.00-19.00 0.00 1.00.00.00 4.00 01.00 0.00 0.00 04.00 05.00 06.00 Jam Penangkapan Sikap responden terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit kaki gajah/filariasis berdasarkan hasil wawancara dan hasil analisis diketahui bahwa >90% responden memiliki sikap positif dalam mendukung kegiatan pemberantasan filariasis. Perilaku responden yang berhubungan dengan filariasis

berdasarkan hasil wawancara ternyata diketahui bahwa masih ada masyarakat yang berobat ke dukun bila ada anggota keluarga yang sakit (,7%). Sedangkan 59,% masyarakat mengaku sering ke luar rumah pada malam hari. Upaya yang paling banyak dilakukan untuk menghidari gigitan yaitu dengan menggunakan obat nyamuk bakar. Sebanyak 4,9% responden tidak bersedia diambil darahnya dengan alasan takut dan sakit. Hanya 11,1% responden yang mengaku pernah minum obat untuk pencegahan filariasis. Sebanyak 6 (7,4%) responden tidak bersedia disemprot rumahnya untuk pencegahan filariasis dengan alasan bau dan penyemprotan tidak mengurangi jumlah nyamuk. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Yth.: dr. Faizati Karim, MPH selaku Kepala Puslitbang Ekologi dan Status Kesehatan; Akhmad Saikhu, SKM., MScPH selaku Kepala Loka Litbang PB Baturaja; Dr. M. Sudomo, APU selaku konsultan penelitian; dr. Suwandi Subki selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin; Bapak Mujahidin selaku pemegang progam filariasis Dinkes Kab. Banyuasin. DAFTAR RUJUKAN 1. Dinkes Prop. NTT. Tool Kit Handbook. Buku Pegangan Alat Bantu Untuk Eliminasi Filariasis. Dinkes Prop. NTT, 004.. Dinkes Kabupaten Banyuasin. Rekapitulasi Laporan Program P Filariasis Tahun 00-005. Dinkes Kabupaten Banyuasin, 006.. Ambarita L.P., dkk. Pemberdayaan PSM dalam Penemuan Tersangka Filarisis di Desa Rimbaterap Kabupaten Banyuasin. Loka Litbang PB Baturaja, 005. 4. Budiarto,E.&Dewi A. Pengantar Epidemiologi. Edisi. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 00. 5. Murti, Bhisma. Prinsip dan Metode: Riset Epidemiologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1990. 6. Bell J.C., Stephen R.P., Jack M.P. Zoonosis. Infeksi yang Ditularkan dari Hewan ke Manusia. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1995. 7. Lynne S.G., David A.B. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Alih bahasa: Dr. Robby Makimian M.S. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta, 1996. 8. Depkes RI. Pedoman Progam Eliminasi Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) di Indonesia. Buku 1-7. Ditjen PPM & PL, Depkes RI, Jakarta, 004. 9. Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan II. Rineka Cipta Jakarta, 00.. Sugiarto, dkk. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 00. 11. Stanley Lemenhow dkk. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997.

Habitat vektor Rawa 0 1 + RT 1 + 1+ RT 1+ RT 1+ Kadus Rumah penderita filariasis 1+ RT 4 RT 4 Kebun/hutan RT 5 RT 5 Kebun/hutan RT 6 RT 6 RT 7 1+ RT 7 Kuburan RT 8 RT 9 RT Keterangan: Jalan Aspal Rumah Penduduk Sekolah Jalan Tanah Jalan Setapak Sungai + Rumah Penderita Filariasis Mushola Gambar 1. Peta Kasus Filariasis dan Tempat Perindukan Vektor di Desa Sungai Rengit