BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ulat grayak merupakan hama penting pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap larva Spodoptera litura. Isolat lokal yang digunakan untuk adalah DKS-

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Kumbang Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Pracaya (2007), kumbang penggerek buah kopi dapat

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

I. PENDAHULUAN. memikat perhatian banyak mata. Pemuliaan anggrek dari tahun ke tahun,

PATOGENISITAS ISOLAT LOKAL NEMATODA ENTOMOPATOGEN TERHADAP MORTALITAS LARVA Spodoptera litura

PENDAHULUAN. senilai US$ 588,329,553.00, walaupun ada catatan impor juga senilai US$ masyarakat (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, 2010).

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara produsen kopi ke-empat terbesar di dunia. Data

BAB I PENDAHULUAN. satu hama daun yang penting karena hama ini bersifat polifag atau mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. polifagus. Pada fase larva, serangga ini menjadi hama yang menyerang lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sayuran, kacang-kacangan, tomat, jagung dan tembakau. Helicoverpa

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam sistematika klasifikasi, Menurut Nugroho (2013) Spodoptera

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor pembatas proses produksi pertanian adalah hama. Hama timbul dan

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TANGGAP FUNGSI SERANGGA PERBANYAKAN TERHADAP KELIMPAHAN JUVENIL INFEKTIF SECARA IN VIVO Oleh: Erna Zahro in

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Isolat M. anisopliae pada Berbagai Konsentrasi terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kedelai dan industri pakan ternak. Rata rata kebutuhan kedelai setiap tahun sekitar ± 2,2 juta

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sayuran sawi sehari-harinya relatif cukup tinggi, sehingga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang

Diselenggarakan Oleh LPPM UPN Veteran Jawa Timur

TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda Entomopatogen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Patogen serangga adalah mikroorganisme infeksius yang membuat luka atau

BAB I PENDAHULUAN. Intensitas serangannya dapat mencapai 90% di lapang, sehingga perlu

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu bahan pangan yang sangat penting bagi masyarakat

I. PENDAHULUAN. luas areal kakao yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

Potensi Heterorhabditis sp. Dalam Mengendalikan Oryctes rhinoceros. Weiser (1991) mengemukakan bahwa Steinernematidae dan Heterorhabditidae

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan tanaman sumber protein yang

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

BAB I PENDAHULUAN. kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

TOKSISITAS NEMATODA ENTOMOPATOGEN (Steinernema spp) HASIL BIAKAN PADA MEDIA KUNING TELUR TERHADAP HAMA TANAMAN SAWI (Spodoptera litura) SKRIPSI

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

BAB 1 PENDAHULUAN. petani dan dikonsumsi masyarakat karena sayuran tersebut dikenal sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

I. PENDAHULUAN. Masyarakat luas telah menyadari bahwa pestisida merupakan senyawa yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. hama karena mereka menganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BAB I PENDAHULUAN. tersebut padi atau beras mengalami proses penurunan kualitas dan kuantitas.

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

ALTERNATIF PENGENDALIAN HAMA SERANGGA SAYURAN RAMAH LINGKUNGAN DI LAHAN LEBAK PENGENDALIAN ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN HAMA SAYURAN DI LAHAN LEBAK

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

I. PENDAHULUAN. Usaha produksi pertanian tidak terlepas kaitannya dengan organisme pengganggu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

BAB I PENDAHULUAN. yang hasilnya dapat kita gunakan sebagai bahan makanan pokok. Salah satu ayat di

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

EFEKTIVITAS ISOLAT DAN METODE PAPARAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin TERHADAP MORTALITAS DAN MIKOSIS Spodoptera litura Fabricius

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Serangga merupakan hewan yang paling banyak jumlah dan ragamnya di

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

APAKAH APLIKASI BIOPESTISIDA SUDAH EFEKTIF?

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA BEBERAPA WILAYAH DI JAWA TIMUR. Oleh : Nugrohorini 1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman sawi (Brassica juncea L.) merupakan salah satu jenis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu resiko yang harus dihadapi. Kehilangan hasil akibat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

Efektivitas Steinernema sp. dalam Pengendalian Hama Serangga Tanah pada Berbagai Tekstur Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines max L. Merril) merupakan tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sawi B. juncea (L.) menyerbuk sendiri, umumnya tahan terhadap suhu

PENDAHULUAN. Kubis bunga merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Kepik hijau (Nezara viridula L.) merupakan salah satu hama penting pengisap

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gejala pada Larva S. litura

BAB I PENDAHULUAN. masih tergantung pada penggunaan pestisida sintetis yang dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dan perkebunan adalah masalah hama dan penyakit tanaman. Disamping

Peta Konsep. Tujuan Pembelajaran. gulma biologi hama predator. 148 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Tikus. Hama. Ulat. Kutu loncat. Lalat. Cacing.

Peran Varietas Tahan dalam PHT. Stabilitas Agroekosistem

ISOLASI Steinernema DARI TANAH PERTANAMAN JAGUNG DI BENGKULU BAGIAN SELATAN DAN PATOGENESITASNYA TERHADAP Spodoptera litura F.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1.2 Tujuan Untuk mengetahui etika dalam pengendalian OPT atau hama dan penyakit pada tanaman.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. Dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hama adalah organisme yang menginfeksi tanaman dan merusaknya sehingga mengakibatkan penurunan hasil pertanian, perkebunan maupun sayursayuran. Infeksi hama dan penyakit secara meluas dapat menimbulkan kerugian yang besar. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pemberantasan hama (Rukmana, 2003). Hama yang sering dijumpai menyerang tanaman ini adalah ulat grayak (Spodoptera litura). Ulat grayak (Spodoptera litura) termasuk dalam golongan hama polifag artinya pemakan segala jenis tanaman. Serangan akan terjadi apabila tidak ada lagi tanaman inang lain yang disukai ulat ini di sekitar area pertanaman (Widodo, 2013). Stadia yang membahayakan dari hama Spodoptera litura adalah larva (ulat). Serangga betina meletakkan telurnya secara berkelompok di atas daun. Jumlah telur tiap betina antara 25-500 butir dan akan menetas menjadi larva. Ciri khas dari larva ini berupa bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis kekuningan pada sisinya (Harpenas dan Dermawan, 2009). Menurut Rukmana (2003), stadium larva terdiri atas 6 instar. Larva 1, 2, dan 3 berukuran panjang 2,0-15 mm, dan berwarna hijau kecoklatan. Pada bagian dorsal terdapat garis kuning dan di sepanjang tubuh bagian lateral terdapat garis putih dengan bintikbintik hitam. Larva instar 4,5, dan 6 mempunyai warna dasar cokelat keabuabuan, dengan bagian kepala berwarna cokelat tua. Stadium larva berlangsung 1

antara 20-26 hari. Larva yang paling banyak merusak tanaman adalah larva instar 3 dan 4. Larva instar akhir dapat merusak tanaman hingga ke tulang-tulang daun. Spodoptera litura merupakan salah satu serangga hama yang potensial menyerang tanaman palawija dan sayuran di Indonesia. Spodoptera litura menyerang lebih dari 112 spesies tanaman, antara lain tembakau, kedelai, sawi, kubis, kacang tanah, kentang, cabai, bawang merah dan tanaman sayuran lainnya. Hama ini sering mengakibatkan penurunan produksi bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun dan buah sayuran menjadi sobek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka daun atau buah tanaman di areal pertanian akan habis (Hasnah et al, 2012). Pengendalian hama jarak kepyar pada larva Spodoptera litura menggunakan insektisida kimia mengakibatkan peledakan populasi hama. Hama tersebut dapat menjadi toleran terhadap insektisida sehingga populasinya tidak terkendali. Pengendalian hama harus lebih mengutamakan pengendalian hayati dan penggunaan insektisida kimia harus diminimalkan, karena insektisida kimia dapat menimbulkan dampak negatif seperti menyebabkan kematian pada musuh alami, pencemaran lingkungan, menimbulkan keracunan pada manusia dan menimbulkan ledakan populasi hama. Dengan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan insektisida kimia maka terbuka peluang untuk mengembangkan pengendalian hama yang ramah lingkungan (Heri dan Indrayani, 2012). Oleh karena itu, diperlukan pengembangan alternatif pengendalian Spodoptera litura yang efisien dan aman dengan menggunakan biopestisida seperti nematoda dari genus Heterorhabditis dan Steinernema. 2

Pengendalian hayati di dalam konsep dasar pengendalian hama terpadu (PHT) memegang peranan yang sangat penting. Penggunaan agensia pengendalian hayati seperti bakteri, virus, jamur, dan nematoda entomopatogen makin mendapat perhatian besar karena penggunaan senyawa sintetik berbahaya terhadap serangan hama dan lingkungan. Penggunaan nematoda Heterorhabditis spp. merupakan alternatif untuk mengendalikan rayap tanah tanpa menimbulkan dampak negatif pada musuh alami serangga hama, lingkungan dan tidak meracuni manusia dan vertebrata (Sucipto, 2009). Nematoda entomopatogen merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan serangga hama tanpa menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Menurut Sulisyanto (1999) pengendalian secara hayati dengan pemakaian nematoda entomopatogen (NEP) yang sudah dilaksanakan secara luas di beberapa Negara di Eropa, Australia, Asia, dan Amerika. Pemakaiannya di Indonesia masih sangat kecil dan terbatas. Di Indonesia pemanfaatan agens pengendali secara hayati dengan nematoda entomopatogen yaitu Steinernema spp. dan Heterorhabditis spp. digunakan untuk mengendalikan serangga hama baik pada tanaman perkebunan, pangan, rumput lapangan golf serta hortikultura sebagai isolat asli. Pengendalian hayati diperlukan karena untuk mengatasi ledakan hama pada tumbuhan, agar tidak menimbulkan dampak negatif dan aman bagi lingkungan. Hal ini dilakukan untuk pencegahan agar tidak menimbulkan masalah yang berkelanjutan. Sebagaimana yang dianjurkan dalam hadits Nabi SAW dalam kitab karangan Imam Nawawi (1994): 3

أن رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم قال " ال ضرر و ال ض رار " Artinya: Dari Abu Sa id, Sa ad bin Sinan Al Khudri ra, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Tidak boleh melakukan perbuatan (mudharat) yang mencelakakan diri sendiri dan orang lain (HR Ibnu Majah no. 2341). Hadits di atas menjelaskan bahwa Allah SWT melarang hambanya melakukan sesuatu yang dapat membahayakan dirinya ataupun lingkungannya. Manusia sebagai khalifah di bumi selayaknya terus menjaga kelestarian alam semesta. Salah satunya pengendalian hayati dengan menggunakan nematoda entomopatogen untuk mengendalikan serangan hama, merupakan salah satu alternatif yang ramah lingkungan, tidak menimbulkan dampak negatif, dan aman bagi manusia maupun vertebrata. Sehingga agens hayati ini merupakan biopestisida yang diperlukan untuk mencegah meledaknya populasi hama tanpa menimbulkan masalah yang baru, dan sangat bermanfaat bagi tumbuhan maupun lingkungan. Pengendalian secara hayati dengan musuh alami aman terhadap lingkungan dan tidak menimbulkan resistensi serangga. Salah satu jenis musuh alami yang non-endemik di pertanaman padi adalah nematoda dari genus Steinernema dan Heterorhabditis (Rhabditida: Steinernematidae dan Heterorhabditidae). Kedua genus dapat menjadi agen pengendalian hayati yang efektif karena mempunyai banyak keunggulan. Stadia infektifnya, yaitu juvenil instar-3 atau biasa disebut juvenil infektif (JI), memiliki hampir semua karakter yang diperlukan sebagai musuh alami yang ideal, antara lain mampu mencari serangga di dalam tanah atau di dalam habitat tersembunyi (cryptic habitat), mempunyai virulensi dan daya reproduksi tinggi, menyebabkan kematian 4

serangga <48 jam sehingga dapat membatasi aktivitas makan serangga dan mencegah kerusakan lebih lanjut, dan dapat dikembangbiakkan pada serangga ataupun media buatan dengan biaya relatif murah (Chaerani dan Nurbaeti, 2007). Salah satu nematoda patogen serangga (NPS) potensial adalah nematoda Heterorhabditis spp. Kisaran inang Heterorhabditis spp. cukup luas, meliputi ordo Coleoptera, Lepidoptera, dan Dyctyotera. Hasil-hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa NPS ini efektif mengendalikan beberapa spesies hama, seperti Cnaphalocrosis medianalis, Galleria melonella, dan Scirpophaga innonata. Di laboratorium, Heterorhabditis sp. Gyeongsan mampu menyebabkan mortalitas larva instar II sebesar 100% dan 38% larva instar III kumbang Exomala orientalis. Sementara itu, NPS Heterorhabditis spp. dengan kerapatan 200 JI/ml dapat mengendalikan larva penggerek batang lada Lophobarispiperis Marsh sebesar 61,24% (Wiratno dan Rohmatun, 2012). Kamariyah (2013) mengatakan bahwa persentase kematian Spodoptera litura terlihat pada 60 jam setelah aplikasi Steinernema spp. yang berasal dari tiga kabupaten yang ada di Bengkulu bagian selatan terhadap Spodoptera litura yang diuji pada kerapatan 100, 200, dan 400 JI/ml menunjukkan bahwa semua isolat dapat mematikan serangga uji, tetapi daya mortalitasnya berbeda-beda. Dengan adanya literatur ini menjadi acuan untuk penelitian saya dengan menggunakan hama serangga Spodoptera litura instar IV dengan menggunakan 2 isolat nematoda yaitu Heterorhabditis spp. dan Steinernema spp. pada berbagai konsentrasi 0 JI/ml, 50 JI/ ml, 100 JI/ ml, dan 200 JI/ ml. 5

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pemberian nematoda entomopatogen berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura? 2. Berapa nilai LC 50 dan LC 90 nematoda entomopatogen terhadap larva Spodoptera litura? 3. Apakah besar produksi nematoda entomopatogen berpengaruh terhadap perlakuan Spodoptera litura? 4. Bagaimana histologi larva Spodoptera litura yang terinfeksi nematoda entomopatogen? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengaruh pemberian konsentrasi nematoda entomopatogen terhadap mortalitas larva Spodoptera litura. 2. Mengetahui nilai LC 50 dan LC 90 nematoda entomopatogen terhadap larva Spodoptera litura. 3. Mengetahui pengaruh besar produksi nematoda entomopatogen terhadap perlakuan Spodoptera litura 4. Mengetahui histologi larva Spodoptera litura yang terinfeksi nematoda entomopatogen. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Terdapat pengaruh konsentrasi nematoda entomopatogen terhadap mortalitas larva Spodoptera litura. 6

2. Terdapat nilai LC 50 dan LC 90 nematoda entomopatogen yang menyebabkan mortalitas Spodoptera litura. 3. Produksi nematoda entomopatogen yang menginfeksi larva Spodoptera litura sangat banyak. 4. Histologi larva Spodoptera litura yang terinfeksi nematoda entomopatogen mengalami kerusakan. 1.6 Batasan Masalah Batasan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Larva Spodoptera litura dikembangkan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITAS) Malang. Larva Spodoptera litura yang digunakan adalah instar IV dengan ciri-ciri larva berukuran 3 cm atau berumur 7-9 hari setelah telur menetas. 2. Nematoda entomopatogen diperoleh dari isolasi sampel tanah dari Jawa Timur dan merupakan koleksi dari Laboratorium Patologi Serangga BALITTAS. 3. Isolat nematoda yang digunakan adalah DKS-1 dengan spesies Steinernema spp. dan PH-1, PH-2 dengan spesies Heterorhabditis spp. 4. Jumlah larva Spodoptera litura yang mati setelah perlakuan dengan nematoda entomopatogen yang ditandai dengan perubahan warna pada kutikula, tubuh lembek tetapi tidak bau dan busuk. 1.6 Manfaat Adapun manfaat yang diperoleh dengan menggunakan agen hayati nematoda entomopatogen adalah: 7

1. Bagi mahasiswa agar dapat mempraktekkan teori yang diperoleh di perguruan tinggi dan menambah wawasan pengetahuan khususnya bidang pengendalian hayati. 2. Bagi masyarakat bermanfaat sebagai sumber informasi bahwa nematoda entomopatogen dapat dimanfaatkan sebagai bioinsekteksida untuk pengendalian hama. 8