Yuni Syafnidarti 1), Nasril Nasir 1*) Jumjunidang 2) Abstract

dokumen-dokumen yang mirip
Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat )

Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun klasifikasi Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. menurut. : Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc.

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembinaan Terhadap Terpidana Lanjut Usia di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Jambi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

MODUL. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN (S1): Metode Survey Epidemi Penyakit SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

EFFEK LAMA PERENDAMAN DAN KONSENTRASI PELARUT DAUN SIRIH TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA BUAH PISANG. ABSTRAK

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

EFETIVITAS EKSTRAK DAUN SIRIH TERHADAP INFEKSI Colletotrichum capsici PADA BUAH CABAI. Nurhayati

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional di masa yang akan datang

Laboratorium Budidaya Tanaman Anggrek DD Orchids Nursery Kota. mahasiswa dan dosen, termasuk bidang kultur jaringan tanaman.

*

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya alam pertanian, sumberdaya alam hasil hutan, sumberdaya alam laut,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

UJI PATOGENISITAS Fusarium moniliforme SHELDON PADA JAGUNG ABSTRAK

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996) taksonomi penyakit busuk pangkal batang

EKSPLORASI DAN KAJIAN KERAGAMAN JAMUR FILOPLEN PADA TANAMAN BAWANG MERAH : UPAYA PENGENDALIAN HAYATI TERHADAP PENYAKIT BERCAK UNGU (Alternaria porri)

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

III. BAHAN DAN METODE

UJI INFEKSI Phaeophleospora sp. PADA KLON HIBRID Eucalyptus grandis x Eucalyptus urophylla

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

III. BAHAN DAN METODE. Jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai

BAB III METODE PENELITIAN. Nazir (1999: 74), penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan

VIRULENSI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE ISOLAT BAWANG MERAH PADA BAWANG PUTIH

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

BAB IV. EKOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN PENDAHULUAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.4 Tahun ).

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

SI KARAT TEBU DI MUSIM HUJAN

MODUL-12 MENGENAL GEJALA PENYAKIT DAN TANDA PADA TANAMAN. Yos. F. da Lopes, SP, M.Sc & Ir. Abdul Kadir Djaelani, MP A. KOMPTENSI DASAR B.

Diagnosa Penyakit Akibat Jamur pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di Sawah Penduduk Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat

TINJAUAN LITERATUR. Klasifikasi penyakit C. gloeosporioides (Penz.) Sacc menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Stadium ini ditemukan pada daun daun tua yang sedang membusuk. Jamur ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

III. METODE PENELITIAN. dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dari bulan Januari sampai

BAB III METODE PENELITIAN. tertentu, tidak adanya perlakuan terhadap variabel (Nazir, 2003).

Akibat Patik Setitik, Rusaklah Penghasilan Petani

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. Merr.) merupakan salah satu komoditas hortikultura

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. X No. 1 : (2004)

MATERI DAN METODE. Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru.

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi jamur Corynespora cassiicola menurut Alexopolus dan Mims. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.

BAHAN DAN METODE. Bahan

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

109 STUDI PENDAHULUAN TENTANG PENYAKIT BUSUK BATANG PADA TANAMAN BUAH NAGA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Perbanyakan Propagul Agens Antagonis Perbanyakan Massal Bahan Pembawa Biopestisida

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

IDENTIFIKASI PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH JAMUR DAN INTENSITAS SERANGANNYA PADA TANAMAN CABAI

LAMPIRAN. Biakan Jamur Colletotrichum sp

METODOLOGI. Kerapatan jenis (K)

melakukan inokulasi langsung pada buah pepaya selanjutnya mengamati karakter yang berhubungan dengan ketahanan, diantaranya masa inkubasi, diameter

BAB III BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan dari 2 Juni dan 20 Juni 2014, di Balai Laboraturium

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agrios (1996), penyakit bercak coklat sempit diklasifikasikan

BAB III METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE

Teknologi Pengendalian Penyakit Antraknos Pada Tanaman Cabai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Jumlah Jamur yang Terdapat pada Dendeng Daging Sapi Giling dengan Perlakuan dan Tanpa Perlakuan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

II. METODE PENELITIAN

Transkripsi:

Deskripsi Gejala dan Tingkat Serangan Penyakit Bercak pada Batang Tanaman Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus, L.) di Padang Pariaman, Sumatera Barat Description of Symptom and Disease Severity of Stem Spotting Disease on Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus, L.) in Padang Pariaman, Sumatera Barat Yuni Syafnidarti 1), Nasril Nasir 1*) Jumjunidang 2) 1) Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat 25163 2) Balai Penelitian Tanaman Buah T`ropika. Jl. Raya Solok Aripan Km 5 Solok Sumatera Barat *) koresponden: nasrilnasir54@gmail.com Abstract Study of symptom and disease severity of stem spotting disease on red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus, L.) was conducted from December 2012 to February 2013 in Padang Pariaman, West Sumatera. Laboratory and screen house work were carried out at Solok Tropical Fruit Research Institute and microbiology laboratory of Biology Department at Faculty of Mathematics and Natural Science, Andalas University, Padang. This study used direct observation method and the data was analyzed descriptively. Objectives of the research were to characterize and identify the causes of stem spotting disease symptom and then to measure disease incidence in production centers of dragon fruit in Padang Pariaman, West Sumatra. The result showed that percentage of stem spotting disease of dragon fruit was 99,5% while disease severity index of it was 2,2 (moderate severity). Disease symptoms were spotting/patches of brown to black round surrounded by yellow halo. The pathogen was identified as Colletotrichum gloeosporoides. Keywords: Dragon fruit, stem spotting, identification Pendahuluan Buah naga termasuk salah satu buah tropis yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Di daerah asalnya buah naga atau dragon fruit ini dinamai pitahaya atau pitayo roja. Walaupun buah naga berasal dari Amerika, namun tanaman ini lebih dikenal sebagai tanaman dari Asia. Hal ini disebabkan, buah naga dikembangkan besar-besaran di Asia seperti di Vietnam dan Thailand (Luders and McMahon, 2006). Pada awalnya buah naga dibudidayakan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga, berduri pendek dan memiliki bunga yang indah mirip bunga Wijayakusuma (Kristanto, 2008). Menurut Mahadianto (2007), buah naga memiliki rasa yang menyegarkan dan banyak khasiat bagi kesehatan. Buah naga pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 1977. Tanaman ini kemudian ditanam dan dikembangkan secara komersial pada tahun 2000. Di Sumatera Barat sendiri booming buah naga telah terlihat dan dirasakan sejak empat tahun terakhir. Jenis buah naga yang banyak dibudidayakan adalah buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus, L.). Kabupaten yang menjadi sentra penanaman adalah Padang Pariaman, Pasaman dan kabupaten Solok (Jumjunidang et al., 2012). Buah naga tergolong tanaman yang mudah perawatannya. Akan tetapi, dalam budidaya selalu ada hama dan gangguan penyakit yang menyerang. Laporan serangan penyakit diketahui adanya dari luar negeri dan di Indonesia sendiri yaitu di Lombok, Nusa Tenggara Barat (Isnaini et al., 2010). Hasil kunjungan peneliti Balitbu Tropika juga menemukan kasus serangan penyakit busuk dan bercak batang pada beberapa kebun di Provinsi Kepulauan Riau Accepted: 2 Agustus 2013

dan Batam. Pada kebun buah naga dengan serangan parah penyakit di Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat ditemukan beberapa gejala serangan penyakit seperti busuk kuning dan hitam dan gejala serangan penyakit lain yaitu bercak hitam kering atau basah pada cabang produktif. Berdasarkan data sementara yang dikumpulkan (dari 20 kebun) di Kecamatan Batang Anai, diketahui bahwa serangan berbagai penyakit busuk dan bercak batang ditemukan hampir di setiap kebun yang dikunjungi (Jumjunidang et al., 2012). Dari laporan tersebut belum dijelaskan secara rinci tentang diskripsi gejala dan penyebab dari penyakit bercak batang tersebut, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui persentase serangan dan indeks keparahan penyakit bercak pada batang buah naga dan mengidentifikasi penyebab penyakit bercak batang pada tanaman buah naga. Metode Penelitian Sampel tanaman dikoleksi dari kebun buah naga di Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat pada ketinggian 5 meter dari permukaan laut serta suhu berkisar 27-30ºC. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengamatan dilakukan secara langsung pada tanaman sampel. Uji Postulat Koch untuk mengidentifikasi patogen dilakukan di laboratorium proteksi dan rumah kasa Balai Penelitian Tanaman Buah (Balitbu) Tropika Solok dan Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. Pengamatan persentase serangan dan indeks keparahan penyakit 1. Persentase serangan penyakit. Data persentase serangan penyakit bercak batang didapatkan dengan menghitung tanaman yang menunjukkan gejala bercak batang (sistem tanam tiang tunggal). Persentase tanaman terserang dihitung dengan menggunakan rumus Mohammed et al. (1999): T1 P = 100% T 2 278 P = Persentase tanaman terserang, T1 = Jumlah tanaman bergejala dan T2 = Jumlah tanaman diamati. 2. Indeks keparahan (I) penyakit dihitung dengan rumus Jones (1995): (nilai skala x jumlah tanaman dari setiap nilai skala) I = ---------------------------------------------------- jumlah tanaman/tiang Isolasi Mikroba Jaringan yang sakit dipotong 1x1cm dengan membawa bagian jaringan tanaman sehat. Disterilkan dengan cairan desinfektan selama 30 detik lalu direndam lagi dengan aquadest steril (selama 2 menit). Ditanam pada media 1/3 PDA dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3-6 hari (Melanie et al., 2004). Pemurnian Isolat Mikroba yang tumbuh dipindahkan pada medium PDA. Spora atau konidia dimasukkan ke dalam germ tube yang berisi air steril 5-10 ml dan di vortex. Kemudian, digoreskan pada medium WA dan diinkubasikan selama 24-72 jam (Nelson et al., 1983). Uji Postulat Koch Mikroba yang didapatkan dari hasil pemurnian pada medium PDA ditambahkan air steril, kemudian digerus. Hasil penggerusan disaring dengan kertas saring. Kepadatan suspensi spora untuk inokulasi 10 6 spora/ml. Bibit buah naga dilukai sebanyak 5 titik pada bagian batangnya dengan jarum steril. Kemudian, diinokulasikan suspensi inokulum ke bagian luka dengan menggunakan jarum suntik steril. Kapas dibasahi, lalu ditempelkan pada bagian batang yang dilukai dan diberi selotip serta disungkup (Melanie et al., 2004). Identifikasi mikroba penyebab penyakit berdasarkan Alexopoulos and Mims, 1979; Barnett dan Hunter, 1972; Booth, 1977.

Hasil dan Pembahasan Berdasarkan lima kebun tanaman buah naga yang dipilih secara acak, ditemukan penyakit bercak batang yang menyerang setiap kebun tanaman buah naga dengan rata-rata persentase serangan 99,5%. Data ini menunjukan bahwa penyebaran penyakit bercak batang merata pada setiap tanaman di dalam kebun buah naga. Di lokasi ini,, buah naga ditanam dengan sistem tiang tunggal dengan jarak tanam yang bervariasi pada masing-masing kebun, yaitu 2 x 2,5 m, 2 x 2 m dan 2 x 1 m. Jarak tanam ini sebenarnya cukup rapat, karena jarak tanam yang baik pada perkebunan buah naga adalah 2,5 x 3 m atau 3 x 3 meter (Departemen Pertanian, 2010). Jarak tanam yang rapat dengan suhu udara yang tinggi (30º-32º C) di lokasi ini, dapat meningkatkan kelembaban pada areal pertanaman sehingga penyakit semakin berkembang. Di lapangan juga dapat terlihat, sistem budidaya tanaman yang monokultur, dimana dalam satu hamparan luas di lokasi penelitian ini, hampir keseluruhannya ditanami tanaman buah naga dengan jarak antara bidang kebun yang satu dengan yang lainnya juga dekat (± 4-6 meter). Sesuai dengan gambaran di lapangan tersebut, tingginya persentase serangan penyakit (99,5%), besar kemungkinan disebabkan oleh sistem budidaya tanaman secara monokultur, jarak tanam yang rapat dan angin yang menyebabkan spora patogen dapat berpindah. Chou (2006) mengatakan bahwa monokultur yang merupakan cara budidaya perkebunan dengan menanam satu jenis spesies pada satu areal yang luas, dapat menimbulkan resiko penyakit yang besar karena dapat memudahkan penyebaran patogen. Menurut Laksono et al. (2010), penyebaran patogen yang berarti proses berpindahnya patogen atau inokulum dari sumbernya ke tempat lain dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Agrios (2005) juga menyatakan bahwa hampir semua jamur melakukan penyebaran sporanya secara pasif. Angin yang merupakan salah satu perantara pasif, berperan paling penting karena dapat membawa spora jamur dalam jarak yang luas. Hal ini dinyatakan 279 juga oleh Semangun (2000), tiupan angin akan mempermudah penyebaran patogen dan jarak tanam yang rapat dapat menyebabkan kelembaban tinggi sehingga patogen mudah berkembang. Indeks keparahan penyakit bercak batang pada tanaman buah naga di lokasi penelitian yaitu 2,1 (Tabel 1). Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu: 0= tidak ada gejala serangan pada pohon, 1= serangan ringan (1-10 titik serangan pada pohon), 2= serangan sedang (10-20 titik serangan pada pohon), 3= serangan parah (> 20 titik gejala pada pohon) (Jones, 1991), nilai 2,1 artinya penyakit bercak batang yang menyerang tanaman buah naga di lokasi yaitu Kecamatan Batang Anai termasuk kategori sedang. Menurut Agrios (1997), intensitas penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitar area pertanaman tersebut yang mendukung penyakit untuk berkembang, termasuk., suhu dan kelembaban. Berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan petani buah naga, keparahan penyakit bercak batang dengan indeks keparahan sedang tidak menyebabkan kematian pada tanaman buah naga. Sesuai dengan gejala yang ditemukan di lapangan dimana bagian tanaman buah naga yang terserang penyakit bercak dengan pinggiran halo berwarna kuning akan berubah menjadi hitam dan mengering atau jaringan tanaman yang terserang penyakit bercak menjadi mati dan tidak dapat menyebar ke jaringan lain (Gambar 1). Gambar 1. Gejala serangan penyakit bercak batang buah naga yang mengering (hipersensitif) Hal ini sesuai dengan pernyataan Kerr and Gibb (1977) bahwa tanaman yang terinfeksi patogen akan melakukan respon

berupa kematian sel-sel jaringan tanaman inang yang terserang oleh patogen, kondisi yang demikian disebut juga reaksi hipersensitif. Fahy dan Lloyd (1983) mengatakan, reaksi hipersensitif pada tanaman ditandai dengan terjadinya pengeringan dan kematian sel inang di sekitar tempat invasi, selanjutnya patogen akan terisolasi dari jaringan yang hidup dengan adanya pembatas berupa sel yang telah mati, lalu bagian tersebut akan terpotong dengan sendirinya. Berdasarkan lima sampel tanaman sakit dengan gejala bercak yang diisolasi pada media 1/3 PDA, ditemukan empat jenis jamur (Gambar 2). Untuk memastikan jamur yang menjadi penyebab penyakit bercak batang, maka dilakukan uji Postulat Koch pada bibit buah naga yang sehat. Hasil uji Postulat Koch menunjukkan jamur yang positif menunjukkan gejala penyakit bercak yang sama seperti ditemukan di lapangan (bercak dengan bintik coklat sampai hitam bulat yang melebar dan dikelilingi halo berwarna kuning) yaitu jamur 1 (Colletotrichum gloeosporioides) (Gambar 3a). Ciri-ciri makroskopis dari jamur ini, yang ditanam pada medium PDA, baik yang diisolasi dari gejala di 280 lapangan maupun hasil reisolasi dari uji Postulat Koch yaitu koloni yang tumbuh berbentuk bulat seperti lingkaran, bentuk areal miselia seperti kapas, kerapatan miselia sangat rapat, warna koloni/miselium putih, keabu-abuan sampai merah muda, pinggiran koloni tidak rata dan terdapat bintik-bintik yang membentuk lingkaran berwarna merah muda (Gambar 5a). Bintikbintik orange tersebut menjadi semakin gelap ketika biakan semakin lama (tua), bagian tersebut yang disebut sebagai aservulus (makroskopis). Tabel 1. Persentase serangan dan indeks keparahan penyakit bercak pada tanaman buah naga di Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Kebun Persentase Serangan (%) Indeks Keparahan Kategori Keparahan* 1 97,5% 1,95 Sedang 2 100% 2,20 Sedang 3 100% 2,10 Sedang 4 100% 2,07 Sedang 5 100% 2,17 Sedang Ratarata 99,5% 2,10 Sedang Standar Deviasi 0,01 0,01 Ket: *)= menurut Jones (1995) (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 2. Gejala penyakit bercak pada batang tanaman buah naga merah. (a) Bercak dengan bintik hitam bulat yang melebar dan dikelilingi halo berwarna coklat dan kuning, (b) Bercak yang sudah mengering, (c) Bercak dengan bintik hitam bulat yang melebar dan dikelilingi halo berwarna kuning, (d) Bercak yang mulai mengering, (e) Bercak yang mulai mengering

281 (a) (b) (c) (d) Gambar 3. Mikroba yang didapatkan dari hasil Isolasi. (a) Jamur 1, (b) Jamur 2, (c) Jamur 3, (d) Jamur 4 1 2 (a) (b) (c) (d) Gambar 4. Jamur Colletotrichum gloeosporioides. (a) Makroskopis jamur; (b) 1: Hifa dan 2: Konidia, (c) Mikroskopis aservulus; (d) Seta (a) (b) (c) Gambar 5. Tahap-tahap perkembangan gejala penyakit bercak. (a) 3 hari; (b) 7 hari; (c) 14 hari Berdasarkan pengamatan mikroskopis jamur ini memiliki ciri-ciri yaitu adanya seta pada aservulus jamur (Gambar 5d), konidia berbentuk bulat panjang atau oval, hialin, tidak bersekat, hifa berwarna bening, aservulusnya berwarna gelap dan berbentuk bulat atau memanjang (Gambar 5c). Berdasarkan ciri makroskopis dan mikroskopis, menurut Alexopoulos and Mims (1979), jamur ini adalah Colletotrichum gloeosporioides. C. gloeosporioides yang diinokulasikan pada bibit buah naga sehat, memperlihatkan gejala bercak pada hari ke- 3 yang berbentuk bintik kecil berwarna kuning kecoklatan. Kemudian, pada hari ke-7 bintik kuning kecoklatan tersebut semakin melebar dan terdapat bintik hitam bulat yang melebar pada bagian tengahnya (Gambar 6b). Pada hari ke-14 bagian dari tanaman yang bergejala bercak hasil uji postulat Koch direisolasi. Hasil reisolasi

jamur ini setelah diinkubasi selama 3 hari pada medium 1/3 PDA, persentase kemunculan dari C. gloeosporioides adalah 100%. Menurut Indratmi (2009), masa inkubasi patogen.c. gloeosporioides berkisar antara 2-3 hari setelah inokulasi. Masa/periode inkubasi merupakan interval waktu antara inokulasi dengan munculnya gejala penyakit, yang dipengaruhi oleh kecocokan kombinasi inang patogen dengan tingkat perkembangan inang dan dengan suhu lingkungan. Berkembangnya penyakit bercak pada uji postulat Koch, dikarenakan inang yang rentan dan kondisi lingkungan yang cocok untuk perkembangan jamur C. gloeosporioides yaitu lembab dan hangat. Semangun (1989) menyatakan bahwa keberhasilan infeksi jamur C. gloeosporioides didukung adanya pelukaan yang berarti hilangnya pertahanan mekanis pada permukaan tanaman. Menurut Agrios (1997), untuk dapat terjadinya suatu penyakit pada tumbuhan sedikitnya harus terjadi kontak dan interaksi antara tiga komponen yaitu tumbuhan, patogen dan lingkungan yang dikenal sebagai segitiga penyakit. Jika tumbuhan rentan dan berada pada tingkat pertumbuhan yang rentan, patogen virulen dalam jumlah melimpah dan lingkungan menguntungkan maka penyakit akan berkembang. Kesimpulan Persentase serangan penyakit bercak batang pada kebun buah naga di Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman, Sumatera Barat adalah 99,5% dan indeks keparahan serangan penyakit adalah 2,2 (termasuk dalam kategori sedang). Gejala penyakit bercak batang pada tanaman buah naga dengan bintik coklat sampai hitam bulat yang melebar dan dikelilingi halo berwarna kuning disebabkan oleh jamur Colletotrichum gloeosporioides. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada staf peneliti Balai Penelitian Buah Tropika Solok, Sumatera Barat atas sarana dan prasarana yang diberikan selama penelitian. Daftar Pustaka 282 Agrios G. N. 1997. Plant Pathology. Academic Press. New York.. 2005. Plant Pathology. Ed ke-5. New York: Elsevier Academic Press. Alexopoulos, C. J. and C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. Third edition John Wiley and Sons. New York. Barnet, H. L. and B. B. Hunter. 1972. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Publishing Company. United States of Amerika. Booth H. I. 1971. The Genus Fusarium. Kew. Surrey. Commonwealth Mycological Institute. United Kingdom. Chou, C. K. S. 2006. Monoculture, Species Diversification and Disease Hazards in Forestry. N.Z. Journal of Forestry 2(2): 20-34. Departemen Pertanian. 2010. Pedoman Baku Budidaya Standard Operating Procedure (SOP) Buah Naga Red/ Super Red Kabupaten Sragen. Direktorat Budidaya Tanaman Buah. Sragen. Fahy, P. C. and Lloyd, A. B. 1983. Pseudomonas: The Fluorescent Pseudomonas. In: Fahy, P. C. and G. J. Persley. Plant Bacterial Disease, a Diagnotis Guide. Academic Press. New York. Isnaini, M., Muthahanas, I., Jaya, I. K. D. 2010. Studi Pendahuluan tentang Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Buah Naga di Kabupaten Lombok Utara. Laporan Penelitian Pusat Penelitian Universitas Mataram. Mataram. Jones, D. R. 1995. The Characterization of Isolates of Foc From Asia. Info Musa The International Magazine on Banana on Plantain (Fusarium Wilt in Asia) 4: 3-4. Jumjunidang, Riska dan Muas, I. 2012. Outbreak Penyakit Busuk Batang Tanaman Buah Naga di Sumatera Barat. Laporan Hasil Survey OPT di Sentra Produksi Buah Naga Sumatera Barat. Balitbu Tropika Solok.

Indratmi, D. 2009. Penggunaan Debaryomyces sp. dan Schizosaccharomyces sp. dengan Adjuvant untuk Pengendalian Penyakit Antraknosa pada Mangga. GAMMA, V, (1): 13 2. Kerr, A. and K. Gibb. 1997. Bacteria and Phytoplasma as Plant Parasites: In Plant Pathogen and Plant Disease, J.F. Brown and H.J. Ogle (eds) Australian Plant Pathology Society. Armidale. p 86-103. Kristanto, D. 2008. Buah Naga Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Penebar Swadaya. Jakarta. Luders, L. and G. McMahon. 2006. The Pitaya or Dragon Fruit (Hylocereus undatus). Northern Territory Government. Australia. Laksono, K. D., Nasahi, C. dan Susniahti, N. 2010. Inventarisasi Penyakit pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada Tiga Daerah di Jawa Barat. Jurnal Agrikultura, 21 (1): 31-38. Mahadianto, N. 2007. Budidaya Buah Naga (Dragon Fruit). http://agribisnis.deptan. go.id [1 Juni 2012] 283 Melanie, L., L. Ivey, C. Nava-Diaz and S.A. Miller. 2004. Identification and Management of Colletotrichum acutatum on Immature Bellpeppers. Plant Dis., 88: 1198-1204. Mohammed, A. A., C. Mak, K. W. Liew and Y. W. Ho. 1999. Early Evaluation Banana Plants at Nursery Stage for Fusarium Wilt Tolarance. dalam Banana Fusarium with Manageman. Towards substainable cultivation. Proceedings of the International workshop of the banana Fusarium wilt disease, Malaysia 18-20 October 1999. p147-186. Nelson, P.E., T.A. Toussoun and W.F.O Marasas. 1983. Fusarium spesies an Illustrated Manual for Identification. University Park and London. The Pennsylvania State University Press. Semangun, H. 1989. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.